Pustaka Suci Hindu memandang perempuan sejajar
Di dalam kebanyakan negara dewasa ini indikator sosial ekonomi umumnya memperlihatkan bahwa kaum perempuan tetinggal di belakang laki-laki. Mahatma Gandhi menulis bahwa cara kita memperlakukan kaum perempuan kita adalah salah satu indikator dari barbarisme. Laki-laki boleh saja memiliki enerji fisik yang lebih besar dari pada perempuan, tapi perempuan jelaslah mempunyai enerji internal dan emosional lebih banyak.
Catatan dokumenter mengenai perempuan dalam agama Hindu tergantung dari pustaka suci khusus dan konteksnya. Satu-satunya otoritas tertinggi dalam praktik-praktik agama Hindu adalah Veda.
Bahwa perempuan dan laki-laki adalah sejajar di mata dharma (kebenaran) dibuat eksplisit dalam satu mantra indah Rigveda: ”O perempuan! Mantra-mantra ini (japa suci) diberikan kepadamu secara sejajar (seperti kepada laki-laki). Semoga pikiranmu, juga, harmonis. Semoga sidang-sidangmu terbuka bagi semua tanpa diskriminasi.”
Banyak maharesi dalam jaman Veda adalah perempuan. Sesungguhnya, beberapa dari mereka menyusun banyak dari mantra Veda. Rigveda mencatat nama-nama dari beberapa maharesi perempuan yang terkenal: Ghoshsha, Godha, Vishwawra, Apala, Sri, Laksha dan banyak lagi lainnya.
Apakah jenis kelamin Tuhan? Secara filosofi, Brahman dianggap tanpa bentuk, tanpa sifat dan transenden atas pertimbangan-pertimbangan semacam itu. Bentuk yang tampak dari Brahman (Saguna Brahman) dipuja secara luas tidak hanya sebagai Vishnu dan Siva, tetapi juga sebagai saktinya Lakshmi dan Shakti, satu perwujudan kekuatan.
Bukanlah tanpa alasan, bahwa perempuan diidentifikasikan dengan Shakti dalam peradaban kita. Bila perempuan terus ditekan, Shakti ini akan ditolak dalam keluarga dan masyarakat, memperlemah mereka semua.
Pustaka kuno yang lain membahas perempuan. Rujukan positif dibuat untuk perempuan ideal dalam teks-teks Ramayana dan Mahabharata. Bhagavata Purana menyatakan bahwa Mahabharata ditulis secara khusus untuk perempuan.
Manusmriti, pada sisi lain, adalah teks kuno yang didasarkan atas interpretasi Veda yang mengandung aturan-aturan hukum bagi masyarakat Hindu kuno. Ia memiliki tulisan-tulisan yang merendahkan perempuan sebagai akar penyebab dari semua kejahatan, tetapi beberapa teks dari kitab yang sama juga memuji-muji keutamaan-keutamaan perempuan: ”Perempuan berharga bagi pemujaan. Mereka adalah peruntungan dari rumah tangga, lampu penerang bagi semua yang ada dalam rumah tangga. Mereka membawa penghiburan kepada keluarga dan me-rupakan satu bagian integral dari kehidupan dharma.”
Alasan utama dari apa yang tampak sebagai kontradiksi ini adalah murni kesalahan membaca atau misinterpretasi salinan asli dari Veda, yang sering mengandung sutra-sutra sangat pendek dan ditulis tangan di atas daun lontar.
Bila banyak rumah tangga dalam negeri Hindu tradisional, pengantin perempuan diperlakukan dengan buruk, maka ini bukanlah kesalahan tradisi Veda, tetapi pembusukan dari tradisi ini yang disebabkan oleh pengabaian kita.
Inilah kesaksian kepada pencerahan Veda dan jaman Veda. Banyak isu-isu sosial bersama seperti perkawinan kembali perempuan, perkawinan kembali janda, kepemilikan dan pewarisan harta benda oleh perempuan dan lain sebagainya diijinkan dalam jaman Veda.
Perempuan dan laki-laki dewasa ini dapat menarik kekuatan dari tradisi Veda untuk menjamin perempuan mendapat tempat mereka yang sah dalam masyarakat kita.
Dr. Narayana P. Bhat adalah sekretaris dewan Hindu Cultural Center of North Alabama. Tulisan ini dimuat di Huntsville Times, jumat 29 Mei 2009. Diterjemahkan oleh Sang Ayu Putu Renny.
sumber: mediahindu.net/index.php/berita-dan-artikel/artikel-umum/43-perempuan-hindu.html
Di dalam kebanyakan negara dewasa ini indikator sosial ekonomi umumnya memperlihatkan bahwa kaum perempuan tetinggal di belakang laki-laki. Mahatma Gandhi menulis bahwa cara kita memperlakukan kaum perempuan kita adalah salah satu indikator dari barbarisme. Laki-laki boleh saja memiliki enerji fisik yang lebih besar dari pada perempuan, tapi perempuan jelaslah mempunyai enerji internal dan emosional lebih banyak.
Catatan dokumenter mengenai perempuan dalam agama Hindu tergantung dari pustaka suci khusus dan konteksnya. Satu-satunya otoritas tertinggi dalam praktik-praktik agama Hindu adalah Veda.
Bahwa perempuan dan laki-laki adalah sejajar di mata dharma (kebenaran) dibuat eksplisit dalam satu mantra indah Rigveda: ”O perempuan! Mantra-mantra ini (japa suci) diberikan kepadamu secara sejajar (seperti kepada laki-laki). Semoga pikiranmu, juga, harmonis. Semoga sidang-sidangmu terbuka bagi semua tanpa diskriminasi.”
Banyak maharesi dalam jaman Veda adalah perempuan. Sesungguhnya, beberapa dari mereka menyusun banyak dari mantra Veda. Rigveda mencatat nama-nama dari beberapa maharesi perempuan yang terkenal: Ghoshsha, Godha, Vishwawra, Apala, Sri, Laksha dan banyak lagi lainnya.
Apakah jenis kelamin Tuhan? Secara filosofi, Brahman dianggap tanpa bentuk, tanpa sifat dan transenden atas pertimbangan-pertimbangan semacam itu. Bentuk yang tampak dari Brahman (Saguna Brahman) dipuja secara luas tidak hanya sebagai Vishnu dan Siva, tetapi juga sebagai saktinya Lakshmi dan Shakti, satu perwujudan kekuatan.
Bukanlah tanpa alasan, bahwa perempuan diidentifikasikan dengan Shakti dalam peradaban kita. Bila perempuan terus ditekan, Shakti ini akan ditolak dalam keluarga dan masyarakat, memperlemah mereka semua.
Pustaka kuno yang lain membahas perempuan. Rujukan positif dibuat untuk perempuan ideal dalam teks-teks Ramayana dan Mahabharata. Bhagavata Purana menyatakan bahwa Mahabharata ditulis secara khusus untuk perempuan.
Manusmriti, pada sisi lain, adalah teks kuno yang didasarkan atas interpretasi Veda yang mengandung aturan-aturan hukum bagi masyarakat Hindu kuno. Ia memiliki tulisan-tulisan yang merendahkan perempuan sebagai akar penyebab dari semua kejahatan, tetapi beberapa teks dari kitab yang sama juga memuji-muji keutamaan-keutamaan perempuan: ”Perempuan berharga bagi pemujaan. Mereka adalah peruntungan dari rumah tangga, lampu penerang bagi semua yang ada dalam rumah tangga. Mereka membawa penghiburan kepada keluarga dan me-rupakan satu bagian integral dari kehidupan dharma.”
Alasan utama dari apa yang tampak sebagai kontradiksi ini adalah murni kesalahan membaca atau misinterpretasi salinan asli dari Veda, yang sering mengandung sutra-sutra sangat pendek dan ditulis tangan di atas daun lontar.
Bila banyak rumah tangga dalam negeri Hindu tradisional, pengantin perempuan diperlakukan dengan buruk, maka ini bukanlah kesalahan tradisi Veda, tetapi pembusukan dari tradisi ini yang disebabkan oleh pengabaian kita.
Inilah kesaksian kepada pencerahan Veda dan jaman Veda. Banyak isu-isu sosial bersama seperti perkawinan kembali perempuan, perkawinan kembali janda, kepemilikan dan pewarisan harta benda oleh perempuan dan lain sebagainya diijinkan dalam jaman Veda.
Perempuan dan laki-laki dewasa ini dapat menarik kekuatan dari tradisi Veda untuk menjamin perempuan mendapat tempat mereka yang sah dalam masyarakat kita.
Dr. Narayana P. Bhat adalah sekretaris dewan Hindu Cultural Center of North Alabama. Tulisan ini dimuat di Huntsville Times, jumat 29 Mei 2009. Diterjemahkan oleh Sang Ayu Putu Renny.
sumber: mediahindu.net/index.php/berita-dan-artikel/artikel-umum/43-perempuan-hindu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar