Catur Warna dan Profesionalisme
Caaturvarnyam mayaa srstam
Gunakarma vibhaagasaah
Tasya kartaaram api maam
Viddhy akartaaram avyayam.(Bhagavad Gita IV.13).
Gunakarma vibhaagasaah
Tasya kartaaram api maam
Viddhy akartaaram avyayam.(Bhagavad Gita IV.13).
Artinya:
Catur Warna aku ciptakan berdasarna guna dan karma.
Meskipun Aku sebagai penciptanya,
ketahuilah Aku mengatasi gerak dan perubahan.
AJARAN Catur Warna ini sesungguhnya filosofi profesionalisme menurut Hindu. Sayang ajaran yang sangat mulia dan luhur ini dikotori oleh bintik-bintik hitam sejarah masa lampau yang menjungkirbalikan secara total ajaran Catur Warna itu menjadi kasta. Hal ini membuat terpuruknya citra Hindu di mata masyarakat luas.
Oleh karena itu dalam Pesamuan Agung PHDI, 26-29 Oktober 2002 di Mataram ini, ajaran Catur Warna itu akan dikembalikan pada fungsinya yang semula sesuai perkembangan dan tuntutan masyarakat.
Pada Pesamuan Agung tahun 2000 di Denpasar masalah pengembalian ajaran Catur Warna ini sudah pernah diajukan kepada sabha pandita untuk ditetapkan menjadi bhisama. Usul itu tinggal usul sampai akhirnya datang Maha Sabha VIII, bhisama tersebut tidak disidangkan oleh sabha pandita saat itu. Karena sesuai dengan Anggaran Dasar PHDI yang berhak mengeluarkan bhisama hanyalah sabha pandita. Karena sabha pandita-lah sebagai unsur yang tertinggi dalam susunan kelembagaan PHDI. Hal ini memang sesuai dengan makna kitab suci Manawa Dharmasastra. Pada Pesamuan Agung PHDI di Mataram, ini diajukan lagi rancangan bhisama tentang Catur Warna ini sebagaimana diamanatkan oleh Maha Sabha VIII PHDI 2001 lalu.
Sesungguhnya, ajaran Catur Warna ini adalah landasan filosofi profesionalisme. Ini artinya seseorang akan menjadi profesional apabila ia dapat mengembangkan minat dan bakat pembawaannya yang disebut guna dalam Bhagawad Gita. Terus guna itu dapat bertemu dengan karma. Artinya orang yang telah mampu mengembangkan guna atau minat dan bakat pembawaannya sejak lahir itu terus mendapatkan pekerjaan sesuai dengan guna yang telah dikembangkannya itu. Kalau ada orang yang bakat pembawaannya sebagai guru misalnya terus ia dibina melalui pendidikan dan latihan sebagai guru, selanjutnya dapat bekerja sebagai guru. Hal itulah yang disebut varna. Kalau bekerja yang demikian itu pasti memberikan kebahagiaan kerja.
Guru dalam konsep Catur Warna tergolong brahmana varna dengan tidak mengait-ngaitkan asal usul wangsanya. Kalau bakat pembawaannya sebagai pedagang terus ia mendapatkan pendidikan dan latihan sebagai pedagang terus bekerja sebagai pedagang. Inilah yang disebut profesional. Jadi sangatlah tepat ajaran Catur Warna ini kita tegakkan sesuai dengan filosofinya.
Bhisama Catur Warna ini sangat diperlukan oleh umat Hindu, karena sampai saat ini terjadi pengertian yang sangat bias tentang ajaran Catur Warna. Disamping itu, ajaran ini akan dapat dijadikan konsep untuk menyadarkan orang agar mereka berusaha mengenali jati dirinya dalam mengembangkan profesionalismenya. Dewasa ini banyak orang menderita sakit gangguan mental karena tidak mendapatkan kebahagiaan kerja.
Meskipun mereka mendapatkan imbalan gaji yang cukup memadai, tetap saja merasa menderita kalau bekerja tidak sesuai dengan minat dan bakatnya. Ini artinya dewasa ini banyak orang yang tidak menemukan varna-nya. Mengapa demikian dalam persaingan perebutan lapangan kerja ini banyak pihak mendapatkan kerja yang tidak sesuai dengan minat dan bakatnya. Kalau menunggu sampai mendapatkan kerja sesuai dengan minat dan bakatnya amat sulit.
Kapan kita dapat bekerja sesuai dengan minat dan bakat kita, hal itu tidak ada kepastian. Di lain pihak kebutuhan ekonomi terus menuntut. Kebutuhan ekonomi itu tidak dapat ditunda. Karena itu orang pun bekerja asal dapat saja. Yang penting dapat uang, soal menyenangkan atau tidak pekerjaan itu hal itu urusan lain. Jadinya banyak orang tidak menemukan varna-nya dalam hidupnya ini, karena guna tidak nyambung dengan karma.
Bekerja seperti itu menimbulkan risiko tekanan psikologis. Kalau orang tersebut lemah dalam mengelola hati nuraninya mereka pun dapat menjadi orang yang tergolong rawan menderita gangguan stres. Kalau gangguan stres ini berlarut-larut hal inilah yang akan dapat mendatangkan perilaku yang brutal dan aneh-aneh. Lebih payah lagi bagi mereka yang tidak mendapatkan pekerjaan untuk sekadar mempertahankan hidup saja.
Karena itu konsepsi Catur Warna sebagai filosofi pengembangan profesionalisme untuk mendapatkan kebahagiaan kerja patut dikaji dan dikembangkan lebih serius sebagai sumbangan umat Hindu untuk membangun sistem kerja yang membahagiakan. Kalau kita mampu membangun sistem kerja seperti yang diajarkan oleh ajaran Catur Warna itu maka akan dapat menimbulkan produktivitas kerja yang lebih baik karena adanya ketenangan kerja.
sumber : I Ketut Gobyah, hindu-indonesia. com
Artikel yang terkait dengan Catur Warna:
Artikel yang terkait dengan Catur Warna:
- Produk Pasupati - perlengkapan Ritual di Bali
- Nama Orang Bali
- Riwayat Kasta di Bali
- Kesalahpahaman Kasta dan Wangsa di Bali
- Arya Pre-Gusti Menjadi Warna Sudra
- Kawin Lari salah satu alternatif pernikahan Adat Bali
- Tat twam Asi, antara konflik dan perdamaian
- Pura Dasar Bhuana, pemersatu umat
- Mencari Kawitan Orang Bali
- Tugas, Peran dan Fungsi Warna, bukan Kasta ataupun Wangsa
- Sekilas Ajaran Hindu
diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar