Monoteisme dan Politeisme, apanya yang salah...??
Yang salah dengan politheisme, adalah bahwa karena politheis mengakui adanya banyak Tuhan.
Lalu apa yang salah bila Tuhan banyak?
Alam semesta akan kacau. Sebab perintah Tuhan yang satu dapat bertentangan dengan perintah Tuhan yang lain.
Misalnya:
Allah, Tuhannya orang Islam, memerintahkan matahari terbit dari timur, setelah kemarin sore beristirahat di kolam lumpur yang kotor di kaki Allah.
Tetapi Yahweh, Tuhannya orang Yahudi, memerintahkan matahari terbit dari selatan (mungkin masing-masing Tuhan ini ikut terpengaruh oleh permusuhan para pengikutnya yang sedang berlangsung di Timteng).
Lalu matahari, karena binggung, memilih jalan sendiri, terbit dari utara. Jadi kacau balaulah alam semesta ini. Ini tentu saja pandangan para pengikut monotheisme.
Allah mengurus segala dari kursinya yang dipikul oleh para malaikat di langit ketujuh dari soal besar seperti menciptakan alam semesta, mengatur terbitnya matahari, sampai masalah-masalah pribadi dalam rumah tangga nabi atau utusannya, misalnya pertengkaran para istri karena cemburu, dan juga menentukan jodoh dan perceraian para pemain sinetron Indonesia.
Tugasnya yang paling menyita waktu tetapi mungkin yang paling mengasyikan adalah meniup roh ke dalam janin yang baru berumur 40 hari yang masih ada dalam perut ibunya. Tak perduli janin itu hasil perkawinan resmi atau perselingkuhan.
Saya tidak mempunyai informasi apakah Yahweh dalam Torah (Perjanjian Lama) atau Kristus dalam Perjanjian Baru juga melakukan tugas yang melelahkan namun menyenangkan ini?
Dalam monotheisme segala hal digantungkan pada Tuhan, kata Toynbee.
Tuhan yang mahakuasa yang telah menciptakan alam semesta lalu menjadi God of small thing. Dan karena itu seringkali menjadi “a medling God” Tuhan yang usil, suka campur tangan. Dalam monotheisme, hukum alam (Rta) dan hukum yang mengatur manusia (karma), adalah musuh Tuhan, karena hukum-hukum itu menghalangi atau mengurangi kekuasaannya.
Tuhan dalam monotheisme dianggap sama dengan manusia, tetapi manusia yang tidak bijaksana, gila kuasa, cumburu, pembalas dendam dll.
Richard Dawkin menggambarkan Tuhan dalam monotheisme rumpun Yahudi yang sifat-sifatnya sangat tidak menyenangkan dalam seluruh khayalannya : cemburu dan bangga dengannya; yang picik, gila-mengatur dan tanpa-maaf; yang pembalas dendam, pembersih etnis yang haus darah; yang pembenci perempuan, pembenci manusia, rasis, pembunuh anak-anak bayi, pembunuh suku-suku bangsa, pembunuh anak-ananya sendiri, pembuat gerubug/epidemi, megalomaniak, sadomasokistik / memperoleh kenikmatan dari kekejaman yang dilakukannya, penggertak atau pengganggu jahat yang suka beringkah laku semaunya) atau yang secara singkat oleh Thomas Jefferson, salah seorang bapa pendiri Amerika Serikat dikatakan “a being of terrific character –cruel, vindicative, capricious and unjust” (satu mahluk dengan sifat mengerikan – kejam, pembalas dendam, bertingkah laku semaunya dan tidak adil) (Richard Dawkins : The GOD Delusion”, 2006, hal 31).
Tetapi menurut David Hume, filsuf Inggris (1711 – 1776) “Politheisme diikuti dengan kelebihan yang nyata, bahwa dengan membatasi kekuasaan dan fungsi dari para Dewa, dia secara alamiah mengakui dewa-dewa (atau Tuhan-Tuhan) dari sekte, bangsa atau agama lain.” Dengan kata lain, pengikut politheisme sangat toleran. Hampir tidak pernah ada peperangan yang dikobarkan karena perintah tuhan dalam politheisme.
Lalu apa cacat monotheisme?
Paham ketuhanan ini telah mengobarkan perang-perang dahsyat, genosida, sejak jaman Moses sampai sekarang.
Ketika Moses (Musa) hendak membebaskan orang-orang Israel dari perbudakan Mesir, Yahweh mengirimkan wabah untuk membunuh anak-anak lelaki pertama dari setiap keluarga Mesir, serta anak-anak ternak mereka. Yahweh juga menuangkan racun ke sungai Nil. Andaikata saja Yahweh adalah “a yogic god” seperti kata Gore Vidal, sebetulnya ia tidak perlu melakukan kekejaman itu, tetapi cukup dengan mengobah hati Pharaoh, sehingga ia secara sukarela membebaskan orang-orang Israel dari perbudakan. Tetapi Yahweh malah mengeraskan hati Pharaoh untuk menolak membebaskan mereka, sehingga Yahwih memiliki alasan untuk melakukan genosida yang keji.
Kekejaman yang dilakukan oleh Yahweh terhadap orang-orang Mesir masih memiliki alasan moral, yaitu karena bangsa Mesir telah memperbudak bangsa Israel. Tetapi Yahweh juga melakukan genosida terhadap bangsa Canaan.
Apa kesalahan orang Canaan?
Tidak ada selain bahwa mereka memuja Tuhannya sendiri, yang lain dari Yahweh Musa, dan karena tanahnya hendak dirampas dan diberikan kepada bangsa Israel. Untuk itu semua lelaki Canaan yang sudah dewasa harus dibunuh, para gadisnya yang masih perawan dijadikan budak. Tindakan Yahweh terhadap bangsa Canaan betul-betul immoral. Sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa keturunan Yahudi tetapi atheistic mengatakan, bagi suatu bangsa pengembara, bekas budak, yang ingin memiliki wilayah untuk menetap sebagai bangsa yang utuh, memang diperlukan Tuhan yang militant dan ganas seperti Yahweh.
Selama 300 tahun sejak pembentukannya, agama Kristen merupakan agama kecil yang damai. Tetapi ketika Kaisar Romawi Konstantin I memeluk Kristen, agama Kristen menjadi agama resmi bangsa Romawi, dan sejak itu pula Kristen diberikan watak imperialisme Romawi. Penyebaran Kristen di Eropa pada millennium pertama, di Amerika dan Afrika pada millennium kedua, dilakukan dengan penuh kekerasan.
Muhammad, oleh Max Weber, disamakan dengan Musa, yaitu sebagai nabi bersenjata.
Bila Musa atas perintah Yahweh cukup hanya menghendaki wilayah Canaan, Allah memerintahkan orang-orang Muslim untuk terus melakukan jihad agar Islam adalah satu-satunya agama Allah di atas muka bumi ini. Dalam seratus tahun sejak kelahirannya Islam telah menguasai wilayah dari Maroko di barat Afrika sampai India di sebelah timur.
Kekerasan di antara para penganut monotheisme ini berlangsung lama. Perang antara orang Katolik dan Protestan yang berlangsung di Eropa selama 300 tahun. Perang salib antara Kristen dan Islam yang berlangsung selama 8 gelombang. Penyebaran agama yang dilakukan secara kekerasan oleh kedua agama ini yang mengalirkan darah paling banyak dalam sejarah manusia, serta penghancuran terhadap budaya asli.
Demikian dikatakan oleh Arthur Schoupenhauer, David Hume, Arnold J Toynbee, dan banyak lagi. Gore Vidal, pengarang Amerika mengatakan “Kejahatan terbesar yang tidak terucapkan pada titik pusat dari kebudayaan kita adalah monotheisme. Dari naskha barbar jaman perunggu yang dikenal sebagai Perjanjian Lama tiga agama anti kemanusiaan telah berkembang – agama Yahudi, Kristen dan Islam.” (baca Media Hindu, edisi 19, September 2005). Kemarahan monotheisik (monotheistic fury) ini masih terasa sampai sekarang. Bali merasakannya dua kali dalam bentuk pengeboman di Kuta.
Kalau ada orang mengatakan Hindu menganut politheisme, secara spontan kita akan jawab :
“Tidak! Hindu juga monotheisme.”
Perhatikan : “Hindu juga..!”
Dalam Weda disebut mengenai banyak Dewa, bahkan konon ada 33.000 dewa.
Tetapi di daam Weda juga terdapat banyak mantra yang menyatakan “Tuhan itu satu, tiada yang kedua, yang ketiga dan yang keempat” “Dia satu tetapi oleh orang bijaksana disebut dengan berbagai nama” Satu, bukan dalam arti monotheisme.
Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam teks-teks Upanisad. Hampir seluruh teks dalam Upanisad yang berbicara tentang Brahman menjelaskan Dia ada di dalam dan juga di luar ciptaan. Dalam salah satu teks disebutkan, atman itu memasuki manusia sampai ujung rambut dan ujung kukunya. (Brahmana-Kausitaki Upanisad IV. 20).
Jadi berdasarkan penjelasan sruti itu, Hindu adalah pantheistik. (Baca buku P.J Zoetmulder “Manunggaling Kawula Gusti, Pantheisme Dan Monisme Dalam Sastra Suluk Jawa.”)
Kembali ke pantheisme...
Mengingat kajahatan yang telah dilahirkan olen monotheisme, Dr Arnold Joseph Toynbee, dengan tegas mengajak manusia kembali ke pantheisme : “Sekarang telah menjadi jelas bahwa satu bab yang memiliki awal Barat akan seharusnya memiliki satu akhir India bila dia tidak ingin berakhir dalam penghancuran diri sendiri dari ras manusia.
Pada saat yang amat sangat berbahaya dari sejarah manusia, satu-satunya jalan keselamatan adalah jalan kuno Hindu.
Di sini kita memiliki sikap dan semangat yang dapat membuat mungkin bagi ras manusia untuk tumbuh bersama dalam satu keluarga tunggal. Jadi sekarang kita berpaling ke India : hadiah spiritual ini, yang membuat manusia (memiliki) kemanusian (that make a man human), masih tetap hidup dalam jiwa-jiwa India. Teruslah memberikan hal ini pada dunia.
Tidak ada apapun yang lain yang dapat memberikan demikian banyak untuk membantu ras manusia (mankind) menyelamatkan dirinya dari penghancuran.” (Sejarawan Inggris 1889 – 1975).
Mengapa saya mengajukan pertanyaan ini?
Karena selama ini kita seolah-olah menjadi budak pemikiran Kristen dan Islam. Kita menelan saja kategori-kategori yang ditetapkan, atau opini-opini yang dibentuk oleh kedua agama ini. Mengenai paham ketuhanan, kita percaya begitu saja, bahwa politheisme itu buruk/salah dan monotheisme itu benar/baik.
Ketika kita betul-betul mengajukan pertanyaan-pertanyaan pertanyaan radikal (radic = akar), kita tidak menemukan kesalahan berarti di dalam paham ketuhanan yang dipandang rendah selama ini, malah kita menemukan kebaikan di dalamnya. Justru sebaliknya kita menemukan cacat bahkan kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan di dalam paham ketuhanan yang dianggap paling benar selama ini.
Kita harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan radikal terhadap katefori, dogma dan opini yang dibentuk oleh agama lain terutama yang ditujukan untuk meremehkan Hindu. Dan tentu saja kita dapat mengajukan pertanyaan radikal, bila kita mempelajari agama lain secara sungguh-sungguh.
Om santi, santi, santi Om
Sumber : cybertokoh
diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar