Google+

Penelitian Ilmiah Reinkarnasi Kehidupan

Penelitian Ilmiah Reinkarnasi Kehidupan

Reikarnasi/Punarbhawa/Samsara berarti kelahiran yang berulang-ulang, yang disebut juga penitisan kembali (reinkarnasi) atau Samsara.

Di dalam Weda disebutkan bahwa “Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut Samsara. Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa akibat suka dan duka. Samsara atau Punarbhawa ini terjadi oleh karena Jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan, dan kematian diikuti oleh kelahiran”.

Dalam suatu sloka disebutkan:
Sribhagavan uvacha:
bahuni me vyatitani
janmani tava cha ‘rjuna
tani aham veda sarvani
na tvam vettha paramtapa
. (Bh. G. IV.5)

artinya:
Sri bhagawan (Tuhan) bersabda :
banyak kelahiran-Ku di masa lalu
demikian pula kelahiranmu arjuna semuanya ini Aku tahu
tetapi engkau sendiri tidak Parantapa.

Reinkarnasi memiliki hubungan yang erat dengan Karma yang mana keduanya merupakan suatu proses yang terjalin erat satu sama lain. Reinkarnasi dapat dikatakan sebagai kesimpulan atas semua karma yang telah didapat dalam suatu masa kehidupan. Baik buruknya karma yang dimiliki seseorang akan menentukan tingkat kehidupannya pada reinkarnasi berikutnya.

Dengan keyakinan terhadap reinkarnasi ini dan hubungannya dengan karma, maka umat harus sadar bahwa kehidupan sekarang ini merupakan kesempatan yang baik untuk memperbaiki diri demi kehidupan yang lebih baik pada masa datang.


Memahami Edgar Cayce Menembus Masa Lalu

Gejala reinkarnasi kehidupan merupakan dunia penelitian yang sedang populer saat ini pada banyak kalangan ilmuwan Barat.

Banyak sekali manusia di dunia, khususnya anak-anak, tanpa sengaja ataupun secara kebetulan mendapati dirinya bisa mengingat kembali kehidupan mereka sebelumnya, dan mengenai gambaran perinciannya sangat nyata dan dapat dipercaya. Dalam artikel ini akan diperkenalkan monograf reinkarnasi kehidupan yang ditulis oleh Doktor Gina Cerminara setelah melalui penelitian yang panjang.

Bangsa China sering mengatakan bahwa seseorang yang memiliki keberuntungan atau nasib baik adalah diperoleh dari kebajikan atau amalnya pada kehidupan sebelumnya, sedangkan yang nasibnya malang adalah akibat karma yang ditimbulkan pada kehidupan sebelumnya.

Di dalam sebuah buku "Many Mansions", Doktor Gina Cerminara melalui contoh peristiwa reinkarnasi membeberkan karma kehidupan sebelumnya dengan kesehatan kehidupan sekarang dan hubungannya dengan kehidupan manusia, telah membuktikan hubungan yang erat pada pandangan tentang reinkarnasi dan karma yang beredar di masyarakat dari generasi ke generasi.

Pandangan yang terdapat dalam buku dengan pengalaman kuno Bangsa China secara kebetulan memiliki pandangan yang sama bahwa karma pada kehidupan sebelumnya adalah sumber penderitaan kehidupan sekarang dan nasib malang, semua penuturan ini bukan hanya mendidik orang untuk belajar disiplin berbuat baik, namun memiliki hubungan sebab akibat nyata di dalamnya.

Edisi pertama buku "Many Mansions" Gina Cerminara diterbitakan pada tahun 1995.
Menurut pernyataan Morey Bernstein, bahwa buku ini pernah mendorongnya memasuki penelitian terhadap reinkarnasi. Karya terkenal Bernstein, The Search for Bridey Murphy, pada tahun 1956 dapat dikategorikan sebagai jalan masuk sesudahnya hingga sekarang untuk membangkitkan penelitian reinkarnasi.

"Many Mansions" berhasil disusun oleh Geenha Sheminnala dari basis dokumen Edgar Cayce dalam wacana reinkarnasinya.
Adalah merupakan sebuah buku referensi berharga yang telah dikumpulkan untuk penelitian reikarnasi. Edgar Cayce adalah seorang cenayang yang mana dalam kondisi terhipnotis, dia bisa melakukan diagnosis penyembuhan penyakit pada penderita di luar jarak ribuan Li (satuan ukuran panjang Tiongkok, 1 Li = 500 M). Doktor Gina Cerminara mengisahkan tentang bagaimana Cayce menembus lorong waktunya, menguraikan sumber sebab akibat pada kehidupan sebelumnya, melakukan penentuan diagnosa yang sulit dipercaya.

Pengobatan terhadap gadis kecil bernama Shalma Alabama adalah sebuah contoh kasus menonjol Cayce engan menggunakan fungsi mata seribu Li-nya yang gaib (kemampuan clairvoyance). Shalma sama sekali telah kehilangan fungsi kesadaran dan pemikirannya, dimasukkan ke rumah sakit jiwa, dan dokter tidak bisa menemukan sebab musababnya. Kakaknya kemudian minta pertolongan Cayce. Cayce berbaring diatas kursi tidur, masuk dalam kondisi terhipnotis dan melakukan diagnosa terhadap gadis kecil. Dia bagaikan sebuah mesin Sinar-X, melihat dengan jelas daerah penyakit yang diderita oleh gadis kecil itu. Sebuah geraham sumsumnya dan diantara sebuah giginya yang lain, menghimpit sebuah saraf, jika saja gigi itu dicabut, dan setelah tekanannya hilang, maka akan normal kembali dengan cepat. Dokter melakukan operasi rongga mulut pada posisi menurut apa yang dilukiskan olehnya, dan Si gadis kecil kemudian sehat kembali. Namun yang paling ajaib adalah pada keseluruhan proses tersebut, Cayce tidak perlu menemui penderita tersebut secara individu, dalam keadaan terhipnotis, di luar jangkauan ribuan Li, Cayce bisa melakukan diagnosa dan pengobatan terhadap penderita.

Sebuah contoh kasus lain yang menonjol adalah seorang bayi premature di Kentucky, AS, saat 4 bulan setelah lahir menderita suatu penyakit kejang klonus parah, semua Dokter mengatakan bahwa dia tidak akan lama bertahan hidup. Dalam keputusasaan, Ibunya mohon pertolongan Cayce. Dalam keadaan terhipnotis, Cayce mendiagnosis kejang klonus bayi tersebut adalah akibat penggunaan yang over dosis pada semacam obat, dan bisa melalui penggunaan semacam penawar racun untuk menguranginya. Dengan tidak menghiraukan pertentangan para dokter, Ibu dari bayi tersebut bersikeras menuruti anjurannya. Cayce memberikan penawar racun dengan dosis maksimum pada bayi, hasilnya penyakit kejang klonus nyaris terhenti, panasnya juga telah menurun, dan bayi tersebut juga tertolong.

Meskipun Cayce sama sekali buta akan ilmu kedokteran, dan juga tidak pernah membaca buku anatomi, namun dalam keadaan terhipnotis dia bisa menggunakan istilah anatomi dan medis untuk melakukan diagnosa, dan hasil diagnosanya sangat tepat. Hasil pengobatan menunjukkan dia juga telah menyembuhkan epilepsy (ayan) seorang uskup Kanada, radang sendi parah yang diderita oleh seorang siswa SMU, dan menyembuhkan sakit kepala migran dokter gigi di New Yor khingga dua tahun lamanya. Juga telah menyembuhkan seorang musisi dari Kentucky yang diagnosis oleh pakar kedokteran terserang suatu jenis penyakit aneh yang tak terobati, dan malah telah membantu menyembuhkan penglihatan seorang lelaki penderita Glaukoma. Semua contoh peristiwa hidup dalam jumlah banyak dan gaib ini membuat Cayce dinobatkan sebagai cenayang Amerika yang paling hebat.

Fungsi kemampuan pandangan jauh Cayce tidak hanya bisa menjangkau diluar ribuan Li, malah kemampuannya bisa secara langsung memeriksa banyak materi di luar tubuh manusia, bisa melihat hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam semesta dan perjalanan nasib manusia, bahkan hubungan manusia pada kehidupan sebelumnya dengan kehidupan sekarang.

Cayce menganggap bahwa nasib malang dan penderitaan manusia pada kehidupan sekarang mempunyai hubungan sebab-akibat yang terjalin dengan karma pada kehidupan sebelumnya, dengan demikian bisa mencari sumbernya dari kehidupan terdahulu.

Karma jasmani manusia dalam buku ini digolongkan dalam 3 jenis;
  1. Boomerang Karma. Seorang professor yang buta matanya, melalui penguraian pengingatan kembali menjelaskan bahwa dia memiliki pengalaman sebanyak 4 kali reinkarnasi. Satu kali diantaranya adalah pada suatu masa, dia adalah seorang anggota suku tak beradab, pekerjaannya adalah menyepuh mata musuh hingga buta dengan menggunakan solder besi panas. Dan oleh karena itu, dalam kehidupannya sekarang, dia harus menerima penderitaan kebutaan pada matanya sejak lahir. 
  2. Organismic Karma. Ini adalah dikarenakan penggunaan suatu organ tertentu secara sewenang-wenang pada suatu kehidupan sebelumnya dan mengakibatkan balasan pathogen dari organismic tersebut. Seorang lelaki yang berusia 35 tahun, sejak kanak-kanak daya pencernaannya sangat lemah, perlu beberapa jam lamanya hanya untuk mencernakan sepotong daging saja. Mengakibatkan kehidupan sehari-harinya terasa sangat mengganggu. Cayce menemukan bahwa orang tersebut pada masa Perancis di bawah kekuasaan Louis ke 13 adalah seorang pengawal istana kaisar, sangat setia dan penuh tanggung jawab dalam tugasnya, namun hobinya makan. Kemudian saat pada suatu kehidupan menjabat sebagai dokter kerajaan di sebuah istana juga seorang ahli masak. Dikarenakan terlalu tak berdisiplin dalam hal makanan pada kedua kehidupan ini, mengakibatkan kesulitan pencernaan makanan pada kehidupannya sekarang, diperlukan pembatasan timbal balik untuk menutupinya.
  3. Symbolic Karma. Salah satu tipe contoh kasusnya adalah tentang seorang remaja yang kekurangan darah sejak kanak-kanak, semua terapi pengobatan tidak menghasilkan efek yang berguna. Ternyata sebelum di lima kehidupan sebelumnya dimana saat Dia pernah menjadi penguasa di Peru, sikapnya sangat sadis dan kejam, meyakini kepercayaannya dengan melakukan pertumpahan darah di mana-mana, yang dengan demikian mengakibatkan dirinya kekurangan darah pada kehidupan sekarang. Contoh kasus pengobatan Cayce, telah memperlihatkan karma seumur hidup terhadap efek penentuan pada nasib kehidupan sekarang.
Doktor Cerminara menggunakan waktu 20 tahun untuk melakukan analisa dan penelitian yang seksama terhadap penemuan Cayce, dan salah satu kesimpulan yang diperolehnya adalah bahwa setiap roh tidak hanya hidup sekali, namun bisa hidup secara berulang kali.



Fenomena Reinkarnasi Biarawati Zaman Mesir Kuno
Banyak orang mendengar cerita soal reinkarnasi.
Yaitu kembalinya jiwa dan roh dari masa lalu ke tubuh seseorang di masa kini.

Persoalan yang sulit dibuktikan, namun benarkah perihal reinkarnasi ini bisa terjadi?

Adalah Dorothy Eady, seorang wanita Inggris yang mengalami fenomena reinkarnasi yang sangat menggemparkan Inggris dan Mesir.
Satu-satunya manusia yang dilaporkan mengalami reinkarnasi seorang tokoh “biarawati” pelayan kuil Osiris di zaman Firaun Seti I Mesir Kuno dari masa 1320–1200 sebelum Masehi. Ia kemudian dikenali sebagai “Omm Sety”.

Kisah spektakuler yang kontroversial tentang Dorothy Eady dimulai dari sebuah tempat di London, Inggris, saat ia berusia 3 tahun. Dalam sebuah insiden, Dorothy kecil terjatuh dari lantai atas rumahnya. Ia mengalami koma dan akhirnya tim dokter yang merawatnya menjatuhkan vonis meninggal dunia pada balita kelahiran 16 Januari 1904 itu. Saat itu tanda-tanda kehidupan dan seluruh organ vital Dorothy memang berhenti beraktivitas.

Transformasi Astral?

Tiada yang tahu bagaimana terjadinya, namun sekian saat setelah tubuh Dorothy akan disemayamkan, ternyata anak perempuan kecil itu tiba-tiba bangkit kembali dari kematian dalam kondisi segar bugar. Seluruh keluarga terperanjat. Namun, tak ada yang tahu bahwa sebuah pintu dimensi dari masa lalu telah terbuka dan sebuah jiwa dari masa Mesir Kuno merangsek masuk ke tubuh Dorothy kecil yang hampir kaku.

“Namun sejak vonis kematiannya, Dorothy Eady yang hidup kembali itu memiliki kepribadian yang berbeda sama sekali dengan Dorothy Eady yang dikenal ayah ibunya. Bocah tiga tahun ini memiliki kepribadian yang jauh lebih dewasa dan senantiasa bermimpi tentang kuil-kuil Mesir Kuno.”

Ia selalu berkisah tentang Mesir Kuno, dinasti Firaun Seti I dan mampu mendeskripsikan kehidupan di sekitar kuil Mesir Kuno seribuan tahun sebelum masehi. Dorothy Eady juga kerap menuntut ayah ibunya untuk memulangkannya ke tempat tinggalnya. Ayah dan ibunya yang keturuan Irlandia itu sama sekali tak mengerti maksud putri mereka tentang “pulang ke tempat tinggalnya”.

Museum
Sejalan bertambahan usia, Dorothy Eady semakin berminat dan tertarik pada literatur dan semua hal yang berbau Mesir. Maka suatu ketika ia diajak berkunjung ke British Museum di London, Dorothy Eady begitu tergila-gila dengan ruang pamer benda-benda peninggalan Mesir Kuno.

Ia merasa bahwa semua peninggalan Mesir Kuno itu adalah bagian dari kehidupannya. Ia menciumi patung-patung Dewa Mesir, memeluk peti-peti mummy dan bertingkah aneh dengan suaranya tiba-tiba lebih berat dan sarat kerinduan ketika berkata “ini adalah bagian dari keluarga dan rumahku!”

Ia kemudian menyewa tempat tinggal di dekat British Museum dan bergaul dengan Ernest A Wallis Budge seorang kurator dan pakar Mesir di museum tersebut. Ia memperdalam kajian hiroglif dan sejarah Mesir Kuno.

Para pakar di British Museum dan ahli Mesir Kuno terperanjat akan pengetahuan dan kemahiran Dorothy dalam menuliskan dan menerjemah hiroglif Mesir Kuno dan kedalaman pengetahuannya tentang detail kuil-kuil Mesir Kuno dari zaman Firaun Seti I. Padahal Dorothy sama sekali tidak pernah belajar dan dibimbing dalam hal tersebut, namun kemampuan itu muncul begitu saja dengan sangat mengagumkan.
“Dorothy sendiri mengaku dirinya adalah titisan dari seorang biarawati pelayan kuil Osiris di Abydos yang pernah hidup di masa antara 1320–1200 sebelum Masehi. Ia merasa telah bereinkarnasi dalam tubuh Dorothy Eady.”

Setelah menikah dengan seorang pemuda Mesir (1933) ia pun mencapai tujuan yang sejak kecil menghantuinya: kembali ke kuil Osiris dan menjejak kaki kembali di tanah Mesir!

Keahlian Dorothy yang luar biasa tentang Mesir Kuno melebihi pengetahuan para sarjana tentang Mesir. Hal ini kemudian menuntunnya pada perjalanan ke Mesir. Ia kemudian mendapat pekerjaan sebagai asiten arkeolog dalam penggalian di situs Giza di Kairo, dan sering dipekerjakan oleh para ahli yang memperdalam kebudayaan tentang Mesir Kuno. Ia melakukan itu selama dua puluh tahun lebih.

Dorothy Eady pernah ikut sebagai pembantu utama dalam proyek penelitian Dr Selim Hassan yang kemudian mempublikasikan Penggalian Situs Giza. Ia pernah juga bekerja pada Dr Ahmed Fakhry sebagai konsultan dan asisten pada penelitian piramid di Dahshur. Dalam dua studi dan penggalian situs Mesir kuno ini perannya sangat menonjol dan sungguh mengagumkan kedua pakar Mesir kuno itu. Dorothy sangat memahami budaya dan arsitektur serta sistem pemujaan dewa-dewa di zaman Mesir Kuno. Ia memberikan gambaran yang detail, menerjemahkan hiroglif degan mudah, dan memberi saran-saran ilmiah yang ternyata sejalan dengan fakta sejarah yang kemudian ditemukan para ahli Mesir.

“Dari berbagai pengalaman kerja dengan para pakar kelas dunia ini ia pun semakin populer di kalangan peneliti budaya Mesir Kuno. Bahkan kisah hidup Dorothy Eady yang berganti nama menjadi Omm Sety (yang artinya ibunda Seti) menarik perhatian dunia.

Kisahnya sudah dibukukan dan difilmkan sebagai fenomena sebuah reinkarnasi!”

Dorothy memang menghabiskan masa tuanya di kuil Osiris di Abydos, dan menjadi penjaga kuil kuno tersebut, karena kemampuan dan keahliannya tentang Mesir Kuno yang amat spektakuler.

Apakah Dorothy memang reinkarnasi dari seorang wanita yang pernah hidup ribuan tahun lalu di sebuah kuil di Mesir?.

diposkan di http://cakepane.blogspot.com

Reinkarnasi, apakah itu???

Reinkarnasi, apakah itu???

Reinkarnasi (dari bahasa Latin untuk "lahir kembali" atau "kelahiran semula") atau t(um)itis, merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini. Yang lahir kembali itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil pebuatannya terdahulu.

Terdapat dua aliran utama yaitu
  1. mereka yang mempercayai bahwa manusia akan terus menerus lahir kembali. 
  2. mereka yang mempercayai bahwa manusia akan berhenti lahir semula pada suatu ketika apabila mereka melakukan kebaikan yang mencukupi atau apabila mendapat kesadaran agung (Nirvana) atau menyatu dengan Tuhan (moksha). Agama Hindu menganut aliran yang kedua.
Kelahiran kembali adalah suatu proses penerusan kelahiran di kehidupan sebelumnya.

Pokok-pokok keimanan dalam agama Hindu

Pokok-pokok keimanan dalam agama Hindu dibagi menjadi lima bagian yang disebut dengan Panca Sradha, yaitu percaya adanya Tuhan (Hyang Widhi), percaya adanya Atman, percaya adanya Hukum Karma Phala, percaya adanya Punarbhawa (Reinkarnasi/ Samsara) dan percaya adanya Moksa.

A. Percaya Adanya Tuhan ( Brahman/ Hyang Widhi)
Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Kuasa, yang tak terjangkau oleh pikiran, yang gaib dipanggil dengan berbagai nama sesuai dengan jangkauan pikiran, namun Ia hanya satu, Tunggal adanya.

Ekam eva adwityam Brahma
Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua.

Eko Narayanad na dityo ‘sti kascit
Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya

Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma mangrwa
Berbeda-beda tetapi satu tidak ada Dharma yang dua.

Ada Indikasi bahwa Islam juga mengenal Reinkarnasi

Ada Indikasi bahwa Islam juga mengenal Reinkarnasi

"Kelahiran sekali di dunia ini lebih mengherankan daripada kelahiran dua kali"(VOLTAIRE - 1694-1778)

Sebagai seorang hamba Tuhan, manusia dikaruniai "sesuatu" yang merupakan manifestasi Tuhan. Ada yang menyebutnya "RUH" ( maaf bila salah dalam penulisan), mungkin ada yang menyebut mata bathin, ada yang bilang "kesadaran". ..it's OK.

Nah sebenarnya Tuhan hanya minta kita utk PULANG dengan hati yang muthmainah. Inna Lillahi wa inna ilaihi Rojiun ( bener gak sih). Masalah utamanya tidak semua orang bisa mencapai taraf hati yang mutmainah tsb, krn hijab dari internal maupun eksternalnya. Krn itu RUH memegang peranan penting dalam menuntun langkah kita untuk pulang ( yang menuntun kok bukan kyai/pendeta/ rahib guru ngaji kita knapa??)

Sekarang gimna cara mengenal RUH itu??
apakah hanya membaca kitab atau laku ritual saja?? cukupkah??
justru kalo kita sudah dipimpin oleh RUH kita, kita merupakan kitab berjalan, istilah lainnya Ruh merupakan KITAB basah yang selalu menyirami kehidupan BUT bagi mereka yang sudah dipimpinNya.

Utk dapat mengenal RUh kita wajib menengok kedalam diri yang paling dalam "Man Arofa nafsahu faqod arofa Robbahu", barangsiapa yang mengenal "dirinya" maka akan mengenal Tuhannya.

Karena TUHAN maha SUCI maka hanya bisa "disentuh" dengan kesucian itu sendiri, so RUH juga SUCI krn merupakan percikan dari RUH Tuhan itu sendiri, bukan ciptaaan Tuhan"...dan Tuhan meniupkan RuhNya kedalam diri Manusia" ( QS 32:9 )

Dalam menggapai dan mengusahakan RUH agar jadi pemimpin hidup kita diperlu kan metode-metode yang terjabarkan secara variatif. Agama Islam adalah salah satu jalannya ( bukan satu-satunya jalan), namun sikap islam, semeleh, berpasrahdiri pada Tuhan menjadi salah satu factor penting dalam mengenal RUH....Maka kenapa Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul, sering ke gua HIRA'.. Berkontemplasi. ..guna bermonolog dengan sang Maha CAHAYA...

Apapun metode yang dilakukan, semua tergantung dari kecerdasan spiritual masing-masing individu/manusia. Semakin cerdas spiritualnya semakin cepat dia mengenal Ruh sendiri. Namun jalan menuju kesana tidak semudah membalikkan tangan, tidak semudah kata terucap, tidak semudah kata tertulis, butuh perjuangan ekstra dan keyakinan tinggi bahwa AKU MENCINTAI TUHAN, AKU RINDU ALLOH, AKU INGIN BERCINTA DENGAN SANG MAHA CAHAYA...

Sayangnya sungguh sayang...kalo "jatah umur" kita hanya 65 - 80 tahun....apa cukup untuk mengenal DIRI SEJATI, SANG SEJATINYA DIRI, BAHKAN GURU SEJATI?? apa minta seratus tahun ya...

Bila sekali hidup di dunia ( 65-80 tahun) dikatakan cukup untuk hanya mengenal dan melapor kepada TUHAN, sungguh beruntung manusia itu...

sekedar share aja bahwa kita hidup di Bumi, salah satu planet dalam tata surya kita. Dan ini ada dalam GALAKSI BIMA SAKTI ( MILKY WAY - kata org inggris). Tau gak kita diameternya mencapai 100.000 (ribu) tahun cahaya BOK!! padahal 1 tahun cahaya saja sama dengan 9,46 triliyun kilometer ( hmm subhanalloh) . SO apakah cukup kita butuh sekali hidup di dunia ini dan kemudian mati, nunggu kiamat, dihisab, masuk neraka dan surga...THAT' s IT !!!


Coba perhatikan ayat dari Alquran berikut :

waallaahu khalaqakum tsumma yatawaffaakum waminkum man yuraddu ilaa ardzali al'umuri likay laa ya'lama ba'da 'ilmin syay-an inna allaaha 'aliimun qadiirun
[16:70]
Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada kehidupan yang paling lemah, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya/dimilikinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.

waallaahu akhrajakum min buthuuni ummahaatikum laa ta'lamuuna syay-an waja'ala lakumu alssam'a waal-abshaara waal-af-idata la'allakum tasykuruuna
[16:78]
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

waman nu'ammirhu nunakkis-hu fii alkhalqi afalaa ya'qiluuna
[36:68]
Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan pada kejadiannya. Apakah kalian tidak menggunakan akal (untuk memahami hal itu)?


Diubah dan ditambahkan sepatutnya dari kiriman asli tresno:
lihat versi lengkapnya di:http:/ /groups.yahoo.c om/group/BeCeKa/message/8421

diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com

ajaran SIWA-BUDDHA

SIWA-BUDDHA

Vedavyasa adalah penggubah Kitab Mahabharata. Beliau menggubah lima Sloka dalam kitab Mahabharata yang tersusun menjadi kitab Mahapurana (Purana Utama). Purana ini beliau susun dari naskah asli kitab purana yang dikenal dengan purana Samhita.

Purana memiliki lima karakteristik yang disebut
Panca Laksana yang melukiskan lima hal yang berbeda yaitu :
  1. Sarga (penciptaan alam semesta),
  2. Pratisarga (peleburan & penciptaan kembali),
  3. Manvantara (berbagai periode jaman),
  4. Vamsa (silsilah raja-raja),
  5. Vamsanu Carita (sislsilah umat manusia).

Purana merupakan pengetahuan suci merupakan pengetahuan dasar untuk selanjutnya mempelajari kitab Veda dan Upanisad, karena cerita ini berasal dari pura kala (jaman dahulu) dan merupakan pelengkap (purana) dari pengetahuan Veda.

Menurut Kitab Purana, alam semesta memiliki tiga sifat yaitu:
  1. Satwa: kecerdasan / kemurnian / kehalusan / teratur / kepatuhan / seimbang / terang / kesatuan;
  2. Rajas: dinamis / energi / aktifitas / perubahan / mutasi / hasrat / gairah / kelahiran / penciptaan;
  3. Tamas: yaitu kegelapan / lamban / perusakan / kematian / pengabaian / kecerobohan / penolakan/ pengabaian / halangan dan batasan/ enggan untuk berubah.
Purana pun digolongkan kedalam Sattvika Purana, Rajasika Purana dan Tamasika Purana dan Siva purana merupakan purana yang termasuk dalam tamasika purana, Siva Purana merupakan Purana keempat dari delapan belas mahapurana yang secara umum lebih memulyakan nama Siva dari dari dewa lain atau karisma Sivalah yang banyak terkandung dalam Siva Purana. Menurut tradisi yang tercantum di Vāyaviya Samhitā (the Venkateshvara Press edition), Teks aslinya dikenal sebagai Śaiva Purāna, berisikan 12 Samhitās dan 100,000 ślokas. Oleh Vedavyasa, dipilah dan di padatkan menjadi 24.000 ślokas. Ia mengajarkan kepada muridnya Romaharshana (Lomaharshana).

Terkait dengan proses penciptaan, didalam kitab Siva Purana dinyatakan bahwa pada awal penciptaan alam semesta masih kosong hanya terdapat Brahman (Esensi ilahi) yang bersifat nirguna menyebar dimana-mana. Kemudian air memenuhi semesta Visnu dalam wujud Narayana tidur dilautan maha luas lalu muncullah sekuntum teratai dari pusar beliau dan lahirlah Brahma dari teratai itu. Brahma yang bingung akan keberadaan dirinya dan semesta yang masih kosong menjelajahi tangkai teratai itu namun beliau tidak menemukan sel itu hingga akhirnya menyerah. Suara gaib memerintahkan beliau untuk bermeditasi. Setelah 12 tahun berlalu Visnu yang bertangan empat menampakkan diri dan menyebut Brahma dengan “Nak”. Brahma tidak mengenali Visnu dan Visnu menjelaskan bahwa Brahma tercipta dari tubuh beliau. Brahma tidak puas mendengar hal itu dan bertarung melawan Visnu. Lalu muncullah sebuah linga ( wujud Siva) diantara mereka. Karena heran Brahma dengan wujud angsa menelususri puncak linga sedangkan Visnu dengan wujud babi hutan menelusuri dasarnya. Mereka mencari hingga 4000 tahun, namun tidak berhasil menemukan ujung pangkalnya. Mereka lalu berdoa ditempat semula dan setelah 100 tahun terdengarlah suara suci “OM” dilantunkan, seiring munculnya Siva dengan lima kepala dan sepuluh tangan. Visnu menanyakan tentang keberadaan Siva dan Siva menjelaskan bahwa mereka bertiga merupakan satu kesatuan yang dibagi menjadi tiga. Brahma sebagai pencipta, Visnu pemelihara dan Siva sendiri penghancur, Rudra adalah mahluk yang akan muncul dari tubuh Siva tapi Siva dan Rudra adalah satu. Maka Brahma ditugasi untuk mencipta dan Sivapun menghilang. Brahma dan Visnu kembali ke wujud asalnya.

Persatuan wujud Wisnu dan Siwa tercantum Visnu Purana, Bahgavata Purana(4.30.23, 5.17.22-23, 10.14.19), Brahma-Samhita 5.45, dan Siva Purana menyebutkan pada saat terbangunnya Wisnu menjadi Brahma saat menciptakan dunia dan Siwa saat melebur kembali, Siwa juga di katakana sebagai Manifestasi Wisnu dalama bhagavata Purana, dan dalam Siva purana Siwa berperan dalam menciptakan, memeliharan dan melebur dunia dan dikatakan bahawa Baik Wisnu maupun Siwa berasal dari manifestasi Siwa. Namun perpaduan yang tampak terlihat adalah dalam bentuk Harihara sebagai bentuk Wisnu(Hari) dan Shiva(Hara) dua bentuk ini juga dinamakan Harirudra yang muncul dalam Epik Mahabharata dan juga sebagai Mahabalesiwara atau Kekuatan dari segala Kekuatan pada kisah dimana Rahwana mendapatkan anugrah Siva lingga dari Siva dengan syarat ia harus membawa kemanapun ia pergi. Saat ia hampir dekat dengan daerah Deoghar di Bihar ia berhenti sejenak untuk melepas lela ia berhenti sejenak untuk membersihkan diri dan bertemu dengan Winsu yang tengah menyamar menjadi seorang pertapa dan menitipkan sejenak lingga itu. Setelah Rahwana Pergi. Kemudian Wisnu menaruhnya ditanah dan melenyapkannya ketanah. Saat Rahwana kembali Ia tidak dapat memindahkan Lingga itu dan tetap demikian samapai dengan saat ini. Demikian dari sudut Purana dan Samhita.

Nusantara
Awal mula perpaduan Agama Siwa Buddha tidak lepas dari sejarah Kerajaan Mataram kuno yang terdiri dua dinasti, yakni Wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra. Wangsa Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa saat kemudian, Wangsa Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Kedua wangsa ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung.

Wangsa Syailendra
Wangsa Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina (sekarang Thailand dan Kamboja). Wangsa ini bercorak Buddha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Pada awal era Mataram Kuno, Wangsa Syailendra cukup dominan dibanding Wangsa Sanjaya. Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan ke Sriwijaya. Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790, Syailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun. Peninggalan terbesar Wangsa Syailendra adalah Candi Borobudur yang selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833).

Di setiap tingkatan Borobudur dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain ada relief-relief tentang wiracarita Ramayana. Ada pula relief-relief cerita jātaka.

Wangsa Sanjaya
Wangsa Sanjaya didirikan oleh Raja Sanjaya/ Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama, cicit Wretikandayun, raja kerajaan Galuh pertama. Pada saat menjadi penguasa Kerajaan Sunda ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan kemudian setelah menguasai Kerajaan Galuh ia lebih dikenal dengan Sanjaya.

Ibu dari Sanjaya adalah SANAHA, cucu Maharani SIMA dari Kalingga, di Jepara.
Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa / SENA / SANNA, Raja Galuh ketiga. Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Sena di tahun 716 M dilengserkan dari tahta Galuh oleh PURBASORA.

Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tapi lain ayah. Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Raja Tarusbawa. Ironis sekali, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanagara, sehingga kerajaan Tarumanagara terpecah dua menjadi kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh'

Di kemudian hari, Sanjaya, yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan Tarusbawa untuk melengserkan Purbasora. Setelah itu ia menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723 - 732M), sehingga bekas wilayah kekuasaan Tarumanagara dapat disatukan kembali dalam satu kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda Galuh.

Sebagai ahli waris Kalingga, Sanjaya kemudian juga menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi Mataram dalam tahun 732 M[. Dengan kata lain, Sanjaya adalah penguasa Sunda, Galuh dan Kalingga / Kerajaan Mataram (Hindu). Pada masa ini telah terbentuk semacam ikatan kekerabatan di antara kerajaan-kerajaan tersebut. Hal ini mempengaruhi berbagai keputusan politik pada masa-masa selanjutnya (misalnya saat penaklukan Nusantara oleh Majapahit).

Kekuasaan di Jawa Barat lalu diserahkan kepada putera Sanjaya dari Tejakencana, putri Raja Tarusbawa dari kerajaan Sunda, yaitu Tamperan atau Rakeyan Panaraban sedangkan penerus Sanjaya di Kerajaan Mataram adalah Rakai Panangkaran, putera Sanjaya dari Sudiwara, puteri Dewasinga raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara. Jadi Rakai Panangkaran dan Rakeyan Panaraban / Tamperan adalah saudara seayah tapi lain ibu.

Pemimpin Mataram selanjutnya adalah, berturut-turut, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, dan Rakai Garung. Rakai Garung memiliki anak yaitu Rakai Pikatan.

Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Wangsa Sanjaya, menikah dengan Pramodhawardhani (833-856), puteri raja Wangsa Syailendara Samaratungga. Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samaratungga dan Dewi Tara). Tahun 850, era Wangsa Syailendra berakhir yang ditandai dengan larinya Balaputradewa ke Sriwijaya.

Pada tahun 910, Raja Tulodong mendirikan Candi Prambanan. Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Pada masa ini, ditulis karya sastra Ramayana dalam Bahasa Kawi. Tahun 928, Raja Mpu Sindok memindahkan istana Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Medang). Perpindahan ini diduga akibat letusan Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari Sriwijaya.

Empu Sendok adalah raja Mataram terkahir, Mpu Sendok(929-947M) menghasilkan dua buku yang menguraikan ajaran Mahayana, yaitu 'Sanghyang Kamahayan Mantrayana' yang berisi ajaran yang ditujukan kepada bhikkhu yang sedang ditasbihkan, dan 'Sanghyang Kamahayanikan' yang berisi kumpulan pengajaran bagaimana orang dapat mencapai kelepasan. Pokok ajaran dalam Sanghyang Kamahayanikan adalah menunjukan bahwa bentuk yang bermacam- macam dari bentuk pelepasan pada dasarnya adalah sama. Bagi penulis Sanghyang Kamahayanikan tidaklah terlalu sulit untuk mengidentifikasikan Siwa dengan Buddha dan menyebutnya "Siwa-Buddha", bukan lagi Siwa atau Buddha, tetapi Siwa-Buddha sebagai satu Tuhan.

Pada jaman pemerintahan raja Krtanagara, raja Singasari terakhir. Penyatuan Siwa dan Buddha adalah juga karena toleransinya yang sangat besar dan juga alasan yang bersifat politik, yaitu untuk memperkuat diri dalam menghadapi musuh dari Cina, Kubilai Khan.Untuk mempertemukan kedua agama itu, Krtanagara membuat candi Siwa-Buddha yaitu Candi Jawi di Prigen dan Candi Singasari di dekat kota Malang.

Pembaruan agama Siwa-Buddha pada jaman Majapahit antara lain terlihat pada cara mendharmakan raja dan keluarganya yang wafat pada 2 candi yang berbeda sifat keagamaannya. Hal ini dapat dilihat pada raja pertama Majapahit, yaitu Kertarajasa yang didharmakan di Candi Sumberjati (Simping) sebagai wujud siwa (Siwawimbha) dan di Antahpura sebagai Buddha; atau raja kedua Majapahit, yaitu Raja Jayabaya yang didharmakan di Shila Ptak sebagai Wisnu dan di Sukhalila sebagai Buddha. Hal ini memperlihatkan bahwa kepercayaan dimana Kenyataan Tertinggi dalam agama Siwa maupun Buddha tidak berbeda.

Agama Siwa yang berkembang dan dipeluk oleh raja-raja Majapahit adalah Siwasiddhanta (Siddantatapaksa) yang mulai berkembang di Jawa Timur pada masa Raja Sindok (abad X).

Sumber ajarannya adalah Kitab Tutur (Smrti), dan yang tertua adalah Tutur Bhwanakosa yang disusun pada jaman Mpu Sindok, sedang yang termuda dan terpanjang adalah Tutur Jnanasiddhanta yang disusun pada jaman Majapahit. Ajaran agama ini sangat dipegaruhi oleh Saiwa Upanisad, Vedanta dan Samkhya. Kenyataan Tertinggi agama ini disebut Paramasiwa yang disamakan dengan suku Kata suci OM.

Sebagai dewa tertinggi Siwa mempunyai 3 hakekat (tattwa) yaitu:
  1. Paramasiwa-tattwa yang bersifat tak terwujud (niskala
  2. Sadasiwa-taattwa yang bersifat berwujud-tak berwujud (sanakala-niskala)
  3. Siwa-tattwa bersifat berwujud (sakala)
Selain agama Siwasiddhanta dikenal pula aliran Siwa Bhairawa yang muncul sejak pemerintahan Raja Jayabhaya dari Kediri. Beberapa pejabat pemerintahan Majapahit memeluk agama ini. Agama ini adalah aliran yang memuja Siwa sebagai Bhairawa. Di India Selatan mungkin dikenal sebagai aliran Kapalika. Pemujanya melakukan tapa yang sangat keras, seperti tinggal di kuburan dan memakan daging dan darah manusia (mahavrata). Disamping agama Siwa, terdapat pula agama Waisnawa yang memuja dewa Wisnu, yang dalam agama Siwa, Wisnu hanya dipuja sebagai dewa pelindung (istadewata).

Berdasarkan sumber tertulis, raja-raja Majapahit pada umumnya beragama Siwa dari aliran Siwasiddhanta kecuali Tribuwanattungadewi (ibunda Hayam Wuruk) yang beragama Buddha Mahayana. Walaupun begitu agama Siwa dan agama Buddha tetap menjadi agama resmi kerajaan hingga akhir tahun 1447. Pejabat resmi keagamaan pada masa pemerintahan Raden Wijaya (Krtarajasa) ada 2 pejabat tinggi Siwa dan Buddha, yaitu Dharmadyaksa ring Kasaiwan dan Dharmadyaksa ring Kasogatan, kemudian 5 pejabat Siwa dibawahnya yang disebut Dharmapapati atau Dharmadihikarana.

Selain itu terdapat pula para agamawan yang mempunyai peranan penting dilingkungan istana yang disebut tripaksa yaitu rsi-saiwa-sagata (berkelompok 3); dan berkelompok 4 disebut catur dwija yaitu mahabrahmana (wipra)-saiwa-sogata-rsi.

Tidak banyak yang mengetahui bahwa saat itu masyarakat Majapahit sudah amat plural. Hindu sendiri terdiri dari tiga agama besar. Agama Brahma, agama Wisnu, dan agama Syiwa. Lalu ada Buddha, Tantrayana, Syiwa Buddha dan Buddha Bhairawa. Semua mendapat tempat di Majapahit tanpa diskriminasi. Penganut animisme juga banyak. Oleh pemeluk agama lain, mereka tidak dianggap kafir sebab inilah agama asli warisan nenek moyang. Kerajaan besar ini amat toleran dengan keberagamaan karena belajar dari kekonyolan kerajaan terdahulu. Pelajaran dari masa lalui lah yang membuat Majapahit menjadi negara besar, terbuka dan toleran terhadap semua ideologi, bahkan terhadap agama yang amat baru dan aneh.

Di era Majapahit, Eropa sudah terbagi menjadi berbagai kerajaan, sebagian masih eksis hingga kini. Agama Katolik Roma yang berumur 14 abad sedang mengalami puncak kejayaan. Islam yang lahir abad ke-7 juga tumbuh pesat. Kemaharajaan Ottoman menunjukkan hegemoninya di Timur Tengah, Afrika Utara, bahkan sebagian Eropa. Tarekat Rahib Katolik banyak berdiri. Saat itulah seorang rahib sempat berkunjung ke Majapahit. Orang bule dengan agama baru yang aneh ini di Majapahit diterima dengan baik. Setelah kunjungan selesai, ia dibiarkan pergi.

Siwa-Buddha di Bali
Di bali, Siwa-Buddha dan Wainawa dilebur menjadi agama Hindu yang ada sekarang di bali oleh Mpu Kuturan.

Sementara sejarah keagamaan orang Bali sama dengan orang Tibet. Sebelum masuk Buddha, orang Tibet memiliki agama Bon. Agama Buddha dan Bon, akhirnya menyatu seperti Siwa-Buddha di Bali.

Peristiwa itu terjadi pada masa pemerintahan Raja suami istri Gunaprya Dharmapatni/Udayana Warmadewa yang bertahta di Bali pada tahun caka 910 sampai dengan 988 atau tahun 988M sampai dengan tahun 1011M. Pada masa itu penduduk pulau Bali adalah mayoritas orang Bali Aga (orang Bali asli, selanjutnya pendatang dari Jawa disebut orang Bali, jadi ada orang Bali Aga dan Bali) yang sudah sejak lama memeluk dan menganut ajaran agama orang-orang Indu dari berbagai “paksa”(sekte). Yang terbanyak adalah dari sekte Indra disampung yang menganut sekte Bayu, Khala, Brahma, Wisnu, dan Syambhu. Dengan demikian di Bali terdapat 6 sekte yang dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan-perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan itu akhirnya menimbulkan pertentangan antara satu sekte dengan sekte yang lainnya yang menyebabkan timbulnya ketegangan dan sengketa didalam tubuh masyarakat Bali Aga.

Inilah yang merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban di masyarakat yang membawa dampak negative pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Akibat yang bersifat negative ini bukan saja menimpa desa bersangkutan, tetapi meluas sampai pada pemerintahan kerajaan sehingga roda pemerintahan menjadi kurang lancar dan terganggu. Dalam kondisi seperti itu, Raja Gunaprya Dharmapatni/Udayana Warmadewa perlu mendatangkan rohaniawan dari Jawa Timur yang oleh Gunaprya Dharmapatni sudah dikenal sejak dahulu semasih beliau ada di Jawa Timur. Oleh karena itu Raja Gunaprya Dharmapatni/Udayana Warmadewa bersekepatan untuk mendatangkan 4 orang Brahmana bersaudara yaitu:
  1. Mpu Semeru, dari sekte Ciwa tiba di Bali pada hari jumat Kliwon, wuku Pujut, bertepatan dengan hari Purnamaning Kawolu, candra sengkala jadma siratmaya muka yaitu tahun caka 921 (999M) lalu berparhyangan di Besakih.
  2. Mpu Ghana, penganut aliran Gnanapatya tiba di Bali pada hari Senin Kliwon, wuku Kuningan tanggal 7 tahun caka 922 (1000M), lalu berparhyangan di Gelgel
  3. Mpu Kuturan, pemeluk agama Budha dari aliran Mahayana tiba di Bali pada hari Rabu Kliwon wuku pahang, maduraksa (tanggal ping 6), candra sengkala agni suku babahan atau tahun caka 923 (1001M), selanjutnya berparhyangan di Cilayukti (Padang)
  4. Mpu Gnijaya, pemeluk Brahmaisme tiba di Bali pada hari Kamis Umanis, wuku Dungulan, bertepatan sasih kadasa, prati padha cukla (tanggal 1), candra sengkala mukaa dikwitangcu (tahun caka 928 atau 1006M) lalu berparhyangan di bukit Bisbis (Lempuyang)
Keempat orang Brahmana dari Jawa Timur bersaudara 5 orang, adiknya yang bungsu bernama Mpu Bharadah ditinggalkan di Jawa Timur dengan berparhyangan di Lemahtulis, Pajarakan. Kelima orang Brahmana ini lazim disebut Panca Pandita atau “Panca Tirtha” karena beliau telah melaksanakan upacara “dwijati” yaitu menjalankan dharma “Kabrahmanan”. Adapun Mpu Semeru yang berparhyangan di Besakih dan Mpu Ghana yang berparhyangan di Gelgel, karena beliau “Nyukla Brahmacari” maka keduanya tidak mengadakan keturunan. Sedangkan Mpu Kuturan yang berparhyangan di Cilayukti sebagai “Swala Brahmacari” mempunyai seorang putri bernama Dyah Ratna Manggali, yang ditinggalkan di Jawa bersama ibunya (Calon Arang, aku tambahin) yang kemudian kawin dengan salah satu putera Mpu Bharadah yaitu Mpu Bahula.

Tentang adanya Mpu Kuturan di Bali dapat diketahui dari 7 prasasti peninggalan purbakala, dimana disebutkan bahwa Mpu Kuturan di Bali berpangkat “Senapati”, dan prasasti-prasasti tersebut kini masih terdapat:
  1. Di desa Srai, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tinggkat II Bangli, bertahun Caka 915 atau 993M
  2. Di desa Batur, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tingkat II Bangli, bertahun caka 933 atau 1011M
  3. Di desa Sambiran, kecamatan Tejakula kabupaten tingkat II Buleleng, bertahun caka 938 atau 1016M
  4. Di desa Batuan, kecamatan Sukawati kabupaten tingkat II Gianyar bertahun caka 944 (1022M)
  5. Di desa Ujung Kabupatendaerah tingkat II Karangasem bertahun caka 962 (1040M)
  6. Di Pura Kehen Bangli, kabupaten tingkat II Bangli, karena sudah rusak tidak tampak tahunnya
  7. Di desa Buahan, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tingkat II Bangli bertahun caka 947 (1025M)
Sekian banyaknya prasasti sebagai fakta sejarah yang mencantumkan nama Mpu Kuturan sebagai Senapati di Bali dalam tahun-tahun tersebut dan prasasti-prasasti itu merupakan firman raja-raja yang bertahta di Bali yaitu:
  1. Raja Gunaprya Dharmapatni/Udayana Warmadewa yang bertahta dari tahun caka 910 sampai dengan 933(988-1011M) menerbitkan prasasti pertama dan kedua
  2. Cri Adnyadani yang bertahta dari tahun caka 933 sampai 928 (1011-1016M) menerbitkan prasasti yang ketiga
  3. Cri Dharmawangsa Wardhana Marakatopangkaja Stano Tunggadewa, yang bertahta dari tahun caka 938 sampai 962 (1016-1040M) menerbitkan prasasti keempat sampai ketujuh
    >
Dari adanya lontar Calon Arang dapat diketahui bahwa Mpu Kuturan berasal dari Jawa Timur yaitu di suatu tempat bernama Girah, dan disanalah beliau pernah berkuasa sebagai seorang Raja. Beliau berangkat dan menetap di Bali didorong oleh tiga factor penyebab yaitu:
  1. Memenuhi permintaan raja suami istri yang disebut diatas, yang memerlukan keahlian beliau dalam bidang adapt dan agama untuk merehabilitasi dan mestabilisasi timbulnya ketengangan-ketegangan dalam tubuh masyarakat Bali Aga
  2. Karena bertentangan dengan istri beliau yang menguasai magic. Sebab itu istri beliau ditinggalkan di Jawa yang dijuluki “Walu Natheng Girah” atau “Rangda Natheng Girah” (jandanya Raja Girah)
  3. Sebagai bhiksuka atau Sanyasa, beliau lebih mengutamakan ajaran dharma dari pada kepentingan pribadi
Kesempatan yang baik itu beliau pergunakan untuk untuk datang ke Bali, karena dorongan kewajiban menyebarkan dharma. Selain Senapati, beliau juga diangkat sebagai sebagai ketua Majelis ”Pakira kiran I Jro makabehan:, yang beranggotakan sekalian senapati dan para pandita Ciwa dan Budha. Dalan suatu rapat majelis yang diadakan di Bataanyar yang dihadiri oleh unsure tiga kekuatan pada saat itu, yaitu
  • Dari pihak Budha Mahayana diwakili oleh Mpu Kuturan yang juga sebagai ketua sidang
  • Dari pihak Ciwa diwakili oleh pemuka Ciwa dari Jawa
  • Dari pihak 6 sekte yang pemukanya adalah orang Bali Aga
Dalam rapat majelis tersebut Mpu Kuturan membahas bagaimana menyederhanakan keagamaan di Bali, yg terdiri dari berbagai aliran. Tatkala itu semua hadirin setuju untuk menegakkan paham Tri Murti (Brahma,Wisnu,Ciwa) untuk menjadi inti keagamaan di Bali dan yang layak dianggap sebagai perwujudan atau manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa.

Konsesus yang tercapai pada waktu itu menjadi keputusan pemerintah kerajaan, dimana ditetapkan bahwa semua aliran di Bali ditampung dalam satu wadah yang disebut “Ciwa Budha” sebagai persenyawaan Ciwa dan Budha. Semenjak itu penganut Ciwa Budha harus mendirikan tiga buah bangunan suci (pura) untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam perwujudannya yang masing-masing bernama
  1. Pura Desa Bale Agung untuk memuja kemuliaan Bhatara Brahma sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi Wasa (tuhan)
  2. Pura Puseh untuk memuja kemulian Wisnu sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi Wasa
  3. Pura Dalem untuk memuja kemuliaan Bhatari Durga yaitu caktinya Bhatara Ciwa sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi Wasa
Ketiga pura tersebut disebut Pura “Kahyangan Tiga” yang menjadi lambang persatuan umat Ciwa Budha di Bali. Dalam Samuan Tiga juga dilahirkan suatu organisasi “Desa Pakraman” yang lebih dikenal sebagai “desa adapt”, dan sejak saat itu berbagai perubahan diciptakan oleh Mpu Kuturan, baik dalam bidang politik, social, dan spiritual. Jika sebelum keempat Brahmana tsb semua prasasti ditulis dengan menggunakan huruf Bali Kuna, maka sesudah itu mulai ditulis dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi). Akhirnya di bekas tempat rapat itu dibangun sebuah pura yang diberi nama Pura Samuan Tiga.

Di Bali, Salah satu nama Tuhan adalah Sang Hyang Mbang atau Mahasunyi yang dalam agama Buddha ada istilah Sunyata. Tahun baru di Bali dirayakan dengan sunyi (sunyata). Di Bali Selatan, ada Pura Sakenan yang puncak piodalannya jatuh pada Hari Raya Kuningan. Sementara Sakenan berasal dari kata Sakyamuni. Sakyamuni nama asli Sidartha Gautama.

Mpu Kuturan sendiri adalah pendeta Buddha yang peninggalannya adalah Meru, hasil modifikasi Pagoda umat Buddha.

Pada Abad ke-16, Bali mengalami masa kejayaan di bawah Raja Dalem Waturenggong. Dalam masa kerajaan itu ada penasihat spiritual yaitu pendeta Siwa-Buddha. Peninggalannya berupa Padmasana. Jejak-jejak kebuddhaan yang lain berupa tempat pemujaan Buddha di sejumlah pura di Bali.

Salah Kaprah mengenai TANTRA dan BHAIRAWA

Apanya Yang Salah Kaprah mengenai TANTRA dan BHAIRAWA?

Bhagavad Gītā, 7.22
sa tayā śraddhayā yuktas tasyārādhanam īhate labhate ca tatah kaman mayaiva vihitān hi tān
Arti:
Setelah diberi kepercayaan tersebut, mereka berusaha menyembah Dewa tertentu dan memperoleh apa yang diinginkannya. Namun sesungguhnya hanya Aku sendiri yang menganugerahkan berkat-berkat tersebut.

Bhagavad Gītā, IX.23
ye ‘py anya-devatā-bhaktā yajante śraddhayānvitā te ‘pi mām eva kaunteya yajanty avidhi-pūrvakam
Arti:
Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya sesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna)

Bhairawa, Tantra dan Tantrayana

Bhairawa, Tantra dan Tantrayana

Photobucket

Sekarang bayangkan contoh ini:
Suatu Arca dengan sikap dahsyat berwajah wajah kejam yaitu dengan mimik yang berada di puncak kemarahan, garang dan sedang menari-nari di atas mayat manusia, di suatu tempat penimbun mayat sebelum dibakar.
Pada tangan kanannya terdapat wajra atau petir, pada tangan kirinya memegang mangkok-mangkok darah yang dihiasi dengan hiasan-hiasan tengkorak, Kadang Lidahnya digunakan sambil mengisap darah musuhnya dari mangkok darah yang dibawanya.
Trisula dihiasi dengan tengkorak-tengkorak, kepala manusia dan sebagainya menekan pada badannya, seluruh kepala dan lehernya dihiasi dengan rangkaian tengkorak.
Telinganya menggunakan anting-anting dengan hiasan tengkorak pula., tertawa-tawa ria yang melampui batas, mengeluarkan bunyi mendengus seperti suara banteng.
Melaksanakan Panca Ma itu:

Gunakanlah bahasa Manusia

Gunakanlah bahasa Manusia!

“Saya tak tahu apa yang mesti saya perbuat ...”, katanya memulai.

Tapi, belum ia mengutarakan persoalannya, Guru menyergah: “Gunakan bahasa manusia”.

“Lho ... bukankah yang saya gunakan ini bahsa manusia?”

“Bukan. Itu bahasa hewan”.

Selang beberapa hari kemudian, ia datang lagi ke ashram menemui Guru. Persis di atas pintu pondok Guru, ia melihat plang bertuliskan: Gunakanlah bahasa Manusia!, yang belumnya tak ia lihat disana.

“Begini Tuan Guru ....”, belum ia melanjutkan lagi apa yang hendak dikatakannya, Gurupun segera menyergah:“Gunakan bahasa manusia

“Baik ...saya akan menggunakan bahasa manusia”

“Tidak. Yang hendak kau gunakan itu bahasa raksasa”

Setelah kejadian itu, lama lelaki itu tak muncul-muncul di ashram. Mungkin ia marah dan tersinggung. Tapi ... lebih dari setahun setelah pertemuan itu, tampak ia datang lagi menemui Guru. Ia melihat plang itu masih tergantung di tempatnya. “Baiklah,” katanya di benaknya.

Aneh ... sebelum ia mengucapkan sepatah katapun kepada Guru, Guru langsung menyapanya ramah: “Bagaimana, apa yang hendak kau sampaikan nak?”. Sangat berbeda dengan keketusan Guru pada pertemuan-pertemuan sebelumnya.

Mendengar sapaan itu, semua hal yang hendak ia sampaikan seketika sirna dari benaknya; ia tak ingat lagi apa yang hendak ia sampaikan itu, ia sudah melupakannya sama sekali. Ia hanya tersenyum dan berkata: “Saya hanya ingin melihat keadaan Guru. Guru baik-baik saja ‘kan?”.

Guru mengangguk sambil tetap tersenyum ramah. “Ya ... aku baik-baik saja. Kini kamu sudah bisa berbahasa manusia”, kata Guru dalam senyumnya yang menggoda. Lelaki itu tampak tersipu malu sejenak, untuk kemudian tertawa dan berkata: “Ya ....bahasa manusia”.


Bali, Sabtu, 06 Oktober 2007.

*****************************************************
Hanya mereka yang bisa merasa cukup, bisa merasa puas.
Hanya mereka yang bisa merasa puas dengan ‘yang ada’,
bisa mereguk kedamaian dan kebahagiaan.


~anonymous.
*****************************************************
Oleh: Ngestoe Rahardjo
Sumber: http:/ /groups.yaho o.c om/group/BeCeKa/message/7296
diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com

The purpose of life

The purpose of life

Life is lived in the tension of want and inadequacy. You may think someone else is happy because he has comforts. This is because you have set a value for what he has. Nobody is really happy. The only difference between the "haves" and "have-nots" is that the "haves" are unhappy with comforts and the "have-nots" are unhappy without comforts. Everyone wants to be different from what he or she is. This is a problem common to every human being.

Solving this problem is the purpose of life. One cannot be indifferent to it. The experiences of life make one think. "What I want is not all these things. I want to be at ease with myself. How can I discover that?" When the problem is thus identified, one knows exactly what one should look for, and life becomes purposeful. Then alone it is worth living.

-- Swami Dayanand, The teaching of the Bhagavad Gita
http:/ /ww w.supremecourtcaselaw.c om/thoughts.htm

Muhammad dan Kaum Cerdik Pandai Kristen

Muhammad dan Kaum Cerdik Pandai Kristen

Kepribadian dan pengetahuan Muhammad dibentuk oleh lingkungannya.
Leluhurnya dikenal menaati prosedur dan ajaran kenabian. Salah satu lingkungannya adalah kaum cerdik pandai Kristen.

Jauh sebelum kenabian Muhammad telah ada anasir-anasir kenabian dan ketauhidan (monoteisme) yang merujuk pada peran dua komunitas teologis di Mekkah, yang warganya dikenal sebagai penyembah berhala. Yang pertama ialah pengikut al-hanîfiyah yang mendaku sebagai ahli waris ajaran Ibrahim. Abdul Muthalib yang adalah kakek Muhammad dan ketua Bani Hasyim merupakan tokoh terpenting dalam aliran ini.

Tercatat pula nama Zaid bin Amru, paman Umar bin Khathab, yang memiliki syair-syair kepasrahan. Salah satu baitnya, aslamtu wajhi liman uslimat, lahu al-ardlu tahmilu shakhran tsiqâla, ’aku pasrahkan diriku pada Dia, seperti kepasrahan bumi yang membawa batu karang yang berat’.

Yang kedua adalah komunitas Ahli Kitab.
Ini sebutan bagi pemeluk agama Yahudi dan Kristen. Orang Kristen di kalangan Islam disebut sebagai Nasrani yang dinisbatkan pada al-Nâshirah atau Nazaret, asal Isa al-Masih. Namun, bagi orang Kristen mayoritas, Nasrani di Jazirah Arab adalah sebuah sekte. Berbeda dengan bangsa Arab yang mandul dari kenabian, bangsa Yahudi subur dengan kenabian. Dua komunitas itu punya satu misi. Sama-sama memusuhi kaum pagan.
Pada masa itu mereka tersebar luas di Jazirah Arab. Orang Yahudi bermukim di Yastrib (Madinah), orang Kristen menunjukkan pengaruhnya di Mekkah.

Menurut Al-Ya’qubî dalam Tarîkh: orang Quraisy yang memeluk Kristen dari Bani Asad antara lain adalah Utsman bin al-Huwairits dan Waraqah bin Naufal. Khadijah yang istri Muhammad berasal dari bani ini. Informasi yang lebih menarik datang dari Muhammad bin Abdillah al-Azraqi dalam Akhbâr Makkah (Kabar-kabar Mekkah), tentang gambar dan arca Isa (Yesus) bersama ibunya, Maryam (Maria), di Kabah.

Ketika berhasil menaklukkan Mekkah dari pemeluk pagan, Muhammad membersihkan Kabah dari segala perupaan, kecuali Isa dan Maryam. Arca tersebut baru hancur bersama puing-puing Kabah akibat perang di era Yazid bin Muawiyah.

Mengakui
Alquran (al-Ma’idah: 82) menegaskan kedekatan orang Kristen dengan Muhammad yang berbeda dari orang Yahudi dan kaum pagan Mekkah yang bersikap memusuhi. Orang Kristen mencintai Muhammad dan pengikutnya "karena di antara mereka ada pendeta-pendeta (qissîsîn) dan rahib-rahib (ruhbân) dan mereka tidak menyombongkan diri". Maksudnya, mereka mengakui kenabian Muhammad, tetapi tidak mengikutinya.

Yang terkenal adalah Waraqah bin Naufal, kakak sepupu Khadijah. Dia memberi kesaksian terhadap wahyu pertama yang diterima Muhammad dan disebut dalam riwayat al-Bukhari hadis nomor tiga sebagai "seorang yang memeluk Kristen pada zaman Jahiliah, menulis kitab dalam Ibrani, dan mampu menyalin dari Injil Ibrani".

Kependetaan Waraqah ditegaskan Muhammad dalam Sîrah (biografi Muhammad) karya Ibn Ishaq (1999: 203): "Sungguh aku telah melihat Pendeta (Waraqah) berada di surga dengan memakai pakaian dari sutra." Dalam versi riwayat lain hadis tadi adalah respons ketika nasib Waraqah di akhirat dipertanyakan karena tetap setia memeluk Kristen sampai akhir hayatnya meski ia menyaksikan kenabian Muhammad.

Para penyair Kristen dan al-hanîfiyah melantunkan syair-syair keagamaan mereka di pasar-pasar Mekkah, khususnya di Ukadz. Alquran (al-Furqan: 7) menyebut kebiasaan Muhammad menjelajahi pasar-pasar bukan bertujuan berbelanja, melainkan menyimak dan mengamati seluruh kegiatan pasar yang berfungsi pula sebagai "festival kebudayaan".

Dua jilid karya Luis Syaikhu, Târîkh al-Nashrâniyah wa Adâbuhâ Bayna ’Arab al-Jâhiliyah (Sejarah dan Sastra Arab Kristen di Era Arab Jahiliah) terbitan Dar al-Masyriq, Lebanon, tahun 1989, menjelaskan peran nyata kaum cerdik pandai Kristen terhadap kebudayaan Arab. Syaikhu menyebut peran Umayyah bin Abdillah bin Abi Shalat, penyair Kristen era Jahiliah yang memiliki syair-syair keagamaan.

Syair-syair Umayyah telah mengenalkan nama-nama lain Allah yang disebut al-asmâ’ al-husnâ (nama-nama terbaik). Demikian juga nama malaikat Jibril, Izrail, dan Israfil; tingkatan surga dan neraka; tujuh lapis langit dan bumi; asal-usul penciptaan alam; kisah Adam-Hawa dan dua anaknya; air bah Nuh; Yunus (Yunan) yang ditelan dan bisa hidup di perut ikan; serta kisah-kisah para nabi lainnya hingga kisah Ashabul Kahfi yang masyhur di kalangan orang suci Kristen sebagai les Sept Dormants (Tujuh Orang yang Tertidur) yang merujuk pada masa pertengahan abad ke-3 Masehi.

Demikian pula dua kawasan yang menjadi tujuan utama kafilah niaga Kabilah Quraisy: Yaman dan Syam. Keduanya merupakan pusat kekristenan. Yaman dikuasai oleh dinasti Kristen Habsyah (Etiopia) yang mengikuti aliran monofisit-koptik, sedangkan Syam diperintah oleh dinasti Ghassan yang mengikuti aliran monofisit-yakobis. Muhammad telah mengunjungi dua kawasan itu ketika masih remaja bersama kafilah pamannya, dan saat jadi buruh niaga Khadijah. Pusat kekristenan lain di al-Hira diperintah oleh dinasti Kristen Lakhm yang mengikuti aliran monofisit-nestorian.

Khadijah
Khadijah menurut informasi sejarah adalah istri Muhammad yang berasal dari keluarga Kristen di Mekkah (Bani Asad). Sumber sejarah Islam tak ada yang secara tegas menyebut agama Khadijah sebelum Islam. Namun, ada fakta menarik mengenai keteguhan Muhammad tetap setia monogami dan tidak menikah lagi, kecuali setelah Khadijah wafat. Monogami dan perceraian atas dasar kematian adalah tradisi kekristenan kuno yang berbeda dari tradisi poligami bangsa Arab.

Khadijah berjuluk al-Thâhirah (Perempuan Suci). Ini simbol teologis.
Perempuan terhormat biasanya cukup disebut al-Syarîfah atau al-Karîmah. Perempuan suci dalam Kristen disebut santa. Diakah Santa Khadijah? Julukannya yang lain Sayyidah Nisâ’ Quraisy (Puan dari Seluruh Perempuan Quraish) yang memperlihatkan Khadijah sebagai "perempuan suci dan pilihan".

Gelar dan pengakuan terhadap Khadijah ini bisa disamakan dengan pengakuan Alquran terhadap Santa Maria, Bunda Yesus, dalam Surat Ali Imran Ayat 42 yang menyatakannya sebagai "perempuan pilihan dan suci".

Khadijah bisa dibilang "ibu" Muhammad karena perbedaan umur mereka yang terpaut 25 tahun. Dalam Ansâb al-Asyrâf (Nasab-nasab Orang Mulia) karya al-Baradzari, Muhammad menikah pada usia hampir 21 tahun—merujuk pula pada kebiasaan pemuda Arab waktu itu yang menikah pada umur 20 tahun—sedangkan Khadijah berusia 46 tahun. Menurut Bint Syathi’, penulis buku Nisâ’ al-Nabî (Istri-istri Nabi), peran Khadijah sebagai istri sekaligus ibu bagi Muhammad tak hanya bersumber dari perbedaan usia, tetapi juga tersebab Muhammad anak yatim piatu yang kehilangan kasih sayang ibunya.

Bagi Khalil Abdul Karim, penulis Fatrah Takwîn fi Hayâti al-Shâdiq al-Amîn (Periode Kreatif dalam Kehidupan Muhammad) terbitan Dar Mishr al-Mahrusah, Cairo, tahun 2004, Khadijah adalah "arsitek" kenabian yang dibantu oleh "komunitas inteligensia Kristen". Mereka adalah Waraqah bin Naufal dan adiknya, Qatilah, seorang rahibah, serta saudara sepupu mereka, Ustman bin al-Huwairits, yang mengikuti aliran Kekristenan Bizantium (Melkitis) hingga diangkat menjadi kardinal. Khadijah memiliki dua budak Kristen: Nashih yang jauh- jauh hari meminta tuannya menikah dengan Muhammad, dan Maisarah yang bertugas mengamati Muhammad dalam perniagaan ke Syam.

Selain dengan anggota keluarganya, Khadijah juga membangun korespondensi dengan beberapa pendeta: Adas di Taif, Buhaira di Bushra, Syam, dan Sirgius di Mekkah. Buku Khalil tadi merujuk pada sumber-sumber primer Sîrah Muhammad yang jarang disentuh, seperti Sîrah Ibn Ishaq, Ibn Sayyidi al-Nas, al-Halabiyah, al-Syamiyah, Târîkh al-Thabari, dan al-Ya’qubi.

Khadijah dan timnya telah mengamati Muhammad sejak lama. Dalam Sirah Ibn Katsir diriwayatkan Khadijah sudah dikabari oleh Nashih, budaknya, dan Pendeta Buhaira di Syam untuk menikah dengan Muhammad. Dikisahkan juga bahwa Qatilah telah menawarkan diri kepada Abdullah, ayah Muhammad, untuk dijadikan istri karena Abdullah memiliki "cahaya kenabian". Buhaira telah melihat Muhammad dua kali sebelum penetapan kenabian. Informasi ini menunjukkan bahwa komunitas itu mengamati keluarga Muhammad secara saksama.

Khadijah mengangkat Muhammad sebagai buruhnya saat berusia 18 tahun agar bisa mengamatinya dari dekat. Sebelum menikah, Muhammad telah melakukan dua perjalanan niaga Khadijah ke Habsyah dan ke Syam. Niaga ke Habsyah hampir tidak disebut dalam versi umum biografi Muhammad, tetapi kisah itu dituturkan oleh sejarawan klasik, seperti al-Thabari, al-Suhayli, dan al-Maqrizi.

Sementara dalam perniagaan ke Syam, Khadijah perlu menyertakan seorang hambanya bernama Maisarah yang kenal baik dengan Pendeta Buhaira untuk mengamati gerak-gerik Muhammad, khususnya pertemuannya dengan Buhaira.

Setelah yakin bahwa Muhammad adalah sosok tepat dari beberapa pertimbangan (keluarganya yang menjalankan prosedur kenabian, nasihat-nasihat anggota komunitasnya, serta pengamatannya secara langsung), barulah Khadijah melamar Muhammad tak hanya sebagai suami, tetapi lebih itu dari sebab—dalam kata-kata Khadijah sendiri—"aku sangat ingin agar kamu (Muhammad) menjadi nabi bagi umatmu."

Dalam proses pernikahan mereka, tampak kegembiraan Abu Thalib dan antusiasme Waraqah dari pembacaan khotbah nikah mewakili pihak keluarga Khadijah. Sedangkan wali Khadijah—bapaknya, al-Khuwailid atau pamannya, Amru—tidak terlalu antusias dengan pernikahan itu. Bagi mereka, Muhammad tetap dipandang sebagai anak yatim yang berasal dari keluarga miskin. Adapun Khadijah dan Waraqah memiliki tujuan lain dengan pernikahan itu.

Nubuat kenabian
Pernikahan Muhammad yang berasal dari keluarga al-hanîfiyah (Bani Hasyim) dengan Khadijah yang berasal dari keluarga Kristen (Bani Asad) adalah koalisi kelompok ketauhidan melawan kelompok pagan.

Dua komunitas tersebut telah membangun suasana-suasana kenabian. Nubuat kenabian dari jalur Abdul Muthalib telah dikabarkan jauh sebelum Muhammad lahir. Abdul Muthalib dengan sadar telah mempraktikkan kembali semacam prosedur-prosedur kenabian. Posisinya seperti Ibrahim yang memusuhi berhala dan menyembelih anaknya sebagai kurban bagi Allah. Abdul Muthalib telah menyerukan ajaran Ibrahim itu dan bernazar menyembelih putranya, Abdullah, ayah Muhammad.

Masa pernikahan hingga pewahyuan yang terentang kira-kira 20 tahun—Muhammad menerima wahyu berumur 40 tahun—adalah "tahun-tahun yang hilang" dari kehidupan Muhammad yang disebut oleh Khalil Abdul Karim sebagai fatrah al-takwîn (periode kreatif). Muhammad adalah seorang ummî (buta huruf), maka di masa-masa itulah Khadijah, Waraqah, dan kaum cerdik pandai Kristen memiliki andil dalam menyiapkan proses kenabian Muhammad.

Di siang hari Muhammad menjelajahi pasar-pasar di Mekkah yang membuatnya mengetahui segala kisah dan perkembangan masyarakatnya. Di malam hari Muhammad akan menghabiskan waktu berbincang-bincang dengan Khadijah.

Adalah hal biasa bila Waraqah sering berkunjung untuk menceritakan hal-hal yang ia ketahui dari kitab-kitab yang ia salin. Kita bisa membayangkan betapa marak aktivitas-aktivitas dalam rumah Khadijah yang dipenuhi kaum intelektual yang memiliki ambisi kenabian itu.

Khadijah bersama Waraqah telah membimbing Muhammad menelusuri tangga-tangga spiritualitas hingga mencapai puncak kenabian. Perkembangan Muhammad diamati secara saksama oleh Khadijah, baik dengan mengantarnya ke Gua Hira untuk menyendiri—tradisi yang telah dilaksanakan pengikut al-hanîfiyah termasuk kakeknya, Abdul Muthalib—maupun ketika Muhammad mulai didatangi "suara- suara" yang mengaku sebagai utusan Tuhan. Khadijah-lah yang menguji kualitas "suara" itu apakah berasal dari malaikat atau setan. Menurut Sîrah al- Halabiyah, dalam menguji suara itu Khadijah di bawah bimbingan Waraqah, yang pakar masalah kenabian dan pewahyuan.

Tak hanya itu. Ketika Muhammad memperoleh wahyu pertama, Khadijah yang memiliki inisiatif mendatangi anggota kaum cerdik pandai itu satu per satu, dimulai dari Waraqah dan Sirgius di Mekkah, Adas di Thaif, hingga Buhaira di Syam. Tujuannya tak hanya meminta konfirmasi tentang kebenaran pewahyuan itu, tetapi juga mengumumkan bahwa seorang nabi telah datang.

Jadi, kita bisa melihat bahwa Muhammad bukanlah nabi yang datang dari dunia antah berantah. Kepribadian dan pengetahuannya telah dibentuk oleh lingkungannya.

Leluhurnya dikenal menaati prosedur dan ajaran kenabian. Khadijah bersama komunitas memiliki pengaruh yang tak bisa disanggah. Kenabian dan pewahyuan itu adalah hasil dari eksperimentasi kolektif setelah melalui proses kreatif yang sangat panjang.

MOHAMAD GUNTUR ROMLI Aktivis Jaringan Islam Liberal
http:// www.kompas. co.id/ kompas-cetak/0709/01/Bentara/3800195.htm
diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com

Yang membuat Iblis bergembira...

Yang membuat Iblis bergembira

  • Berbahagialah orang yang terlalu capek karena kesibukan mereka, sehingga mereka tidak punya waktu untuk bersekutu dengan Tuhan. Mereka adalah anak-anakku yang mengerti kerinduan hatiku yang terdalam.
  • Berbahagialah orang yang selalu mengharapkan pujian atas apa yang mereka perbuat. Aku bisa memperalat dan menunggangi ambisi mereka melalui pujian.
  • Berbahagialah orang yang memelihara hati yang terlalu sensitif. Dengan sedikit "sentilan" saja mereka tersinggung. Mereka akan kurang bersemangat di dalam bekerja dan akan segera menghilang dalam pelayanan. Mereka ini adalah fansku yang setia.
  • Berbahagialah mereka para pembuat masalah. Mereka akan disebut anak-anakku.
  • Berbahagialah orang yang selalu mengeluh. Aku senang karena benih sungut-sungut yang kutabur bertumbuh subur di hati dan lidah mereka.
  • Berbahagialah mereka yang egois, suka mementingkan diri sendiri dan tidak peduli pada orang lain. Mereka adalah pengikut-pengikutku yang setia.
  • Berbahagialah mereka yang suka menggosip, karena mereka akan menimbulkan perpecahan dan pertengkaran. Ini sungguh sangat menyenangkan hatiku.
  • Berbahagialah orang yang mengaku mengasihi Tuhan, tetapi membenci saudara - saudaranya. Mereka akan hidup bersamaku selamanya sampai ke kekekalan.
  • Berbahagialah orang yang membalas kebaikan dengan kejahatan, penganiayaan dengan penganiayaan dan kebencian dengan kebencian. Mereka akan mendapat upah yang sama denganku di kegelapan.
  • Berbahagialah orang yang membaca tulisan ini dan merasa isinya pas untuk orang lain dan bukan untuk dirinya sendiri. Dia ada dalam tanganku.
________________________________________
Kiriman: "Poison Ivy Laura" poisonivy5874@yahoo .c om
via milis 4W4RENESS@yahoogroups. com
http:/ /grou ps.yah oo. com/group/BeCeKa/message/2753
diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com

Kata dan Konsep TUHAN

Kata dan Konsep

Seorang sahabat saya pernah berujar begini,
“Kalau seandainya Tuhan benar-benar muncul di hadapan Anda saat ini, saya nyaris percaya kalau Anda akan menolak-Nya.”, kepada seorang teman saya.

“Lho...kenapa?”, tanya teman saya itu.

“Ya....karena sangat boleh jadi Anda akan mengatakan bahwa Dia bukanlah 'Tuhan'; 'Tuhan' yang selama ini di-Tuhan-kannya”, kata sahabat saya itu

“Adalah tidak mungkin bagi seseorang untuk mempelajari sesuatu yang ia rasa sudah ia ketahui.”, ujar Epictetus, filsuf Yunani yang hidup sekitar tahun 50 - 138 Masehi.

Apapun yang kita rasa sudah kita ketahui, menjadi bagaikan tembok tinggi dan tebal yang menghalangi kita, yang tidak memungkinkan kita untuk mengertikan dan memahaminya lebih jauh lagi. Kita akan menutup diri di dalam benteng buatan “merasa sudah tahu” itu, walaupun sebetulnya kita baru tahu sebatas kata-kata, sebatas istilah, sebatas konsep-konsep.

Terkait dengan ini, Anthony de Mello juga pernah bertutur begini¹):

Guru seringkali menekankan bahwa, pada akhirnya, penghalang terakhir untuk mencapai Tuhan adalah kata dan konsepsi “Tuhan” itu sendiri.

Pernyataan ini ternyata sedemikian mengusik seorang Pendeta di sekitar situ.

Sang Pendeta tergopoh-gopoh datang menemui Guru untuk mendebatnya.

“Ini benar lho....kata 'Tuhan' memang bisa mengantarkan kita kepada Tuhan Sendiri”, kata bapak Pendeta.

“Bisa,” jawab sang Master dengan kalemnya.

“Lalu bagaimana mungkin sesuatu yang membantu juga merupakan penghalang?”, tukasnya.

“Seekor keledai yang membawa Anda ke depan pintu, bukanlah yang mengantarkan Anda memasuki rumah itu”, jawab Guru.

Betapapun juga keledai harus ditinggalkan di luar kalau kita hendak memasuki rumah, seberapa jauhpun ia telah mengantarkan kita. Entah si Pendeta mengerti atau tidak, dapat menerima atau tidak; yang jelas konsepsinya tentang Tuhan telah menghalanginya untuk bisa mengerti dan menerima pandangan yang dianggap ‘lain’, berbeda dengan pandangannya. Apalagi untuk mencapai Tuhan Itu Sendiri.

Dan sedihnya, fenomena serupa seringkali juga menimpa kebanyakan dari kita. Oleh karenanya, seorang bijak juga pernah memperingati saya, “Jangan biarkan kata-kata dan konsep-konsep tentang Tuhan justru menghalangimu menemui-Nya.”

Denpasar, 5 Maret 2003.
____________________
¹) Judul asli: INCOMPETENCE, yang diterima via Spiritus@Alltel. Net

****************************************
Bilamana Anda tak mampu berdamai
dengan diri Anda sendiri,
dengan siapa Anda akan mungkin berdamai?

~anonymous 210502-01.
****************************************
http://groups. yahoo.c om/group/BeCeKa/message /4564
Oleh: NGestOE RAHardjo
diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com

Potret Tuhan

Potret Tuhan


Si Soleh, yang disayangi Tuhan, datang menghadap-Nya.

“Tuhanku” haturnya,

“mengapa paduka memberi Usman foto-Mu yang sama sekali berbeda dengan foto-Mu yang hamba potret langsung tempo hari?”, dalam nada protes.

“Bukan Aku yang memberinya. Dia sendirilah yang memotret-Ku ketika itu”, jawab Tuhan.

“Baiklah, Tuhan-ku.....Tapi kenapa Paduka mempertunjukkan wajah Paduka yang lain kepadanya, sehingga kami sempat bertengkar hebat karenanya?” gugat Soleh.

“Anak-Ku....aku tak pernah memperlihatkan wajah yang lain kepada siapapun. Kamera kalianlah yang berbeda-beda”

Bali ’00.

"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
Bila Anda bisa membaca “kitab hati” Anda,
Anda tak butuh kitab manapun lagi. ~anonymous 200106. """"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/5194
from: Berkas Cahaya Kesadaran
diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com

Membicarakan soal Kebenaran dan Agama

Membicarakan soal Kebenaran dan Agama

Membicarakan soal kebenaran dan agama, saya teringat sebuah kisah jenaka yang dituturkan oleh Anthony de Mello SJ. Kisahnya begini:

Pada suatu hari setan berjalan-jalan dengan seorang temannya. Mereka melihat seseorang membungkuk dan memungut sesuatu dari jalan.

“Apa yang ditemukan orang itu?” tanya si teman.
“Sekeping kebenaran,” jawab setan.
“Itu tidak merisaukanmu?” tanya si teman.
“Tidak,” jawab setan.
“Aku akan membiarkan dia menjadikannya kepercayaan agama.”

Pada akhir pengisahannya, mendiang Anthony de Mello menambahkan:
kepercayaan agama merupakan suatu tanda, yang menunjukkan jalan kepada kebenaran. Orang yang berpegang kuat-kuat pada petunjuk jalan itu, tidak bisa berjalan terus menuju kebenaran. Sebab, ia mengira sudah memilikinya.

Nah...sekarang..
  • bagaimana dengan kita, dengan Anda dan saya?
  • Apakah Anda sudah merasa memiliki kebenaran itu, sehingga tak boleh ada kebenaran lain walaupun sebetulnya lebih tinggi, lebih halus dan lebih mendalam ketimbang yang Anda klaim sebagai milik Anda itu?
  • Saya rasa kita tak mau sedungu itu bukan?
  • Tak mau hanya jadi kelinci percobaan dan bahan ejekan dari setan dan temannya itu bukan?

Bali, 1 Maret 2006.

************************************************
Kalau manusia mesti dikenal untuk bisa dicintai,
Maka malaekat mesti dicintai untuk bisa dikenal.
~anonymous.
************************************************

http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/ 740
oleh:NGestOE RAHardjo

Sumber wirajhana-eka.blogspot .com
Diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com

Ijinkan aku Murtad Dengan Damai!!

Ijinkan aku Murtad Dengan Damai!!

Photobucket

Saya tak akan berpindah agama – dan dengan demikian sebenarnya saya memilih agama saya sekarang.

Tapi saya sedih benar mendengar cerita orang yang dilarang memilih agama yang ingin dianutnya. Saya sedih mendengar kisah Revathi Massosai.

Perempuan Malaysia ini, yang sudah menikah dan beranak satu, lahir dari ayah ibu yang beragama Hindu tapi kemudian berpindah jadi Muslim. Dari pasangan ini ia mendapatkan nama Muslim. Tapi ia dibesarkan oleh neneknya, seorang Hindu, dan Revathi memilih mengikuti agama sang nenek. Di Malaysia, ini jadi masalah. Di negeri itu, orang yang berayah Muslim harus jadi seorang Muslim. Dan sebagai Muslimah, Revathi dilarang berpindah agama atau menikah dengan seorang yang tak seiman. Ia dilarang murtad.

Tapi di tahun 2004 Revathi kawin dengan seorang pria Hindu. Pasangan ini mendapatkan seorang anak perempuan.

Photobucket

Januari yang lalu ia datang ke mahkamah pengadilan agar secara resmi ia disebut sebagai seorang Hindu. Bukan saja usahanya gagal; ia malah ditahan para petugas. Ia dimasukkan ke "pusat pemulihan akidah". Dia ditahan sampai enam bulan. Tujuan para pejabat syariah Islam ialah untuk menjaganya agar ia tetap berada "di jalan yang benar" - tentu saja "jalan yang benar" menurut para pemegang otoritas iman di Malaysia.

Selama enam bulan dikungkung itu, ia harus mengenakan jilbab, menegakkan salat, dan lain-lain. Yang kemudian diceritakannya kepada dunia ialah bahwa juga kepadanya disajikan daging sapi-sesuatu yang bagi orang Hindu merupakan pelanggaran.

Pengakuan itu agaknya menimbulkan suara marah dari kalangan Hindu di Malaysia, dan para advokat pembela penguasa syariah di Negara Bagian Malaka itu pun buru-buru menjelaskan bahwa apa yang dikatakan Revathi tak benar. Mereka yakin, demikian dikutip BBC, bahwa perempuan itu masih bisa dibujuk untuk tetap tak meninggalkan Islam.

Revathi membantah.

Saya tak tahu, apa yang akan didapat para penguasa syariah Islam di Malaka itu sebenarnya: seorang Muslimah yang selamat rohnya dari api neraka, atau jumlah penganut Islam yang tak berkurang, atau seorang yang hanya pura-pura saja beriman kepada Allah tapi hatinya menderita dan tak ikhlas.

Saya tak tahu bagaimana orang-orang yang berkuasa di peradilan syariah itu menafsirkan kearifan terkenal Quran, bahwa "tak ada paksaan dalam agama".

Saya juga tak tahu pasti adakah segala usaha mencegah seorang dewasa memilih agamanya sendiri itu merupakan bagian dari politik waswas yang merundung Malaysia yang menyebabkan soal identitas "Islam" dipertautkan tetap dengan identitas "Melayu", hingga agama bukan lagi diyakini karena kesadaran, melainkan dipegang karena faktor genetik. Saya orang Indonesia, yang dengan agak bangga bisa mengatakan, di negeri ini keislaman tak secara otomatis dikaitkan dengan ras. Iman bukanlah sesuatu yang otomatis. Agama adalah akal, kata Nabi. Akal mengimplikasikan kemerdekaan berpikir dan memilih.

Memang harus saya katakan, saya seorang Muslim karena orang tua saya. Tapi saya sebenarnya bebas untuk tak mengikuti garis itu sebagaimana orang-orang Arab dulu bebas untuk tak mengikuti kepercayaan nenek moyang mereka dan memutuskan untuk mengikuti Rasul Tuhan, dengan risiko dimusuhi keluarga sendiri dan masyarakat sekitarnya.

Memang harus saya katakan, saya memilih tetap dalam agama saya sekarang bukan karena saya anggap agama itu paling bagus. Saya tak berpindah ke agama lain karena saya tahu dalam agama saya ada kebaikan seperti dalam agama lain, dan dalam agama lain ada keburukan yang ada dalam agama saya. Sejarah agama-agama senantiasa terdiri atas bab-bab yang paling represif dan buas, tapi juga pasase yang paling mulia dan memberikan harapan. Agama menyumbangkan kepada kehidupan manusia secercah kesadaran, betapapun mustahilnya keadilan akan datang, nilai itu - dan segala sifat Allah - tetap memberi inspirasi. Agaknya itulah yang berada dalam inti iman.

Maka pada akhirnya yang penting bukanlah apa agama yang saya pilih dan Revathi pilih, melainkan bagaimana seseorang tetap berada dalam inti iman itu - bagaimana ia hidup dan bertindak.

Dalam inti iman, Tuhan tak dipersoalkan lagi. Bahkan seorang murtad tak bisa menggugat sebagaimana tokoh Lazaro yang murtad tak bisa untuk tak merasa dekat dengan Don Manuel, pastor di kota kecil Spanyol dalam novel Migel de Unamuno, Saint Manuel Bueno, Sang Martir.

Saya teringat akan tokoh novel itu, sebab Don Manuel adalah seorang penolong, penyabar dan - menurut sang pencerita - suka mendahulukan "mereka yang paling malang, dan terutama mereka yang membangkang". Tapi ia juga padri dengan mata sedih. Pandangannya meredup ketika ia mengatakan kepada seorang anak bahwa orang harus percaya kepada Neraka.

Bahkan Lazaro, yang meninggalkan iman Kristennya, menghormatinya dan jadi pembantunya. Berdua mereka merawat yang sakit, menemani yang kesepian, memberi makan yang lapar, menghibur yang berduka.

Pastor itu tak meminta Lazaro tetap jadi seorang Kristen. Ia hanya minta agar pemuda itu "berpura-pura percaya", meskipun tetap tak beriman, sekadar agar tak membuat heboh penduduk kota kecil itu. Don Manuel tak mendesakkan kebenaran, sebab kebenaran, seperti pernah dikatakannya kepada Lazaro,

"mungkin sesuatu yang begitu tak tertanggungkan, begitu mengerikan, begitu mematikan, hingga orang-orang biasa tak dapat hidup dengan itu".

Ia sendiri mungkin tak percaya akan neraka; ia bersedih bila Tuhan membalas dendam. Tapi ia tak hendak meninggalkan agamanya, sebagaimana ia membiarkan Lazaro murtad. Pada saat yang sama, seluruh laku hidupnya menunjukkan bahwa harapan bisa terjadi - harapan sebagai bayang-bayang Tuhan yang hadir dalam tiap perbuatan baik dan ikhlas bagi mereka yang luka dan diabaikan.

Goenawan Mohamad
Catatan Pinggir judul asli "Murtad"
Tempo, 29 Juli 2007

Sumber: wirajhana-eka.blogspot .com
diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com