Google+

Perkawinan Beda Agama

Perkawinan Beda Agama

Pada zaman global kini saya melihat beberapa tantangan akan dihadapi warga Hindu di Indonesia, tak terkecuali di Bali. Untuk itu, orang Hindu harus mampu memberikan jalan keluar cerdas sehingga aturan agama tetap teguh dijalankan. Di sisi lain keinginan orang lain memeluk Hindu pun tak patut dihalangi. Sehubungan dengan tantangan ke depan inilah, ada beberapa pertanyaan warga umumnya:. 
  1. Ada wanita pemeluk Hindu melangsungkan perkawinan dengan orang Barat yang non-Hindu. Pasangan ini menikah di negeri Barat lewat prosesi upacara bukan Hindu. Jika kedua mempelai sepakat tinggal di Bali dan memilih ikut agama Hindu, kemudian memiliki anak, bagaimana supaya anaknya bisa diupacarai layaknya warga Hindu di Bali?
  2. Ada wanita Hindu kawin dengan orang Barat dan menikah di negeri Barat juga dengan cara non-Hindu. Seandainya pasangan ini bercerai dan si wanita bersama anaknya memilih tinggal di Bali, bagaimana agar anaknya bisa diupacarai secara Hindu di Bali?
  3. Bila wanita Bali mempunyai anak di luar perkawinan (berdasarkan hasil kumpul kebo) dengan orang Barat, bagaimana cara supaya si anak ini bisa diberikan upacara yang lengkap sebagai orang Hindu Bali?
  4. Jika ada wanita Bali memiliki anak di luar perkawinan (hasil hubungan kumpul kebo) bersama orang Barat, tapi saat ini pasangan itu sudah pisah. Bagaimana caranya agar anaknya bisa diberikan upacara yang lengkap sebagai orang Hindu Bali? 
Itulah beberapa persoalan yang saya lihat dan tak mustahil akan terjadi di Bali atau dialami oleh orang Bali.

Kawin Lari, salah satu alaternatif pernikahan Adat Bali

Kawin Lari, salah satu alaternatif pernikahan Adat Bali

Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan sekaligus tetapi secara bertahap. Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu disebut dengan Catur Asrama. Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan mewujudkan artha dan kama. Sedangkan pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mencapai moksa.

Perkawinan atau wiwaha dalam adat Hindu di Bali merupakan upaya untuk mewujudkan hidup Grhasta Asmara, tugas pokoknya menurut lontar Agastya Parwa adalah mewujudkan suatu kehidupan yang disebut "Yatha sakti Kayika Dharma" yang artinya dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma.

Jadi seorang Grhasta harus benar-benar mampu mandiri mewujudkan Dharma dalam kehidupan ini. Kemandirian dan profesionalisme inilah yang harus benar-benar disiapkan oleh seorang Hindu yang ingin menempuh jenjang perkawinan

Pernikahan menurut pandangan Hindu Bali

Pernikahan menurut pandangan Hindu Bali

Tahapan Hidup ke dua menurut Agama Hindu Bali (Catur Asrama) adalah tahap berumah tangga atau lebih dikenal dengan Grahasta Asrama. untuk mengawali tahap grahasta Asrama ini tentunya harus diawali dengan melangsungkan upacara perkawinan, sering juga disebut "pawiwahan", orang bali lebih lumrah dengan istilah "Nganten".
mengenai perkawinan dalam pandangan hindu didasari oleh beberapa sloka berikut ini:

Sam jaaspatyam suyamam astu devah (Rgveda X. 85. 23)
Hyang Widhi, semoga kehidupan pernikahan ini tenteram dan bahagia.

Asthuuri no gaarhapatyaani santu (Rgveda VI. 15. 19)
Semoga hubungan suami-istri ini tidak pernah putus dan berlangsung selamanya.

Ihaiva stam maa vi yaustam, Visvaam aayur vyasnutam, kriidantau putrair naptrbhih, modamaanau sve grhe (Rgveda X. 85. 42)
Semoga pasangan suami-istri ini tetap erat dan tak pernah terpisahkan, mencapai kehidupan yang penuh kebahagiaan, tinggal di rumah dengan hati gembira, dan bersama bermain dengan anak-anak dan cucu-cucu.

Pernikahan atau wiwaha dalam Agama Hindu adalah yadnya dan perbuatan dharma. Wiwaha (pernikahan) merupakan momentum awal dari Grahasta Ashram yaitu tahapan kehidupan berumah tangga. dalam adat Hindu di Bali merupakan upaya untuk mewujudkan hidup Grhasta Asmara, tugas pokoknya menurut lontar Agastya Parwa adalah mewujudkan suatu kehidupan yang disebut „Yatha sakti Kayika Dharma“ yang artinya dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma. Jadi seorang Grhasta harus benar-benar mampu mandiri mewujudkan Dharma secara profesional haruslah dipersiapkan oleh seorang Hindu yang ingin menempuh jenjang perkawinan.

Hari Baik Berhubungan Intim (Senggama)

Hari Baik Berhubungan Intim (senggama - Seks)

Dalam ajaran agama Hindu, ada empat tujuan hidup manusia yang disebut ‘Catur Purusa Artha’ yaitu:

  • dharma (kebenaran; dalam kontek lebih luas dapat diartikan sebagai pengetahuan),
  • artha (kekayaan),
  • kama (keinginan, nafsu, seksual), dan
  • moksa (pelepasan dari ikatan lahir-hidup-mati, kebebasan).

Seks merupakan salah satu kebutuhan biologis bagi mahkluk hidup, khususnya oleh mahkluk yang berkaki dua, memiliki hidung, bertangan dua, berjalan dengan berdiri, memiliki pikiran, yang disebut manusia.

Hubungan seks dianggap surganya bagi pasangan suami-istri, tak jarang membuat seseorang tenggelam dalam kesenangan dunia material. Hubungan seks (kama) merupakan salah satu tujuan hidup manusia setelah kekayaan (artha), akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut harus berlandaskan pada dharma (kebenaran, aturan, hukum). Demikian halnya melakukan hubungan badan (bersanggama, hubungan intim) memiliki tata kramanya sendiri.

Adapun untuk “Asanggama (berhubungan badan)” haruslah dipilh juga hari baiknya, ini bertujuan untuk menurunkan putra yang “Suputra Mahotama” , penurut, pintar, berbakti pada orang tua, murah rejeki dan berwibawa. bila tidak maka keturunan yang akan terlahir akan menyebabkan kesusahan bagi keluarga dan lingkungannya.

Secara umum berkaitan dengan masalah tata krama senggama, sebaiknya anda tidak melakukan senggama itu pada saat hari-hari berikut ini : 
  1. Hari-hari suci atau rerahinan jagat, 
  2. Bulan purnama/tilem, 
  3. Tanggal ke 14 (prawani) sehari sebelum purnama/tilem,
  4. Purwanin dina dan purwanin asih,
  5. Weton suami atau istri,
  6. Pada saat menstruasi untuk masa empat hari. 

Pemilihan Hari Baik Untuk Pernikahan

Pemilihan Hari Baik Untuk Pernikahan


dibali, upaca pernikahan / pawiwahan sangatlah di sakralkan. karena dari sinilah seseorang akan memulai kehidupan barunya sesuai dengan tujuan agama dan tujuan pernikahan itu sendiri. berkenaan dengan hal tersebut diperlukan hari baik untuk memperlancar proses pernikahan serta pencapain tujuan yang dimaksud.

adapun hari baik yang biasa digunakan dibali berdasarkan Wariga – Dewasa, dimana ada hari – hari yang sangat baik untuk melaksanakan upacara dan ada juga hari yang harus di.hindari dalam pelaksanaan upacara pernikahan tersebut.

untuk lebih cepat dalam pemilihan Hari Baik Untuk melakukan upacara (rutual) Pernikahan, bisa dengan cara mencarinya langsung di kalender bali. adapun tips cepat mendapatkan Hari Baik Untuk Pernikahan atau oleh orang bali sering disebut dengan Dewasa Ayu Nganten, dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini:
Langkah Pertama, Perhatikan WUKU dari kalender bali tersebut. Wuku yang baik untuk melakukan/melangsungkan upacar pernikahan adalah Wuku: 
Langkah kedua, perhatihan HARInya. sesuai wariga, hari yang direkomendasikan (harus) untuk melangsungkan upacara pernikahan adalah Hari: Senin, Rabu, Kamis dan Jumat. selain itu dilarang.
Langkah ketiga, perhatikan penanggalnya. Penanggal merupakan perhitungan hari yang dimulai setelah Tilem, sehingga setelah Tilem merupakan penanggal 1 dan seterusnya, dan berakhir pada Purnama (Penanggal ping 15). untuk upacara Pawiwahan/Nganten, diharuskan dilangsungkan pada tanggal 1, 2, 10 dan 13. 
Langkah keempat, perhatikan "SASIH"nya atau Bulan. yang direkomendasikan untuk acara manusa yadnya dalam hal ini upacara pernikahan adalah di Sasih Ketiga, Kapat, Kalima, Kapitu dan Kedasa.
bila terjadi atau dalam keadaan mendesak, sehingga sulit menentukan hari (dewasa ayu) terbaik, maka:

Pilihlah Dewasa Ayu yang Terbaik diantara yang terburuk

untuk pertimbangan lebih lanjut, silahkan baca beberapa hal berikut ini: