Google+

Sekilas Babad Arya Tangkas

Sekilas Babad Arya Tangkas

Putra dari Arya Kanuruhan yang kedua adalah Kiyayi Tangkas yang sering pula disebut Pangeran Tangkas. Beliau bertugas ( mendapat tugas ) dari raja sebagai Rakryan Apatih, karena Kiyayi Tangkas sangat bakti kepada Dalem, sehingga Pangeran Tangkas sipergunakan sebagai Rakryan Patih tedeng aling aling raja. Kesetiaan Pangeran Tangkas terhadap raja maka segala perintah raja tidak pernah ditolaknya.

Tersebutlah Pangeran Tangkas diperintahkan oleh Raja untuk memegang tampuk pemerintahan di wilayah Kertalangu, beliau bertempat tinggal di Puri Kertalangu menggantikan I Gusti Pinatih oleh karena pemegang wilayah Kertalangu (I Gusti Pinatih keturunan Arya Demung Wangbang) meninggalkan wilayah tersebut karena mereka dikalahkan oleh semut (bekis). Untuk mengisi dan mengamankan wilayah Kertalangu ditempatkanlah Pangeran Tangkas disana.

Di Kertalangu inilah akhirnya Pangeran Tangkas tinggal menetap. Pangeran Tangkas, beliau mempunyai seorang putra, yang bemama Kiyayi Tangkas Dimade dikenal dengan sebutan I Gusti Tangkas Dimade,dan juga bergelah Ki Lukung Sakti. Karena dimanjakan akibatnya Tangkas Dimade akhimya buta mengenai huruf sandi.
Dalam pemerintaha beliau I Gusti Agung Pangeran Tangkas negeri dalam keadaan aman sentosa, beliau sangat masyur dalam olah tata praja, serta dicintai oleh masyarakat dan keluarganya.

Pada kala itu Ida Dalem menyelenggarakan upacara yadnya Pujawali Krama di Besakih, upacara yadnya itu adalah Eka Dasa Ludra. Ida Dalem Segening bersama keluarga keraton ketika itu menetap di Besakih, karena mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan yadnya. Entah berapa bulan lamanya. Untuk mengisi kekosongan pemerintahan di Swecapura, Ida Dalem memerintahkan dan menunjuk I Gusti Agung Pangeran Tangkas menjalankan pemerintahan sebagaimana mestinya, dan sebelumnya Ida Dalem berkenan memberikan petunjuk-petunjuk bagaimana menjalankan pemerintahan supaya aman. Sebagai kepala keamanan Puri Swecapura beliau menugaskan Ki Mekel Gebagan sebagai pembantu I Gusti Agung Pangeran Tangkas. Selama beliau menjabat sebagai kepala pemerintahan, ketika itu wilayah kerajaan menjadi aman, karena beliau melaksanakan apa yang telah dititahkan oleh Ida Dalem, di samping beliau juga memadukan apa yang telah dilaksanakan dan menjadikan kebijaksanaan raja-raja terdahulu.

Tiada diceritakan berapa lama Ida Dalem menyelenggarakan upacara yadnya, maka selesailah sudah rangkaian upacara yadnya di Pura Besakih. Ida Dalem kembali menuju keraton Puri Swecapura. Setibanya beliau di Balai pertemuan, alangkah girang hati beliau, dengan tersenyum gembira manakala melihat suasana Keraton dalam keadaan aman serta tiada bedanya ketika beliau meninggalkan kerajaan terdahulu.

Diceritakan setelah Ida Dalem kembali ke Swecapura, maka I Gusti Agung Pangeran Tangkas menyerahkan kembali tampuk pemerintahan kepada Ida Dalem dan I Gusti Agung Pangeran Tangkas kembali menjabat sebagai patih dan beliaupun pulang ke karang Kepatihan untuk melaksanakan tugas sebagaimana biasa. Sekembalinya ki Pangeran Tangkas ke Karang Kepatihan, dijadikan kesempatan baik oleh Ki Mekel Gebagan yang selama ini ditugaskan sebagai kepala keamanan bersama teman-temannya mengadakan pesta pora dengan disertai mabuk-mabukan. Prilakunya ini menyebabkan Ida Dalem Segening amat murka, karena melalaikan tugas dan kewajiban seeperti yang dititahkan, akibat prilakunya ini ia patut dikenai danda pati.

Atas kebijaksanaan para pejabat keraton, akibat perbuatan Ki Mekel Gebagan yang menyebabkan wilayah keraton kurang aman, maka ia dijatuhi hukuman mati. Agar hukuman mati ini tidak menggemparkan maka Ida Dalem mengutus Ki Mekel Gebagan untuk menyampaikan swalapatra kehadaapan Ki Patih Pangeran Tangkas, dengan membungkus surat bertuliskan ajuawera atau sangat rahasia.
Adapun bunyi surat, ”pa – pa – nin – nga – tu – se – li – ba – ne – te – tih” yang artinya orang yang menyerahkan surat ini agar dihukum mati oleh Pangeran Tangkas karena sangat besar dosanya.

Orang yang diutus itu adalah Mekel Gebagan, dengan senang hati ia melaksanakan titah Ida Dalem. Sebagai abdi Dalem ia mohon pamit dengan langkah panjang menuju Karang Kepatihan. Tidak diceritakan dalam perjalanan.

Dikisahkan kembali orang yang melaksanakan titah Dalem, dialah Ki Mekel Gebagan. Tidak dikisahkan bagaimana perjalanannya sejak meninggalkan Keraton. Kini telah memasuki wilayah Kepatihan Kertalangu, perjalanannya sampai pada tujuan karena adanya petunjuk dari seorang Brahmana, ketika Brahmana itu menanyakan akan tujuan perjalanannya. Utusan itu menjawab bahwa ia sedang melaksanakan titah Dalem Segening untuk menyampaikan sepucuk surat kehadapan beliau I Gusti Agung Pangeran Tangkas. Karena keingintahuan Sang Brahmana tentang maksud surat, maka diminta surat itu, kemudian dibacanya. Beliau sangat memahami isi surat itu, maka atas petunjuk Sang Brahmana, Ki Mekel Gebagan disuruh menunggu waktu yang tepat, yaitu pada saat tengah hari barulah surat itu boleh diserahkan kepada Pangeran Tangkas. Demikianlah hasil keputusan perundingan kedua orang itu.

Sebagaimana di Karang Kepatihan, Pangeran Tangkas istirahat setelah melaksanakan tugas sebagai maha patih. Beliau tertidur nyenyak di pamereman. Sedangkan putra beliau yang bernama I Gusti Tangkas Di Made, sejak muda remaja tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan kuat, yang memiliki kegemaran menyabung ayam, kala itu beliau duduk di Balai Peninjauan sambil mengelus-elus ayam kurungannya. Tiba-tiba datanglah Ki Mekel Gebagan dengan girang hati, lalu mennghormat dan menyampaikan maksud kedatangannya ke Puri serta menanyakan di mana ayahandanya. Ki Lukung Sakti menceritakan bahwa ayahannda sedang tidur di peraduan, dan tidak berkenan membangunkannya. Oleh karena ayahandanya dalam keadaan tidur lelap. Mekel Gebangan menyampaikan maksud kedatangnya adalah untuk menyampaikan surat. Surat itu agar disampaikan kepada ayahandanya. Selanjutnya Mekel Gebagan mohon pamit. Dengan tergesa-gesa dan sambil berlari-lari kecil manuju ke luar desa, entah kemana.

Sepeninggal Ki mekel Gebagan, Ki Agung Pangeran Tangkas telah bangun dari peraduannya. Pada saat itu putranya menyampaikan surat yang dititipkan Ki Mekel Gebagan kepada ayahandanya. Pangeran tangkas membuka surat itu dan langsung dibacanya. Setelah membaca dan memahami maksud surat yang di kirim oleh Ida dalem. Seketika itu juga wajah beliau menjadi muram, seperti bunga pucuk merah yang sedang diremas, betapa marah dan dukanya beliau. Agak lama beliau merenungkan maksud surat serta berpikir tentang kesalahan apa yang telah diperbuat oleh putranya selama ini. Pikiran beliau gundah gulana.

Sebaliknya putranya Ki Lukung sakti menjadi heran tatkala menyaksikan kesedihan ayahnya, lalu memberanikan diri untuk bertanya, apa yang menjadi sebab kesedihan yang secara tiba-tiba dialami olah ayahandanya.
Dengan senyum pahit yang dipaksakan Ki Pangeran Tangkas dengan suara memelas beliau berusaha bersabda dengan disertai cucuran air mata karena kasih sayangnya beliau kepada putra yang satu-satunya ini. Dengan suara yang menyayat hati disampaikan isi surat pemberian Dalem Segening kepada putranya.
"Wahai anakku Ki Lukung Sakti I Dewa, alangkah amat sedih hatiku memikirkan nasibmu. Hanya nandalah satu-satunya keturunanku. Berdasarkan isi surat Dalem Segening yang disampaikan oleh utusan itu… ”barangsiapa yang menyampaikan surat Dalem kepadaku, haruslah dibunuh, karena dosanya amat besar terhadap negara. 
Anakku, apakah dosa yang kamu buat terhadap Dalem ? karena isi surat ini menyebutkan bahwa ayah membunuh bagi ia yang membawa surat ini. Siapakah yang membawa surat ini ‘ Apakah dosamu terhadap Dalem ?"
Apabila ayahanda minta ampuman beliau, maka sebagai sangsinya, tidak urung semua keturunan Tangkas akan dimusnahkan oleh Ida Dalem".

Demikianlah setelah mendengar isi surat Sang Prabu yang demikian tegas, lalu ki Lukung Sakti berpikir sejenak hatinya sangat bingung, linglung tanpa daya upaya, harus berbuat apa, sebagai seorang yang mengindahkan tata susila sebagai suputra yang baik, haruslah melaksanakan apa yang dititahkan karena diyakini pasti ada sebab akibatnya, dan keputusaanya ia rela menjalani hukuman mati.
Berkatalah putra beliau ki Lukung Sakti :
Ya ayahku sama sekali saya tidak merasa diri bersalah terhadap Dalem, sedikit pun saya tidak merasakannya, bersalah terhadap beliau sesungsungan kita"

Mendengar ucapan putranya itu menangislah ayahnya, sambil menasehati anaknya:
Jika demikian halnya, tetapkanlah pendirianmu sebagai tanda bakti pada raja ( Dalem ), bila kamu benar, hai ini merupakan jalan utama yang ditunjukkan kepadamu unluk menuju ke jalan sorga"
Banyak lagi nasehat - nasehat yang diberikan kepada anaknya dalam rangka menghadapi kernatian itu. Sehingga hati anaknya mempunyai keikhlasan untuk siap mati dibunuh oleh ayahnya.

Oleh karena barangkali sudah takdir para leluhur bahwa tidak akan luput dari peristiwa kematian maka saat itu juga ki Pangeran Tangkas menghunus keris. Putranya Ki Lukung sakti menyadari akan dibunuh lalu beliau menyucikan diri seperti pelaksanaan menyucikan orang mati, sesudah selesai diupakarai lalu beliau menyembah ayandanya. Selanjutnya ki Pangeran Tangkas melaksanakan tugasnya, maka dibunuhlah putra satu-satunya itu di Balai Sumanggen.

Sesudah Ki Lukung Sakti menghembuskan bafasnya Ki pangeran Tangkas jatuh tersungkur sambil memeluk jenazah putranya itu, Betapa amat sedih hati beliau manakala melihat jazad putranya, seperti layaknya orang tidur nyenyak. Seperti halilintar pada sasih kapat, gemuruh isak tangis dari kaum keluarga, kerabat kepatihan tidak dapat dibendung. ki Pangeran tangkas memeluk mayat putranya seperti tak akan dilepaskan. demikianlah seluruh warga kepatihan dirundung duka nestapa. Tidak diceritakan berapa lama kesedihan itu berlangsung.

Diceritrakan kembali orang yang membawa surat tersebut kini telah tiba diistana Dalem di Gelgel, lalu menghaturkan sembah kepada raja dengan mengatakan :
"Maafkan hamba ratu Dalem, bahwa segala perintah yang tuanku berikan kepada hamba, hamba telah laksanakan dan kini hamba telah kembali dengan selamat".

Melihat kejadian ini maka terkejutlah Dalem (raja) dan beliau berkata
Hai kamu utusanku, apa sebabnya kamu cepat kembali ?
Siapakah yang kamu berikan surat perintahku itu ? Katakanlah dengan cepat !

Bersembah sujudlah utusan tersebut, lalu berkata:
"Maafkan hamba tuanku, surat perintah tuanku telah hamba berikan kepada putra dari Ki Pangeran Tangkas, Oleh sebab Pangeran Tangkas beliau sedang istirahat, dan setelah itu hamba balik kembali ke istana, itulah sebabnya hamba dengan cepat tiba kembali".

Mendengar uraian yang disampaikan itu maka sangat terkejutlah sang raja dan segera mengutus seorang utusan untuk lari dengan cepat ke Kertalangu (Badung) untuk mencegah pembunuhan yang dilakukan oleh Pangeran Tangkas, walaupun bagaimana cepatnya utusan menunggang kuda, akan tetapi kecepatan ini sudah terlambat dimana utusan ini telah melihat sendiri mayat putra Pangeran Tangkas telah terbunuh. Tercenganglah utusan raja karena terlambat dan segera kembali ke Gelgel. lalu melaporkan hal ini kepada Sang raja, setelah menerima laporan beliau menjadi diam, dan berkata dalam hati beliau:
Oh Tangkas engkau bunuh puteramu sendiri yang tidak ada bersalah sama sekali karena baktimu kepadaku”.

Atas kekeliruan itu timbulah rasa kasih sayang beliau Dalam Segening. Beliau ingin menganugerahkan balas jasa pada Ki Pangeran Tangkas akan kesetiaannya di samping keinginan beliau untuk menghibur hati Ki Pangeran Tangkas kembali seperti dahulu kala.
Bagaimana cara Sang Prabu memberikan balas jasa itu ?
Beginilah cara beliau. Adalah salah seorang permaisuri Dalem Segening keturunan dari Pradesa Sukahet, parasnya sangat cantik, ayu dan dalam keadaan sedang garbini. Beliaulah yang akan dianugrahkan Dalem Segening dengan dikandung maksud akan dapat menyambung keturunan dalam keluarga Ki Pangeran Tangkas.

Tersebutlah Pangeran Tangkas sekarang telah di tinggalkan mati oleh putra beliau, beliau lama tidak mau menghadap kepada Dalem karena sedih hati beliau, walaupun Dalem telah berkali-kali memanggil beliau untuk menghadap, akan tetapi perintah Dalem tidak diperhatikan.

Melihat hal semacam ini berpikir-pikirlah Dalem dan akhimya diutuslah seorang utusan untuk menghadap kepada Pangeran Tangkas di Kertalangu ( Badung ), untuk meminta dengan sangat agar Pangeran Tangkas datang untuk menghadap raja. Pada saat inilah pertama kali Pangeran Tangkas datang ke Puri Gelgel. Pada saat tibanya Pangeran Tangkas di istana Gelgel, raja sedang mengadakan rapat dengan para Maha Menteri, Patih, dan lain - lainnya. Melihat Pangeran Tangkas datang maka raja meninggalkan rapat, lalu menerima kedatangan Pangeran Tangkas, serta dengan cepat raja berkata :
"Marilah engkau dekat padaku"

Tangkas Berdatang sembahlah Tangkas:
"Maafkan hamba orang yang hina dina ini duduk di bawah Tuanku".

Mendengar ucapan Pangeran Tangkas ini dengan nada sedih, berkatalah kembali Sang Raja :
Hai kamu Kyai Tangkas, bangunlah kamu, dan janganlah kamu duduk di bawah, marilah engkau dekat denganku".
Karena perintah raja yang tegas ini maka bangunlah Pangeran Tangkas dari tempat duduknya terbawah, dan berdatang sembah mendekati raja.

Dengan mendekatnya Pangeran Tangkas kepada raja, maka mulailah raja berkata kembali kepada Pangeran Tangkas, dengan lembut, dan kata beliau ( raja ) sebagaiberikut:
Hai Kiayi Tangkas, aku ingin bertanya kepadamu, apakah yang menyebabkan kamu lama tidak menghadap kepada rajamu Apakah hai tersebut disebabkan karena anakmu yang mati yang disebabkan perintahku yang kurang tegas itu padamu ?"

Mendengar pertanyaan raja ini, menyautlah Pangeran Tangkas:
Maafkanlah hamba tuanku, hamba lakukan itu semua karena bakti hamba kepada sungsungan hamba yaitu Tuanku sendiri“.

Mendengar ucapan. Pangeran Tangkas itu terketuk hati Sang raja, karena mengenang bahwa keturunan itu adalah yang amat penting dalam ajaran agama , karena itulah beiiau berpikir - pikir lalu bersabda:
"Hai kamu Pangeran Tangkas, janganlah karena kejadian tersebut engkau menjadi sedih, karena hal tersebut sudah berlalu, dan tidak akan bisa kembali lagi, lupakanlah itu semua! Akan telapi untuk meneruskan keturunanmu itu agar Tangkas jangan menjadi lenyap, maka kini aku akan memberikan kepadamu seorang istriku yang sedang hamil, dan umur kandungannya baru 2 ( dua ) bulan, istriku inilah engkau harus ambil, untuk meneruskan keturunanmu. sehingga keturunan Tangkas tidak putus akan tetapi ada yang ku minta kepadamu adalah 
Janganlah kamu menghilangkan (anyapuh) persanggamaan yang telah dilakukan olehku sendiri !
Apabila anak itu telah lahir kemudian, maka anak tersebut kamu beri nama dan panggil dengan nama Ki Pangeran Tangkas Kori Agung"

Dari hal tersebut di atas maka Tangkas ialu berkata:
"Maafkanlah hamba Tuanku Dewa Bhatara, apabiia hamba mengambil istri Tuanku, maka hamba akan terkutuk. sehingga hamba kena tulah dan hamba disebut langgana oleh seluruh jagat".

Kemudian berkatalah Sang raja kembali:
Hai kamu Tangkas janganlah kamu berpikir demikian, ini adalah perintahku dan engkau harus laksanakan

Maka atas titah Dalem, Ki Pangeran Tangkas menerima untuk dinikahkan dengan permaisuri I Gusti Ayu Manik Mas, lalu diupacarai dengan upacara Widi Widana sebagaimana mestinya, disertai tata upacara perkawinan layaknya Sang Ksatriya. Ada permintaan Dalem agar mempelai memegang janji, bahwa mempelai tidak diijinkan mengadakan hubungan alaki rabi (seksual) selama Sang Istri dalam keadaan hamil. Ada dikandung maksud agar putra yang lahir kelak menjadi sempurna. Oleh karena putra yang akan lahir itu adalah hasil hubungan Ida Dalem Segening. Ki Pangeran Tangkas yang dititahkan itu tidak menolak.

Selang berapa lama setelah perkawinan itu,karena kandungan Sang Permaisuri sudah waktunya, maka lahirlah bayi laki-laki yang sangat sempurna serta sangat tampan berwibawa cukup besar.

Diceritakan betapa gembiranya hati Ki Pangeran Tangkas, lalu putranya itu diupacarai seperti halnya upacara pemerasan,agar dikemudian hari berhak untuk mewarisi tugas dan kewajiban ayahandanya sebagai kestria terkemuka menjaga keselamatan negara serta mengembangkan keturunan keluarga Tangkas

Putra tersebut diberi nama PANGERAN TANGKAS KORI AGUNG. Oleh karena itu gembiralah wilayah Kertalangu kembali.

Di dalam beberapa sumber menyebutkan bahwa istri raja yang dianugrahkan kepada Kiyayi Tangkas pada masa mudanya bernama Ni Luh Ayu Mas, yang berasal dari keluarga Bendesa Mas. Lahirlah putra raja yang bernama Pangeran Tangkas Kori Agung di tengah - tengah keluarga Tangkas, maka secara biologis beliau adalah putra raja atau putra dalem. Akan tetapi secara adat, beliau adalah pewaris langsung dari keluarga Tangkas. Setelah Pangeran Tangkas Kori Agung menjadi remaja putra dan beliau sering datang dan menghadap Dalem di Gelgel.

Melihat hal ini akhirnya Sang raja meminta kepada Pangeran Tangkas Kori Agung, untuk kawin dan mengawini putri dari keturunan Arya Kepasekan, dengan tujuan agar kesatuan rakyat Bali dan keturunan dan Jawa tetap terpelihara, oleh karena Patih Arya Kepasekan adalah patih Bali yang merupakan keturunan langsung dari Arya Kepasekan yang pernah datang ke Mojopahit untuk menghadap kepada Patih Gajah Mada, bersama dengan pembesar Bali lainnya, seperti: Arya Pasek dan Patih Ulung untuk penobatan raja Bali, demi amannya Bali, dari pembrontakan - pembrontakan orang yang tidak puas terhadap Mojopahit.

Berkat usaha dari ketiga Maha Patih Bali inilah akhirnya Dalem Sri Kresna Kepakisan diorbitkan untuk menjadi raja di Bali, oieh Patih Gajah Mada. Untuk mengenang jasa leluhur dari Arya Kepasekan ini maka diharuskannyalah Pangeran Tangkas Kori Agung, kawin dengan putrinya. Perkawinan antara Pangeran Tangkas Kori Agung dengan Putri Arya Kepasekan, lahirlah seorang putri yang bernama Gusti Ayu Tangkas Kori Agung

Unluk melanjutkan keturunan dan Pangeran Tangkas Kori Agung dan mempererat hubungan dengan Pasek Gelgel. karena Pasek Gelgel berada di Gelgel yang merupakan pusat ibu kota kerajaan Gelgel dan Puri juga berada di Geigel. Untuk itu demi amannya Puri dikawinkanlah Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Agung Pasek Gelgel

Menurut Babad Pasek yang diterjemahkan olah I Gusti Bagus Sugriwa, penerbit Toko Buku Balimas, tahun 1982, halaman 82, maka dijelaskanlah status parkawinan ini sebagai berikut
"Hai anakku Gusti Agung Pasek Gelgel, karena engkau suka kepadaku, kini bapak menyerahkan diri kepadamu, oleh karena bapak tidak mempunyai keturunan laki {tidak beranak laki - laki) kini ada seorang anakku perempuan, saudara sepupu olehmu, apabila kamu suka, bapak berilah kepadamu, Gusti Ayu. Dan lagi ada harta benda bapak, yaitu isi rumah tangga serba sedikit, pelayan 200 orang, semuanya itu anakku menguasainya.
Pendeknya engkau menjadi anak angkatku.
Kemudian bapak pulang ke alam baka, supaya anakku menyelesaikan jenazahku. Yang penting permintaanku ialah agar sarna olehmu melakukan upacara sebagai Bapak kandungmu sendiri, Dan peringatanku kepadamu, oleh karena dahulu ada permintaan Pangeran Mas kepada leluhur kita yaitu supaya jangan putus turunan - turunan kita dengan sebutan Bendesa Sebab supaya mudah oleh beliau kelak mengingati turunan - turunan beliau bila ada lahir dan beliau
Kini oleh karena bapak memang berasal dari sana, sebab itu bapak minta kepadamu bila kemudian ada anugrah Tuhan kepadamu terutama kepada bapak, anakmu lahir dari sepupumu Ni Luh Tangkas, supaya ada juga yang memakai sebutan Bendesa Tangkas itu sampai kemudian supaya mudah leluhur kita mengingati turunan turunannya nanti di Sorga. ” ( Babad Pasek oleh 1 Gusti Bagus Sugriwa, Halaman 82, Tahun; 1982 ).

Demikjanlah kata - kata yang dikeluarkan oleh Pangeran Tangkas Kori Agung, lalu Ki Gusti Pasek Gelgel berunding dengan saudara - saudara sepupu dan mindonnya, akhimya disetujui oleh semua saudara - saudara Pasek, sehingga akhimya terjadilah perkawinan sesuai dengan permintaan Pangeran Tangkas Kori Agung.

Jadi status perkawinan ini adalah I Gusti Pasek Gelgel selaku sentana yang kawin dengan I Gusti Ayu Tangkas Kori Agung, diupacarai sangat meriah, di rumah Tangkas Kori Agung, yang Juga hadir dalam perjamuan itu semua keluarga I Gusti Pasek Geigel, di samping tamu yang lainnya.

Dari Perkawinan antara Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Pasek Gelgel, maka dikaruniai 4 ( empat ) orang putra dengan nama yaitu:
  1. Pangeran Tangkas Kori Agung.
  2. Bendesa Tangkas.
  3. Pasek Tangkas.
  4. Pasek Bendesa Tangkas Kori Agung
pada tahun Caka 1242, dan diberi gelar oleh Ida Dalem Segening , Ki Bendesa Tangkas Kori Agung. Ada pesan Ida Dalem Segening kepada Ki Bendesa Tangkas Kori Agung agar membangun hutan belantara di sebelah barat desa sebagai batas wilayah Kedatuan Mengwi dan digunakan sebagai tetelik atau tempat sembunyi manakala diserang oleh musuh pada saat perang.

Berdasarkan titah Dalem Segening ,maka dibangunlah hutan lebat yang kelak diberi nama Bet Dalem (Bobot Dalem) artinya orang yang memerintah pradesa itu berasal dari kandungan yang dimiliki oleh Dalem Segening sampai masa yang akan datang. Ki Bendesa Tangkas Kori Agung pada saat melaksanakan titah Ida Dalem Segening, diserahi prakanti dua ratus dua puluh (220) orang yang berasal dari keturunan: Pasek Gadung, Pasek Gelgel, Pande Angan Telu, dan Temesi serta didampingi Brahmana Pada untuk menjaga dan memelihara keselamatan beliau.

Dalam perjalana diceritakan keturunan Pasek Gaduh atas perkenan Ki Bendesa Tangkas Kori Agung sebagian menetap di desa Song Manah (Semana).

Prihal orang yang membina dharma agama,maka beliau berpedoman pada Tri Hita Karana,maka beliau membangun Sanggar Kamimitan beserta kelengkapannya sebagai manisfestasi linggih Ida Betara Kawitan tempat pemujasan sekuwub kulawarga Ki Bendesa Tangkas Kori Agung yang diberi nama Pura Dalem Bagendra Sari beserta taman bejinya. Jumlah Pengemong Pura Dalem Bagendra Sari ketika itu sebanyak dua ratus sembilan puluh (290) orang yang bermukim di sekitar wilayah Giri Ayung ( Desa Gerih sekarang ).

Setelah lengkap serta sempurna mengenai tatacara orang membangun desa pekraman maka hal pertama bagi Ki Bendesa Tangkas Kori Agung adalah membangun Pura Kayangan Tiga, sebagai tempat penyiwian bagi krama desa pekraman. Serta dibangun pula Pura –pura lainnya. Antara lain Kahyangan Jagat, Pura Taman Langse tempat penyucian Pralingga, Pura Penghulu, Pura Hulun Siwi, Pura Penunggu, pura yang disiwi oleh yang jumlahnya lebih dari pada kewajiban krama desa pekraman.

Demikianlah keturunan Tangkas, yang melanjutkan keluarga Tangkas seterusnya.
Karena keluarga Tangkas terus berkembang dan sangat erat hubungannya dengnn raja dan masyarakat. Maka keluarga Tangkas mendapat tugas - tugas dari raja sebagai berikut:

Tangkas Kori Agung adalah pengawal terdepan dari raja lebih – lebih Bendesa Tangkas yang merupakan pengawal setia dari raja Dalem Bekung, dan ikut berperang melawan Kryan Batan jeruk, yang berontak sehingga Dalem terkepung, dimana Tangkas sebagai pengawal raja terdepan, dengan susah payah berperang dengan pasukan Batan Jeruk,yang akhirnya pemberontakan Batan Jeruk dapat dipadamkan, dan Batan Jeruk meninggal di Bunutan.

Karena jasanya sebagai pengawal terdepan dari raja maka Tangkas diberikan tanda jasa oleh raja berupa:
  1. Tangkas tidak boleh dihukum mati.
  2. Tidak boleh dirampas artha bendanya.
  3. Bila Tangkas harus dihukum mati, maka hukuman mati dapat dilakukan dengan hukuman buangan selama satu bulan.
  4. Bebas pajak.
  5. Bila Tangkas harus kena denda lainnya, harus dihapuskan. Jasmatkataku, bila hakim berani melanggar, semoga terkutuk oleh Tuhan. 
Artikel yang berkaitan dengan Babad Arya Tangkas, antara lain:
Demikianlah silsilah singkat Arya Tangkas, semoga cerita ini bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi keluarga besar ARYA TANGKAS, mohon cerita ini disebarluaskan karena masih banyak saudara kita yang belum megetahui cerita dari leluhur kita.

3 komentar:

  1. terima kasih untuk babadnya. ini sangat membantu saya untuk mencari tahu leluhur dari kakek saya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mewali... mohon masukannya untuk menyempurnakan tulisan ini..

      Hapus
  2. Kalau ada satu keluarga besar ternyata tangkasnya paling tinggi tapi kenapa ya ndak ada embel nama kastanya seperti gusti ayu, anak agung, dll nya sedangkan tiap refrensi yg pernah tak baca yg paling tingginya ada embel nama kastanya, mohon pencerahannya soalnya tyg mau lebih paham masalah refrensi diatas, mungkin ada refrensi atau penjelasan yg lebih mendalamnya lagi, sukseme🙏

    BalasHapus