Google+

Sekilas tentang Arya Damar

Adityawarman / Arya Damar 

yang bergelar Udayadityawarman Prataparakramarajendra Mauliwarmadewa, adalah seorang panglima Majapahit abad ke-14 yang kemudian menjadi uparaja (raja bawahan) Majapahit untuk wilayah Sumatera. Di katakan bahwa Arya Damar menjadi raja di Palembang, sebab penulis babad Jawa menganggap Palembang yang dulunya pusat Sriwijaya, mengacu pada Melayu atau Sumatera. Sebenarnya Arya Damar alias Adityawarman bukan menjadi raja di Palembang melainkan di Hulu Batang Hari Jambi, tepatnya di Kerajaan Darmasraya yang merupakan kerajaan kakeknya yaitu Prabu Mauliwarmadewa yang merupakan ayah dari Dara Jingga ibu dari Adityawarman.

Adityawarman adalah pendiri Kerajaan Pagaruyung di Sumatra Barat pada tahun 1347, dan ia adalah seorang panglima Kerajaan Majapahit yang berdarah Melayu. Ia adalah anak dari Adwaya Brahman seorang kerabat Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari yang memangku jabatan sebagai Menteri Hino yaitu jabatan tertinggi setelah Raja pada masa pemerintahan Kerajaan Singhasari.

Sistim Kasta Di Bali

Sistim Kasta di Bali

Sampai saat ini umat Hindu di Indonesia khususnya di Bali masih mengalami polemik. Hal ini menyebabkan ketidaksetaraan status sosial diantara masyarakat Hindu. Masalah ini muncul karena pengetahuan dan pemahaman yang dangkal tentang ajaran Agama Hindu dan Kitab Suci Weda yang merupakan pedoman yang  paling ampuh bagi umat Hindu agar  menjadi manusia yang beradab yaitu memiliki kemampuan bergerak (bayu), bersuara (sabda) dan berpikir (idep) dan berbudaya yaitu menghormati sesama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa tanpa membedakan asal usul keturunan, status sosial, dan ekonomi.

Banyak Orang terpengaruh terhadap propaganda pandangan orang-orang Barat tentang Kasta, padahal di Hindu (Veda) tidak ada kasta yang ada adalah "WARNA".

Apa itu KASTA..?


Nama Orang Bali

Nama Orang Bali

Nama orang Bali ini merupakan salah satu keunikan yang ada di Bali dan hingga saat ini sebagian besar orang Bali masih menggunakannya.
Mungkin Anda yang bukan orang Bali bertanya-tanya; mengapa nama depan orang Bali ada kemiripan satu sama lainya. 

Orang Bali umumnya memiliki nama depan seperti I Putu, I Wayan, I Gede, I Made, I Nyoman, I Ketut, dst. Ada juga yang memiliki nama depan seperti: Ida Bagus, Cokorda, I Gusti, Anak Agung, dst. Lalu apa sebenarnya makna dari nama depan tersebut?

Nama Orang Bali pada umumnya relatif panjang. Sebagai contoh I Dewa Agung Made Mahendra. Cukup panjang bukan? Itu padahal nama intinya hanya satu kata yaitu “Mahendra”, bisa jadi lebih panjang lagi jika nama intinya lebih dari satu kata.

Lalu apa maksud dari “I Dewa Agung Made” pada nama saya?

Sejarah Kota Cakranegara - Lombok

Pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong (abad XV), kerajaan Gelgel di pulau Bali mengalami puncak kebesaran. Daerah kekuasaannya sampai di luar pulau Bali meliputi : Lombok, Sumbawa, dan Blambangan.[1]
 
Setelah Dalem Watu Renggong meninggal, ia digantikan oleh dua orang putranya yang belum dewasa, yaitu yang sulung bernama I Dewa Pemayun, kemudian setelah di angkat menjadi raja bergelar Dalem Bekung dan yang lebih kecil bernama I Dewa Anom Saganing, bergelar Dalem Saganing.
Karena umurnya masih muda, dalam menyelenggarakan pemerintahannya, mereka di dampingi oleh lima orang yaitu :
  1. I Dewa Gedong Arta,
  2. I Dewa Anggungan,
  3. I Dewa Nusa,
  4. I Dewa Bangli,
  5. I Dewa Pasedangan.

sekilas tentang Arya Banjar Getas ( babad Lombok dan babad Seleparang )

Hingga saat ini, sudah cukup banyak babad di Lombok yang sudah dikenali bahkan sudah dtranskripsi ke dalam tulisan latin dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di antara babad-babad tersebut misalnya; babad Lombok, babad Seleparang, Babad Sakra, Babad Praya dan lain-lain. Pada umumnya, babad-babad tersebut mengungkapkan peristiwa penting yang pernah dialami ditempat-tempat tertentu, misalnya, Babad Sakra yang menceritakan penyerangan Karangasem ke daerah Sakra, atau babad Praya yang menceritakan penyerangan yang dilakukan Karangasem ke Praya.

Babad Lombok menceritakan tentang riwayat dari Nabi Adam hingga hancurnya dua kerajaan besar di Lombok yakni Pejanggik dan Seleparang, sementara Babad Seleparang hanya mengambil sebagian dari rentang peritiwa tersebut yakni kehancuran Pejanggik dan Seleparang.

Sri Nararya Kresna Kepakisan ( Arya Nyuh Aya )


Arya Kepakisan / Arya Nyuh Aya

Setelah Raja Bali yang bergelar Gajah Waktra di Bedahulu, atau disebut juga Sri Astha Sura Ratna Bhumi Banten dapat dikalahkan oleh Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1343 M, maka Gajah Mada menempatkan para arya yang mengiringi beliau di Bali. Patih Kerajaan Bedahulu Ki Pasung Grigis tidak dibunuh dan sebagai imbalannya maka Ki Pasung Grigis diperintahkan untuk menyerang Raja Sumbawa, Dedela Natha. Keduanya terbunuh, karena keduanya mempunyai kesaktian yang seimbang.

Setelah Bali ditaklukkan ternyata masih terjadi pemberontakan dimana-mana akibat ketidakpuasan dari penduduk Bali Aga terhadap pemerintahan para arya yang ditugaskan di Bali. Atas pemikiran Gajah Mada maka Arya Kepakisan  datang ke Bali pada 1352 M diutus oleh raja Majapahit  mengiringi Dalem Sri Kresna Kepakisan, untuk memadamkan pemberontakan di 39 desa Bali Aga. Satu persatu desa Bali Aga yang memberontak dapat ditaklukkan. Setelah berhasil beliau diangkat sebagai patih agung kerajaan,  mendampingi Dalem Sri Kresna Kepakisan, sebagai raja Samprangan I.

Sri Aji Pamahyun atau Dalem Bekung Th Caka 1482 / 1560 M


Dalem Bekung adalah putra tertua Dalem Waturenggong .
Setelah wafat, Dalem Waturenggong digantikan oleh putranya yang belum dewasa yaitu Dewa Pemayun (Dalem Bekung) dan I Dewa Anom Saganing (Dalem Saganing). Karena umurnya yang masih muda maka diperlukan pendamping dalam hal menjalankan roda pemerintahan. Maka pemerintahan sehari-hari di Gelgel diwakilkan kepada kelima pamannya  ( putra  Sri Aji Tegal Besung ) yaitu Gedong Atha, I Dewa Nusa, I Dewa Pangedangan, I Dewa Anggungan, dan I Dewa Bangli.

Masa Pemerintahan Dalem Bekung adalah awal kesuraman kerajaan Gelgel. Karena pada masa pemerintahannya ini pula terjadi banyak masalah dan kesulitan. Masa keemasan Gelgel mulai memudar pada masa pemerintahan Dalem Bekung (1550--1580 M) putra sulung Dalem Waturenggong , Kerajaan -kerajaan Gelgel di luar Bali yang pernah dikuasai Dalem Waturenggong satu per satu melepaskan diri.

Dalem Sidakarya atau Brahmana Keling

Dalam sumber tertulis yang mengungkap sejarah Dalem Sidakarya adalah "Lontar Bebali Sidakarya" yang merupakan koleksi dari Ida Pedanda Gede Nyoman Gunung dari Biau, Desa Muncan, Karangasem. Dalam Babad Sidakarya yang disusun I Nyoman Kantun, S.H., M.H. dan Drs. I Ketut Yadnya dinyatakan, Brahmana Keling merupakan sebutan salah seorang pendeta dari Jawa Timur.

Secara ringkas dituturkan bahwa Ida Dalem Sidakarya adalah seorang Brahmana wulaka keturunan sakya dari Keling atau disebut dengan Brahmana Keling. Disebut Brahmana Keling karena berasal dari daerah Keling, Jawa Timur. Brahmana Keling adalah putra Dang Hyang Kayumanis, cucu dari Mpu Candra, kumpi dari Mpu Bahula dan cicit dari Mpu Beradah. Sampai saat ini belum ada yang tahu nama asli Brahmana Keling. Karena berasal dari Keling maka beliau disebut Brahmana Keling.

Mpu ( Danghyang ) Nirartha, di masa pemerintaran Dalem Waturenggong

Kitab perpustakaan kuna di Bali yang berjudul “Babad Brahana Kemenuh” dan kitab “Brahmana Purana” menceritakan kisah perjalanan Pendeta tersebut selengkapnya. Antara lain kitab tersebut menceritakan sebagai berikut :

Tersebutlah seorang Pendeta yang bernama “Mpu Nirartha, semasa mudanya beliau adalah memeluk Agama Buddha, akan tetapi kemudian beliau mengalih keagama Siwa. Pergantian Agamanya itu disebabkan karena perkawinannya dengan Diah Komala di negeri Daha, yang memeluk Agama Siwa. Dari perkawinannya dengan Diah Komala, beliau mempunyai 2 orang anak, seorang perempuan dan seorang laki-laki yang kemudian megnadakan keturunan “Brahmana Watek Kemenuh” di Bali. Berkembangnya Agama Islam sampai ke Daha, memaksa Mpu Nirartha bersama keluarganya meninggalkan Negeri Daha untuk pergi kerajaan pasuruhan. Disitu beliau mendapatkan keluarganya yang bernama : Mpu Panawasikan, dan kemudian anak Mpu tersebut lalu dikawinya. Dari perkawinan tersebut, lahirlah 4 orqng anak laki-laki yang kemudian mengadakan keturuan “Brahmana Watek Manuhaba”.

Dalem Waturenggong (Caka 1382 – 1472 atau 1460 – 1550 M)

Dalem Shri Aji Batur Enggong

Kemangkatan Gajah Mada pada tahun 1364, yang disusul pula kemudian dengan kemangkatannya Sri Hayam Wuruk pada tahun 1389, ternyatalah kedua peristiwa itu membuka jalan bagi runtuhnya kerajaan Majapahit dikemudian hari. 

Sejak itu sebenarnya kerajaan Majapahit sudahmulai mengalami kemunduran, karena tanpa adanya lagi muncul pemimpin-pemimpin baru yang cakap dan bijaksana untuk menggantikan Gajah Mada sebagai patih Mangkubumi.   Adanya usaha Baginda raja Sri Haya Wuruk ketika itu untuk mengadakan musyawah besar di istana Majapahit, ternyata tiada memberi hasil yang diharapkan. Malah sebaliknya, kemunduran yang dialami oleh kerajaan Majapahit ketika itu, dipergunakan oleh para Adipati di Daerah-daerah untuk memperkuat kedudukannya, terbukti dengan tindakan Sri Smara Kepakisan yang menjadi Adipati di Bali. Beliau menobatkan dirinya sebagai raja Rsi, dengan suatu upacara besar yang disebut Abhiseka. Walaupun demikian suatu perubahan yang terjadi, namun kerajaan Majapahit pernah menguasai Bali yang lamanya tiada kurang kira-kira dari 60 tahun.