Google+

Balian Usada, usadha Bali - Dokter tradisional di bali

Mengenal Usada Bali

Walaupun berkembang pesatnya ilmu kedokteran modern saat ini, ilmu kedokteran tradisional/alternatif/timur masih dipercaya masyarakat dalam menyembuhkan suatu penyakit. Ilmu kedoteran tradisional atau alternatif ini jauh lebih dulu lahir daripada ilmu kedoteran modern. Pemisahan batasan ilmu kedoteran ini semata-mata untuk membatasi antara yang bersifat ilmiah dan non-ilmiah. Dalam ilmu kedoteran modern lebih mengutamakan unsur ilmiah/biologis, sedangkan ilmu kedoteran tradisional lebih menekankan asfek spiritualnya.
lebih lanjut mengenai USADHA dan belajar menjadi pengusadha silahkan ikuti YOGA USADHA GHANTA

Ksatria Dalem Sukawati - Kedase ( KDS )

berikut sekilas tentang perjalanan warih Ida Sri Aji Maha Sirikan, yang merupakan lelangit dari Ksatria Dalem Sukawati yang tersebar di seluruh Bali. awal cerita kedatangan beliau ke suatu daerah yang bernama abian timbul, sebagai hadiah atas keberhasilan beliau atas meredam kegiatan Ki Balian Batur dari Alas Kedangkan (banjar Rangkan - Ketewel sekarang). berangkat dari situlah, berkembang Kerajaan Sukawati yang menurun kan Trah Dalem Sukawati yang sekarang ini dikenal dengan sebutan Ksatria Dalem Sukawati.

berikut artikel yang berkaitan dengan keberadaan beliau:

Kerajaan Sukawati

Pangeran Made Asak


Salah satu putra dari Arya Kresna Kepakisan. Pangeran Made Asak berputra Arya Nginte” sesuai yang tersurat dan tersirat dalam Pamencangah di Pura Kawitan Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya).

Kemudian Krian Madya Asak Menetap di desa Kapal tahun 1443 karena berselisih dengan saudaranya Krian Petandakan dan dijadikan menantu oleh Arya Pangalasan. Beliau menurunkan Krian Dauh Manginte

Pangeran Nyuh Aya

Pangeran Nyuh Aya bersaudara dengan Pangeran Asak, keduanya putra dari Sira Arya Kepakisan. Sira Arya Kepakisan adalah anak dari Sira Aryeng Kediri, sedangkan beliau adalah cucu dari Airlangga.

Putra pertama dari Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya), Pangeran Nyuh Aya mempunyai putra 7 orang yaitu
  1. Arya Petandakan,
  2. Arya Satra,
  3. Arya Pelangan,
  4. Arya Akah,
  5. Arya Kloping,
  6. Arya Cacaran,
  7. Arya Anggan,
  8. Winiayu Adi, kemudian dipersunting oleh Arya Klapodiayana  (Arya Kebon Tubuh) putra Arya Kutawaringin.

Arya Petandakan

Pada waktu pindahnya Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya) ke Gelgel pada Isaka 1302 (1380 M) hanya diikuti oleh Arya Petandakan (putra Pengeran Nyuh Aya). Keturunan beliau lainnya masih tinggal di Desa Nyuh Aya.

Ketika Arya Petandakan (Putra Pengeran Nyuh Aya) menjadi pejabat kerajaan dengan jabatan Maha Patih Agung itu berlangsung pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong, beliau mulai membangun Parahyangan yaitu Pura Dalem Nyuhaya yang letaknya dipinggir Tukad Unda antara Desa Jumpai dan Desa Tangkas (daerah itu belum menjadi Banjar Dukuh sekarang). Akibat bencana alam Gunung Agung yang meletus tahun 1963, pura tersebut mengalami kerusakan. Pura Dalem Nyuhaya akhirnya di pindahkan ke tempat sekarang. Sedangkan setranya terletak di depan Pura Dalem Nyuhaya. Pura tersebut masih disungsung warga keturunan Nyuh Aya yang ada di Br Dukuh hingga sekarang.

Ekspedisi Kerajaan Klungkung Ke Wilayah Blambangan


Menurut ‘Kidung Pamancanggah” disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Dalem DiMade telah dilakukan pertemuan penting di istana Gelgel yang dihadiri oleh seluruh pemuka pemuka di wilayah Bali yang mana pertemuan tersebut membahas tentang perebutan wilayah Kerajajaan Gelgel didaerah Pasuruan yang dilakukan oleh Kerajaan Mataram di Jawa Tengah.


Seperi diketahui bahwa pada Jaman Pemerintahan Dalem Waturenggong yang merupakan masa Keemasan Kerajaan Gelgel wilayahnya meliputi Pasuruan dan Blambangan di Jawa Timur, Bali, Lombok dan Sumbawa. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa wilayah tersebut harus direbut kembali dan Dalem Dimade akan mengirimkan pasukan dalam jumlah besar untuk melaksanakan misi tersebut.

Dhalem Anom Pemayun Caka 1587 – 1597 atau 1665 – 1675 Masehi.

Setelah berpulangnya Baginda Dhalem Sagening, beliau digantikan oleh putranya yang tertua bernama Ida I Dewa Anom Pemayun, setelah mendapat persetujuan dari Dhalem Pemayun dan Dhalem Sagning.

Putra Mahkota dari Dalem Sagening setelah dinobatkan menjadi Raja di Kerajaan Gelgel bergelar Dalem Di Made atau Sri Di Made. Dalam kehidupan keagamaannya beliau lebih mengutamakan ajaran Siwa dibandingkan dengan agama Budha terbukti dalam kitab “Srat Raja Purana” gelar baginda disebutkan “Adi Paramartha siwa”. Sekalipun demikian beliau tidak mengabaikan ajaran agama Budha karena penduduk di Bali kebanyakan memeluk kudua agama tersebut yang dinamakan agama Siwa Budha.

Ida I Dewa Anom Pemayun telah dinikahkan dengan putri Dhalem Pemayun yang bernama Shri Dewi Pemayun, telah melahirkan :
  1. Shri Ratu Dewatingpura
  2. Ida I Dewa Anom Pemayun,
sama dengan nama ayahnya dijadikan raja di Mengwi atas permohonan I Gusti Kaler Pranawa dengan sebutan Shri Agung Mengwi dan adiknya bernama Ida I Dewa Pemayun Dimade.

I DEWA SAGENING Caka 1492 – 1587 atau 1580 – 1665 Masehi

Ida I Dewa Dimade Sagening dinobatkan menjadi raja dengan abhiseka Dhalem Shri Haji Sagening menggantikan Dhalem Pemayun menjadi raja pada tahun caka 1492 atau 1580 masehi. Pergantian kerajaan diwarnai dengan kesedihan, karena Dhalem Pemayun tidak mau tinggal di istana Gelgel, beliau memilih pergi dari istana dan menetap di Purasi, setelah dijemput oleh menantunya Ida I Dewa Anom Pemayun suami dari Srhi Dewi Pemayun putri satu-satunya dari Dhalem Pemayun.

Setelah meredanya pemberontakan Batan Jeruk menyusul terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh Krian Pande sebagai pembalasan atas kegagalan Batan Jeruk dan pemeberontakan inipun dapat dipadamkan dengan terbunuhnya Karian Pande,karena situasi mulai kacau, maka oleh pembesar Kerajaan Gelgel diangkatlah I Dewa Segening sebagai raja menggantikan kakaknya Dalem Bekung. I Dewa Segening kemudian bergelar Dalem Segening. Dengan sukarela dan ihklas Dalem Bekung menyerahkan tahta kepada adiknya karena merasa dirinya tidak mampu mengemban amanat dari leluhurnya. Satu perubahan yang paling menonjol dari pemerintahan Dalem Segening adalah kembalinya kerajaan-kerajaan Sasak (Lombok), Sumbawa yang mengakui kekuasaan Gelgel.

Pembebasan Kota Gelgel dari Patih Agung Kryan Maruti

Setelah masa pemerintahan Dalem Segening berakhir, akhirnya Gelgel diperintah oleh Dalem Di Made sekaligus sebagai raja terakhir masa kerajaan Gelgel. Saat-saat damai yang pernah dirintis oleh Dalem Segening tidak dapat dipertahankan oleh Dalem Di Made. Hal ini disebabkan karena Dalem Di Made terlalu memberikan kepercayaan yang berlebihan kepada pengabihnya I Gusti Agung Maruti. Sehingga pembesar-pembesar lainnya memilih untuk meninggalkan puri.

Hal inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh I Gusti Agung Maruti untuk menggulingkan pemerintahan Dalem Di Made. Usaha ini ternyata berhasil, Dalem Di Made beserta putra-putranya menyelamatkan diri ke desa Guliang diiring oleh sekitar 300 orang yang masih setia. Disinilah Dalem Di Made mendirikan keraton baru. Hampir selama 35 tahun Gelgel mengalami kevakuman karena Dalem Di Made telah mengungsi ke Guliang (Gianyar).Dalem Di Made kemudian wafat di sana.

Cokorda Pemecutan X - Babad Pemecutan

Setelah Perang puputan Badung terjadi kekosongan pemerintahan selama beberapa tahun di Puri Pemecutan, kemudian atas prakarsa keluarga besar Puri Agung Pemecutan dan Warga Ageng Pemecutan dan untuk melestarikan budaya leluhur terdahulu maka dicarilah kandidat untuk diangkat sebagai Cokorda Pemecutan ke X.

Kyahi Ngurah Gde Pemecutan merupakan keponakan dari Cokorda Pemecutan IX , dalam Perkembangannya karena Raja Pemecutan IX hanya meninggalan seorang Putri yaitu Anak Agung Sagung Ibu maka berdasarkan hasil Musyawarah Keluarga Puri Agung Pemecutan kemudian memutuskan untuk mengangkat Kyahi Ngurah Gde Pemecutan sebagai Keluarga terdekat dari Raja Pemecutan IX dari Jero Kanginan sebagai Raja Pemecutan X dengan gelar Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan.

Kiyayi Anglurah Pemecutan IX - Babad Pemecutan

Pada tanggal 28 Oktober 1939 Purnama kelima Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan abiseka Ratu menggantikan Raja Pemecutan IX yang gugur pada peristiwa heroik Puputan Badung pada hari kamis kliwon wara ukir tanggal 20 September 1906 jam 16.00 wita. Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan sebagai penguasa wilayah Badung tahun 1947

Kisah Bayi Dalam Perang Puputan Badung
Raja Pemecutan IX mempunyai 3 orang saudara dari lain ibu yaitu :
  1. Kyahi Ngurah Putu (Menjabat sebagai Patih Agung)
  2. Kyahi Ngurah Made
  3. Kyahi Ngurah Rai
  4. Kyai Ngurah Ketut/ Bima

Perang Kerajaan Badung Vs. Kerajaan Mengwi

Pada Waktu Kerajaan Mengwi dibawah pemerintahan putra dari yaitu I Gusti Agung Sakti, I Gusti Made Agung Alangkajeng hubungan Kerajaan Mengwi dan Kerajaan Badung agak membaik, hal tersebut terjadi karena I Gusti Made Agung langkajeng merelakan putrinya yaitu Ni Gusti Ayu Bongan kawin dengan Angurah Pemecutan III/ Ida Bhatara Maharaja Sakti sehingga melahirkan putra yang dibuatkan Anak Agung Gde OkaJero di Kaleran Kawan. Dan sebagai hadiah perkawinan maka daerah pesisir seseh sampai bukit Uluwatu diberikan kepada Kerajaan Badung , tetapi adanya Pura Ulunsuwi dan Pura Uluwatu harus dipelihara oleh Kerajaan Badung.

Kiyayi Anglurah Pemecutan IX ( 1851 - 1906 ) - Babad Pemecutan

Dengan wafatnya Kiyai Anglurah Pemecutan VIII karena beliau tidak berputra (putung) maka singgasana di Puri Agung Pemecutan menjadi kosong. Maka kalau dilihat dari garis keturunannya maka yang berhak mengisi kekosongan tersebut adalah dari Puri Kanginan Pemecutan sebagaimana yang sudah dilaksanakan pada waktu penobatan Kiyai Anglurah Pemecutan VII yang berasal dari Puri Kanginan. Adapun yang masih tinggal di Puri Kanginan adalah adik dari Kiyai Anglurah Pemecutan VIII yaitu Kiyai Agung Lanang Pemecutan

Peristiwa Penting Pada Masa Pemerintah Kiyai Anguran Pemecutan IX

Kiyayi Angurah Pemecutan VIII ( 1840 - 1851 ) - Babad Pemecutan

Kiyayi Agung Gde Oka menggantikan kedudukan mertuanya sebagai Angluran Pemecutan VII sebagai Raja di Puri Agung Pemecutan tahun 1840 - 1851 M.

Sebagaimana disebutkan bahwa Kiyai Anglurah Gede Oka/ Kyai Agung Gede Oka setelah pernikahannya dengan kedua Raja Putri yaitu Ratu Istri Adi/ Sagung Adi dan Ratu Istri Oka/ Sagung Oka yang merupakan anak dari Kiyai Anglurah Pemecutan VII menjadi Kiyai Anglurah Pemecutan VIII.

Kiyai Anglurah Pemecutan VII ( 1813 - 1829 ) - Babad Pemecutan

Kiyai Anglurah Pemecutan VII menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja di Puri Pemecutan. Kiyai Anglurah Pemecutan VII tidak mempunyai putra sehingga untuk mengendalikan jalannya pemerintahan setelah beliau wafat di percayakan kepada 2 putri beliau yaitu 
  • Ratu Istri Adi / Sagung Adi
  • Ratu Istri Oka/ Sagung Oka.
 Untuk memperkuat kedudukan kedua raja putri tersebut akhirnya keduanya dinikahkan dengan Kiyai Anglurah Gede Oka / Kyai Agung Gede Oka yang merupakan anak dari Kiyai Agung Gede Rai / Kiyai Agung Lanang Pemecutan dari Puri Kanginan Pemecutan

Kiyayi Anglurah Pemecutan VI - Babad Pemecutan

Arya Ngurah Gede Raka / Arya Ngurah gede Mecutan / Kiyai Agung Gde Raka dinobatkan sebagai Kiyai Anglurah Pemecutan VI menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja di Puri pemecutan.

Kiyai Anglurah Pemecutan VI mengambil permaisuri yang merupakan saudara Kiyai Anglurah Made Pemecutan dari Puri Denpasar. Dari pernikahan tersebut lahir 2 orang putra :
  1. Kiyai Anglurah Pemecutan VII
  2. Seorang Putri (tidak disebutkan namanya) tidak berumur panjang.

Perselisihan Antara Puri Kaleran Kawan Dengan Puri Satria

Pada masa pemerintahan Arya Ngurah Mecutan Bija, terjadi perselisihan antara Sri Aji Jambe Puri Ksatria dengan Puri Kaleran Kawan. Adapun Arya Ngurah Mecutan Bija tidak berada di salah satu pihak tetap di tengah-tengah.

Kiyai Agung Gde Oka di Jero Kaleran Kawan mempunyai 2 orang putra yaitu Kyai Ngurah Rai dan Kyai Ngurah Made. Setelah keduanya meningkat dewasa, Kiyai Ngurah Rai mengabdi di Puri Agung Satria

Diceritakan Kyai Jambe Ksatrya mempunyai kesenangan berjudi sabung ayam. Beliau mempercayakan ayam – ayamnya dipelihara oleh I Gusti Ngurah Rai karena Kiyai Ngurah Rai mempunyai bakat membina ayam kurungan, beliau terkenal sebagai pekembar yang bijaksana.

Kiyai Anglurah Pemecutan V - Babad Pemecutan

Sang Arya Mecutan Bhija dinobatkan menjadi Kiyai Angurah pemecutan V menggantikan Gusti Ngurah Made Pemecutan yang wafat pada tanggal 7 Juli 1840

Kiyai Anglurah Pemecutan V mempunyai 4 orang putra :
  1. Arya Ngurah Gede Raka/ Arya Ngurah gede Mecutan/ Kiyai Agung Gde Raka
  2. Kiyai Ngurah Rai/ Kiyai Agung Gede Rai yang membangun Puri kanginan Pemecutan. Karena itu beliu diberi gelar Kiyai Ngurah Lanang Pemecutan/ Kiyai Agung Lanang Pemecutan.
  3. Seorang Putri (tidak disebutkan namanya) diperistri oleh Sri Aji Jambe Kesatriya/ Kiyai Anglurah Jambe Kesatriya dari Puri Satria

Ki Tambyak / Andanggala Pindah Ke Desa Jimbaran

Ki Tambyak adalah seorang abdi yang sangat setia dan mempunyai peran yang sangat diandalkan oleh warga Pemecutan. Pada awal terbentuknya Puri Pemecutan Ki Tambak selalu mengawal Kiyayi Jambe Pule dari sejak mohon anugrah di Pura Ulun Danu sampai dengan terbentukkan Puri Pemecutan.

Peran Ki Tambayak juga masih sangat diandalkan sebagai pengawal oleh Raja Raja Pemecutan setelahnya, sehingga Raja Badung memberikan maklumat bahwa Ki Tambyak tidak boleh dihukum mati seberapapun besar kesalahannya.

Ekspedisi Militer Belanda Ke Kerajaan Buleleng Dan Karangasem - Babad Pemecutan

Pada masa ini terjadi terjadi ekspedisi militer Belanda ke Kerajaan Buleleng dan Karangasem dibawah pimpinan Letnan Kolonel G Bakker dan laksamana laut Letnan Kolonel J Smith Van den Brock. Ekspedisi Militer ini akan dilaksanakan selambat lambatnya bulan April.

Gubernur Jendral Belanda Rochussen pada tanggal 6 Pebruari 1846 menulis surat kepada Raja Klungkung, Badung, Tabanan dan Raja Selaparang Lombok untuk memberitahukan perihal ekspedisi Belanda kepada kedua kerajaan tersebut. Menurut laporan Residen Surabaya pada tanggal 3 April 1846 beberapa utusan dari Raja Selaparang tiba di Surabaya meyampaikan pesan bahwa Raja Selaparang bersedia membantu dengan segala kemampuannya untuk mendukung aksi militer terhadap kedua kerajaan tersebut.

Mengadakan Hubungan Dengan Belanda - Babad Pemecutan

Pada masa ini kekuasaan di wilayah Badung dipegang oleh 3 Kerajaan yaitu
  1. Puri Satria keturunan Jambe Merik (Putra Raja Pemecutan I)
  2. Puri Pemecutan
  3. Puri Kesiman
Dari ketiga kerajaan tersebut yang paling berpengaruh adalah Puri Agung Pemecutan sehingga pada tanggal 23 Januari 1817 untusan Kerajaan Belanda yang bernama Van Den Broek menghadap Raja I Gusti Ngurah Pemecutan dan kesan yang diperolehnya dari raja tersebut memperlihatkan sikap yang lebih terbuka dari pada yang diperolehnya dari Kerajaan Jembrana.

Kyayi Angluran Pemecutan IV ( 1813 - 1840 M) - Babad Pemecutan

Setelah Ida Bhatara Sakti sebagai Raja Pemecutan wafat pada tahun 1813  maka Nararya Anglurah Mecutan kembali dari Ukiran, karena Anglurah Bagus Anulup telah wafat terlebih dahulu, maka Nararya Anglurah Mecutan abiseka Ratu di Puri Agung Mecutan bergelar Arya Ngurah Mecutan Ukiran. Penobatan beliau sebagai Raja terjadi sekitar tahun 1840 Masehi atau 27 tahun setelah ayah beliau Ida Bhatara Sakti meningal.

Dewa Manggis Api - Raja I Puri Gianyar

Untuk mendukung rencana tersebut maka I Dewa Gde Ngurah pemecutan menyediakan ahli bangunan dari Kerajaan Taman Bali diantaranya I Tarukan, I Karang dan I Gunung. Tidak berapa lama Kerajaan Baru telah selesai didirikan dan diberi nama Geriya Anyar karena didirikan diatas Geriya Ida Pedanda Tarukan. Lama kelamaan Geriya Anyar berubah menjadi Puri Agung Gianyar dan Dewa Manggis Api dinobatkan sebagai Raja I Puri Gianyar dengan gelar I Dewa Manggis Sukawati tahun 1771 Masehi.

Kembali lagi kepada I Dewa Agung Made setelah sekian lama beliau berdiam di Kerajaan Badung minta perlindungan Ida Bhatara Sakti, beliau ingin mengembalikan kedudukannya sebagai raja di Puri Peliatan. Ida Bhatara Sakti dapat mengerti hal tersebut dan setelah dilakukan perundingan dengan putra putra beliau maka diputuskan untuk memberi tugas kepada Kiyayi Anglurah Wayahan Gerenceng untuk melaksanakan tugas tersebut.

Kyai Anglurah Wayahan Grenceng Menundukkan Puri Sukawati - Babad Pemecutan

Dikisahkan Manca Agung Puri Grenceng yang beranama Kyai Anglurah Wayahan Grenceng salah satu cucu Ida Bhatara Sakti Pemecutan yang merupakan putra tertua Kiyayi Anglurah Nengah Tanjung dari Jero Dlod Bale Lantang Pemecutan pernah mengalahkan Raja Sukawati yang bernama I Dewa Agung Gde Sukawati.

Berawal dari I Dewa Agung Jambe dari Puri Kelungkung yang beribu dari Putri Kyayi Anglurah Pemecutan I/ Kiyayi Jambe Pule mempunyai 3 putra :
  1.  I Dewa Agung Made - menggantikan kedudukan I Dewa Agung Jambe sebagai raja di Kerajaan Kelungkung
  2. I Dewa Agung Anom Sirikan - mendirikan Puri Sukawati
  3. I Dewa Agung Ketut Agung - kembali ke puri lama Gelgel
I Dewa Agung Anom Sirikan Raja Sukawati mempunyai 3 orang putra:
  1. Ida I dewa Agung Jambe
  2. Ida I Dewa Agung Karna
  3. Ida I Dewa Agung Mayun
I Dewa Agung Mayun Raja Sukawati mempunyai 2 orang putra:
  1. I Dewa Agung Gde
  2. I Dewa Agung Made

Dewa Anom Lasia - Raja VIII (Terakhir) Tegallalang

Kedudukan Cokorda Putu Celuki diganti oleh Dewa Anom Lasia salah seorang keluarga Gianyar dari Jero Kelodan Tegallalang. Tetapi yang bersangkutan juga tidak lama menjabat sebagai Punggawa karena mendapat hukuman selong (buang) ke Negara sambil membawa kesenian Legong Keraton. Sejak itu jabatan Punggawa Tegallalang tidak pernah diisi oleh putera keturunan Puri Agung Tegallalang sendiri.

Cokorda Putu Celuki - Raja VII Tegallalang (1890 M)

Pada tahun 1890 diadakan perundingan penting di Pemerajan Agung Puri Peliatan, yang dihadiri tokoh – tokoh dari Puri Ubud, Mengwi, dan Kendran, untuk memanggil Dewa Made Rai Sana, dan menempatkan Cokorda Putu Celuki putera sulung Dewa Agung Gde Agung Peliatan (Raja Peliatan IV) sebagai Pacek di Puri Agung Tegallalang. Karena dikuatirkan nantinya akan ada serangan balasan dari Cokorda Anom Rambang. Sementara itu putera – putera  Dewa Made Rai Sana, yakni: Dewa Gde Ngurah dan Dewa Rai Perit jauh sebelumnya sudah ditempatkan di Puri Sukawati.

Cokorda Anom Rambang - Raja IV Tegallalang

Cokorda Anom Rambang adalah cucu dari Cokorda Ketut Segara. Beliau digambarkan sebagai orang yang tegas, keras, berbadan tegap, berkulit hitam, rambut ikal (kribo) dan kales (brewok). Pada jaman pemerintahan beliau, desa Tegallalang mengalami masa keemasan. Belau taat merawat beberapa pura, seperti: Pura Duwur Bingin, Pura Penataran Agung, Pura Dalem Kelod, dan Pura Dalem Ngetut.

Cokorda Gde Ngurah - Raja III Tegallalang (1790 M)

Cokorda Ketut Segara mempunyai putera 2 orang. Yang sulung bernama Cokorda Gde Ngurah, menggantikan ayahnya, dan yang bungsu bernama Cokorda Tangkas, dibuatkan istana di Yeh Tengah untuk mencegah perebutan kekuasaan seperti Dewa Agung Gede dengan Dewa Agung Made. Di desa Yeh Tengah Cokorda Tangkas dianugrahi 3 orang anak laki – laki; antara lain Cokorda Alit, Cokorda Anom, dan Cokorda Rai. Cokorda Alit tetap bersama ayahnya, sedangkan Cokorda Anom dan Cokorda Rai pindah ke Pejengaji dan menurunkan parati sentana di sana.

Cokorda Ketut Segara - Raja II Tegallalang (1770 – 1790 M)

Setelah berhasil mengusir I Gusti Munang dari Puri Agung Sukawati, Dewa Agung Made membagi wilayah kekuasaan menjadi 2. Baliau memanggil adiknya Cokorda Ketut Segara dari Sangeh untuk menempati Puri Agung Tegallalang, dan menyarankan agar melanjutkan pembangunan Pura Duwur Bingin tempat beliau bersemadi bersama-sama panjak tatadan, seperti: Ki Pulasari, Gde Tebuana, Pasek manik Mas, Pande dan lain-lain.

Dewa Agung Made - Raja I Tegallalang (1765 – 1770 M) Babad Dalem Sukawati

Dewa Agung Made - Raja I Tegallalang (1765 – 1770 M) Babad Dalem Sukawati

Telah diceritakan di istana kerajaan Dalem Sukawati terjadilah percecokan antara dua putra mahkota kakak beradik yaitu I Dewa Agung Gede dan I Dewa Agung Made.  I Dewa Agung Made memohon kepada kakak beliau agar membagi wilayah Kerajaan Sukawati, yaitu:

  • dari desa Mas ke selatan supaya di pegang oleh kakaknya I Dewa Agung Gede, dengan pusat pemerintahan di Sukawati.
  • dari Mas ke utara supaya di pegang oleh I Dewa Agung Made dengan pusat pemerintahan di Peliatan. 
Permohonan I Dewa Agung Made ternyata tidak mendapat persetujuan dari kakaknya Dewa Agung Gede, sehingga kemudian percecokan tersebut semakin memanas.

Kembalinya Putera Pewaris Kerajaan Sukawati - Babad Dalem Sukawati

Pemerintahan Kolektif di Kerajaan Sukawati

Setelah situasi dapat dipulihkan Dewa Agung Gede didaulat untuk menduduki tahta Puri Agung Sukawati, sementara Dewa Agung Made beristana di Puri Agung Peliatan. Namun Dewa Agung Gede tidak suka beristana di Puri Agung, beliau mendirikan Puri baru di sebelah Timur Puri yang lama. Sebagai tanda hubungan yang baik antara Dewa Agung Gede dan Dewa Agung Made, salah seorang putera dari Dewa Agung Made yang bernama Dewa Agung Mayun yang beribu dari Pejeng dititahkan untuk mekandelin Dewa Agung Gede.

Putera-putera Dewa Agung Made yang lain seperti: Cokorda Putu Kandel mendirikan Puri Mas (sebelum ke Ubud), Cokorda Raka berpuri di Bedulu, dan Cokorda Perasi berpuri di Keliki Tegallalang. Sedangkan Dewa Agung Batuan tinggal bersama ayahnya di Puri Agung Peliatan. Adapun putera dari Dewa Agung Gede bernama Dewa Agung Ratu membuat Puri di sebelah Barat Pura Penataran Agung, di sebelah puri Kaleran.

Dewa Agung Gede (1770 – 1790 M) - Babad Dalem Sukawati

Dewa Agung Gede (1770 – 1790 M) - Babad Dalem Sukawati

setelah wafatnya Dewa Agung Gede Mayun (Sri Aji Petemon), Terjadi perselisihan 2 bersaudara antara Dewa Agung Gede dan Dewa Agung Made. Dewa Agung Made menghendaki kerajaan dibagi 2, namun ditolak oleh Dewa Agung Gede. Perseteruan ini membuat rakyat jadi berpihak-pihak. 

I Gusti Ngurah Padang Tegal memihak Dewa Agung Gede, sedang I Gusti Made Taman memihak Dewa Agung Made. Terjadi perang hebat antara laskar Padang Tegal dan laskar Taman. Pasukan Dhalem Sukawati datang utnuk mendamaikan perang tersebut. Laskar Padang Tegal lari ke tempat yang sekarang disebut desa Punggul, sementara laskar Taman lari ke tempat yang sekarang di sebut desa Taman. Untuk menjaga keamanan, Dewa Agung Gede memutuskan untuk menempatkan adik-adiknya, seperti:

Dewa Agung Gede Mayun atau Sri Aji Petemon - Babad Sukawati

Setelah lanjut usia Dewa Agung Anom wafat, beliau distanakan di Pemerajan Agung Pura Penataran Sukawati pada pelinggih Meru Tumpang 7. Beliau digantikan oleh puteranya yang ke 3 Dewa Agung Gede Mayun, yang masih menempati istana Grokgak Puri Agung Sukawati dan menjadi Raja II Sukawati 1745 – 1770 M . 
  • Putera sulung Dewa Agung Jambe tidak berniat menjadi raja, beliau melakukan diksa menjadi pendeta, dan pindah mendirikan Puri di Geruwang (Guwang sekarang). 
  • Dewa Agung Karna menggelar brata nyukla Brahmacari, serta pindah mendirikan Puri di Ketewel. Dengan kekuatan semadinya beliau berhasil menciptakan Tapel Widyadari, yang konon beliau saksikan di Indraloka. Tempat beliau melakukan yoga semadi di Pura Payogan Siwa Agung Ketewel sekarang. Tapel Bidadari hasil semadi Dewa Agung disimpan juga di Pura ini sampai sekarang.

Sejarah Tari Legong di Bali

Tari Legong dalam khasanah budaya Bali termasuk ke dalam jenis tari klasik karena awal mula perkembangannya bermula dari istana kerajaan di Bali. Tarian ini dahulu hanya dapat dinikmati oleh keluarga bangsawan di lingkungan tempat tinggal mereka yaitu di dalam istana sebagai sebuah tari hiburan. Para penari yang telah didaulat menarikan tarian ini di hadapan seorang raja tentu akan merasakan suatu kesenangan yang luar biasa, karena tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam istana.

Mengenai tentang awal mula diciptakannya tari Legong di Bali adalah melalui proses yang sangat panjang. Menurut Babad Dalem Sukawati, tari Legong tercipta berdasarkan mimpi I Dewa Agung Made Karna, Raja Sukawati yang bertahta tahun 1775-1825 M. Ketika beliau melakukan tapa di Pura YoganAgung desa Ketewel ( wilayah Sukawati ), beliau bermimpi melihat bidadari sedang menari di surga. Mereka menari dengan menggunakan hiasan kepala yang terbuat dari emas.

Pura Payogan Agung dan Pura Agung Giri Jagat Natha - Sukawati

merupakan Pura Kahyangan Jagat yang terletak di Desa Pekraman Ketewel, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Berdasarkan sumber sumber yang ada diantaranya “Raja Purana Pura Payogan Agung” dan prasasti di Grya Jaya Purna Rangkan Ketewel disebutkan bahwa Pura Payogan Agung merupakan Stana dari Sang Hyang Pasupati dengan gelar Ida Bhatara Hyang Murtining Jagat. Dalam Raja Purana Pura Payogan Agung, tidak satupun menyebut istilah Pura tetapi disebutkan dengan istilah Kahyangan, hal ini menunjukkan bahwa Pura Payogan Agung termasuk salah satu Pura Kuno yang ada di Bali disamping juga dibuktikan dengan adanya situs Purbakala seperti Lingga Yoni, Patung Siwa Maha Dewa dan situs situs lainnya.

Pura Payogan Agung sebelum bernama Pura Payogan Agung yang lumrah seperti sekarang ini, dalam Raja Purana disebutkan dengan berbagai nama diantaranya: Kahyangan Joran Agung, Kahyangan Puseh Joran Agung dan Kahyangan Payogan Siwa Agung. Pura Payogan Agung merupakan Prahyangan yang dibangun oleh Ida Hyang Pasupati dan Para Dewata dari Gunung Semeru sebagai tempat Paruman ketika memerangi I Kala Sunya (dibaca I Kala Sunia).

Sejarah Desa Ketewel - Sukawati

Sejarah Desa Ketewel - Sukawati

Tersebutlah seorang keturunan Pasek Prawangsa dari Lembah Tulis Majapahit, datang ke Bali, beliau menjadi pamongmong Widhi di Pasar Agung Besakih. Beliau sangat bijaksana dan mendalami filsafat ketuhanan (Widhi Tatwa), beliau bernama Mangku Sang Kulputih. Mangku Sang Kulputih mempunyai dua orang putera yang bernama I Wayan Pasek dan I Made Pasek. Kedua bersaudara itu sudah beristri dan masing - masing mempunyai keturunan. Mereka berdua sama-sama bijaksana dalam ilmu pengetahuan Ketuhanan.

Beberapa lamanya Mangku Sang Kulputih menjadi pamongmong di Pasar Agung Besakih, tentramlah pulau Bali ini, dan akhirnya beliau berpulang ke Sorga (meninggal dengan jalan moksah).

Sri Aji Maha Sirikan Raja Sukawati I (1710 – 1745 M) - Babad Dalem Sukawati

Sri Aji Maha Sirikan Raja Sukawati I (1710 – 1745 M) - Babad Dalem Sukawati

Setelah menaklukan Ki Balian Batur, dipastikan berkuasa di bagian Timur wilayah Kerajaan Mengwi, maka untuk selanjutnya ditentukan lokasi istana untuk Dewa Agung Anom.

Lokasi kerajaan ditentukan di Baturan (Batuan sekarang) yang terletak di desa Timbul. barat dukuh kebalian (kebayan). Istana terletak di depan pasar Timbul yang selesai dibangun pada tahun 1710 M, bernama Puri Grokgak, sekitar 27 km ke Selatan Smarajayapura. Setelah Puri Grokgak selesai dibangun, Dewa Agung Anom Sirikan pindah dari pesramannya menempati Puri Grokgak.  Bersamaan dengan itu dibangun pula Pemarajan yang bernama Pura Penataran Agung sekarang. Semenjak pemerintahan beliau, rakyat desa Timbul bersukahati, oleh karena itu desa Timbul lama-lama berubah menjadi Sukahati (Sukawati sekarang). Beliau diberi gelar Sri Aji Maha Sirikan, Sri Aji Wijaya Tanu, atau lumrah disebut Dhalem Sukawati.

Ki Balian Batur - raja Leak di pesisir Timur Bali

Ki Balian Batur - raja Leak di pesisir Timur Bali

Grubug Agung Di Pesisir Timur Kerajaan Mengwi

Dikisahkan sekitar awal tahun 1700 M ada seorang termashyur kesaktiannya tentang ilmu hitam keturunan Sengguhu Bintang Danu, karena mendapatkan penugrahan Ida itu Hyangning Hulundanu Batur orang ini kemudian dikenal dengan nama Ki Balian Batur, bertempat tinggal di dusun Teledunginyah, di sebelah Barat desa Cau. Mempunyai asrama wilayah di desa Ketegan Alas Kedangkan di dekat abian timbul, sekarang dikenal dengan nama Banjar Rangkan Desa Ketewel Sukawati.

Sosok Ki Balian Batur seorang lelaki berambut panjang, dengan kebiasaan apabila mencuci rambutnya pergi ke Alas Rangkan untuk mengeringkannya. Ki Balian Batur banyak mempunyai sisya (murid), salah satu muridnya yang terkemuka adalah I Gede Mecaling.

Merasa dirinya ditantang oleh Kerajaan Mengwi yang dengan senjata lengkap memasuki wilayahnya, disamping karena adanya penghinaan prajurit kerajaan mengwi yang menghina Anaknya ditudah berdagang dengan menyebarkan ilmu leak dengan ilmu hitamnya, Ki Balian Batur memerintahkan semua muridnya melakukan penyerangan terhadap kekuasaan kerajaan Mengwi dibawah rajanya I Gusti Agung Putu yang juga bergelar Cokorda Sakti Blambangan.

Keturunan Wangsa Brahmana Di Puri Agung Pemecutan

Jalinan pertalian kekeluargaan antara Puri Agung Pemecutan dengan Gria Bindu Kesiman dimana seorang putri dari Ida Bhatara Sakti Pemecutan dikawinkan dengan brahmana Geriya Bindu Kesiman dikuatkan oleh pemancanggah geriya cutan Pemedilan Denpasar yang masih tersimpan di Geriya cutan Pemedilan menguraikan bahwa Ida Bhatara Sakti memberikan putrinya yaitu A.A. Ayu Anom kepada Ida Wayahan Karang seorang brahmana yang beribu dari Wangaya dari keluarga wangsa Pasek Mendesa istri dari Ida Pedanda Made Mendesa yang tinggal di Griya Bindu Kesiman.

Hubungan kekeluargaan yang sangat akrab dan saling hormat menghormati terjalin dalam ikatan kekeluargaan dan kekrabatan diperkuat dengan bisama yang berbunyi " Tunggal Saka Wangsa Nira Sang Arya Nambangan, Nambangan Badung"

Cikal Bakal Warga Ageng Pemecutan

Kyai Anglurah Pemecutan III mempunyai istri lebih kurang 500 orang sehingga keturunan beliau empat tingkat ke bawah mencapai 800 orang. Dengan jumlah keluarga yang demikian banyak maka beliaulah yang menjadi cikal bakal Warga Ageng Pemecutan sehingga Kerajaan Pemecutan menjadi semakin kuat.

Berdasarkan tulisan Riwayat Kerajaan Badung disebutkan bahwa Permaisuri dan istri istri beliau serta Putra putra Kyai Anglurah Pemecutan III sebagai berikut :

Puri Kedaton Kesiman - Babad Pemecutan

Pada Zaman Pemerintahan Dalem Sri Kresna Kepakisan tahun 1350 dari Kerajaan Gelgel maka salah satu patih beliau yang bernama Kirarya Wang Bang Pinatih Mantra atau Arya Demung Wang bang Pinatih mendirikan Puri kertalangu yang berlokasi sekarang di Kantor Bappeda – Balitex. Kertalangu mengandung arti sempurna dan indah.

Pada lokasi yang sama juga dibangun sebuah pura disebelah selatan puri yang sekarang menjadi pura Dalem Kesiman yang terletak di sebelah barat Tukad Ayung. Asal usul Kesiman berawal dari ajaran mendesa dimana Kesiman berasal dari kata Sima yang artinya adat-istiadat. Wilayah yang menjadi kekuasaan Puri Kertalangu adalah Batan Buah, Kedaton sebelah timur, Kebon Kuri dan wilayah sekitarnya termasuk Kehen.

Perang tanding Kiyai Anglurah Anglurah Pemecutan III Vs. Ki Panji Sakti

Diceritakan kerajaan Buleleng dibawah kekuasaan Ki Panji Sakti memiliki angkatan perang yang sangat kuat yaitu Taruna Gowak. Dengan angkatan perang yang demikian besar kerajaan Buleleng dapat menaklukkan Kerajaan Blambangan dan Jembrana.

Selanjutnya yang menjadi incaran yaitu kerajaan Badung. Pada suatu hari datanglah surat ancaman yang ditujukan kepada Kiyai Jambe Haeng dari Puri Satriya, agar Raja Badung tunduk kepada kekuasaan Ki Panji Sakti, karena bila acaman tersebut tidak dipenuhi maka Kerajaan Badung akan digempur habis habisan.

Kyai Angluran Pemecutan III - Babad Pemecutan

Kerajaan Badung yaitu Puri Agung Pemecutan mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Kiyai Arya Ngurah Pemecutan, Beliau menggantikan kedudukan Anglurah Pemecutan II sebagai Raja di Kerajaan Badung, abiseka ratu tahun tahun 1718 Masehi bergelar Ida Bhatara Maharaja Sakti. dengan pusat pemerintahan di Puri Agung Pemecutan yang berlokasi di Barat Puri Agung Pemecutan yang sekarang. 
Kerajaan Badung pada waktu itu sudah terbagi 2 yaitu 
  • Wilayah sebelah Barat sungai - Kiyai Arya Ngurah Pemecutan 
  • Wilayah sebelah Timur sungai - Kiyai Jambe Haeng. 
Sungai yang menjadi patokan pembagian wilayah ini yaitu sungai Badung. Kedua kerajaan ini hidup rukun dan saling membantu bila ada musuh dari luar karena pada dasarnya kedua kerajaan ini masih memiliki hubungan kekeluargaan. 

Puri Alang Suci Badung - Babad Pemecutan

Puri Alang Suci Badung - Babad Pemecutan

Dinasti Kejambean

Setelah jatuhnya kekuasaan Arya Tegeh Kori di Tegal maka Kyai Anglurah Jambe Merik menjadi raja di Badung beristana di Alang Badung dengan Pemerajannya bernama Pura Suci, istananya bernama Puri Peken Badung.

Puri Alang Badung berolokasi di di sebelah timur sungai Badung tepatnya dari barat mulai Masjid besar kampung Arab terus melajur ke timur sampai di Batan Sabo sedangkan batas paling selatan sepanjang Jl. Hasanudin sedangkan batas paling utara sepanjang jalan Masjid kampung Arab.

Setelah Kyai Jambe Merik meninggal, digantikan oleh puteranya Kyai Anglurah Jambe Ketewel. Beliau masih menempati kediaman ayahnya di Puri Peken Badung. Pada jamannya dibangun bendungan (DAM) raksasa di tukad Sagsag, di mana sepasang suami-istri dari abdi menyerahkan nyawanya (jadi caru) menjadi dasar bendungan tersebut.

Suami-istri tersebut menceburkan diri di tempat sekitar 75 meter ke Utara dari lokasi bendungan sekarang, disaksikan oleh raja Badung, pejabat-pejabat kerajaan, dan rakyat. Oleh karena itu bendungan tersebut diberi nama Oongan.

Puri Agung Gelogor - Babad Pemecutan


Putra tertua dari Kiyai Jambe Pule yaitu Kiyayi Anglurah Gelogor membuat puri di Gelogor. Beliau merupakan cikal bakal Arya Gelogor. Jero Gelogor berlokasi di Banjar Gelogor disebelah timur Kuburan Badung.

Beliau mempunyai seorang putra yang bernama Kiyai Gde Mangku yang setelah dewasa menggantikan kedudukukan ayahnya sebagai Moncol di Jero Gelogor dan beliau juga diangkat sebagai Manca Agung di Puri Agung Satria dibawah kepemimpinan Kiyai Jambe Haeng.

Kyayi Anglurah Pemecutan II - Babad Pemecutan

Kiyai Angluran Pemecutan II / Cokorda Pemecutan II

Kiyai Anglurah Ketut Pemedilan bergelar Kyayi Anglurah Pemecutan II menggantikan kedudukan ayahnya Kiyai Anglurah Pemecutan I sebagai pemegang kekuasaan di wilayah Badung tahun 1683 - 1718 M.

Kiyai Anglurah Ketut Pemedilan / Kiyai Anglurah Nambangan semenjak kecil telah ditinggal pergi (wafat) oleh ibunya sehingga beliau diasuh oleh Ki Tanjung Gunung di nambangan yang merupakan keturunan dari I Gusti Agung Cau di Sukewati, karena kalah berperang dengan raja Mengwi maka beliau menyamar supaya tidak diketahui oleh raja Mengwi dengan menurunkan kastanya menjadi Ki Tanjung Gunung.

Kiyai Jambe Pule (1660 - 1683 ) - Babad Pemecutan

Kiyai Arya Bebed / Kyai Anglurah Pemecutan I / Nararya Gede Raka / Cokorda Pemecutan I

Kiyai jambe Pule (Kiyai Gede Raka) merupakan putra dari Ki Gusti Ketut Bendesa (Arya Notor Wandira) adalah mendirikan Puri Agung Pemecutan tahun 1660 M yang diperolehnya melalui tapa semadi di Gunung Batur. Beliau mendapat anugrah dari Bhatari Danu yang memberikan daerah Badung sebagai wilayah yang nantinya menjadi tempat untuk mendirikan kerajaan. Beliau juga mendapat anugrah berupa senjata sakti Pecut dan Tulupan. Karena senjata sakti pecut tersebut juga maka Kerajaan yang beliau dirikan dinamakan Pemecutan.

Cokorda Ngurah Gede (Maret 1947 s/d 1986) - Babad Tabanan

Selanjutnya I Gusti Ngurah Gede, putera sulung Cokorda Ngurah Ketut menjadi Cokorda Tabanan, bergelar Cokorda Ngurah Gede, Raja Tabanan XXIII Maret 1947 s/d 1986 dan beliau menjabat Bupati Tabanan Pertama tahun 1950, tempat tinggal Beliau disebut Puri Gede / Puri Agung Tabanan / Puri Pemecutan Tabanan.

Cokorda Ngurah Ketut (1929-1939) - Babad Tabanan

Pada Tahun 1906, Terjadi Perang Puputan Badung dimana Raja Denpasar I Gusti Ngurah Made Denpasar dan Raja Pemecutan beserta pembesar pembesar kerajaan tewas dalam perang Puputan Badung, Menyusul kemudian Ida Ratu Singasana Tabanan I Gusti Ngurah Rai Perang (yang juga bergelar I Gusti Ngurah Agung Tabanan) yang Nuek Raga di puri Denpasar Badung disertai Putra Mahkota Tabanan I Gusti Ngurah Gede Pegeg yang Tewas dengan jalan meminum Sari. Puri Singasana Tabanan kemudian dijarah dan dihancurkan oleh serdadu Belanda. Putri putri Raja di Puri Singasana, Sagung ayu Oka dan Sagung ayu Putu, kemudian berpindah ke Puri anom , dimana tahun 1910 Sagung Ayu Putu menikah dengan I Gusti Ngurah Anom, bertempat di Puri Anom saren Taman (sekarang disebut Puri Anom saren Kawuh) dan Sagung Ayu Oka menikah dengan Arthur Maurits Cramer, seorang klerk kontrolir berkebangsaan Belanda pada tahun 1912.
Putra Putra Raja di Puri Dangin dan  Kerabat-kerabat dekat  Raja di Puri mecutan dan Puri Denpasar kemudian di buang ke Lombok. Puri Dangin, Puri denpasar dan Puri Mecutan karena tidak berpenghuni kemudian di ratakan dengan Tanah.