Google+

tenaga dalam - belajar Ilmu Sakti Kawisesan ( Bala Ghanta)

tenaga dalam - belajar Ilmu Sakti Kawisesan (Bala Ghanta)

Masalah keamanan adalah merupakan masalah yang sangat penting di dalam hidup ini. Semua orang menginginkan agar dirinya selalu dalam keadaan aman dan nyaman. Karena hanya dengan kondisi tubuh fisik dan jiwa yang sehat, kita baru dapat melaksanakan aktivitas kehidupan secara maksimal. Apalagi dijaman global sekarang ini problem kehidupan semakin komplek dan kompetitif, yang betul betul membutuhkan pikiran, tenaga dan waktu yang ekstra maksimal, keamanan yang semakin menurun dan bentuk kejahatan yang semakin meningkat beberapa waktu ke depan ini menyebabkan ketidak nyaman masyarakat dalam melakukan aktifitas kehidupannya baik dalam melakukan pekerjaan di rumah maupun di kantor kantor.

Hal ini langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi tubuh dan fisik kita. Karena begitu pentingnya masalah keamanan itu di dalam hidup, maka kita harus selalu menjaganya dan tetap waspada. Di samping itu di dalam kenyataannya kita tidak bisa menghindarkan dari masalah kesehatan baik fisik maupun mental, karena itu sudah merupakan hukum krodat kita sebagai manusia.

Balian Usada, usadha Bali - Dokter tradisional di bali

Mengenal Usada Bali

Walaupun berkembang pesatnya ilmu kedokteran modern saat ini, ilmu kedokteran tradisional/alternatif/timur masih dipercaya masyarakat dalam menyembuhkan suatu penyakit. Ilmu kedoteran tradisional atau alternatif ini jauh lebih dulu lahir daripada ilmu kedoteran modern. Pemisahan batasan ilmu kedoteran ini semata-mata untuk membatasi antara yang bersifat ilmiah dan non-ilmiah. Dalam ilmu kedoteran modern lebih mengutamakan unsur ilmiah/biologis, sedangkan ilmu kedoteran tradisional lebih menekankan asfek spiritualnya.
lebih lanjut mengenai USADHA dan belajar menjadi pengusadha silahkan ikuti YOGA USADHA GHANTA

Ksatria Dalem Sukawati - Kedase ( KDS )

berikut sekilas tentang perjalanan warih Ida Sri Aji Maha Sirikan, yang merupakan lelangit dari Ksatria Dalem Sukawati yang tersebar di seluruh Bali. awal cerita kedatangan beliau ke suatu daerah yang bernama abian timbul, sebagai hadiah atas keberhasilan beliau atas meredam kegiatan Ki Balian Batur dari Alas Kedangkan (banjar Rangkan - Ketewel sekarang). berangkat dari situlah, berkembang Kerajaan Sukawati yang menurun kan Trah Dalem Sukawati yang sekarang ini dikenal dengan sebutan Ksatria Dalem Sukawati.

berikut artikel yang berkaitan dengan keberadaan beliau:

Kerajaan Sukawati

Pangeran Made Asak


Salah satu putra dari Arya Kresna Kepakisan. Pangeran Made Asak berputra Arya Nginte” sesuai yang tersurat dan tersirat dalam Pamencangah di Pura Kawitan Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya).

Kemudian Krian Madya Asak Menetap di desa Kapal tahun 1443 karena berselisih dengan saudaranya Krian Petandakan dan dijadikan menantu oleh Arya Pangalasan. Beliau menurunkan Krian Dauh Manginte

Pangeran Nyuh Aya

Pangeran Nyuh Aya bersaudara dengan Pangeran Asak, keduanya putra dari Sira Arya Kepakisan. Sira Arya Kepakisan adalah anak dari Sira Aryeng Kediri, sedangkan beliau adalah cucu dari Airlangga.

Putra pertama dari Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya), Pangeran Nyuh Aya mempunyai putra 7 orang yaitu
  1. Arya Petandakan,
  2. Arya Satra,
  3. Arya Pelangan,
  4. Arya Akah,
  5. Arya Kloping,
  6. Arya Cacaran,
  7. Arya Anggan,
  8. Winiayu Adi, kemudian dipersunting oleh Arya Klapodiayana  (Arya Kebon Tubuh) putra Arya Kutawaringin.

Arya Petandakan

Pada waktu pindahnya Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya) ke Gelgel pada Isaka 1302 (1380 M) hanya diikuti oleh Arya Petandakan (putra Pengeran Nyuh Aya). Keturunan beliau lainnya masih tinggal di Desa Nyuh Aya.

Ketika Arya Petandakan (Putra Pengeran Nyuh Aya) menjadi pejabat kerajaan dengan jabatan Maha Patih Agung itu berlangsung pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong, beliau mulai membangun Parahyangan yaitu Pura Dalem Nyuhaya yang letaknya dipinggir Tukad Unda antara Desa Jumpai dan Desa Tangkas (daerah itu belum menjadi Banjar Dukuh sekarang). Akibat bencana alam Gunung Agung yang meletus tahun 1963, pura tersebut mengalami kerusakan. Pura Dalem Nyuhaya akhirnya di pindahkan ke tempat sekarang. Sedangkan setranya terletak di depan Pura Dalem Nyuhaya. Pura tersebut masih disungsung warga keturunan Nyuh Aya yang ada di Br Dukuh hingga sekarang.

Ekspedisi Kerajaan Klungkung Ke Wilayah Blambangan


Menurut ‘Kidung Pamancanggah” disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Dalem DiMade telah dilakukan pertemuan penting di istana Gelgel yang dihadiri oleh seluruh pemuka pemuka di wilayah Bali yang mana pertemuan tersebut membahas tentang perebutan wilayah Kerajajaan Gelgel didaerah Pasuruan yang dilakukan oleh Kerajaan Mataram di Jawa Tengah.


Seperi diketahui bahwa pada Jaman Pemerintahan Dalem Waturenggong yang merupakan masa Keemasan Kerajaan Gelgel wilayahnya meliputi Pasuruan dan Blambangan di Jawa Timur, Bali, Lombok dan Sumbawa. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa wilayah tersebut harus direbut kembali dan Dalem Dimade akan mengirimkan pasukan dalam jumlah besar untuk melaksanakan misi tersebut.

Dhalem Anom Pemayun Caka 1587 – 1597 atau 1665 – 1675 Masehi.

Setelah berpulangnya Baginda Dhalem Sagening, beliau digantikan oleh putranya yang tertua bernama Ida I Dewa Anom Pemayun, setelah mendapat persetujuan dari Dhalem Pemayun dan Dhalem Sagning.

Putra Mahkota dari Dalem Sagening setelah dinobatkan menjadi Raja di Kerajaan Gelgel bergelar Dalem Di Made atau Sri Di Made. Dalam kehidupan keagamaannya beliau lebih mengutamakan ajaran Siwa dibandingkan dengan agama Budha terbukti dalam kitab “Srat Raja Purana” gelar baginda disebutkan “Adi Paramartha siwa”. Sekalipun demikian beliau tidak mengabaikan ajaran agama Budha karena penduduk di Bali kebanyakan memeluk kudua agama tersebut yang dinamakan agama Siwa Budha.

Ida I Dewa Anom Pemayun telah dinikahkan dengan putri Dhalem Pemayun yang bernama Shri Dewi Pemayun, telah melahirkan :
  1. Shri Ratu Dewatingpura
  2. Ida I Dewa Anom Pemayun,
sama dengan nama ayahnya dijadikan raja di Mengwi atas permohonan I Gusti Kaler Pranawa dengan sebutan Shri Agung Mengwi dan adiknya bernama Ida I Dewa Pemayun Dimade.

I DEWA SAGENING Caka 1492 – 1587 atau 1580 – 1665 Masehi

Ida I Dewa Dimade Sagening dinobatkan menjadi raja dengan abhiseka Dhalem Shri Haji Sagening menggantikan Dhalem Pemayun menjadi raja pada tahun caka 1492 atau 1580 masehi. Pergantian kerajaan diwarnai dengan kesedihan, karena Dhalem Pemayun tidak mau tinggal di istana Gelgel, beliau memilih pergi dari istana dan menetap di Purasi, setelah dijemput oleh menantunya Ida I Dewa Anom Pemayun suami dari Srhi Dewi Pemayun putri satu-satunya dari Dhalem Pemayun.

Setelah meredanya pemberontakan Batan Jeruk menyusul terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh Krian Pande sebagai pembalasan atas kegagalan Batan Jeruk dan pemeberontakan inipun dapat dipadamkan dengan terbunuhnya Karian Pande,karena situasi mulai kacau, maka oleh pembesar Kerajaan Gelgel diangkatlah I Dewa Segening sebagai raja menggantikan kakaknya Dalem Bekung. I Dewa Segening kemudian bergelar Dalem Segening. Dengan sukarela dan ihklas Dalem Bekung menyerahkan tahta kepada adiknya karena merasa dirinya tidak mampu mengemban amanat dari leluhurnya. Satu perubahan yang paling menonjol dari pemerintahan Dalem Segening adalah kembalinya kerajaan-kerajaan Sasak (Lombok), Sumbawa yang mengakui kekuasaan Gelgel.

Pembebasan Kota Gelgel dari Patih Agung Kryan Maruti

Setelah masa pemerintahan Dalem Segening berakhir, akhirnya Gelgel diperintah oleh Dalem Di Made sekaligus sebagai raja terakhir masa kerajaan Gelgel. Saat-saat damai yang pernah dirintis oleh Dalem Segening tidak dapat dipertahankan oleh Dalem Di Made. Hal ini disebabkan karena Dalem Di Made terlalu memberikan kepercayaan yang berlebihan kepada pengabihnya I Gusti Agung Maruti. Sehingga pembesar-pembesar lainnya memilih untuk meninggalkan puri.

Hal inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh I Gusti Agung Maruti untuk menggulingkan pemerintahan Dalem Di Made. Usaha ini ternyata berhasil, Dalem Di Made beserta putra-putranya menyelamatkan diri ke desa Guliang diiring oleh sekitar 300 orang yang masih setia. Disinilah Dalem Di Made mendirikan keraton baru. Hampir selama 35 tahun Gelgel mengalami kevakuman karena Dalem Di Made telah mengungsi ke Guliang (Gianyar).Dalem Di Made kemudian wafat di sana.

Cokorda Pemecutan X - Babad Pemecutan

Setelah Perang puputan Badung terjadi kekosongan pemerintahan selama beberapa tahun di Puri Pemecutan, kemudian atas prakarsa keluarga besar Puri Agung Pemecutan dan Warga Ageng Pemecutan dan untuk melestarikan budaya leluhur terdahulu maka dicarilah kandidat untuk diangkat sebagai Cokorda Pemecutan ke X.

Kyahi Ngurah Gde Pemecutan merupakan keponakan dari Cokorda Pemecutan IX , dalam Perkembangannya karena Raja Pemecutan IX hanya meninggalan seorang Putri yaitu Anak Agung Sagung Ibu maka berdasarkan hasil Musyawarah Keluarga Puri Agung Pemecutan kemudian memutuskan untuk mengangkat Kyahi Ngurah Gde Pemecutan sebagai Keluarga terdekat dari Raja Pemecutan IX dari Jero Kanginan sebagai Raja Pemecutan X dengan gelar Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan.

Kiyayi Anglurah Pemecutan IX - Babad Pemecutan

Pada tanggal 28 Oktober 1939 Purnama kelima Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan abiseka Ratu menggantikan Raja Pemecutan IX yang gugur pada peristiwa heroik Puputan Badung pada hari kamis kliwon wara ukir tanggal 20 September 1906 jam 16.00 wita. Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan sebagai penguasa wilayah Badung tahun 1947

Kisah Bayi Dalam Perang Puputan Badung
Raja Pemecutan IX mempunyai 3 orang saudara dari lain ibu yaitu :
  1. Kyahi Ngurah Putu (Menjabat sebagai Patih Agung)
  2. Kyahi Ngurah Made
  3. Kyahi Ngurah Rai
  4. Kyai Ngurah Ketut/ Bima

Perang Kerajaan Badung Vs. Kerajaan Mengwi

Pada Waktu Kerajaan Mengwi dibawah pemerintahan putra dari yaitu I Gusti Agung Sakti, I Gusti Made Agung Alangkajeng hubungan Kerajaan Mengwi dan Kerajaan Badung agak membaik, hal tersebut terjadi karena I Gusti Made Agung langkajeng merelakan putrinya yaitu Ni Gusti Ayu Bongan kawin dengan Angurah Pemecutan III/ Ida Bhatara Maharaja Sakti sehingga melahirkan putra yang dibuatkan Anak Agung Gde OkaJero di Kaleran Kawan. Dan sebagai hadiah perkawinan maka daerah pesisir seseh sampai bukit Uluwatu diberikan kepada Kerajaan Badung , tetapi adanya Pura Ulunsuwi dan Pura Uluwatu harus dipelihara oleh Kerajaan Badung.

Kiyayi Anglurah Pemecutan IX ( 1851 - 1906 ) - Babad Pemecutan

Dengan wafatnya Kiyai Anglurah Pemecutan VIII karena beliau tidak berputra (putung) maka singgasana di Puri Agung Pemecutan menjadi kosong. Maka kalau dilihat dari garis keturunannya maka yang berhak mengisi kekosongan tersebut adalah dari Puri Kanginan Pemecutan sebagaimana yang sudah dilaksanakan pada waktu penobatan Kiyai Anglurah Pemecutan VII yang berasal dari Puri Kanginan. Adapun yang masih tinggal di Puri Kanginan adalah adik dari Kiyai Anglurah Pemecutan VIII yaitu Kiyai Agung Lanang Pemecutan

Peristiwa Penting Pada Masa Pemerintah Kiyai Anguran Pemecutan IX

Kiyayi Angurah Pemecutan VIII ( 1840 - 1851 ) - Babad Pemecutan

Kiyayi Agung Gde Oka menggantikan kedudukan mertuanya sebagai Angluran Pemecutan VII sebagai Raja di Puri Agung Pemecutan tahun 1840 - 1851 M.

Sebagaimana disebutkan bahwa Kiyai Anglurah Gede Oka/ Kyai Agung Gede Oka setelah pernikahannya dengan kedua Raja Putri yaitu Ratu Istri Adi/ Sagung Adi dan Ratu Istri Oka/ Sagung Oka yang merupakan anak dari Kiyai Anglurah Pemecutan VII menjadi Kiyai Anglurah Pemecutan VIII.

Kiyai Anglurah Pemecutan VII ( 1813 - 1829 ) - Babad Pemecutan

Kiyai Anglurah Pemecutan VII menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja di Puri Pemecutan. Kiyai Anglurah Pemecutan VII tidak mempunyai putra sehingga untuk mengendalikan jalannya pemerintahan setelah beliau wafat di percayakan kepada 2 putri beliau yaitu 
  • Ratu Istri Adi / Sagung Adi
  • Ratu Istri Oka/ Sagung Oka.
 Untuk memperkuat kedudukan kedua raja putri tersebut akhirnya keduanya dinikahkan dengan Kiyai Anglurah Gede Oka / Kyai Agung Gede Oka yang merupakan anak dari Kiyai Agung Gede Rai / Kiyai Agung Lanang Pemecutan dari Puri Kanginan Pemecutan

Kiyayi Anglurah Pemecutan VI - Babad Pemecutan

Arya Ngurah Gede Raka / Arya Ngurah gede Mecutan / Kiyai Agung Gde Raka dinobatkan sebagai Kiyai Anglurah Pemecutan VI menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja di Puri pemecutan.

Kiyai Anglurah Pemecutan VI mengambil permaisuri yang merupakan saudara Kiyai Anglurah Made Pemecutan dari Puri Denpasar. Dari pernikahan tersebut lahir 2 orang putra :
  1. Kiyai Anglurah Pemecutan VII
  2. Seorang Putri (tidak disebutkan namanya) tidak berumur panjang.

Perselisihan Antara Puri Kaleran Kawan Dengan Puri Satria

Pada masa pemerintahan Arya Ngurah Mecutan Bija, terjadi perselisihan antara Sri Aji Jambe Puri Ksatria dengan Puri Kaleran Kawan. Adapun Arya Ngurah Mecutan Bija tidak berada di salah satu pihak tetap di tengah-tengah.

Kiyai Agung Gde Oka di Jero Kaleran Kawan mempunyai 2 orang putra yaitu Kyai Ngurah Rai dan Kyai Ngurah Made. Setelah keduanya meningkat dewasa, Kiyai Ngurah Rai mengabdi di Puri Agung Satria

Diceritakan Kyai Jambe Ksatrya mempunyai kesenangan berjudi sabung ayam. Beliau mempercayakan ayam – ayamnya dipelihara oleh I Gusti Ngurah Rai karena Kiyai Ngurah Rai mempunyai bakat membina ayam kurungan, beliau terkenal sebagai pekembar yang bijaksana.