Google+

Babad Bali Keturunan Mpu Prateka

Babad Bali Keturunan Mpu Prateka

Adapun Mpu Prateka putra dari Bhatara Mpu Gnijaya, kawin dengan putrinya Mpu Pasuruan. Dari perkawinannya ini, Mpu Prateka berputra seorang anak laki – laki dan sesudah podgala bergelar Mpu Pratekayajnya kawin dengan Ni Dewi Ratna Sumeru, lalu beliau pindah ke Pasuruan. Dan dari perkawinan ini menurunkan tiga orang putra laki – perempuan diantaranya

  1. Pang Prateka, 
  2. Ni Ayu Kamareka, dan 
  3. Ni Ayu Swarareka. Dari Pasuruan lau mereka pindah ke Bali.

Kemudian sang Prateka kawin dengan Ni Ayu Wirarunting, lalu menurunkan seorang putra bernama De Pasek Lurah Kubakal di Banjar Kubakal, Desa Pempatan, Karangasem. Pada hari Seni Umanis, Wara Sungsang sasih Karo, saka 1257 oleh Raja Bali Sri Gajah Waktra alias Sri Gajah Wahana De Pasek Lurah Kubakal diangkat Amancabhumi di Desa Kubakal, Karangasem, dan menguasai daerah Kubakal dan Bangli.

Selanjutnya De Pasek Lurah Kubakal berputra tujuh orang laki – laki yaitu

  1. Pasek Prateka di Banjar Tengah, Desa Rendang.
  2. Pasek Prateka di Banjar Belatung, Desa Menaga, kemudian pudgala menjadi Dukuh bergelar Ki Dukuh Belatungan.
  3. Pasek Prateka di Banjar Segahkelod, Desa Nongah Karangasem.
  4. Pasek Prateka di Banjar Karang Suwungkelod, Desa Peninjoan, Bangli.
  5. Pasek Prateka di Banjar Bungbud, Desa Bungbud.
  6. Pasek Prateka di Banjar Gamongan, Desa Tiyingtali, Karangasem, lalu mepudgala menjadi Dukuh bergelar Ki Dukuh Gamongan
  7. Pasek Prateka di Banjar Pekandelan Danginmargi, Desa Akah, Klungkung

Babad Pasek dan Bendesa- Anugerah Buat Ki Balian Batur

Babad Pasek dan Bendesa - Anugerah Buat Ki Balian Batur

Beberapa lama kemudian, Gde Batan Tubuh menurunkan:

  1. Pasek Payangan di Desa Payangan, 
  2. Pasek di banjar Tunon, 
  3. Pasek di Banjar Sakan, Desa Batuan, 
  4. Pasek Bendesa di Belahbatuh Gianyar, 
  5. Pasek di Desa Banjarakan, Klungkung, 
  6. Bendesa Gumiar di Desa Mengwi, Badung, dan 
  7. Bendesa di Desa Banjarakan, Klungkung.

Selanjutnya Bendesa di Desa Mengwi, oleh Raja Mengwi Cokorda Sakti Belambangan ditugaskan memimpin rakyat pilihan berjumlah 200 orang dengan bantuan Dewa Agung Anom Sirikan untuk menyerang Ki Balian Batur dari dusun Teledunginyah Alas Kedangkan. Kemudian Bendesa Gumiar di Desa Mengwi menurunkan Pasek Bendesa di Banjar Desa, Desa Payangan, Desa Gianyar. Disana lalu dibangun pura diberi nama Pura Santi, untuk mengingatkan bahwa Bendesa Gumiar berhasil menciptakan situasi damai dan sentosa dengan terbunuhnya Ki Balian Batur.

Pura Kawitan Pasek Bendesa

Pura Kawitan Pasek Bendesa

Prasasti pasek bendesa gelgel pasti dan harusnya disimpan di salah satu merajan pasek bendesa gelgel, yang sekarang keturunannya terdapat di beberapa tempat atau desa. Lazimnya, walaupun mereka sudah tidak lagi menjabat bendesa tetap menyebut diri bendesa. Sedangkan bendesa itu nama jabatan kepala desa pada zamannya. Untuk diketahui siapa yang disebut pasek bendesa. Secara singkat dan garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Karena keterbatasan ruangan mustahil dapat diungkap dan diuraikan secara rinci mengenal asal – usul pasek bendesa tersebut. Namun dapat dijelaskan bahwa putra bungsu Kyayi Gusti Agung Pasek gelgel mantan raja bali bernama I Gusti Pasek Gelgel di banjar pengatepan. Desa gelgel berputra 11 orang laki – laki . Walaupun sudah tidak lagi menduduki jabatan bendesa pada umumnya keturunannya keturunannya juga menyebut diri pasek bendesa. 

Pura Kawitan Pasek Penatahan

Pura Kawitan Pasek Penatahan

Kadang – kadang seseorang atau warga menggunakan jati diri menurut tempat tinggal atau jabatan, sehingga ada menyebut diri Pasek Penatahan, Pasek Galiukir, Pasek Pajahan, Pasek Sanda dan lain – lainnya. Dengan menggunakan jati diri demikian tanpa menyebutkan asal – usul, tidak jarang membingungkan keturunannya, dan yang paling fatal kemudian mereka tidak mengenal leluhur dan pura kawitannya, sehingga tidak jarang terjadi, karena tidak lagi memakai jati diri seperti leluhurnya, lalu memanggap merajan penyungsungnya sebagai pura kawitan, sedangkan pura kawitan yang sebenarnya kurang dikenal.

Untuk menghindari peristiwa demikian, perlu dijelaskan asal – usul mereka, agar jangan sampai terlanjur menggunakan identitas yang tidak sesuai dengan asal – usulnya. Secara singkat dapat dijelaskan demikian :

  1. yang menyebut diri pasek panatahan adalah keturunan Pasek Wanagiri. Kecamatan silamdeg, kabupaten tabanan, yang berdomisili di desa penatahan lalu menyebut diri secara tradisi secara gugon tuwon pasek penatahan. Sesungguhnya mereka adalah Pasek Tohjiwa, keturunan I Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa, salah seorang keturunan Sang Sapta Rsi Mpu Ketek.

Pura Kawitan Pasek Sanak Selem

Pura Kawitan Pasek Sanak Selem

Pura pasek panyungsung saudara yang berlokasi bersebelahan dengan pura dasar bhuwana gelgel di desa gelgel. Kecamatan dan kabupaten klungkung, bukan pura kawitan, dan pura kawitan pasek adalah pura lempuyang madya. Kecamatan abang, kabupaten karangasem. Sedangkan pura pasek yang berlokasi bersebelahan dengan pura pasek yang berlokasi bersebelahan dengan pura dasar bhuwana gelgel adalah merajan dalam berbagai status bukan pura kawitan mungkin sebagai merajan / dadya, panti atau paibon, dan juga bukan merajan agung / dadya agung.

Yang dinamakan siswa tidak mesti terhadap seorang sulinggih, dan dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi, asalkan yang dijadikan siswa adalah mereka yang sudah berstatus sulinggih atau brahmana berdasarkan fungsi.

Pura Kyaki Agung Pasek Gelgel Aan di tuakilang Tabanan

Pura Kyaki Agung Pasek Gelgel Aan di tuakilang tabanan

Pasek gelgel di tuakilang, tabanan, yang lazim disebut bandesa sibangkaja adalah keturunan pasek gelgel desa aan, kecamatan banjarangkan, kabupaten klungkung. pasek gelgel desa aan adalah keturunan I Gusti Pasek Gelgeldi desa aan.

Merajan penyungsungannya di banjar pasek desa aan, kecamatan Banjarangkan, kabupaten klungkung bukan pura kawitan. Melainkan berstatus Merajan agung /dadya agung dan bukan pura kyaki agung pasek gelgel aan. seterusnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. I gusti pasek gelgel didesa aan, kecamatan banjarangkan. Kabupaten klungkung adalah seorang putra dari kyayi Gusti agung pasek gelgel. Setelah berdomisili di desa aan i gusti pasek gelgel membangun prahyangan sebagai tempat suci untuk memuliakan dan memuja arwah suci para leluhurnya. Di dalam sejarah perjalanannya kemudian disebutmerajan agung/ dadya agung pasek gelgel keturunan i gusti pasek gelgel aan.

Peristiwa Penting yang dialami Pasek Padang Subadra

Peristiwa Penting yang dialami Pasek Padang Subadra

Ki Pasek Padang Subratha Meninggalkan Tulamben.

Pada suatu hari sekitar tahun caka 1602 (tahun 1680M), di desa Tualaben diadakan sabungan ayam. Ketika itu tiga anak buah perahu merapat di Pantai Tulamben. Anak buah perahu yang terdiri dari orang-orang bugis turun ke darat. Tatkala itu di arena sabungan ayam akan berlaga sepasang ayam jago yaitu antara ayam berbulu buwik tersebut .Orang-orang perahu memberi tahu bahwa isi taruhannya adalah seluruh isi ketiga buah perahu miliknya. Akan tetapi pemilik ayam itu tidak memberikan dan mengatakan bahwa ayam itu tidak dijual.

Oleh karena itu mereka menuntut orang-orang Desa Tulamben, membayar sejumlah taruhan sesuai dengan perjanjian .Akan tetapi orang-orang Desa Tulamben tidak mau memenuhi tuntutan mereka . Hal ini dilakukan oleh orang-orang Desa Tulamben ,karena mereka mengira bahwa orang-orang perahu tersebut tidak akan berani berbuat apaapa, mengingat orang-orang Desa Tulamben jumlahnya jauh lebih banyak .Apabila orang-orang perahu itu berani bertindak dan berbuat keonaran, maka mereka akan dikeroyok oleh orang-orang Desa Tulamben, serta perahu mereka dan seluruh isinya akan dirampas.

Peristiwa Terbunuhnya Pasek Badak (Pasek Badak Takluk)

Peristiwa Terbunuhnya Pasek Badak

Setelah berhasil mengalahkan I Gusti Ngurah Kekeran, I Gusti Agung Putu mendirikan istana di Bekak, di sebelah Utara Bale Agung Mengwi, sehingga dinamai Puri Kaleran. Di sebelah Barat – Laut istana dibangun Parahyangan (Dewa Graha) yang dinamai Taman Ganter. Dibuatkan Tengeran (kulkul) yang bernama Si Tankober, milik I Gusti Tangeb. 
Setelah diupacarai dinamakan Kawyapura, atau Manghapura nama lainnya. 
Sementara istana beliau di Balaayu (Puri Belayu) diberikan kepada I Gusti Celuk.

Ada seorang Ki Pasek yang sakti dan teguh berkendaraan Badak, dengan pengikutnya tidak mengakui kedaulatan I Gusti Agung Putu. 
Pada suatu hari, ia mengundang Pasek Badak untuk datang menghadap ke Puri.
Ki Pasek Badak memenuhi permintaan Gusti Agung Putu, datang ke sana bersama keluarga rakyat sebagai pengiringnya. 

Raja menantang untuk adu tanding, tanpa mengadu rakyat. Rakyat hanya menjadi taruhan. Tantangan disetujui oleh Ki Pasek Badak. Mereka berdua mengadu kekuatan, sama – sama kebal tidak terlukai oleh senjata. Tidak ada yang kalah. Kemudian Ki Pasek Badak menyadari, bahwa I Gusti Agung Putu ditakdirkan menjadi penguasa dan menikmati kewibawaan. 

Pasek Badak setuju dan memberitahu kepada I Gusti Agung Putu, ia tidak bisa dibunuh dengan keris pusaka. Ki Pasek bersedia mengalah dan dibunuh dengan syarat setelah menjadi Pitara disembah oleh 40 orang keturunan I Gusti Agung Putu.

Syarat itu disetujui, Ki Pasek menyerahkan nyawanya, ditikam dengan keris Ki Nagakeras. Jenazahnya diurus sebagaimana mestinya oleh I Gusti Agung Putu sebagaimana menurut tradisi kerajaan. Binatang Badak peliharaannya juga mati di sebelah Selatan desa Buduk. 

I Gusti Agung Putu kemudian melakukan upacara pemerasan kepada 40 orang dari semua golongan masyarakat untuk menyembah roh Ki Pasek Badak, sebab beliau tidak mau keturunan langsung yang menyembah. 

Warga Ki Pasek seluruhnya tidak mau tunduk, mereka mengungsi ke desa Tanguntiti Tabanan.

I Gusti Agung Putu memenuhi janjinya dengan mendirikan Pura Taman Ahiun (Ayun). Arwah Ki Pasek Badak diistanakan di Pelinggih Meru Tumpang 1. Kemudian dilaksanakan upacara besar Bhuta Yajnya, Manca Wali Krama, dan Siwa Yajnya, pada Anggara – Kliwon – Medangsya. 

Warga 40 orang yang menyembah roh Ki Pasek Badak kemudian dijadikan laskar kerajaan bernama Bala Putra Dika Bata – Batu.

Ada seorang pasek Badak laki-laki yang masih anak-anak diajak oleh I Gusti Agung Putu ke purinya. Kemudian sesudah kerajaan Mengwi berdiri serta anak itu sudah dewasa ,anak itu diangkat menjadi sedahan, memegang seluruh harta benda kekayaan I Gusti Agung Putu. Pedang yang bias dipakai membunuh Pasek Badak, kemudian diberi nama Ki Nagakeras sebagai senjata Pusaka I Gusti Agung Putu

Sedang keturunan Pasek Badak Sedahan Puri Mengwi, masih tetep tinggal di Banjar Gulingan, Mengwi. Lama-kelamaan ada keturuannya pidah tempat ke berbagai desa, seperti misalnya ke desa Braban, Kediri, wilayah Tabanan dan lain-lainnya.

Mengenai keturunan I Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa yang ada di beberapa desa ,dapat dijelaskan sebagai berikut: Keturunan Pasek Tohjiwa, yang dikenal dengan julukan Pasek Badak ada yang kembali ke Desa Buduk, lalu bertempat tinggal di Banjar Sengguan Desa Buduk, wilayah Badung. Kemudian ia menurunkan enam orang anak semuanya disebut Pasek Tohjiwa,namun berlainan tempat tinggal yaitu:

  1. Pasek Tohjiwa di Banjar Sengguan Desa Buduk
  2. Pasek Tohjiwa di Banjar Gunung Desa Buduk
  3. Pasek Tohjiwa di Banjar Danginjalan Desa Buduk
  4. Pasek Tohjiwa di Banjar Dawuhjalan Pasekan Desa Buduk
  5. Pasek Tohjiwa di Banjar Tengah Desa Buduk
  6. Pasek Tohjiwa di Banjar Umadwi Desa Padangsambian.

Sang Catur Sanak dari Panca Tirtha kembali ke Bali

Sang Catur Sanak dari Panca Tirtha kembali ke Bali

Dari peristiwa peristiwa yang telah dikemukakan pada babad terdahulu, dapat disimpulkan, betapa eratnya hubungan pulau jawa khususnya Jawa Timur dengan Pulau Bali, terutama dalam hal spiritual. Ditambah lagi dengan berkuasanya Ratu Kediri atas Pulau Bali seperti tercantum pada prasasti Desa Julah, yang disimpan di Desa Sembiran, kecamatan Tejakula (buleleng) bertahun saka 905. Dalam prasasti itu ada memuat nama seorang ratu Yakni Wijaya Mahadewi. Dihubungkan dengan prasasti yang mempergunakan tahun saka 859, di dalamnya dijumpai sebuah kalimat.

Ikatan tali kasih antara Bali dan Jawa Timur bertambah erat, dengan dilangsungkannya perkawinan agung antara sri Udayana (dharmmodayana) Warmadewa dari Bali dengan sri Mahendratta, adik perempuan Raja Daha di Jawa Timur . Sri Mahendratta adalah cicit dari sri maharaja Paradewasikan Kamaswara Dharmmawangsa, raja di Jawa Timur pada tahun saka 851. Sesudah berakhir masa jabatannya sebagai raja, beliau menjalani dharma kebrahmanan dengan melalui suatu upacara pudgala yaitu Dwijati atau diksa bergelar Mpu Sendok.

Sang Sapta Pandita atau Sang Sapta Rsi Putra dari Mpu Gnijani, sudah samasama kawin dan berumah tangga dijawa, kemudian masing-masing memiliki keturunan.

  1. Mpu Ketek mempersunting putri Ki Aryya Padang Subadra, berputra dua orang lakilaki. Yang sulung bernama Aryya Kapasekan, dan adiknya bernama Sang Hyang Pamacekan.
  2. Mpu Kananda menikah dengan putri Mpu Swethawijaya, berputra seorang laki-laki bernama Sang Kuldewa. Sesudah menempuh acara dwijati, sang Kuldewa bergelar Mpu Swethawijaya, sama namanya dengan kakek dari Pradhana (pihak perempuan).
  3. Mpu Wiradnyana menikah dengan putri Mpu Panataran berputra seorang laki-laki bernama Mpu Wiranatha.

Lahirnya Sang Panca Tirta Bhatara Kawitan

Lahirnya Sang Panca Tirta Bhatara Kawitan

Alkisah Empu Withadarma alias Sri Mahadewa melakukan yoga samadi dengan teguh dan dIsiplin. Dari Kekuatan panca bayu nya lahirlah dua orang anak laki-laki, diantaranya

  • Mpu Bhajrashattwa alias Mpu Wiradharma , dan
  • Mpu Dwijendra alias Mpu Rajakretha.

Mpu Dwijendra kemudian melakukan yoga samadi. Berkat yoga samadinya itu, lahirlah dua orang anak laki-laki;

  • Gagakaking alias Bukbuksah , dan
  • Brahma Wisesa.

Selanjutnya Brahma Wisesa melakukan Yoga Samadi. Dari kekuatan Panca Bayu nya lahir dua anak laki-laki masing-masing bernama

  • Mpu Saguna , dan
  • Mpu Gandring wafat ditikam dengan keris buatannya oleh Ken Arok .

Sedangkan Mpu Saguna , dari yoga samadi nya melahirkan seorang anak laki-laki bernama Ki Lurah Kapandean yang selanjutnya menurunkan wangbang yaitu Pande Wesi,

babad Bali

babad Bali



Semoga tidak ada halangan dan berhasil
Pranamyam sira dewam, bhuktimukti itarttaya, prawaksyatwa wijneyah, brahmanam ksatriyadih, patayeswarah.
Sembah sujud hamba ke hadapan Ida Sang Hyang Parama Wisesa, yang melimpahkan segala sifat baik-buruk (ala-ayuning) kehidupan manusia di dunia ini. Semoga tidak ada halangan dalam penulisan babad (sastra sejarah) ini. Bebas hamba dari segala kesalahan dan kekeliruan, karena kurang paham terhadap Purana Tatwa,serta dengan hati yang tulus dan suci bermaksud menyusun cerita sejarah, sebagai usaha untuk mengingatkan para keluarga dan anak cucu. Semogalah berhasil dan mencapai kesempurnaan

Ketika Alam Masih Kosong

Kosong , itulah awal dari kisah ini . Dahulu kala, ketika belum ada matahari, bulan, bintang, dan planet-planet, termasuk planet bumi ini . Hanya ada Sang Hyang Embang yang Maha Tunggal. Beliau maha besar, memenuhi alam raya yang luasnya tak terbatas namun juga maha kecil. Hingga bisa longgar di lubang yang paling kecil. Ketika itu segalanya bersifat sempurna, suci karena tidak ada yang lain selain Hyang Widhi yang maha sempurna . Yaitu tercipta Sang Hyang Licin yang juga disebut Sang Hyang Eka Aksara yakni Ongkara.

Kaligrafi Dasabayu, Semar dan Ongkara dalam Budaya Bali

Kaligrafi Dasabayu, Semar dan Ongkara dalam Budaya Bali

Kebudayaan Bali adalah produk masyarakat Bali secara kolektif dan berkelanjutan. Budaya Bali terbina sejak manusia Bali ada, akan terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan kehidupan manusia Bali. Kehidupan berkebudayaan mencirikan manusia Bali mempunyai suatu tradisi baik yaitu tradisi sastra dan tradisi karya. Dengan tradisi tersebutlah maka sekarang dapat diwarisi berbagai bentuk produk budaya seperti pengetahuan tertulis dalam lontar dan tinggalan arkheologis lainnya.

Kebudayaan Bali dapat dipilah-pilah menjadi beberapa subkomponen seperti kesenian, pekerjaan profesional, bahasa, pemanfaatan dan apresiasi waktu, upakara dan upacara, dan lainnya. Produk dalam berkesenian tersebut berupa seni tabuh, seni lukis, seni grafis, seni tari, seni pahat dan lain-lainnya. Tulisan ini berusaha untuk mengungkapkan salah satu dari produk berkesenian masyarakat Bali yaitu seni kaligrafi.

Aji Pengiwa di Bali antara Mangku dan Balian

Aji Pengiwa di Bali antara Mangku dan Balian

Hampir sebagian besar di antara kita pernah mendatangi praktik Jero balian atau dukun, baik untuk tujuan penyembuhan suatu penyakit, menanyakan sesuatu yang niskala, mencari perlindungan diri, penangkal agar tidak terserang orang secara gaib, bahkan untuk mendapatkan penglaris. Apapun tujuan kita mendatangi jero balian, dan apa pun kemampuan jero balian, tampaknya tidak mudah bagi kita untuk menghindari kepercayaan dunia niskala, yang kita terjemahkan secara sederhana dan sempit, yakni dunia mistik dan gaib.

Dalam kepercayaan permanen itu, suatu penyakit atau musibah selalu dikaitkan dengan gejala ketidak-harmonisan hubungan kita dengan sesama dan alam gaib yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit dan musibah, karena itu kita memerlukan bantuan pihak lain, yang dianggap memahami dan dapat mengendalikan kekuatan gaib yang mengganggu kesehatan dan ketentraman hidup kita. Kekuatan gaib itu menyebabkan penyakit dan mendatangkan musibah.

Leak Bali dan seluk beluk BLACK MAGIC di bali

Leak Bali dan seluk beluk BLACK MAGIC di bali

Dalam prakteknya di masyarakat ciri-ciri Pangeleyakan bersumber dari perilaku manusia, yang disebut dengan Balian Pangiwa dan Balian Panengen, seperti dijelaskan oleh Nala (2002:114).

  • Balian panengen adalah Balian yang tujuannya untuk mengobati orang yang sakit sehingga menjadi sembuh.
  • Balian Pangiwa bertujuan bukan untuk menyembuhkan orang sakit, tetapi membuat orang yang sehat menjadi sakit dan yang sakit menjadi bertambah sakit, bahkan sampai meninggal. 
Balian atau dukun jenis ini sangat sulit untuk dilacak, pekerjaannya sudah penuh rahasia, terlalu tertutup dan misteri. Tidak sembarang orang yang datang dapat dipenuhi keinginannya untuk membencanai musuh atau orang yang dibenci. 

Tutur Kamoksan merupakan ilmu menuju tujuan akhir kehidupan manusia

Tutur Kamoksan merupakan ilmu menuju tujuan akhir kehidupan manusia

Menurut Lontar, Moksa ditentukan oleh Tri guna (sattwa, rajah, dan tamah) yang menentukan akan mendapatkan apa atma itu, apakah kamoksan, swarga atau lahir menjadi manusia, apakah menempati Paramasiwa yang memiliki tingkat kesadaran tertinggi, Sadasiwa menengah, dan Siwa rendah (hingga memunculkan beragam pertanyaan di atas). Tinggi rendahnya tingkat kesadaran itu tergantung dari kuat tidaknya pengaruh Maya, diantaranya:

  • Paramasiwa adalah bebas dari pengaruh Maya, 
  • Sadasiwa mendapat pengaruh sedang-sedang saja, sedangkan 
  • Siwa mendapat pengaruh Maya paling kuat.

Berikut Lontar yang menuntun menuju Moksa:

Lontar Sundarigama

menggunakan bahasa Kawi, dan mengandung teks yang bersifat filosofis-religius karena mendeskripsikan norma-norma, gagasan, perilaku, dan tindakan keagamaan, serta jenis-jenis sesajen persembahan yang patut dibuat pada saat merayakan hari-hari suci umat Hindu Bali, mengajarkan kepada umatnya untuk berpegang kepada hari-hari suci berdasarkan wewaran, wuku, dan sasih dengan mempergunakan benda-benda suci/yang disucikan seperti api, air, kembang, bebantenan disertai kesucian pikiran terutama dalam mencapai tujuan yang bahagia lahir bathin (moksartam jagadhita) berdasarkan agama yang dianutnya. Teks Sundarigama merupakan penuntun dan pedoman tentang tata cara perayaan hari-hari suci Hindu yang meliputi aspek tattwa (filosofis), susila, dan upacara/upakara.

Leak dan Dasa Aksara

Leak dan Dasa Aksara

Dasa Aksara adalah Sepuluh huruf magis, banyak versi yang memuat tentang kekuatan Akasara ini, hampir semua Usadha Bali mencatat mengenai kehebatan dari aksara tersebut. Tidak kecuali Sang Punggung Tiwas seorang Penghusadha yang sangat mempuni dan menguasai kekuatan ilmu dasa aksara.

Punggung Tiwas dalam mengobati pasienya hanya mengunakan Tatapan mata, Sentuhanya sangat ajaib ( mengarahkan tanganya hanya beberapa senti dari organ yang sakit) dan ramuan obat dari tumbuh-tumbuhan.

Pasien di tangan Punggung Tiwas jarang sekali gagal, hampir semua yang di tangani menjadi sembuh, itulah alasanya banyak dukun pada zamanya belajar kepada Punggung Tiwas, dari sini juga banyak cabang pengobatan seperti :
Ilmu Leak Bali, selama ini akrab dengan citra negatif atau jahat. Padahal ilmu Leak sejatinya adalah aksara atau sastra ilmu pengetahuan. Ilmu Leak di Bali, sebenarnya merupakan bagian dari aksara-aksara suci yang disebut Dasa Aksara.

Leak bali dan lontar pengleakan ilmu spiritual liak dari Bali

Leak bali dan lontar pengleakan ilmu spiritual liak dari Bali

Dalam mitologi Leak Bali, Leak adalah olah spiritual tingkat tinggi, tapi sering diplesetkan dan diidentikkan oleh orang luar sebagai penyihir jahat yang memiliki Ilmu Kewisesan Pengiwa Leak Desti tingkat tinggi.

cerita miring liak bali

Banyak orang luar bali mengartikan leak itu simbok kejahatan yang harus dibasmi, mungkin karena pengaruh cerita – cerita mistis leak bali yang selalu menyeramkan dan identik dengan pembunuhan, menyakiti dan berbagai kejahatan lainnya. Ada pula mengatakan leak itu berasal dari dua kata; Le artinya penyihir dan ak artinya jahat. Leak hanya bisa dilihat di malam hari oleh para dukun pemburu leak. Di siang hari ia tampak seperti manusia biasa, sedangkan pada malam hari ia berada di kuburan untuk mencari organ-organ dalam tubuh manusia yang digunakannya untuk membuat ramuan sihir. Ramuan sihir itu dapat mengubah bentuk leak menjadi seekor harimau, kera, babi atau menjadi seperti Rangda. Bila perlu ia juga dapat mengambil organ dari orang hidup.

meramal keadaan alam dengan Pranata Mangsa

meramal keadaan alam dengan Pranata Mangsa

meramal masa depan kelahiran seseorang, bercocok tanam maupun pelayaran melalui Prembon Pranata Mangsa.


Perhitungan waktu disebut “masa” yang sudah dikenal bangsa Indonesia sebelum kedatangan orang hindu. Da baru pada tanggal 22 juni 1885 ada ketetapan masa dihitung mulai tahun 1 bulan 1 tanggal 1 yang kemudian disebut “pranata mangsa” dibali lebih dikenal dengan sebutan “pranata masa” yang fungsinya untuk mengetahui peralihan musim. Astrologi kuno Indonesia terutama di jawa dan bali membagi masa itu menjadi 12 mangsa (masa) yang merupakan peristiwa – peristiwa yang perlu diberi tanda, baik untuk memprediksi masa depan kelahiran seseorang, bercocok tanam maupun pelayaran. Berikut ini diterangkan lebih lanjut dari 12 mangsa tersebut, diantaranya:

Sasih Kasa

Masa 1 yang dikenal dengan sebutan sasih KASA
Berotasi selama 41 hari, mulai tanggal 23 juni sampai dengan 2 agustus.
Dewanya: Bhatara Anantaboga
Candra: Sotya Murca Ing Embanan yang artinya ratna jatuh dari tatahan.
Tanda –tandanya:

  • Musim kemarau
  • Pohon – pohon tidak berdaun
  • Mulai musim palawija
  • Belalang bertelur
  • Matahari di garis utama menuju ke selatan
  • Angin bertiup dari timur laut ke barat daya

Watak kelahiran: bertabiat suka menolong orang
Sifat: sedang, labil
Batu: jamrud, onyk, mata kucing
Warna: hitam dan merah
Bunga: melati, gardena, sedap malam

Ramalan sifat berdasarkan Panca Wara dan Sapta Wara

ramalan sifat berdasarkan Panca Wara dan Sapta Wara

Panca Wara

Kelahiran Umanis

dewa Iswara
Arah Timur
urip 5
Warna putih
Sifat:

  • menguasai dan dapat mengerjakan sesuatu,
  • mudah menyesuaikan diri,
  • baik budi sehingga banyak disukai orang.
  • Awas dan penurut,
  • berhati-hati,
  • baru curiga setelah kena tipu.
  • menerima mau, memberipun mau tetapi besar pula ruginya.


Kelahiran Pahing

dewa Brahma
Arah Selatan
urip 9
Warna Merah
Sifat:

  • Pandai
  • Suka pada kepunyaan / milik orang lain
  • Tak mau dikalahkan
  • Mudah marah
  • Suka menyendiri, jauh dari pergaulan
  • Sering ditipu dan banyak musuh
  • Suka pamrih