Google+

manfaat dan khasiat Pis Bolong Wayang

manfaat dan khasiat Pis Bolong Wayang

khasiat Pis Bolong
khasiat Pis Bolong

Kekuatan Magis ''Pis Bolong'', Benarkah Ada?

Pis bolong atau uang kepeng merupakan salah satu budaya bali yang pernah menjadi alat transaksi di Bali pada masa lampau dan hingga kini menjadi pelengkap sarana Banten Canang Upakara. Bentuknya bulat pipih dan pada bagian tengahnya berlobang. Pada kedua permukaannya berisi tulisan huruf Cina. Di Bali, uang kepeng ini masih memiliki fungsi di masyarakat Hindu Bali. Berbagai sarana upacara masih memanfaatkannya, serta dimanfaatkan pula untuk membuat benda-benda cenderamata untuk kepentingan pariwisata.

Pendapat tentang Kekuatan Magis Pis Bolong 

Beberapa para ahli di bidang benda-benda purbakala meyakini bahwa uang kepeng berasal dari negeri Cina. Salah satunya adalah pendapat dari F.A. Liefrinch yang menyebutkan uang kepeng sebagai Chinese coins. Pendapat ini didasari karena pada kedua permukaan uang kepeng tersebut berisi tulisan huruf Cina.

Gangguan Pada Unsur Tri Dosha Pitta dan Klasifikasi Penyakit

Gangguan Pada Unsur Tri Dosha Pitta dan Klasifikasi Penyakit

Unsur tri dosha yang dapat terganggu tidak hanya unsur vatta saja, tetapi unsur pittu-pun dapat terganggu. Keadaan ini disebut pittaja. Penyebab utama terjadi pittaja atau gangguan pada unsur pitta antara lain adalah:

  1. Gangguan emosi, seperti marah, sedih, takut, ngeri, dsb.
  2. Bekerja terlalu keras sehingga kepayahan.
  3. Bersanggama atau melakukan hubungan seksual yang berlebihan. Pada laki-laki yang banyak mengeluarkan sperma atau air mani, baik akibat bersanggama maupun onani, dapat mengakibatkan pula pittaja.
  4. Makan dan minurnan dapat juga menyebabkan pittaja. Misalnya, makan tak teratur, melakukan puasa tak terkendali, makan dan minum yang rasanya asam (amla), asin (lavana), pedas (katu), panas (usna), bersifat ringan (laghu), diet berlebihan, makan makànan yang banyak mengandung minyak sesam, minyak jajan, daging ikan guana, daging kambing, biri-biri, dadih susu, mentega susu, air dadih, fermentasi air gandum (untuk bir), buah asam, cairan fermentasi (air tape), dan sebagainya.

Selain itu hendaknya diwaspadai bahwa unsur pitta mudah sekali terganggu oleh suhu panas, cuaca di musim panas dan musim gugur, pada tengah hari (tengai tepet), dan tengah malam (tengah lemeng) , atau oleh makanan yang sedang dicerna. 

Ramuan Obat Menurut Ayurveda

Ramuan Obat  Menurut Ayurveda

Ayurveda membagi makhluk hidup yang ada di dunia ini berdasarkan atas yoni atau sumber asalnya dalam 4 tipe, yaitu

  1. jarayuja, makhluk hidup yang dibungkus oleh selaput tipis amnion ketika berada dalam kandungan,
  2. andaja, makhluk yang lahir atau hasil penetasan dan telur,
  3. svedaja, makhluk hidup yang mengeluarkan keringat,
  4. audbhija, makhluk yang muncul ke luar menembus tanah, 
Tiga tipe pertama ini terdiri atas makhluk hidup yang berupa binatang sedangkan tipe yang keempat, yakni audbhidja berupa makhluk hidup berwujud tumbuh-tumbuhan.

Pengobatan terhadap suatu vyadhi, abadha, roga atau penyakit pada umumnya mempergunakan ramuan obat yang terdiri dan bahan makhluk hidup, baik yang berasal dan binat ang jarayuja, andaja, svedaya maupun yang berasal dan audbhidja atau tumbuh-tumbuhan.

Rakta Moksha Pengeluaran Darah

Rakta Moksha  Pengeluaran Darah

Ada beberapa penyakit yang tidak hams ditangani melalui salya atau pembedahan berupa daha, baik secara ksara (larutan alkali) maupun agni (pembakaran). Pada penderita bisul, pembesaran kelenjar limpa, radang di berbagai tempat di bawah kulit tubuh, sering pengobatannya tidak dilakukan secara pembedahan atau salya, tetapi dengan cara mengeluarkan darah yang ada di tempat tersebut. Cara ini disebut rakta moksha. Pengobatan jenis rakta moksha ini dilakukan dengan memanfaatkan binatang lintah (varddhusa). Dengan menempelkan binatang lintah ini pada bisul misalnya, darah atau rakta cepat diisap tanpa menimbulkan rasa sakit. Memanfaatkan pengobatan ini terutama dipergunakan pada bayi dan orang yang sudah tua atau pada mereka yang berbakat penakut, pasien terlalu lemah untuk dilakukan tindakan bedah atau operasi.

Bagian tubuh yang akan dilekati lintah, digosok terlebih dahulu dengan campuran abu dan tahi sapi yang masih baru, Binatang warddhusa atau lintah yang akan dipergunakan sebagai penyedot darah, dicelupkan terlebih dahulu ke dalam air yang berisi ramuan biji mostar (tumbuhan untuk obat kompres) dan bubuk kunir (haridra). Kemudian lintah dilekatkan pada bagian tubuh yang akan dikeluarkan darahnya. Bila lintah tidak mau menempel, iris sedikit tempat tersebut, sehingga ke luar darah. Selama lintah mengisap darah pasien, agar selalu tubuh lintah dibasahi dengan air, supaya binatang ini kuat mengisap darah atau rakta.

Jihva Pariksha Pemeriksaan Lidah

Jihva Pariksha  Pemeriksaan Lidah

Lidah atau jihva adalah bagian dan tubuh yang terletak di rongga mulut. Lidah ini terdiri atas otot tetapi tidak ada tulang di dalamnya. Dia mampu bergerak sendiri, tidak seperti lengan atau tungkai yang ada tulangnya. Lidah merupakan salah satu dan panca indera. Berfungsi sebagai alat untuk mengecap, dan juga untuk berbicara. 

Menurut Ayurveda, lidah ini erat sekali kaitannya dengan organ tubuh bagian dalam. Oleh karena organ bagian dalam sulit dilihat dan diperiksa dan luar, maka dengan memeriksa lidah ataü jihva dapat juga membantu menegakkan diagnosis yang tepat. Hal ini dimungkinkan karena prana, elan vital atau energi vital berada serta bergerak pula di seluruh bagian lidah. 

Gerakan prima ini sesuai dengan keadaan organ di bagian dalam tubuh. Perubahan warna, penebalan atau penipisan bagian tertentu dan lidah menunjukkan adanya kelainan atau gangguan pada organ tertentu dalam tubuh. Jika dilihat dan segi bentuk, maka ujung lidah merupakan cerminan keadaan di tubuh bagian atas. Bagian tengah dan pangkal lidah sebagai refleksi tubuh bagian yang lebih di bawahnya. 

Salya Tantra Ilmu Pengobatan Bedah Menurut Ayurveda

Salya Tantra Ilmu Pengobatan Bedah Menurut Ayurveda

Di dalam kitab Sushruta Samhita dikatakan bahwa salya atau pembedahan merupakan terapi atau chikitsa yang paling baik, cepat dan berhasil untuk menanggulangi penyakit tertentu yang memerlukan pengangkatan atau menghilangkan bagian tubuh yang menyebabkan terjadinya penyakit. Menurut istilah Ayurveda, pengobatan dengan cara pembedahan dilakukan terhadap penyakit yang diakibatkan oleh penumpukan unsur tri dosha, dhatu dan mala di dalam tubuh. Dengan cara dibedah akan memberikan kesempatan kepada tubuh untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisannya kembali. Salya atau pembedahan tidaklah hanya menyangkut pembedahan atau operasi saja, tetapi termasuk juga bagairnana menegakkan diagnosis, persiapan mengenal metode yang dipergunakan, ukuran, operasi, alat bedah, metode penanganan pasca bedah, dan mengembalikan kesehatan agar kesehatan kembali normal kembali. 

Cara yang biasa dipergunakan dalam pembedahan menurut Ayurveda adalah: dengan cara dibedah akan memberikan kesempatan kepada tubuh untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisannya kembali. Salya atau pembedahan tidaklah hanya menyangkut pembedahan atau operasi saja, tetapi termasuk juga bagairnana menegakkan diagnosis, persiapan mengenal metode yang dipergunakan, ukuran, operasi, alat bedah, metode penanganan pasca bedah, dan mengembalikan kesehatan agar kesehatan kembali normal kembali. 

Rasa, Wirya, Wipaka dan Dhatu dalam Pengobatan

Rasa, Wirya, Wipaka dan Dhatu dalam Pengobatan

Menurut Ayurveda, sari makanan tidak hanya terletak pada mudahnya dibakar (metabolisme) untuk menghasilkan energi atau substansi vital, tetapi juga di dalam hal kualitasnya. Kualitas ini menyangkut masalah rasa, virya, vipaka dan dhatu. Masalah kualitas ini perlu diketahui secara mendalam oleh para vaidhya atau balian untuk memudahkan memahami efek sebuah obat atau makanan di dalam tubuh yang diberikan kepada pasien. Ada empat hal yang perlu mendapat perhatian, yakni rasa, wirya, wipaka, dan dhatu.

Rasa

Rasa ini berada di dalam tumbuhan, yang dapat dirasakan atau diketahui melalui panca indera lidah. Dikenal ada enam buah rasa yang dapat diindera oleh lidah. Keenam, rasa tersebut adalah manis (swadu), asin (lawana), pedas (kaktu), masam (amla), sepet (ksaya, kasaya), dan pahit (tikta). Masing-masing dari rasa ini memiliki tingkatan atau kualitas dalam hal rasanya. Dalam menentukan kualitas atau tingkatan rasa ini amat tergantung kepada pengalaman masing-masing individu. Kualitas dan rasa ini amat tergantung kepada pengalaman masing-masing individu. Kualitas dan rasa ini diperoleh melalui nasa atau kecap oleh lidah, sebagai indra pengecap. Kualitas nasa manis (swadu) pada sebuah jeruk ditentukan sekali oleh pengalaman kita dalam mencicipi beberapa rasa buah jeruk sebelumnya.

Logam atau Dathu dalam Usadha - Sebagai Bahan Ramuan OBAT

Logam atau Dathu dalam Usadha - Sebagai Bahan Ramuan OBAT

kandungan logam untuk obat
Sebagai telah diketahui bahan ramuan obat selain berasal dari makhluk hidup seperti tumbuhan dan binatang, ada juga yang berasal dari makhluk yang tidak hidup. Di dalam kitab Ayurweda sebagai kitab kedokteran Hindu tertua di dunia, diuraikan tentang bagaimana cara memanfaatkan dhatu (logam) dan upadhatu (mineral) untuk dipergunakan sebagai bahan obat-obatan. Benda mati yang paling sering dipergunakan sebagai bahan ramuan obat terdiri atas logam, non-logam, mineral serta air yang diambil dari bumi atau perthivi.

Kita tidaklah dengan mudah dan seenaknya mengambil logam besi, perak, mas kuningan, untuk dicampur dalam ramuan obat. Logam atau mineral yang belum diolah jika diminum akan berefek sebagai racun. Oleh sebab itu setiap logam atau mineral sebelum dipergunakan sebagai bahan ramuan obat harus melalui suatu proses pengolahan khusus, sehingga menjadi bentuk bhasma. Bhasma ini merupakan bentuk dari logam dan mineral yang telah terbebas sari racun, dan bhasma inilah yang siap dipergunakan sebagai bahan ramuan obat. Dalam Ayurweda cara untuk menetralkan efek racun dari logam dan mineral ini disebut sodhana (pemurnian) dan marana (pembasmian, pembunuhan). Proses Sodhana dan Marana dilakukan dengan cara merebus dalam air yang telah dibubuhi ramuan dan tanaman tertentu tergantung jenis logam atau mineral yang akan dihilangkan efek racunnya. Melalui proses perebusan ini efek racunnya akan hilang serta mudah diserap di dalam alat pencernaan dan amat efektif sebagai obat.

Pis Bolong atau Uang Kepeng di Bali

Pis Bolong atau Uang Kepeng di Bali

pis bolong di bali
Dua remaja Hindu berlainan etnis berdiskusi sambil bercanda di wantilan Pura Kepasekan, Karanganyar, Jawa Tengah. Yang satu dari Bali, tetapi sudah lama di Jawa menjadi mahasiswi UNS Solo. Teman berdebatnya dari Masaran, Sragen, asli Jawa. Keduanya sama-sama membawa teman, namun teman-temannya tak banyak berkomentar.

“Kalau di Bali kamu bawa kuangen berisi uang logam lima ratusan begini, nggak bakalan diterima. Kuangen itu harus berisi uang kepeng, orang Bali menyebutnya pis bolong” kata si cewek Bali sambil menunjuk kuangen yang dibawa lelaki di sebelahnya.

Pemuda Jawa itu tak mau kalah. “Itu kan bikin rumit, uang kepeng itu hanya laku ketika zaman Majapahit. Sekarang sudah langka, kenapa harus susah-susah mencari uang Majapahit hanya untuk bersembahyang?” jawab sang pemuda.

“Kalau nggak mau susah cari uang kepeng jangan bawa kuangen, pakai saja kembang” sahut lagi si cewek.

Seluk Beluk Caru dan Tawur

Seluk Beluk Caru dan Tawur

Dalam Bahasa Sanskerta, caru artinya cantik, indah, harmonis; dalam Bahasa Kawi, caru artinya kurban. Sebagai kata kerja, mecaru artinya menghaturkan kurban untuk memperindah dan mengharmoniskan sesuatu. Dalam arti yang lebih tegas, mecaru adalah suatu upacara kurban yang bertujuan untuk mengharmoniskan bhuwana agung dan bhuwana alit agar menjadi baik, indah, lestari.

Dengan demikian, upacara mecaru adalah aplikasi dari filosofi Tri hita karana budaya bali, seperti yang disebutkan dalam Lontar Pakem Gama Tirta, agar terjadi keharmonisan dalam:

  1. hubungan antara manusia dengan Sanghyang Widhi (Parhyangan), 
  2. hubungan antara manusia dengan sesama manusia (Pawongan),
  3. hubungan antara manusia dengan alam (Palemahan).
Upacara pecaruan ada yang dilakukan dalam bentuk kecil sehari-hari, disebut Nitya Karma, sedangkan upacara pecaruan disaat tertentu (biasanya lebih besar) disebut Naimitika Karma.

Cara Membuat Canang Sari dan Kajian Filosofisnya

Cara Membuat Canang Sari dan Kajian Filosofisnya

Canang sari inggih punika sarin kasucian kayun bhakti ring Hyang Widhi tunggal. Napkala ngaksara kahiwangan-kahiwangan”.- Canang sari yaitu inti dari pikiran dan niat yang suci sebagai tanda bhakti/hormat kepada Hyang Widhi ketika ada kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian (lontar Mpu Lutuk Alit).

Berbicara masalah budaya Bali, tidak akan pernah terlepas dari agama Hindu yang dianut mayoritas masyarakat Bali. Dalam suatu konsep agama Hindu dalam mempersiapkan sarana persembahyangan, yang antara lain : air, api, bunga, buah, daun. Dalam budaya Bali, konsep ini kemudian dipraktekkan dalam wujud seni. Salah satunya adalah keanekaragaman bentuk sesajen.

Banten adalah Weda, sama halnya dengan mantra. Ketika umat tidak mampu merapalkan mantra Weda dengan baik, sebagai bentuk bukti syukur umat dapat membuktikannya dengan menghaturkan sesajen atau banten yang baik sesuai dengan ajaran Weda. Melalui banten inilah sebagai penolong manusia menghubungkan antara yang dipuja dengan yang memuja (Rai Sudarta, 2001:58).

Banten Canang dan cara membuatnya

Banten Canang dan cara membuatnya

Besar/kecilnya volume Banten Canang tergantung dari kemampuan riil kita. Maka disediakan sembilan alternatif volume banten sebagai berikut : mula-mula dibagi dalam 3 kelompok : alit, madya, ageng. Kemudian masing-masing kelompok dibagi lagi menjadi 3 sub kelompok, misalnya : aliting alit, madyaning alit, utamaning alit, dst. Jadi tidak benar untuk setiap upacara diharuskan dengan volume banten besar (tentunya dengan biaya tinggi).

Banten Canang adalah bagian dari upacara, dan upacara adalah salah satu wujud yadnya. Selanjutnya yadnya dilakukan karena ada Rnam (hutang manusia kepada Widhi, Rsi dan Pitra).

Maka yadnya yang baik adalah yang "satwika" Unsur-unsur satwika antara lain bahwa upacara dilaksanakan berdasarkan hati suci yang tulus ikhlas. Maka sekali lagi berupacaralah dengan kemampuan yang riil, agar tujuan upacara tercapai dengan baik.

Fungsi Banten Canang


  1. Sebagai niyasa (simbol) Hyang Widhi/Dewa/Bhatara-Bhatari
  2. Sebagai sarana penyucian
  3. Sebagai sarana penyaksian (saksi) untuk acara tertentu
  4. Sebagai ayaban (aturan/persembahan, cetusan rasa bhakti)
  5. Sebagai tataban (prasadam/berkah yang kemudian disantap setelah ngelungsur ayaban)

berikut ini cara dan bahan-bahan yang diperlukan dalam membuat banten canang, yang disusun dari bawah keatas, diantaranya:

CANANG GENTEN 

atau biasa disebut canang sodan karena sering dipakai dalam menghaturkan soda.

Banten Panilapati dan Panyegjeg Gumi (Bagia Pulokerthi)

Banten Panilapati dan Panyegjeg Gumi (Bagia Pulokerthi)

panyegjeg jagat Bagia Pulokerthi

Iki ngaranen penila pati. 

Artinya : sang atma sane sampun kapendak, katuntun, keangkid, ring Segara (Danu), Sad Kahyangan ring Pura Kawitan, ngaran : Sapta Atma Nirmala Sunya, dadia Siwatma, ngaran :

Pesakapan-Sakapan Siwatma : mepenyegjeg guling bebangkit, soroan asoroh. Sanggar Tawang : mebiyu lalung, uduh, peji, base ambungan buah bancangan, munggah suci kalih soroh, sesantun sarwa pat suci genep soroh, rantasan putih kuning, medewa dewi, ulam itik ginuling, tebasan guru asoroh .

Sor Sanggar Tawang : daksina suci genep asoroh, mapegenian, makalamigi.

Katur ring Bhatara Hyang Guru, meraga sang hyang Titah, sang hyang tuduh, : daksina suci genep asoroh, karangan pajegan, ulam suci peras ajuman.

Katur Ring Pretiwi: daksina suci genep asoroh, peras ajuman.

Banten Sudhi Wadani - menjadi orang hindu

Banten Sudhi Wadani - menjadi orang hindu

banten ini akan diberikan kepada umat agama lain yang akan menjadi pepeluk agama hindu, biasanya perkawinan beda agama. berikut uraian bantennya.

Manut lontar Sundari Putih
salah ngambil ( ambil ) anak siyosan agama, kapatut :

  1. Byakawon, durmanggala, prayascita
  2. Sesayut pageh urip
  3. Sesayut sudhi wadani
  4. Pacolongtan, miyak sepih
  5. Panebusan, pangulapan
  6. Tigang sasihan
  7. Otonan ngelantur menek daha taruna
  8. Mesangih, mepadamel
  9. Basma kuning
  10. Melukat : Astu pungku, Lara wigna, Panca dewata, Resi Ghana, Betara Ghana, Sudha mala, Gni ngelayang, Sangkepi

Plutuk Banten Piodalan Nyatur ring Sanggah Alit Khubayan di Desa Guwang Sukawati

Plutuk Banten Piodalan Nyatur ring Sanggah Alit Khubayan di Desa Guwang Sukawati


Memungkah Ngenteg Linggih Mecaru, Melaspas, Mepedangingan 
Penilopati, Wali Mepedudus Mebagya Pulo Kerti 
Dari Tanggal 11 Oktober 2007 S/D 03 November 2007

 Bangkit Bawi :


  1. Panggungan (1)
  2. Pingkupan (1)
  3. Pengiyas (1)
  4. Kebat Daun (1) 
  5. Caru (1)


Bangkit Meri :


  1. Panggungan (1)
  2. Panila Pati (1)
  3. Pengiyas (1)
  4. Plaspas (1)
  5. Panyegjeg (1)

Suci Saji:


  1. Pingkupan (1) 
  2. Pengiyas (1) 
  3. Plaspas (1) 
  4. Segara (1)
  5. Besakih (1) 
  6. Bethari Sri (2) 
  7. Padma Sari (1) 

Karya Padudusan Meplaspas, Mukpuk Pedagingan Lan Ngenteg Linggih di Sanggah Alit Khubayan Guwang Sukawati

Karya Padudusan Meplaspas, Mukpuk Pedagingan Lan Ngenteg Linggih  di Sanggah Alit Khubayan Guwang Sukawati


Dudonan Upakara / Upacara: 

Memungkah Ngenteg Linggih Mecaru, Melaspas, Mepedangingan 
Penilopati, Wali Mepedudus Mebagya Pulo Kerti 
Dari Tanggal 11 Oktober 2007 S/D 03 November 2007

Nanceb Dewasa 

Mepejati Alit ( Paras daksina ): 1 Soroh genahnia Surya Perantenan Ring Prajepati Segara 
kapuput olih Pemangku

Nyengker Dewasa 

Ring Pamerajan, Caru Ayam Brumbun Sejangkepnia 

banten katur ring hyang Panca Raksa, luire 

Kaja Kangin 
Sanggah Cucuk : Tumpeng Danaan Putih , Katur Ring Hyang Sri Raksa 
Sor: Nasi Kepel Wadah Kau Bulu Ulam Sarin Taluh, Segehan. Katur Ring Sang Bhuta Ulu Gwak 

Kelod Kangin 
Sanggah Cucuk : Tumpeng Danaan Putih , Katur Ring Hyang Guru Raksa 
Sor: Nasi Kepel Wadah Kau Bulu Ulam Balung Gending Segehan, Katur Ring Sang Bhuta Ulu Asu

Lontar Bhama Kertih

Lontar Bhama Kertih

Nihan lwirning BHAMA KERTIH, nga. :

Yania harep hanyimpen salwiring wawangunan, Parhyangan, Pakarangan. Ri tkaning padewasania, wenang macaru rumuhun, antuk :
Ayam brumbun, olah dadi 33 tanding, genahnia hamancadesa, mwah pakala-hyangan, lwirnia : sesayut durmanggala, prayascitama­la, katur ring Sanghyang Bhuta Bwana, mwang, segehan agung, saha tatabuhan, katur ring Sang Bhuta Dengen.

Wus mangkana, raris tebahin sukat, hanutakna ring Hasta-Kosali, wenang dasarin dumun antuk bata bang, merajah mapinda Badawang-nala, masurat AM. Iki rupania :
masusun kalungah nyuh gading mekasturi, bwangen toyania, masurat ONG ( ),
dagingin wangi-wangi, lenga wangi, burat wangi, dedes, mwah kwangen kararas, majinah 11, winungkus dening wastra petak, iniket dening lawe petak warna, mapusak antuk ka­wangi, majinah 33, manut hurip ing bwana, canang satangkep, tumpeng bang hadanan, iwak ayam mapanggang, saha raka den agenep, raris penpen sami, nanging Prayascita dumun.

Lontar Yama Purana Tatwa

Lontar Yama Purana Tatwa

Iti Sastra Yama Purana Tatwa, 

ngaran, Indik sakramaning wwang mati mapendhem, 
Yan atahun, dwang tahun, tigang tahun, Petang tahun, mwang salawase nora maprateka, 
Yaning wawu satahun maprateka, Tan hana wighnan Sang Hyang Hatma, Nanghing wwange mati bener. 
Yan Iiwaring satahun, atmanya matmahan dete, Tonyan setre, manas ring desa – desa, Anggawe gring, mangkana halanya, Mwah wwang mati mapendhem yan hana mrateka, Haywa ngarepang mrateka tawulaning wwangke ika, 
Mwah hana pawarah Bhatara Yama, Munggwing sastra ling Bhatara. “Uduh Sang Pandita ring janaloka, Yan hana wwang mati samuruping ksithi dharani, Aja sira mrateka marepang tawulane wwangke ika, Phalanya tan prasiddha hilang ikang letuh ikang hatma, Tan siddha kang prateka apan wwangke ika, Mulih ring jroning garbhan Sang Hyang Ibu Prathiwi, Waluya sampun mageseng, humawak tanah, Saletuhing prathiwi rumaket ing wwangke ika, Tka wenang Pandhita ngarccana hayu hatman sang kaprateka, Mangke wnang Sang Pandhita nugraha ring manusa loka, Anggen awak-awakan sang mati, Siddha mulih hatmanya ring bhyoma siwa, Amanggih hayu, mangde nirmala, Telas saletuhing hatma, rawuhing wwangkenya, Gawen manih pangawak sang mati,

Odalan Mrajan atau Sanggah Alit Kubayan di Guwang Sukawati

Odalan Mrajan / Sanggah Alit Kubayan di Guwang Sukawati

secara umum, Odalan merupakan sebuah upacara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat hindu bali untuk memperingati hari kelahiran pura/tempat suci semacam perayaan ulang tahun kalau pada manusia, atau mengenang hari pertamakali orang suci membuat asram/rumah yang sekaligus membuat mrajan / sanggah (tempat suci untuk rumah pribadi). Upacara Odalan ada dua macam, upacara enam bulanan dan upacara satu tahunan. Semakin tinggi tingkat puranya, upacara yang diadakan semakin meriah. Biasanya, upacara odalan satu tahunan lebih besar dan meriah. Odalan tahunan pura desa dirayakan lengkap dengan tarian sepanjang malam.

Odalan berasal dari kata “Wedal” atau lahir; hari Odalan = hari wedal = hari lahir = hari di-stanakannya Ida Bethara di Pura dan Sanggah Pamrajan. Yang menjadi patokan adalah hari upacara Ngenteg Linggih yang pertama kali. Istilah lain yang digunakan untuk hari Odalan adalah hari: 

  • Petirtaan (karena di saat itu kepada Ida Bethara disiratkan tirta pebersihan dan dimohonkan tirta wangsuhpada), 
  • Petoyaan (sama dengan Petirtaan), 
  • Pujawali (karena di saat itu diadakan pemujaan “wali” = kembali di hari kelahiran = wedal).

Hari odalan ada dua cara :

  • Menurut perhitungan wuku (berarti dalam setahun mengadakan 2 x odalan).
  • Menurut perhitungan sasih (berarti dalam setahun hanya mengadakan odalan sekali)

Banten Caru Panca Sata dan Rsi Ghana

Banten Caru Panca Sata dan Rsi Ghana


Kekuatan perlindungan dari caru Panca Sata sesuai dengan penjelasan Lontar Kala Tattwa yaitu selama satu tumpek (35 hari)
Perlengkapannya sama dengan caru eka sata namun dibuat 5 tanding dasar caru dimana warna dan jumlah segehan dllnya sesuai dengan pengidernya
Tata cara pengaturannya : 

  1. Pada arah timur laut ditancapkan sanggah pasaksi, dimana hulunya menghadap timur laut. Hias dengan tikar, candiga, gantung-gantungan Letakkan didalam sanggah beberapa banten yaitu; Suci, pejati Letakkan dibawah pada depan sanggah berupa banten Gelar sanga 
  2. Di sebelah barat Sanggah Pasaksi ditancapkan 5 bh sanggah cucuk yang sudah dihias dan dilengkapi dengan tikar kecil. Pada bawah sanggah cucuk digantungkan sujang atau cambeng berisi tetabuhan seperti arak, berem, tuak dan toya anyar Letakkan banten didalam sanggah cucuk antara lain : banten peras, tulung sayut, ajuman/soda

Banten Caru Ayam Brumbun Eka Sata

Banten Caru Ayam Brumbun Eka Sata

caru adalah bagian dari upacara Bhuta Yadnya (mungkin dapat disebut sebagai danhyangan dalam bhs jawa) sebagai salah satu bentuk usaha untuk menetralisir serta menyeimbangkan kekuatan alam semesta / Panca Maha Bhuta.

banten caru ayam brumbun eka sata Sarana: Olahan ayam Brumbun (ayam yang bulunya ada minimal 4 warna) dengan bayang-bayangnya (blulang --bahasa Bali-red) dialasi sengkuwi dibagi lima tanding. Disertai dengan datengan, daksina, penyeneng dan canang (untuk semua jenis caru).

Jenis-jenis caru eka sata :


  • Caru ayam brumbun/Pengruwak (berwarna putih-merah-kuning-hitam)
  • Caru Dengen ( menggunakan ayam putih nulus
  • Caru Preta ( menggunakan ayam biying atau bulunya merah )
  • Caru Ananta Kusuma ( menggunakan ayam putih siyungan atau bulunya putih namun paruh dan kakinya kekuning-kuningan
  • Caru Bicaruka ( menggunakan ayam ireng mulus )

Penggunaan caru eka sata :


  1. Menyertai Piodalan
  2. Perombakan suatu tempat/hutan
  3. Pembongkaran atau peletakan batu pertama untuk suatu bangunan suci
  4. Permulaan menggunakan suatu bangunan seperti rumah, bale, banjar, pura dll

Tetandingan Ulam Caru Eka Sata ;

Memaknai CARU dalam ruang dan waktu

Memaknai CARU dalam ruang dan waktu

Setiap upacara agama yang berdasarkan Veda selalu ada lima unsur yang memvisualkan nilai-nilai suci upacara agama Hindu. Lima unsur tersebut adalah Mantra, Tantra, Yantra, Yadnya dan Yoga. Yantra itu berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya alat atau sarana dalam bentuk simbol.

Yantra dalam upacara agama Hindu di Bali disebut banten atau upakara. Banten inilah yang menggunakan sarana tumbuh-tumbuhan dan hewan di samping unsur unsur panca maha bhuta lainya.

Dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan, sebagai berikut, 
" ... Sehananing bebanten pinaka raganta twi, pinaka warna rupaning Ida Bhatara, pinaka Andha Bhuwana ..." 
Artinya:
semua bebanten adalah lambang dirimu sendiri, lambang kemahakuasaan Tuhan dan lambang isi alam semesta. 

Banten Caru Eka Sata dan Caru Rsi Ghana Alit

Banten Caru Eka Sata dan Banten Caru Rsi Ghana Alit


CARU pada hakikatanya dipahami sebagai persembahan untuk Bhuta Kala. Upacara caru dimaknai sebagai upacara untuk menjaga keharmonisan alam, manusia dan waktu.

Caru, dalam bahasa Jawa-Kuno (Kawi) artinya: korban (binatang), sedangkan ‘Car’ dalam bahasa Sanskrit artinya ‘keseimbangan/ keharmonisan’. Jika dirangkaikan, maka dapat diartikan: Caru adalah korban (binatang) untuk memohon keseimbangan dan keharmonisan.

‘Keseimbangan/ keharmonisan’ yang dimaksud adalah terwujudnya ‘Trihita Karana’ yakni keseimbangan dan keharmonisan hubungan manusia dengan: Tuhan (parhyangan), sesama manusia (pawongan), dan dengan alam semesta (palemahan).

Bila salah satu atau lebih unsur-unsur keseimbangan dan keharmonisan itu terganggu, misalnya: pelanggaran dharma/ dosa, atau merusak parhyangan (gamia-gamana, salah timpal, mitra ngalang, dll), perkelahian, huru-hara yang merusak pawongan, atau bencana alam, kebakaran dll yang merusak palemahan, patut diadakan pecaruan.

Babad Pasek Batukaru utawi Kubayan / Kebayan Batukaru

Babad Pasek Batukaru utawi Kubayan / Kebayan Batukaru

TEGES PRASASTI PASEK BATUKARU, BESAKIH, KARANGASEM.

ONG Awighnam astu nama siddham. ONG suddha-suddha ya nama, pukulun pratisuddha ya nama swäha.

Puniki prasasti gagamelan I Gusti Prabali desa, sane mula wenang nincapang miwah nguasayang tur nitah I Pasek Batukaru, rawuhing saupacaraning aci, tur dados pangenter jagat, miwah pakandel ida Sang Naga Basukih, sane kabawosang dados panembahan wong Bali maka sami. Sapunika bawos ida Bhatära Sang Näga Basukih, sane malinggih ring jagat Bali.

Mangkin kabawosang wenten sang nätha ratu Bali, sane ngamel jagat pinaka tedung jagat Bali. Ida rawuh ka Bali duk rahina Budha Wage Kulawu, tanggal ping 11 sasih Kadasa. Ida mawit saking tos Brähmana Wangbang, putran Bhatära Hyang Brahma sadaweg wenten ring Sewambara. Sapunika indik pamijilan ida, sampunang kirang pangugu. Caritayang mangkin ida sang nätha ratu Bali sane mawit saking tos Brähmana Wangbang punika, ida nangun tapa ring gunung Andakasa, nemonin purnamaning sasih Kapat, magenah ring alas Kasa. Irika ida prasiddha nangun tapa salami pitung rahina.