Google+

Lontar Babad Pande Bratan

Babad Pande Bratan

Judul Lontar : BABAD PANDE BRATAN
Ukuran lontar : 35 cm x 3,5 cm
Jumlah daun lontar : 46 lembar
Asal : Jro Kanginan Sidemen
Koleksi : Kantor Dokumentasi Kebudayaan Bali
Nomor Koleksi : VI/10/B/Dokbud
Dialih aksarakan oleh : Drs. A. A. Ngr. K. Suweda

1.b. OM awighnamastu namah swaha. Tucapa ring singasari tumapel, wenten brahmana sakti, turunan batara brahma, saodara sanak lima, kang jyesta, apanlah mpu gnijaya, sang ari asanja mpu witadharma, mpu kapakisan, mpu sidimantra, mpu kul putih, sira mpu witadharma maputra sawiji, apanlah mpu wiradharma, mpu wiradharma maputra kalih, apanlah mpu lampita mwang mpu ajnyana, sira mpu ajnyana maputra kalih, anama mpu lampita mwang mpu pananda, sira mpu pananda maputra sawiji apanlah mpu

Lontar Sundari Bungkah

Lontar Sundari Bungkah

Sundari Bungkah adalah salah satu kitab yang wajib dipelajari oleh warga Pande. Lontar Sundari Bungkah banyak ditemukan di Pura-Pura Pande, terutama Pande besi. Beberapa tokoh Pande memperkirakan Lontar Sundari Bungkah adalah hasil turunan dari Mpu Bradah, sehingga tokoh Mpu Pradah dalam Sundari Bungkah banyak dianggap sebagai Mpu Bradah.

Para tokoh Pande memperkirakan, Lontar Sundari Bungkah diturunkan setelah Mpu Bradah berhasil mengalahkan Calonarang, dengan bantuan anaknya Mpu Bahula. Keberhasilan ini rupanya menginspirasikan leluhur Pande untuk belajar kepada Mpu Bradah, yang tidak lain masih dalam hitungan saudara,

Babad Pande Serongga

Puniki paingetan kayang wekas saking pakardin ipun I Dugdug muah I Gera malih wenten kaponakan ipun mawasta I Marga. Ipun sareng nakenang ring pangodah ipune buat indik Yang-Yang kaluuran ipune ring nguni.

Ananging geng ing ampun ring Yang-Yang kaluuran sami, ulun anambat nama ning lauuran, tan kena ulun ring ila-ila tulah sarik, luput ing upadrawa Sang Tabeya Nama Siwaya, Swastyastu Awignamastu nama sidam. Moga Sang kaluuran aweh nugraha, dirgayusa, paripurna, mangkana pamintasih Sang ngulun ring Sang kaluuran.

Sapuniki critane nguni duk jerih tepi siring Baline kangin, krane jerih nakutin suaran bebende ring prau, katah desane sapunika rarud pacalagcog, kadadosan rauh ring desa Tlepud wengkuan Tegalalang sareng roras kuren. Wenten sakeng Sukadana muah Bugbug, Metra. Sareng roras kuren punika, pinaka prajuru tan len I Nengah Bedil sakeng Sukadana pecak. Sampun kasuen irika wenten manah I Nengah Bedil pacang ngwangun pura pasimpangan Betara ring Gunung Basukih, anut sami, samput puput pura punika, kewanten turus idup tekeng panyengker, puput rauh ring makekelud.

Sekilas Pande Tamblingan

Pande Pada Jaman Bali Kuno

situs pura pande tamblingan
Kelompok atau komunitas Pande di Bali telah jelas eksistensinya sebelum jaman Bali Kuno, tetapi mereka tidak membentuk klan atau warga ataupun soroh seperti pada jaman Bali Madya, yang meliputi kurun waktu abad XIII s/d abad XIV. Jaman Bali Madya berakhir dengan jatuhnya kekuasaan kerajaan yang terpusat di gelgel sebagai akibat pembrontakan Patih Agung Maruti pada tahun 1685 M.

Kendatipun belum terhimpun dalam warga atau soroh, pekerjaan memande dikerjakan secara turun temurun oleh Pande saja. Mereka pada umumnya mendapatkan perlakuan istimewa dari para raja, misalnya dibebaskan dari beberapa jenis pajak, karena kemuliaan hasil karya mereka yang sangat diperlukan oleh raja dan seluruh masyarakat.

Profesi memande dan komunitas Pande telah muncul dalam:
  • Prasasti Trunyan A1, bertahun 813 S (Saka). 
Selanjutnya keberadaan komunitas Pande bertebaran jumlahnya pada berbagai prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja yang berlainan dalam kurun waktu yang membentang selama tiga abad pemerintahan raja-raja Bali Kuno, seperti yang termuat dalam beberapa prasati, antara lain dalam:

Bandesa Gde Selat Diangkat Menjadi Anglurah di Padanglwih

Bandesa Gde Selat Diangkat Menjadi Anglurah di Padanglwih

Raja Pamecutan Maharaja Sakti akan menyelenggarakan yajna yaitu Karya Agung dengan ulama sucinya (lauk pauk utama) terdiri dari berbagai macam-macam binatang hutan, antara lain harimau, landak, kelesih, kera, rusa dan lain-lainnya. Untuk mendapatkan binatang ini, tentu harus ditugaskan seorang pemburu yang ahli dan betul-betul mempunyai keberanian luar biasa. Maklum, ia tentu harus menjelajah hutan belantara yang belum pernah dijamah orang.

Tatkala Maharaja Cakti sedang memikirkan siapa gerangan yang ditugaskan berburu binatang-binatang yang sangat berbahaya itu, maka beliau teringat pada Gde Selat keturunan I Gusti Pasek Gelgel di Banjar Pegatepan, Desa Gelgel, Klungkung, yang baru seminggu mengabdikan diri kepada Raja Badung. Lalu tugas itupun diemban Gde Selat. Dengan diiringi 20 orang, sesudah memohon izin kepada Maharaja Sakti Pemecutan, Gde Selat lalu berangkat dengan membawa perbekalan cukup untuk sebulan. Mereka terus masuk kedalam hutan yang amat lebat di daerah Jembrana. Hanya dalam tempo 10 hari, Gde Selat beserta rombongan berhasil menangkap binatang-binatang hutan yang akan dijadikan lauk pauk pada karya agung. Lalu mereka kembali ke Badung dan menyerahkan binatang-binatang itu kepada Raja Maharaja Cakti. Dengan demikianlah dapat yajna karya agung tersebut diselenggarakan Raja Maharaja Cakti.

Oleh karena Gde Selat dianggap berjasa, lalu ia diangkat menjadi Anglurah Padanglwih atau Padanglambih bagian barat. Selanjutnya Gde Selat bergelar I Gusti Gde Selat.
Sedang Padanglwih bagian timur sudah diperintahkan oleh I Gusti Agung Lanang Dawan. 

Kemudian I Gusti Gde Selat berputra dua orang laki-laki yaitu:
  • I Gusti Wayahan Bandesa Mas, dan
  • I Gusti Nengah Bandesa Mas. 

Pasek Gelgel di Banjar Pangaji Desa Bondalem Menyelamatkan I Gusti Manik Galih

Pasek Gelgel di Banjar Pangaji Desa Bondalem Menyelamatkan I Gusti Manik Galih

I Gusti Ler Pamacekan atau Gusti Kaler Pemacekan bersama anak istrinya di dalam pelarian dari desa Bringkit sampai di desa Bukit Pegat dikejar oleh I Gusti Agung Putu. Disana I Gusti Ler Pamacekan dapat dibunuh, sedangkan enam anaknya dapat menyelamatkan diri yaitu:
  • I Gusti Den Tembok,
  • I Gusti Tajeran,
  • I Gusti Poh Gading,
  • I Gusti Alit Dawuh alias I Gusti Alit Kaler dan
  • I Gusti Kapawon. 

Untuk menghormati I Gusti Kaler Pacekan, masyarakat Lengkayan Kutuh mensthanakan atau malinggihkan atman beliau sebagai Dewa Pitara di Pura Dang Kahyangan Sang Tengah, di puncak Bukit Pegat tempat pertempuram Sampai sekarang palinggih I Gusti Kaler Pacekan di Pura Sang Tengah masih tetap ada dan dihormati.

Sedangkan istri I Gusti Ler Pamacekan, Ni Gusti Ayu Surung yang sedang hamil, melarikan diri ke tengah hutan Madenan, daerah Buleleng. Oleh karena merasa takut seorang diri tanpa kawan di dalam hutan tersebut, sambil menangis selalu berdoa dan memohon kepada Hyang Parama Kawi supaya memperoleh perlindungannya.

Ki Pasek Gobleg Berhasil Membujuk Danghyang Wiragasandi

Ki Pasek Gelgel (Ki Pasek Gobleg) Berhasil Membujuk Danghyang Wiragasandi, Sehingga Membatalkan Rencananya Kembali ke Jawa.


Ki Pasek Gelgel alias Ki Pasek Gobleg kepada Dewa Kayuputih daerah Buleleng, berhasil membujuk Danghyang Wiragasandi putra sulung dari Danghyang Nirartha untuk membatalkan niatnya kembali ke Jawa. Hal ini dilakukan oleh Danghyang Wiragasandhi, akibat terjadi perselisihan dengan Dalem Gelgel, dan kemudian Danghyang Wiragasandhi meninggalkan Gelgel hendak kembali ke Jawa. 

Di dalam perjalanannya, beliau melewati hutan lebat di pegunungan Pulau Bali. Entah berapa lama perjalanannya bersama anak istri, pada suatu hari Danghyang Wiragasandhi sampai di desa Kayuputih, Buleleng. Tatkala itu yangberkuasa adalah Ki pasek Gelgel dan dengan senang hati menerima Danghyang Wiragasandhi bersama keluarganya. Seterusnya Danghyang Wiragasandhi dipersilahkan beristirahat di rumah Ki Pasek Gelgel dan disampingnya disediakan tempat bermalam, juga dijamu serta disuguhkan makanan dan minuman, layaknya seorang tamu, lebih-lebih sebagai sulinggih. Apalagi Ki Pasek Gelgel dapat memahami, bahwa keadaan Danghyang Wiragasandhi bersama anak istrinya cukup lelah.

Ki Pasek Gelgel di Desa Bulihan Membantu I Gusti Ngurah Tambahan

Ki Pasek Gelgel di Desa Bulihan Membantu I Gusti Ngurah Tambahan

Adapun keturunan I Gusti Pasek Gelgel di Banjar Pegatepan Desa Gelgel, yang berkuasa di desa Depaha, Buleleng, kemudian menurunkan Pasek Gelgel di Desa Bulihan, Buleleng. Sebab itu ia dijuluki Pasek Gelgel Bulihan

Pada masa pemerintahan Dalem Gelgel Cri Dhimade yang dinobatkan pada tahun1543 (tahun 1621M), I Gusti Ngurah Tabanan dilantik sebagai anglurah di desa Tambahan, Bangli. I Gusti Ngurah Tambahan mempunyai seorang anak perempuan bernama Ni Gusti Ayu Jembung. Wanita ini sangat termasyur kecamtikannya. Oleh karena itu tak heran jika para Bahudanda di Gelgel jatuh cinta kepada Ni Gusti Ayu Jembung. Namun mereka tidak berani menyatakan niatnya itu kepada I Gusti ngurah Tambahan karena segan dan malu.

Berita tentang kecantikan Ni Gusti Ayu Jembung akhirnya didengar oleh Dalem Gelgel Cri Dhimade. Beliau juga ingin mempersunting Ni Gusti Ayu Jembung. Lalu beliau mengirim utusan untuk menemui I Gusti Ngurah Tambahan dan meminang anaknya. Akan tetapi I Gusti Ngurah Tamabahan secara halus dan diplomatis menolak pinangan Cri Dhimade. Di dalam hatinya I Gusti Ngurah Tambahan berkata bahwa ia tidak bersedia anaknya dipersunting Cri Dhimade, karena beliau memiliki cukup banyak istri.

Peran MPU WITHADARMMA dalam Perselisihan Antara I Gusti Nyuhaya dengan I Gusti Kubon Tubuh

Peran MPU WITHADARMMA dalam Perselisihan Antara I Gusti Nyuhaya dengan I Gusti Kubon Tubuh

Pada masa pemerintahan Dalem Gelgel Cri Smara kapakisan, telah dilangsungkan perkawinan I Gusti Kubon Tubuh dengan I Gusti Ayu Adhi anak dari I Gusti Nyuhaya Patih Agung kerajaan Gelgel. 

Peristiwa ini menyebabkan I Gusti Nyuhaya menjadi marah, karena tidak menyetujui perkawinan ini. Ia tidak mau menerima tawaran dialog antara kedua belah pihak. Di dalam hatinya timbul niat untuk membunuh I gusti Kubon Tubuh, karena menganggap I Gusti Kubon Tubuh yang lebuh derajatnya mengawini anaknya yang derajatnya lebih tinggi. Sesudah I Gusti Nyuhaya mengadakan perundingan dengan anak-anaknya, diputuskan untuk menghadap Dalem Gelgel Cri Smara Kapakisan. Setelah I Gusti Nyuhaya berhasil menghadap, disana ia mempermaklumkan bahwa anaknya sudah dinikahi oleh I Gusti Kubon Tubuh. Juga dikatakan bahwa I Gusti Kubon Tubuh derajatnya lebih rendah dari I Gusti Nyuhaya, asal-usulnya tidak jelas, dan telah berani mengawini orang yang lebih utama.

MPU WITHADARMMA dalam Pembangunan Pura Dasar Bhuwana Gelgel

MPU WITHADARMMA dalam Pembangunan Pura Dasar Bhuwana Gelgel

PADA bekas parhyangan Mpu Ghana di Desa Gelgel, Klungkung pada tahun Caka 1189 (tahun 1267 M) oleh keturunan Mpu Withadarmma bernama Mpu Dwijaksara dibangun sebuah pura yang diberi nama Babaturab atau Panganggih.

Pura ini dipakai sebagai tempat suci untuk memuliakan dan memuja arwah suci Mpu Ghana dan Hyang Widhi Wasa. Mengenai pembangun pura ini, di dalam Babad Dalem Tarukan Agung diuraikan dan dapat disarikan sebgai berikut : “…dan dikisahkan yang ada di Bali yaitu Mpu Dwijaksara bersama sanak saudaranya, semua memperoleh tempat dan kedudukan di masing-masing desa. Berdasarkan pesan Baginda Raja terdahulu, agar beliau (Mpu Dwijaksara) menyelamatkan dan memelihara Sad Kahyangan di Bali. Namun belum seluruh pura dapat dibangun, hanya baru Pura Babaturan Panganggih(Pura Gelgel) yang dapat diselesaikan oleh Mpu Dwijaksara, disamping memelihara Pura Taman Bhagandra di Gelgel, sehingga tugasnya di Bali dianggap belum tuntas. Entah berapa lama Mpu Dwijaksara bersama sanak saudaranya di Bali, dan sudah sama-sama menurunkan parati Santana, karena sudah lanjut usianya beliau bersama sanak saudaranya pulang ke alam baka. Kemudian kedudukannya digantikan oleh puteraputeranya, dan mereka dapat melaksanakan dharmanya seperti ayahnya dahulu. Sebelum meninggal dunia, Mpu Dwijaksara menyelenggarakan pertemuan dengan sanak saudaranya dan putra-putranya, dimana Mpu Dwijaksara sebagai pimpinan, dan memberi petunjuk tentang dharma yang harus dilakukan”.

sekilas perjalanan Trah Ki Tambyak - Babad Ki Tambyak

Trah Ki Tambyak

berikut ini akan tyang coba mengutip dan merangkai beberapa tulisan tentang perjalanan dari keluarga Ki Tabyak. tulisan ini tyang persembahkan untuk trah ki tambyak dimanapun berada, mudah - mudahan dapat menambah pengetahuan semeton sareng sami. bila ada kekurangan mohon diberikan masukan agar tulisan ini menjadi lebih lengkap. suksma

Semoga tiada halangan dengan memuja Ongkara Bali (memuja Tuhan dalam wujud Aksara Suci), dengan anugerah Hyang Prajapati, segala bencana terhindari. Sujud hamba kehadapan leluhur, kehadapan Sang Hyang Bumipati, izinkanlah hamba mengutarakan kisah ki Tambyak pada masa lampau. Semoga hamba tidak terkena kutukan leluhur, tidak durhaka, tidak tertimpa mala petaka, dan semoga berhasil dengan sempurna, menemukan keselamatan, panjang umur dan seluruh sanak keluarga hamba menemukan kebahagiaan.

Ada seorang brahmana sakti, datang ke Bali, menyertai Paduka Batara Putra Jaya yang bersemayam di pura Besakih, dan Sang Hyang Genijaya yang bersemayam di Gunung Lempuyang. Beliau adalah Begawan Maya Cakru yang gemar bertapa dan berasrama di Silayukti. Entah berapa hari lamanya baginda pendeta tinggal di Bali, beliau pun berkunjung ke Desa Panarajon di tepi Danau Batur. Tiba-tiba sang istri menyusul datang di Desa Panarajon. Betapa terkejutnya beliau melihat isterinya menyusul perjalanannya. 

Paiketan hubungan Persaudaraan Antar Warga Arya di bali

Paiketan hubungan Persaudaraan Antar Warga Arya di bali

Prabu Udayana mempunyai 3 orang.
  • putra yang pertama beliau Sri Airlangga menikah dengan Diah Kili Suci yang selanjutnya menurunkan Raja-raja Kediri. 
  • Adik Diah Kili Suci (ipar Prabu Airlangga) bernama Sri Kameswara, menurunkan Raja-raja Singosari dan kemudian dialihtahta oleh Raden Wijaya (cucu Mahesa Cempaka) dengan jalan menikahi ke 4 putri Prabu Kertanegara (Raja Singosari terakhir) menjadi Kerajaan Majapahit. 
  • Diah Kili Suci dan Sri Kameswara adalah anak dari Prabu Teguh Darmawangsa ipar dari Prabu Udayana dimana Mahendradata bersaudara kandung dengan isterinya Teguh Dharmawangsa yang bernama Sri Dewi Makuta Wangsa Wardani, merupakan cicit/kompyang dari Empu Sendok, cucu dari Sri Isana Tungga Wijaya yang bersuamikan Sri Loka Pala yang berasal dari Bali.