Google+

Arti Tahi Lalat (birthmark) atau kadengan Ungkap Tabiat sifat Seseorang

Tahi Lalat atau Kadengan Ungkap Tabiat

arti kadengan di wajah
tahi lalat datau dalam bahasa balinya disebut kadengan merupakan bitik/bercak hitam dibadan yang sudah ada sejak kita ingat (mungkin sejak lahir). kata kadengan sering juga dijadikan tanda -tanda ungkapan larangan seperti contohnya: " Da ngecuhin timpal, nyen kadengan awake" atau "Sing dadi ngecuhin timpal, nyen kadengan awake" yang artinya Jangan meludahi teman nanti tumbuh tahi lalat di badan. ini larangan untuk menakit - nakuti anak kecil yang terkait dengan kepercayaan bahwa kadengan itu memiliki kekuatan magis yang beberapa tempat di bagian tubuh berakibat kurang baik bagi pemiliknya

wanita banyak memendam misteri sekala maupun niskala yang hinga saat ini slit untuk diungkap. dalam hal ini, adeng-adeng atau tahi lalat atau kadengan bisa mencerminkan tabiat seseorang, bahkan di tempat - tempat tertentu konon (menurut kepercayaan) bisa membawa sial.
adapun beberapa jenis kadengan yang berbahaya, berakibat kurang baik bagi pasangan ataupun pembawanya diantarana:

kadengan Cledu Nginyah

terletak ditengah alis yang dipercayai menyebabkan orangnya "panas" dalam artian banyak kesulitan. jika orang tersebut telah menikah, salah satu dari pasangan pasti kalah. maksudnya akan terjadi perceraian.

kadengan Apit Wangke

tahi lalat yang terletak di bagian kelamin, dan lebih menakutkan lagi terdapat di bagian dalam kelamin wanita. pengaruh bagi pemiliknya, diyakini menyebabkan lawan jenisnya (suami atau istri) meninggal. penyebab terjadinya keyakinan seperti itu tidak lain karena dendam yang dimiliki oleh leluhur si pemilik kadengan. dendam itu terjadikarena pada kehidupan yang lalu pernah dikecewakan lawan jenisnya. yang dimaksud dengan dikecewakan disini adalah pemutusan hubungan secara paksa dengan pemegat tresna. berapa lama atau berapa korban yang diminta kadengan tersebut tergantung dari sumpah yang bersangkutan dikala itu. untuk para lelaki, waspadai kadengan di ujung kelamin karena tanda seperti itu memiliki pengaruh paling keras dibandingkan bagian kelamin lainnya disamping libido yang tinggi atau haus seks.

Buleleng Pada Masa Kekuasaan Kolonial Belanda (1846 – 1942 M)

Buleleng Pada Masa Kekuasaan Kolonial Belanda (1846 – 1942 M)

I Gusti Made Rai, Raja X Buleleng

Setelah Buleleng dapat dikuasai, Belanda menunjuk I Gusti Made Rai sebagai Raja Buleleng berikutnya. Pengangkatan ini disetujui oleh para Manca. I Gusti Made Rai adalah putera dari I Gusti Made Kari, keturunan Panji Sakti Arya Den Bukit. I Gusti Made Kari pernah lari ke daerah Kapal Mengwi ketika diserang oleh Raja Ki Gusti Agung Pahang. I Gusti Made Rai beristana di Puri Sukasada.

Sementara itu pasukan ekspedisi Belanda tetap mengejar para pembesar kerajaan terdahulu ke desa Jagaraga. Dipilihnya desa Jagaraga sebagai benteng, karena salah seorang isteri Adipati Agung berasal dari desa Jagaraga. Pada tanggal 15 April 1849 perang Jagaraga. Pasukan ekspedisi Belanda dipimpin oleh Jendral Michiels, Letkol Van Swieten, dan Letkol De Brauw. Perang sehari penuh hingga larut malam. Esoknya 16 April 1949, benteng Jagaraga jatuh. Raja Buleleng, Karangasem, dan Adipati Ki Gusti Ketut Jelantik Gingsir mengungsi ke desa Batur. Mereka ini dikejar oleh laskar Bangli, hingga mengungsi ke Karangasem. Pada tanggal 20 Mei 1849 pasukan Seleparang pimpinan Ki Gusti Gede Rai dan Adipati Agung Ki Gusti Made Jungutan yang memihak Belanda berhasil membunuh raja Buleleng dan Karangasem. Sementara Adipati Agung Ki Gusti Ketut Jelantik Gingsir dapat dikejar dan dibunuh di desa Seraya.

Buleleng Pada Masa Kekuasaan Dinasti Karangasem (1780 – 1849 M)

Buleleng Pada Masa Kekuasaan Dinasti Karangasem (1780 – 1849 M)

Ki Gusti Nyoman Karangasem, Raja V Buleleng

Ki Gusti Nyoman Karangasem dinobatkan menjadi raja berikutnya setelah Ki Gusti Ngurah Jelantik wafat. Mulailah treh Karangsem menguasai Den Bukit. Ada pun putera Ki Gusti Ngurah Jelantik yang bernama Ki Gusti Bagus Jelantik Banjar, diberi kedudukan sebagai patih, menempati istana di Puri Bangkang, sebelah Barat We Mala (Banyumala).

Ki Gusti Agung Made Karangasem Sori, Raja VI Buleleng

Pemerintahan Ki Gusti Nyoman Karangasem tidak bertahan lama. Ia meninggal karena serangan penyakit. Kedudukannya digantikan oleh Ki Gusti Agung Made Karangasem Sori keturunan Karangasem. Ia hanya berkuasa selama 3 tahun, sebelum mengundurkan diri. Kegagalannya adalah tidak tegas, tidak adil selalu memilih muka, pilih kasih.

Buleleng Pada Masa Kekuasaan Dinasti Panji Sakti

Buleleng Pada Masa Kekuasaan Dinasti Panji Sakti (1600 – 1780 M)

Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, Raja I Buleleng

I Gusti Ngurah Panji Sakti adalah salah satu putera dari Dalem Segening Sesuhunan Bali – Lombok VI, yang berkuasa di Swecapura Gelgel tahun 1580 – 1665 M. Ia beribu seorang sahaya, yang bernama Ni Luh Pasek, berasal dari desa Panji, Denbukit. Ketika ia masih dikandung, ibunya diserahkan oleh Dalem kepada Arya Ki Gusti Jelantik Bogol untuk diperisteri, sebagai penghargaan atas jasa-jasa terhadap kerajaan. Tetapi dengan syarat jangan ‘dicampuri’ sebelum anak itu lahir, dan agar dipersaudarakan dengan putera kandung Ki Gusti Jelantik Bogol.

Ki Gusti Ngurah Panji Sakti diperkirakan lahir tahun 1584 M. Masa kecilnya diberi nama Ki Barak Panji. Sejak kecil sudah menunjukkan tanda-tanda kebesaran. Dari kepalanya keluar sinar suci menandakan prabawanya. Hal ini menimbulkan kekuatiran Sri Aji Dalem akan tahta kerajaan. Itulah sebabnya sewaktu Ki Barak Panji berumur sekitar 12 tahun diperintahkan untuk pergi meninggalkan Suwecapura, tinggal di desa asal ibunya, desa Panji, Den Bukit.

Perjalanan Trah Panji Sakti - Babad Buleleng 3

Perjalanan Trah Panji Sakti - Babad Buleleng 3

SUKSESI PUNGGAWA BULELENG.

I Gusti Putu Geria yang dicalonkan sebagai raja Buleleng, namun di tugaskan ke Lombok, jabatan Punggawa Buleleng beralih kepada adik beliau yaitu I Gusti Nyoman Raka yang sebelumnya menjabat punggawa Sukasada. Selain sebagai punggawa Buleleng juga menjabat Kanca pada kantor Raad van Kerta. Nasib tragis menimpa beliau. Pada tahun 1898 beliau terkena ledakan mesiu di kantor yang mengakibatkan beliau wafat karena luka bakar. I Gusti Ketut Jlantik adik I Gusti Nyoman Raka (Dewata Geseng), diangkat sebagai Punggawa Buleleng. Pada waktu itu pemerintah kolonial Belanda dalam menjalankan politik pemerintahannya di Hindia Belanda makin lunak dan pembangunan sarana umum di Buleleng meningkat.

Perjalanan Trah Panji Sakti - Babad Buleleng 2

Perjalanan Trah Panji Sakti - Babad Buleleng 2

PEMERINTAH BELANDA MENCARI DUKUNGAN

Dengan peristiwa pemberontakan I Nyoman Gempol pemerintah kolonial Belanda tentu saja menemukan kesulitan dalam menjalankan pemerintahannya kalau tidak didukung oleh pemerintah lokal. Untuk mengatasi situasi itu maka pemerintah kolonial Belanda di bawah pimpinan asisten residen P. L. van Bloemenwaanders berusaha membentuk pemerintah lokal yang definitif. Beliau menpersilahkan tokoh dan keturunan raja Buleleng untuk mengadakan musyawarah. Disamping itu juga mendengarkan pendapat masyarakat umum. Akan tetapi siapakah atau yang manakah sentana raja Buleleng itu? Suasana panas dingin mulai timbul diantara keiuarga di seluruh pelosok Buleleng ini yang merasa terkait dengan keturunan raja di Buleleng.

Perjalanan Trah Keturunan I Gusti Ngurah Panji Sakti - Babad Buleleng 1

Trah Keturunan I Gusti Ngurah Panji Sakti

I Gusti Ngurah Panji Sakti, istana Puri di desa Panji (pertama). Menyatukan wilayah Den Bukit menjadi kerajaan Buleleng. Sempat melebarkan kekuasaan dengan pasukan Teruna Gowak dibawah panglima perang Ki Tamblang Sampun dan KI Gusti Batan sampai ke Blambangan dibawah kekuasaan putranya: I Gusti Ngurah Panji Gde Danudarastra Membangun Puri Sukasada di Sangket. Putrinya, I Gusti Ayu Panji kawin dengan I Gusti Agung Anom di Kapal, Mengwi.

PERISTIWA SEMETON KALIH

Peristiwa yang tidak diinginkan atau yang lebih tepat disebut tragedi sejarah yang menggurat kerajaan Den Bukit adalah sengketa antara dua pihak yang masih keluarga terdekat. Yaitu perselisihan antara dua orang yang diketahui masih dalam hubungan bersaudara, dan mereka merupakan keturunan ke 4 pendiri kerajaan Buleleng I Gusti Ngurah Panji Sakti. Yang lebih tua bernama I Gusti Ngurah Panji yang beristana di puri Sukasada di desa Sangket dan yang muda bernama 1 Gusti Ngurah Jlantik yang bersemayam di puri Buleleng. 

Panji Sakti Kembali Menyerang Blambangan

Seorang putranya gugur di Blambangan

Pada suatu waktu di ruang balairung puri di desa Panji, I Gusti Ngurah Panji sedang menerima punggawa para bendesa lengkap dengan pasukan Teruna Goak. Tidak terkecuali hadir I Gusti Tamlang Sampun dan I Gusti Made Batan. I Gusti Ngurah Panji mempertanyakan perihal putra beliau yang ada di Blambangan, antara lain beliau berkata:
"E, kita Tamlang, angapa dadi tan prāpta anak manira, sang adiry eng Barangbangan, an wuwus ingundang nguni. Pasobyahannya datĕng rakwânglawad manira ring Weçakhamāsa. Bĕcik lalayar ing palwa. Wus pantaran ing Jyeşthakamāsa, dadi durung prāpta anak manira. Lah, cĕttanĕn ri idĕpta!’’
(Wahai engkau Tamlang, mengapa anakku tidak hadir padahal sudah aku undang dulu. Janjinya menghadap aku pada bulan ke 10. Baiknya , sekarang sudah masuk bulan ke 11 belum juga datang. Wah apa alasan dirinya!)

I Gusti Tamlang segera menjawab:
"Inggih Gusti Ngurah, manawamangguh kewuh anak I gusti, siddhânglongi panĕmaya, apan tan ana mātrā ning wrĕttā”.
( Benar Gusti Ngurah, barangkali menemukan kesulitan putra Gusti, sampai tidak bisa hadir menepati janji, lagi pula tidak ada kabar berita).

Panji Sakti Menyelamatkan I Gusti Ngurah Jelantik

Menyelamatkan I Gusti Ngurah Jelantik

Entah berselang berapa lama, ada terdengar berita, oleh I Gusti Anglurah Panji, bahwa cucunya I Gusti Ngurah Jelantik, sudah lama berada kembali ke Gelgel karena diperlukan Dalem di Gelgel. Namun I Gusti Ngurah Jelantik mendapatkan posisi dirinya dalam keadaan yang dirasakan sangat sulit, karena mengingat keadaan sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Kalau saja tidak karena dipanggil oleh Dewa Agung Jambe, mungkin beliau masih berada di Selantik, wilayah Mengwi. Untuk mengembalikan wibawa kerajaan Gelgel kembali seperti dulu sangat sulit. Tugas yang diembannya dirasakan sungguh berat terutama beban pikiran. Apalagi kalau diingat pengalaman kakeknya di Gelgel dahulu, yang penuh pengorbanan dan penderitaan oleh kedengkian I Gusti Agung Maruti masih terngiang. Yang menjadi pikirannya sekarang hanyalah untuk minta bantuan kepada I Gusti Ngurah Panji, kakeknya, di Buleleng (Den Bukit) untuk melepaskan diri dari tekanan perasaan seperti sekarang ini.

Oleh karena demikian keadaannya, I Gusti Ngurah Jelantik melayangkan selembar surat ke Den Bukit minta bantuan kakek beliau, tak lain adalah I Gusti Ngurah Panji. I Gusti Ngurah Panji segera pergi ke puri Jelantik diwilayah Gelgel lengkap dengan pasukan inti Teruna Gowak untuk berjaga-jaga. Didapatkan orang-orang yang berada dalam istana sangat sedih dalam hati, terutama Ki Gusti Ngurah Jelantik, menceriterakan kesusahannya, Setelah selesai daya upayanya, akhirnya atas perintah I Gusti Anglurah Panji, mereka serempak pergi dari daerah Gelgel, mencari tempat menuju ke desa Tojan daerah Blahbatuh.

Gusti Panji Sakti memiliki Menantu dari Mengwi

Menantu dari Mengwi

Gusti Ngurah Panji Sakti mempunyai beberapa isteri. Dari para isteri memberikan beliau keturunan beberapa orang putra dan beberapa orang putri.

Setelah keinginannya menguasai wilayah Blambangan tercapai, I Gusti Ngurah Panji Sakti merasa lega. Beliau telah mempercayakan kepada putranya berkuasa di Blambangan dan telah bisa menjalankan roda pemerintahannya di ujung Jawa Timur. Harapannya adalah agar bisa menyatukan kekuasaannya dengan Untung Surapati yang sudah mengusai wilayah Pasuruhan dan sekitarnya.

Sedang dalam menata rencana, tiba-tiba datang seorang utusan menghadap I Gusti Panji. Utusan itu menyampaikan bahwa seseorang dari wilayah Mengwi ingin bertemu. Setelah I Gusti Panji tahu maksud kedatangan tamu tersebut lalu dengan senang akan menerima kedatangannya. Tidak berselang waktu lama, datanglah seeorang memperkenalkan diri, bernama I Gusti Agung Anom dari Puri Kapal dengan iringan beberapa orang. Setelah memperkenalkan diri, I Gusti Agung Anom mengutarakan maksudnya yang tidak lain adalah ingin meminang putri I Gusti Ngurah Panji yang bernama I Gusti Ayu Panji.

I Gusti Anglurah Panji Sakti Menaklukkan Kerajaan Blambangan

Panji Sakti Menaklukkan Blambangan

Kekacauan di Blambangan

Kerajaan Blambangan masih dalam kekuasaan Mataram dan keadaan ini menjadi perhatian yang serius I Gusti Anglurah Panji. Setelah Sultan Agung wafat (tahun 1645) di ujung Jawa Timur muncul Pangeran Tawangalun dengan membangun kekuatan di desa Bayu yang kemudian menjadi ibu kota Blambangan. Adiknya bernama Mas Wila menyerangnya tetapi dapat ditundukkan dan membuat Pangeran Tawangalun menjadi penguasa seluruh wilayah Blambangan menjadi Adipati dari Macan Putih. Istana Macan Putih menjadi pusat atau Ibu kota Blambangan. Dibawah Pangeran Tawangalun Blambangan ingin lepas dari Mataram. Namun Panji Sakti merasa kawatir karena Tawangalun minta bantuan VOC (Belanda) untuk melawan Untung Surapati yang telah melebar kekuasaannya di Jawa Timur. I Gusti Ngurah Panji menjadi risau karena pihak Belanda sudah bersedia membantu Blambangan untuk menggempur Surapati. Surapati yang bergelar Raden Tumenggung Wironegoro telah menguasai Pasuruan, Probolinggo, Panarukan, Malang, Lumajang, wilayah Puger / Kedawung, Jember. Namun belakangan ini komunikasi sulit untuk bisa bergabung dengan laskar Surapati yang selalu berpindah.

I Gusti Ngurah Jelantik kembali ke Gelgel

Gusti Ngurah Jelantik kembali ke Gelgel

Keberadaan kota Gelgel berangsur pulih setelah I Gusti Agung Maruti dapat dikalahkan. Namun kondisi Puri Gelgel dengan pemerintahannya haruslah ditata kembali. Dewa Agung Jambe memohon agar Dewa Agung Mayun, kakaknya, mau duduk sebagai kepala pemerintahan sebagai penerus Sesuhunan Bali. Namun Dewa Agung Mayun tidak mau karena kemenangan bukan karena perjuangan beliau. Untuk menata kembali pemerintahan, Dewa Agung Jambe memanggil semua keluarga / kerabat keturunan para Arya yang dulu pernah setia untuk kembali bergabung sebagaimana yang dulu pernah dilakukan oleh para leluhur mereka. Semuanya diingat kembali, terutama I Gusti Ngurah Jelantik yang sudah mengungsi di desa Selantik wilayah Mengwi. Setelah beliau wafat, diganti oleh putranya, I Gusti Ngurah Gde sudah bergelar I Gusti Ngurah Jelantik sebagaimana gelar ayahandanya. Dewa Agung teringat akan semua jasa I Gusti Ngurah Jelantik waktu pemerintahan dipegang leluhurnya dahulu.

Dewa Agung Jambe mengetahui bahwa I Gusti Ngurah Jelantik faham perihal tattwa dan juga sudah “mabisheka”. Namun beliau berada di desa Selantik tidak lagi di Gelgel. Maka ditugaskan seorang utusan untuk membawa surat ke desa Selantik. Sampailah utusan di Selantik dan masuk ke istana Jelantik yang sedang penuh sesak oleh para tamu dan pelayan istana.

I Gusti Anglurah Panji Sakti Mengangkat Purohita

I Gusti Anglurah Panji Sakti Mengangkat Purohita

Mengangkat Pedanda Kemenuh sebagai Purohita.

Pada waktu pemerintahan Gelgel dikuasai I Gusti Agung Maruti dengan gelar Dalem Maruti Di Made, sebagaimana telah diceritakan, banyak petinggi kerajaan mengungsi ke luar wilayah Gelgel, ada yang ke wilayah Timur ada yang ke Barat, bahkan ada yang ke Den Bukit.

Demikian juga dialami oleh seorang Pendeta Brahmana Kemenuh yang bergelar Pedanda Wiraghasandi ingin kembali ke Jawa karena merasa sudah tidak diperlukan lagi berada di Gelgel yang pemerintahannya tidak seperti dulu lagi. Beliau dengan keluarga dan pengiring yang setia sudah beberapa lama berada di desa Kayuputih wilayah Den Bukit. Beliau diterima baik oleh Bendesa Ki Pasek Gobleg. Pedanda Wiraghasandi selain ahli dalam Weda juga pandai membuat senjata seperti keris bertuah, sehingga dikenal dengan "keris pakaryan Kayuputih". 

Pada suatu hari Ida Pedanda bersiap untuk berangkat meneruskan perjalanannya kembali ke Jawa, karena sudak cukup lama berada di desa Kayuputih. Namun dicegah oleh Bendesa Ki Pasek Gobleg agar beliau jangan pergi dan mohon dengan sangat kesediaannya untuk terus menetap di Kayuputih. Ida Pedanda mengatakan, beliau merasa ragu untuk mengikuti permintaan Ki Bendesa karena belum mendapat ijin I Gusti Ngurah Panji. Seketika Ki Pasek Gobleg tersentak, bahwa benar apa yang dikatakan Ida Pedanda. Maka segera Ki Pasek Gobleg minta diri dan segera menghadap I Gusti Ngurah Panji di Puri Panji.

Gusti Ngurah Panji Membantu Mengusir I Gusti Agung Maruti

Gusti Ngurah Panji Membantu Dalem Gelgel

Pertemuan di Puri Singharsa - Sidemen (Tahun 1685).

Pemerintahan kerajaan Bali selama kekuasaan I Gusti Agung Maruti dijalankan dengan cara semena-mena. Lama-lama kondisi seperti itu menyebabkan banyak punggawa ataupun Manca di seluruh bagian wilayah Bali ingin melepaskan diri dari pemerintahan yang berpusat di Gelgel dan membentuk kerajaan sendiri-sendiri. Setelah beberapa kali mengadakan musyawarah di Sidemen, Anglurah Singharsa atas nama Dewa Agung Jambe mengirim Surat Undangan ke pada I Gusti Anglurah Panji di Denbukit dan Anglurah Nambangan di Badung. Juga ke semua Punggawa sampai Manca yang masih setia untuk hadir di Puri Sidemen membicarakan keadaan Bali yang dalam bahaya perpecahan. I Gusti Anglurah Panji yang memang sudah paham isi surat segera memerintahkan Panglima Perang Ki Tamblang Sampun ke Sidemen untuk mewakili beliau. Pertemuan di Puri Sidemen di pimpin oleh Dewa Agung Jambe, Anglurah Singharsa dan Pedanda Wayan Buruan. Mereka semua sepakat dengan tekad bulat untuk menghancurkan kekuasaan I Gusti Agung Maruti. Dewa Agung Jambe memberikan surat kepada Ki Tamblang Sampun supaya disampaikan kepada I Gusti Anglurah Panji di Den Bukit yang isinya meminta bantuan menggempur I Gusti Agung Maruti yang menguasai Istana Gelgel.

Pasukan "Teruna Gowak" Menyerang Gelgel.

Gabungan pasukan koalisi Bali terdiri dari laskar "Taruna Gowak" dari Den Bukit dipimpin oleh Ki Tamblang Sampun dan I Gusti Made Batan bermarkas di desa Panasan, lengkap dengan sarwa senjata keris, tombak, bedil sebagian dengan berkuda. Juga tidak ketinggalan bunyi-bunyian perang, kendang bende, cengceng. Pada waktu yang sudah ditentukan mereka mulai menyerang Istana Gelgel dari arah Barat Laut.

I Gusti Ngurah Panji Membangun Kerajaan

I Gusti Ngurah Panji Membangun Kerajaan di Den Bukit

Membentuk Laskar Perang "Taruna Goak"

Demikianlah I Gusti Ngurah Panji menjalankan kepemimpinannya dengan bijaksana dengan cara memberikan pengertian, pengayoman dan kemakmuran kepada rakyat di Den Bukit. Beliau sebagai seorang pemimpin perang, komandan pasukan, sang penakluk. Dengan pusaka keris Ki Semang dan Ki Tunjungtutur, seluruh rakyat Den Bukit tidak ada seorangpun berani menentang. Dengan demikian beliau menjadi raja Den Bukit atau dengan nama Ler Gunung.

Setelah usahanya berhasil menyatukan wilayah Den Bukit beliau membentuk laskar yang disebut Teruna Gowak dibawah pimpinan Panglima Perang Ki Tamblang Sampun dan I Gusti Made Bahatan sebagai wakil Panglima Perang. Untuk menguatkan latihan perang, I Gusti Ngurah Panji mengangkat orang-orang bayaran, seperti orang Bugis dan orang Ambon sebagai pelatih perang. Kemudian juga memasok senjata api yang diselundupkan orang-orang pelarian. Untuk menunjang kerajaan dari segi pembiayaan, perdagangan digiatkan. Beliau tidak segan-segan memperkerjakan orang asing seperti beberapa orang bangsa Cina, sebagai syahbandar dan Ambon, Makasar, juga beberapa orang Belanda sebagai untuk meningkatkan perdagangan.

Kemelut Di Pemerintahan Gelgel


Patih I Gusti Agung Maruti mempengaruhi Dalem agar mengambil keris pusaka I Gusti Ngurah Jelantik.

Gusti Gde Pasekan Membangun Puri di desa Panji

Gusti Gde Pasekan Memulai di desa Panji

setelah meninggalkan Puri jlantik, Dalam bimbingan ibunya, Ni Pasek Gobleg dan pamannya, I Wayan Pasek, dengan cepat beliau belajar mengenal lingkungan desanya. Disamping itu ada dua pengasuh, Ki Dumpyung dan Ki Dosot. Sebagai seorang pemuda berusia 12 tahun, yang selalu ingin tahu tentang segala hal, I Gusti Gde Pasekan sering berpetualang. Naik bukit dan menjelajah ke hutan melewati tegalan sampai ke pantai merupakan kegiatan rutin. Keris pemberian ayahnya, I Gusti Ngurah Jelantik, selalu terselip di pinggangnya.

Pada suatu sore yang panas, I Gusti Gde Pasekan merasa badannya gerah dan ingin mandi di sungai di tempat beliau sering mencari ikan. Tetapi di sungai dilihatnya ada buaya yang membuat orang-orang takut untuk mandi dan para perempuan takut mengambil air. Dengan segala pertimbangan yang cukup masak, I Gusti Gde Pasekan turun kesungai seorang diri. Dengan kelincahan dan kaki katangannya yang cekatan, buaya yang menakutkan itu bisa di bunuhnya. Setelah buaya dibunuhnya barulah beliau mandi dengan tenangnya dan menikmati sejuknya air sungai. Penduduk desa Panji menjadi gempar, karena keberanian dan kewisesan I Gusti Gde Pasekan yang masih muda belia itu. I Gusti Gde Pasekan semakin dekat di hati masyarakat desa Panji, bahkan meluas keluar desa Panji.

Lahirnya Gusti Gde Pasekan trah I Gusti Ngurah Jelantik VI - Babad Balhbatuh

Lahirnya Gusti Gde Pasekan

Alkisah setelah beberapa keturunan berlalu, disebutlah seorang dari keturunan Sri Nararya Kapakisan / I Gusti Nyuh Aya, yang bergelar I Gusti Ngurah JelantikVI, menjabat sebagai Panglima Perang yang dihandalkan oleh raja yang bergelar Dalem Sagening yang istana dan pemerintahannya telah berpindah dari Samprangan ke Gelgel. I Gusti Ngurah Jelantik beristana di puri Jelantik - Swecalinggarsapura, tidak jauh dari istana raja di Gelgel.

Di puri Jelantik, banyak para abdi laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai tempat. Di antara para abdi ada seorang perempuan pelayan (pariwara) yang sehari-harinya bertugas sebagai penjaga pintu, bernama Ni Pasek Gobleg. Pada suatu hari, I Gusti Ngurah Jelantik pulang dari bepergian. Pada saat beliau melangkahkan kaki masuk halaman puri, waktu itu sang pariwara Ni Pasek Gobleg baru saja selesai membuang air kecil (angunyuh). I Gusti Ngurah Jelantik terkejut ketika beliau menginjak air yang dirasa hangat di telapak kakinya. Beliau meyakini air itu tidak lain adalah air kencing Ni Pasek Gobleg, pelayan dari desa Panji wilayah Den Bukit itu.Timbul gairah birahi I Gusti Ngurah Jelantik kepada Ni Pasek Gobleg dan serta merta menjamahnya. Hubungan cinta kasih yang melibatkan I Gusti Ngurah Jelantik dengan pelayannya tidak diketahui oleh isterinya, I Gusti Ayu BrangSinga.

Dari larutnya hubungan itu, tidak berselang lama Ni Pasek Gobleg mengandung dan sampai pada waktunya, lahir seorang bayi laki-laki yang sempurna yang diberi nama I Gde Pasekan. Nama itu diambil dari pihak sang ibu yang berasal dari trah Pasek.

Sejarah Berdirinya Desa Sukawati

Desa Sukawati

Kira-kira pada penghabisan abad ke XVII seorang ahli ilmu hitam ( pengiwa ) bergelar Ki Balian Batur, penghuni Teludu Nginyah, sebelah barat desa Cau (br. Rangkan ketewel), dikalahkan perang oleh Raja Mengwi yang bergelar I Gusti Anglurah Agung Made Agung ( alias Tjokorda Sakti Blangbangan),berkat bantuan I Dewa Agung Anom ( alias Sri Aji Sirikan ) yang menembakkan peluru Ki Seliksik dengan bedil Ki Narantaka. I Dewa Agung Anom adalah adik dari I Dewa Agung Dimadya atau putra dari I Dewa Agung Gede ( Raja Klungkung Ke – I ).

Sebagai balas jasa dan tanda setia bhakti dari Tjokorda Sakti Blangbangan maka bermohonlah beliau agar I Dewa Agung Anom diperkenankan oleh Ayahnda ( Raja Kelungkung ) untuk berpuri di Bumi Timbul. Raja Klungkung berkenan, untuk pengamer-amer ( kepentingan pengamanan ) I Dewa Agung mohon agar diperkenankan membawa Keris Kawitan bernama Ki bengawan Canggu ( anugrah Raja Majapahit ) ke Bumi Timbul. Namun rakanda (kakaknya) tiada berkenan dan sebagai gantinya I Dewa Agung Dimadya berkenan memberikan Keris Ki Maleladawa, Papetet ( ikat pinggang ) Ki Sembah Jagat dan tombak Ki Baru Gagak,dengan segala pengapitnya ( disampingnya ). I Dewa Agung Anom amat berdukacita karena permohonannya tiada dikabulkan.

Penerimaan Murid Baru - Tehnik Yoga Meditasi April 2013

Penerimaan Murid Baru

Yayasan Taman Bukit Pangajaran dengan Ajaran Ghanta Yoga

menerima Murid baru
Bimbingan Pernafasan dan Meditasi
Jika anda benar - benar ingin belajar dan berlatih Pernapasan dan tehnik Meditasi terutama untuk Kesehatan, Teraphy diri sendiri dan orang lain, meningkatkan Percaya Diri (PD), proteksi diri dan keluarga, bisa Mendeteksi dan Mentransfer Energi ke benda/seseorang dan merasakan getaran energi alam, melancarkan bisnis dan rejeki, menambah dan membuka aura kewibawaan (bagi Pria) serta kecantikan (bagi wanita), kami siap membantu anda.

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada:
Hari: Kamis, 18 April 2013
Pukul: 18.00 - selesai
Tempat: Klinik Jalasidhi, Jl. Pralina No 18 Kesiman Denpasar
SMS: 087860065000 atau 08993182858

Pendaftaran:
  • Bala Ghanta, mempelajari tehnik kawisesan (ilmu kebal, tenaga dalam dll) Level 1 Rp. 350.000,-
  • Usadha Ghanta, mempelajari tehnik pengobatan (medis dan non medis) Level 1 Rp. 350.000,-
  • Sridhana Ghanta, mempelajari tehnik manejemen rejeki (usaha/bisnis) Level 1 Rp. 500.000,-
  • Padma Negara Ghanta, mempelajari tehnik inner beauty (khusus wanita) Level 1 Rp. 500.000,-
  • Pradnya Ghanta, mempelajari tehnik mengajar. Level 1 Rp. 350.000,-
tehnik Meditasi ini tidak bisa dipelajari sekaligus, sehingga bimbingan Guru sangat diperlukan.
bagi yang telah lulus level 1, silahkan melanjutkan ke level 2 dan seterusnya.

trah keturunan Gusti Pelandung (trah Pangeran Nyuh Aya)

keturunan Gusti Pelandung

Shri Nararya Kreshna Kepakisan, berputra:
  1. Pangeran Nyuh Aya
  2. Pangeran Made Asak
Pangeran Nyuh Aya, berputra:
  1. I Gst, Ag. Petandakan.
  2. I Gst. Satra.
  3. I Gst. Pelangan.
  4. I Gst. Kaloping.
  5. I Gst. Akah.
  6. I Gst. Cacaran.
  7. I Gst. Anggan.
  8. I Gst. Ayu Adhi

Meditasi Kundalini Sakti

Meditasi Kundalini Sakti dengan Gayatri Mantra

ॐ भू: । ॐ भुवः॒ । ॐ स्वः । ॐ महः । ॐ जनः । ॐ तपः । ॐ सत्यम ।
ॐ तत सवितुर वरे॑ण्यं । भ॒र्गो॑ दे॒वस्य॑ धीमहि । धियो॒ यो नः॑ प्रचो॒दया॑त् ।

Om bhur, Om bhuvah, Om svah, Om mahah, Om janah, Om tapah, Om satyam.
Om tat savitur varenyam, bhargo devasya dhimahi, dhiyo yo nah, prachodayat.

Gayatri Mantra dibagi dalam tiga bagian, bagian pertama didedikasikan untuk tujuh dunia, bagian kedua adalah bagian utama dari mantra dan terdiri dari 24 suku kata,