Google+

Niti Sastra Sargah 5

Niti Sastra

Sargah 5

Kusuma wicitra ooo/o- -/ooo/o-o// 

Niti Sastra Ayat 1
Taki-takining sewaka guna widya.
Smara – wiṣaya rwang puluh ing ayusya.
Têngah i tuwuh san-wacana gêgön-ta.
Patilaring atmeng tanu pagurokên.
Seorang pelajar wajib menuntut pengetahuan dan keutamaan. Jika sudah berumur dua puluh tahun orang harus kawin. Jika sudah setengah tua, berpeganglah pada ucapan yang baik. Hanya tentang lepasnya nyawa kita mesti berguru.

Niti Sastra Ayat 2
Dhana phalaning mona tan angucap wwang.
Ikang agalak ring waca nêmu duhka.
Ikang umênêng lyab dhana ya matumpuk.
Damar uga himpêrnikang açabda.
Harta adalah buah dari pada berdiam diri, tidak bercakap-cakap. Barang siapa yang terlampau hebat cakapnya, akan berduka-cita. Sifat yang pendiam, akan mendapat harta-benda bertimbun-timbun. Orang yang tidak suka bercakap-cakap adalah sebagai pelita.

Niti Sastra Sargah 4

Niti Sastra

Sargah 4

R a g a k u s u n a - - -/oo-/o-o/oo-/ooo/ooo/-o/oo//

Niti Sastra Ayat 1
Sang hyang candra tarāngganā pinaka dipa memadangi ri kāla ning wêngi.
Sang hyang surya sêdêng prabhasa maka dipa memadangi ri bhūmi mandala.
Widyā çāstra sudharma dipanikanang tri-bhuwana sumênë prabhāswara.
Yan ing putra suputra sādhu gunawān memadangi kula wandhu wandhawa.
Bulan dan bintang memberi penerangan di waktu malam. Matahari bersinar menerangi bumi. Ilmu pengetahuan, pelajaran dan peraturan-peraturan yang baik menerangi tiga jagat dengan sempurna. Putra yang baik, saleh dan pandai membahagiakan kaum keluarganya.

Niti Sastra Ayat 2
Sang çūrāmênanging reṇānggana mamukti suka wibhawa bhoga wiryawān.
Sang çūrāpêjahing ranangga mengusir surapada siniwi ng surāpsarī.
Yan bhiru n mawêdi ng raṇānggana pêjah yama-bala manikêp mamiḍana.
Yan tan mati tininda ring parajanenirang-irang inanang sinorakên.
Pahlawan yang menang perang dengan puas merasakan kekuasaannya, keuntungan dan keberaniannya. Pahlawan yang mati di medan perang, mendapat tempat dikediaman dewa-dewa, dikerumuni oleh bidadari-bidadari. Si penakut yang tak berani perang, jika meninggal dunia, ditangkap dan disukai oleh anak-buah Betara Yama. Jika tidak mati, ia dicerca, diolok-olok, ditawan dan dihina oleh musuh.

Niti Sastra Sargah 3

Niti Sastra

Sargah 3

Padmakeçara / Kalengenngan

o-o/oo-/o-o/oo-/ooo/ooo/-o-/oo//


Niti Sastra Ayat 1
Têgal tan ananing dukutnya tinilar têkapi paçu taman hanānglawad.
Nadi tan ana toya suṣka matilar sarasa hiku dumeh padāsêpi.
Ikang purusa hina dina kasihan tinilarakênikang warāngganā.
Narendra na-parikṣa nirghrêna dumoh balanira matilar manginggati.
Lapangan tiada berumput ditinggalkan oleh binatang; tidak ada binatang yang suka datang kesitu. Sungai yang kering, tiada berair, ditinggalkan oleh burung kuntul; itulah sebabnya menjadi sepi. Orang laki-laki yang hina dina dan miskin diletakkan oleh kaum perempuan. Raja yang kurang periksa dan kejam, ditinggalkan oleh rakyatnya; mereka itu lari dari padanya.

Niti Sastra Ayat 2
Surudnikanang artha ring grêha hilangnya tan ana winawanya yan pêjah.
Ikang mamidara swa-wandhu surud ing pamasaran umulih padā nangis.
Gawehala hajêng manuntun angiring manuduhakên ulah têkan.
Kalinganika ring dadi wwang i sêdêng hurip angulaha dharma sadhana.
Jika orang meninggal dunia, harta-bendanya tinggal di rumah, tidak dibawanya. Orang yang melawat dan keluarganya hanya mengantarkan sampai kekubur, lalu pulang sambil menangis. Hanya kejahatan dan kebajikan yang mengikuti dan menunjukkan jalan keakhirat. Oleh karena itu selama hidup ini kita hendaknya selalu beramal saleh sebagai bekal (untuk mencapai surga)

Niti Sastra Sargah 2

Niti Sastra

Sargah II

Wangcapatrapatila –oo/-o-/ooo/-oo/ooo/oo//


Niti Sastra Ayat 1
Bhuṣaṇa wastra mukya têkaping para jana mamilih.
muḵyanikāng bhinojana minak dwijawara mamilih.
stri gêmuhing payodhara minukya hinamêr ing akūng.
çastra wiçesa mukyanira sang muniwara pilihên.
Pakaian dan permiasan badan itu dianggap orang biasa sebagai sesuatu yang mulia. mentega adalah makanan yang disukai sekali oleh para pendeta. perempuan yang subur dadanya disukai sekali oelh orang laki-laki. adapun yang disukai oleh orang pandai ialah buku yang bagus.

Niti Sastra Ayat 2
Uttamaning dhanolihing amet prih-awak aputêran.
madhyama ng arthaning bapa kanista dhana saking ibu.
niṣṭanikang kaniṣṭa dhama yan saka ring anak-êbi.
uttamaning hinuttama dhanolihing anuku musuh.
Kekayaan yang terbaik adalah uang yang diperdapat sendiri dari kerja berat. Yang baik adalah uang dari Bapak. Yang tidak baik uang pemberian ibu. Adapaun yang sangat tidak baik, yaitu uang pemberian bini. Tapi yang utama sekali adalah rampasan dalam peperangan.

Niti Sastra Sargah 1

Niti Sastra

Awighnam Astu

Sargah I

Cardūla wikridita - - - / o o - / o – o / o o - / - - o / - - o / o //


Niti Sastra Ayat 1
Sêmbahning hulun ing Bhatara Hari sarwajnātma bhuh nityaça,
sang tan seng hrêdayantikta tulisen ngke supraptisthenamer,
ring wahyā stuti sembahing hulun i jöng sang hyang sahasrāngçumān,
dadya prâkrêta nīticāstra hinikêt lambang wināktēng prajā.
Sembah saja kehadapan Betara Hari. Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa selama-lamanya. Karena Beliau selalu bersemayam di dalam hati, disini digambarkan, agar seakan-akan terwujudlah Beliau itu agaknya. Keluar sembah saja tertuju ke bawah duli Sang Hyang Seribu sinar (Betara Surya), supaya isi Nitisastra yang saya karang ini menjadi terkenal oleh semua orang.

Niti Sastra Ayat 2
Ring wwang tan wruha ring subhāsita mapunggung mangraseng sadrasa,
tan wruh pangrasaning sêdah pucang adoh tambūla widyāsêpi.
Yan wwantên mawiweka çāstra nirapeksa byakta monabrata.
Yan wwang mangkana tulyaning rahinikā lwirnyan guwekā hidêp.
Orang yang tidak mengetahui bahasa, tidak bisa berkata tentang rasa yang enam (manis, asam, asin, pedas, pahit dan sepat); orang yang tidak mengetahui rasa sirih dan pinang, jadi orang yang tidak suka makan sirih, tidak berpengathuan pula. Jika berkumpul dengan orang-orang yang membicarakan ilmu pengetahuan, tentu ia tidak akan memperhatikannya, ia akan diam saja seperti orang yang membisu. Orang yang semacam itu pada perasaan saya adalah seperti gua.

Kitab Suci Niti Sastra

Niti Sastra

NīTI ÇĀSTRA

Dalam Bentuk Kakawin

Dikumpulkan Oleh :
PGAHN 6 Thn. Singaraja
Di Ketik dan Publikasikan oleh Gede Sandiasa

Milik Pemda Tingkat I Bali
Proyek Bantuan Lembaga Pendidikan
Agama Hindu

NīTI ÇĀSTRA
( NīTI SĀRA )

Kata Pengantar Niti Sastra

Om Swastyastu
Kami mengucapkan syukur Kahadirat Hyang Prama Kawi Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya untuk menemukan naskah Nīti Çāstra (Nīti Sāra), yang diterbitkan dalam tahun 1955 oleh R. Ng. Dr. Poerbatjaraka dengan salinannya dalam bahasa Belanda (Bebliotheca Javanica 54 No. B 1483) dan naskah Niti Sastera dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (BP No. 1630).

dilema seorang wanita - Bisa Menjadi Sumber Sial

Wanita Bisa Jadi Sumber sial

wanita cantik penuh misteri
menikah tentu banyak pertimbangan, disamping dewasa ayu, pertalian dengan wanita yang menjadi pilihan menjadi istripun sangat menentukan masa depan kelangsungan keluarga yang akan dibina. pasalnya ada beberapa jenis perempuan yang dikatakan kurang baik untuk dinikahi.

perkawinan pada hakekatnya perbuatan mulia dan penuh tanggung jawab, selain karena adanya kesaksian masyarakat, warga lingkungan tempat tinggal serta keluarga (manusa saksi) juga kesaksian terhadap Tuhan (dewa saksi). kesaksian ini meyakinkan sekaligus mengukuhkan bahwa kedua orang mempelai (laki dan perempuan) tersebut mengikatkan dirinya menjadi pasangan suami istri. tetapi bila salah memilih pasangan wanita, konon jutru menyebabkan perkawinan tersebut "panas" atau gagal.

Aneluh Nesti Nerangjana - Santet yang berpadu

Aneluh Nesti Nerangjana - Santet versi Bali

Praktik Dukun Santet
ilmu santet memang tidak dikenal di Bali (hindu) nabun buka berarti ilmu sejenis ini tidak ada.
dibali dikenal tiga jenis ilmu yang menakiti yaitu Aneluh, Nesti dan Nerangjana.
jenis ilmu tersebut dapat dimasukan kedalam jenis ilmu pengiwa karena menyakiti dan menyiksa korbannya, dari ketiga ilmu tersebut yang paling dekat pengertian "Santet" adalah Aneluh.
ilmu Aneluh ini digunakan untuk menyakiti seseorang dari jarak jauh. namun, korbannya tidak mengeluarkan benda seperti paku, jarum dan binatang, seperti yang terjadi dalam ilmu santet. korban hanya merasa sakit disekitar tubuh, sering gelisah, merasa panas atau dingin tanpa sebabyang jelas. setelah itu akan timbul rasa sakit yang tidak jelas. biasanya ilmu ini diterapkan oleh orang yang menguasai Ilmu Pengleakan untuk menyakiti atau mencari korbannya.