Sejarah Lahirnya Puri Kesiman
Kehadiran Puri Kesiman, menurut Gora Sirikan diawali dengan sikap politik I Gusti Ngurah Made. Ia adalah salah seorang cucu I Gusti Gde Oka alias I Gusti Ngurah, seorang Manca Puri Kaleran Kawan, yang merupakan pejabat tinggi di bawah punggawa dalam kerajaan Badung. Diceritakan oleh Sirikan, I Gusti Gde Made tidak puas dengan jabatannya sebagai seorang manca. Ia ingin memperoleh kekuasaan yang lebih tinggi, karena menganggap dirinya pantas memperolehnya, mengingat kebesaran kerajaan Badung terjadi berkat cicitnya, putri raja Mengwi yang dibekali sejumlah desa saat menikah dengan Raja Pemecutan. Ia pun melirik kekuasaan I Gusti Ngurah Jambe di Puri Kesatria.[Gora Sirikan, p. 79]
Jangan pernah membayangkan istana Jambe Merik itu di Puri Kesatria adalah Puri Satria yang terwariskan sampai sekarang itu. Puri Satria yang dihuni oleh keluarga Anak Agung Ngurah Puspayoga, yang sekarang menjabat sebagai Wakil Gubernur Bali, dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1929 di atas areal pura peninggalan I Gusti Jambe Merik. Puri Satria dimaksudkan sebagai tempat tinggal regent (wali pemerintahan) yang tiada lain adalah datuk Anak Agung Ngurah Puspayoga, salah satu keturunan raja Badung yang dapat menyelamatkan diri dalam perang 1906, kemudian ditawan Belanda di Lombok. Sementara Puri Kesatria yang dikisahkan dalam tulisan ini berasal dari Puri Peken Badung yang didirikan oleh I Gusti Jambe Merik. Setelah I Gusti Jambe Merik mangkat, ia digantikan oleh putranya, I Gusti Jambe Tangkeban. I Gusti Jambe Tangkeban digantikan lagi I Gusti Jambe Ketewel. Pada masa Jambe Ketewel, kekuasaan Puri Peken Badung meluas, yang disebabkan karena Raja Sukawati menghadiahinya daerah Batubulan. Hadiah itu diberikan sebagai balas budi atas jasanya mendamaikan pertengkaran antara Tjokorda Made dan Tjokorda Anom di Kerajaan Klungkung, yang kemudian menjadi penyebab dari lahirnya Kerajaan Sukawati.[Gora Sirikan, p. 23]