Jnana Marga Mengajarkan Ilmu adalah yadnya utama
Bekerja serta berbuat untuk sesama (Karma Marga) dan menyayangi mengasihi berbakti (bakti marga) tanpa didasarkan pada ilmu pengetahuan (jnana marga) yang benar akan sia-sia. Lebih-lebih pada zaman modern ini apa pun yang kita lakukan kalau tanpa pengetahuan yang jelas akan menjadi sia-sia. Melakukan kegiatan beragama tanpa didasarkan pada ilmu pengetahuan yang telah ditentukan dapat menimbulkan penyimpangan.
Dalam kehidupan ini ilmu pengetahuan (jnana) tersebut demikian pentingnya. Karena itu, beryadnya dengan ilmu pengetahuan dinyatakan dalam Sloka Bhagawad Gita yang dikutip dalam tulisan jauh lebih utama daripada beryadnya dengan harta benda dalam bentuk apa pun. seperti yang disebutkan dalam Bhagawad Gita Bab IV ayat 33 yang menyebutkan:
srayan dravyamayad yajnajjnanayajnah paramtapasarvam karma ‘khilam parthajnane perisamapyate (Bhagawad Gita IV.33)artinya:
Persembahan berupa ilmu pengetahuan, Parantapa, lebih bermutu daripada persembahan materi; dalam keseluruhannya semua kerja ini berpusat pada ilmu pengetahuan, oh Parta.Karena itu, dalam Manawa Dharmasastra III.70 dinyatakan,
Adhyapanam brahma yajnah, pitr yajnastu tarpanam, homo daiwo balibhaurto, nryajno'tithi pujanam (Manawa Dharmasastra III.70)
maksudnya: belajar dan mengajar dengan keikhlasan disebut Brahma Yadnya. Karena proses belajar dan mengajar itu bertujuan untuk memberikan orang ilmu pengetahuan untuk menopang hidupnya mendapatkan kebahagiaan.
Tradisi belajar dan mengajar dalam masyarakat Hindu di Bali pernah mandek karena salah dalam memahami istilah ayuwa wera. Pada hal konsep "ayuwa wera" itu adalah baik. Artinya, janganlah menyebarkan dengan sembarangan sastra agama tersebut.
Dalam Manawa Dharmasastra II.114 dinyatakan bahwa
Asyanuwadamaha: widya brahmana metyaha cewa dhistesmi raksamam, kayamam madastatha syam wiryawattama. (Manawa Dharmasastra II.114)
artinya:
pengetahuan suci akan mendekati warna brahmana dan berkata " aku adalah kekayaan anda, peliharalah aku, janganlah serahkan aku kepada mereka yang tidak percaya, dengan demikian aku akan menjadi sangat kuat"
Weda tidak boleh diajarkan kepada mereka yang tidak dipercaya. Hal ini mengandung makna, Weda itu harus dipercayai terlebih dahulu barulah dipelajari. Inilah hakikat beragama. Kebenaran agama akan dapat dicapai dengan sempurna kalau didasarkan kepada keyakinan. Jadi sangat berbeda dengan ilmu pengetahuan. Kalau sudah dibuktikan kebenarannya berdasarkan penelitian ilmiah barulah kebenaran ilmu itu dapat dipercapai.
Kesalahpahaman akan ada gium "ayuwa wera" menyebabkan umat Hindu sempat takut belajar agama yang dianutnya. Kalau orang yang sudah percaya pada Weda sebagai sabda Tuhan justru ajaran suci itu harus disebarkan kepada semua orang yang percaya itu.
Kesalahpahaman akan ayuwa wera itu sekarang sudah makin dapat dikembalikan pada pengertiannya yang benar. Semangat umat Hindu ingin belajar agamanya sudah makin tumbuh. Sayang masih ada banyak kendala. Prioritas umat beragama masih lebih menekankan pada kemeriahan upacara yadnya yang cukup mahal serta menyita waktu dan tenaga yang sangat banyak. Hal ini disebabkan pengertian masyarakat umum masih belum jelas tentang yadnya itu.
Menurut ketentuan sastra agama Hindu, beryadnya dengan ilmu pengetahuan jauh lebih utama daripada dengan harta benda. Seandainya upacara yadnya itu dapat lebih dihemat sedikit dan hasil penghematan itu diwujudkan dengan membentuk perpustakaan pura, desa atau banjar tentu hal ini sangat utama sesuai dengan ketentuan sastra agama. Perpustakaan itu juga harus dibarengi dengan gerakan untuk meningkatkan minat baca.
Meskipun ada banyak perpustakaan kalau minat baca umat masih sangat rendah, tentu perpustakaan tersebut tidak bisa banyak memberi manfaat. Dalam Markandhya Purana maupun beberapa Purana lainnya menyatakan bahwa dengan memiliki buku suci dan buku-buku sastra agama akan dapat mendekatkan orang pada karunia Tuhan.
Dengan rajin membaca-baca sastra agama setiap hari sesungguhnya wujud dari pengamalan Resi Yadnya. Dengan membaca setiap hari buku-buku sastra agama kita akan semakin paham akan keagungan ajaran-ajaran Weda yang disebarkan oleh para Resi lewat sastra agama tersebut. Melalui mengenal keagungan ajaran suci Weda terus diharapkan dapat lebih memahaminya dengan baik.
Dari pemahaman itu terus menimbulkan kesadaran akan hakikat diri. Jadinya salah satu pengertian Resi Yadnya menurut Agastia Parwa adalah:
''wruh ring kalingganing dadi wwang''.
Artinya,
paham akan hakikat diri menjadi manusia. Orang yang yang paham akan hakikat dirinya menjadi manusia akan dapat berlaku sesuai dengan dharma.
Jika pura, desa atau banjar dapat membangun perpustakaan serta mengoperasikan perpustakaan itu dengan baik, akan dapat memberikan manfaat yang luas kepada umat. Hal itulah yang sesungguhnya keutamaan membangun perpustakaan Atma Widya dan Brahma Widya kepada umat. Ini merupakan usaha yang sangat mulia.
Atma Widya itu adalah pengetahuan untuk memahami kesucian diri. Sedangkan Brahma Widya itu adalah pengetahuan tentang menanamkan sradha dan bakti pada Tuhan. Dua ilmu suci itu membawa kita hidup mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar