Google+

arti sebilah Keris di Bali

arti sebilah Keris di Bali

Bagi masyarakat Bali, keris memang dianggap sakral. Benda yang banyak memiliki lekukan di sisi pinggirnya itu dipandang sebagai benda pusaka dan senjata pamungkas di wilayah peperangan. Bahkan, keris melambangkan perlawanan terhadap roh jahat melalui perlindungan dewa-dewa.

Keris ialah sejenis senjata pendek yang digunakan sejak melebihi 600 tahun dahulu. Keris digunakan untuk mempertahankan diri dan sebagai alat kebesaran diraja. Keris berasal dari Kepulauan Jawa dan keris purba telah digunakan antara abad ke-9 dan abad ke-14. Senjata ini terbahagi kepada tiga bahagian, yaitu mata, hulu dan sarung. 

Keris sering dikaitkan dengan kuasa mistik oleh orang Bali pada zaman dahulu. Antara lain, terdapat kepercayaan bahawa keris mempunyai semangatnya yang tersendiri. Secara historis, keris Bali adalah bagian dari peninggalan kekuasaan Kerajaan Majapahit. Konon, pengaruh kebudayaan Majapahit sangat kuat sehingga alat peperangan seperti keris diadopsi pula oleh kerajaan-kerajaan di Pulau Dewata.

Secara filosofis, keris Bali dipandang sebagai perlambang dari nilai ajaran kehidupan agama Hindu. Bahkan, mereka memiliki hari tertentu untuk bersembahyang saat akan merawat kesucian dari keris pusaka miliknya. Keris juga dipandang sebagai benda yang memiliki estetika di dalam kehidupan masyarakat di sana. Hingga kini keris malah masih dipandang sebagai perlambang kekuatan dan simbol kekuasaan.

Biasanya, penganut Hindu yang menyimpan keris pusaka Bali menentukan pembersihan berdasarkan perputaran bulan terhadap bumi. Sedangkan penentuan hari ritual pencucian disesuaikan dengan penanggalan kuno Hindu Bali. Perlakuan terhadap keris pun bersifat sakral. Maklum, keris dianggap memiliki kekuatan magis. Mereka percaya keris adalah manifestasi dari roh para leluhur. Biasanya, keris seperti itu disebut Keris Tayuhan, yang pembuatannya mementingkan tuah ketimbang keindahannya, pemilihan bahan besi, dan pembuatan pamornya. Keris semacam itu biasanya wingit, angker, memancarkan perbawa dan kadang menakutkan. Karena itu, sebagian masyarakat Bali rela bersusah payah untuk sekadar memperoleh keris yang bertuah.

Tosan aji atau senjata pusaka keris bisa menimbulkan rasa keberanian yang luar biasa kepada pemilik atau pembawanya. Orang menyebut itu sebagai piyandel, penambah kepercayaan diri, bahkan keris pusaka yang diberikan oleh Sang Raja terhadap bangsawan Karaton itu mengandung kepercayaan Sang Raja terhadap bangsawan unggulan itu. Namun manakala kepercayaan sang raja itu dirusak oleh perilaku buruk sang adipati yang diberi keris tersebut, maka keris pusaka pemberian itu akan ditarik/diminta kembali oleh sang raja.

Hubungan keris dengan sarungnya secara khusus oleh masyarakat Jawa-Bali diartikan secara filosofi sebagai hubungan akrab, menyatu untuk mencapai keharmonisan hidup di dunia. Maka lahirlah filosofi "manunggaling kawula – Gusti", bersatunya abdi dengan rajanya, bersatunya insan ciptaan dengan Penciptanya, bersatunya rakyat dengan pemimpinnya, sehingga kehidupan selalu aman damai, tentram, bahagia, sehat sejahtera. Selain saling menghormati satu dengan yang lain masing-masing juga harus tahu diri untuk berkarya sesuai dengan porsi dan fungsinya masing-masing secara benar. Namun demikian, makna yang dalam dari tosan aji sebagai karya seni budaya nasional yang mengandung pelbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya,kini terancam perkembangannya karena aspek teknologi sebagai sahabat budayanya kurang diminati ketimbang aspek legenda dan magisnya.

Empu Dari Zaman Ke Zaman

Dua arti dalam istilah empu, pertama dapat berarti sebutan kehormatan misalnya Empu Sedah atau Empu Panuluh. Arti yang kedua adalah ‘Ahli’ dalam pembuatan ‘Keris’. Dalam kesempatan ini, Empu yang kami bicarakan adalah seseorang yang ahli dalam pembuatan keris. Dengan tercatatatnya berbagai nama ‘keris’ pastilah ada yang membuat. Pertama-tama yang harus diketahui adalah tahapan zaman terlahirnya ‘keris’ itu, kemudian meneliti bahan keris, dan ciri khas sistem pembuatan keris. Ilmu untuk kepentingan itu dinamakan ‘Tangguh’. Dengan ilmu tangguh itu, kita dapat mengenali nama-nama para Empu dan hasil karyanya yang berupa bilahan-bilahan keris, pedang, tombak, dan lain-lainnya. Adapun pembagian tahapan-tahapan zaman itu adalah sebagai berikut:

  1. Kuno (Budho) tahun 125 M – 1125 M. meliputi kerajaan-kerajaan: Purwacarita, Medang Siwanda, medang Kamulan, Tulisan, Gilingwesi, Mamenang, Penggiling Wiraradya, Kahuripan dan Kediri.
  2. Madyo Kuno (Kuno Pertengahan) tahun 1126 M – 1250 M. Meliputi kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Pajajaran dan Cirebon.
  3. Sepuh Tengah (Tua Pertengahan) tahun 1251 M – 1459 M. Meliputi Kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Tuban, Madura, Majapahit dan Blambangan.
  4. Tengahan (Pertengahan) tahun 1460 M – 1613 M. Meliputi Kerajaan-kerajaan : Demak, Pajang, Madiun, dan Mataram
  5. Nom (Muda) tahun 1614 M. Sampai sekarang

Telah kami ketengahkan tahapan-tahapan zaman Kerajaan yang mempunyai hubungan langsung dengan tahapan zaman Perkerisan, dengan demikian pada setiap zaman kerajaan itu terdapat beberapa orang Eyang yang bertugas untuk menciptakan keris.

Keris-keris ciptaan Empu itu setiap zaman mempunyai ciri-ciri khas tersendiri. Sehingga para Pendata benda pusaka itu tidak kebingungan. Ciri khas terletak pada segi garap dan kwalitas besinya. Kwalitas besi merupakan ciri khas yang paling menonjol, sesuai dengan tingkat sistem pengolahan besi pada zaman itu, juga penggunaan bahan ‘Pamor’ yang mempunyai tahapan-tahapan pula. Bahan pamor yang mula-mula dipergunakan batu ‘meteor atau batu bintang’ yang dihancurkan dengan menumbuknya hingga seperti tepung kemudian kita mengenali titanium semacam besi warnanya keputihan seperti perak, besi titanium dipergunakan pula sebagai bahan pamor. Titanium mempunyai sifat keras dan tidak dapat berkarat, sehingga baik sekali

untuk bahan pamor. Sesuai dengan asalnya di Prambanan maka pamor tersebut dinamakan pamor Prambanan. Keris dengan pamor Prambanan dapat dipastikan bahwa keris tersebut termasuk bertangguh Nom. Karena diketemukannya bahan pamor Prambanan itu pada jaman Kerajaan Mataram Kartasura (1680-1744).

Dibawah ini ciri-ciri sebuah keris dan tangguhnya : 
  1. Jenggala Ganja Pendek, 
  2. Wadidangnya tegak, 
  3. ada-ada seperti punggung sapi, besi padat-halus dan hitam pekat, 
  4. pamor seperti rambut putih dan sogokan tanpa pamor. 
  5. Pajajaran Ganja Ambatok mengkurep berbulu lembut sirah cecak panjang, besi berserat dan kering, potongan bilah ramping, pamor seperti lemak / gajih, blumbangan atau pejetan lebar, sogokan agak lebar dan pendek. 
  6. Majapahit Potongan bilah agak kecil/ramping, ganja sebit rontal kecil luwes, sirah cecak pendek dan meruncing, odo-odo tajam, besi berat dan hitam. 
  7. Pamor ngrambut berserat panjang-panjang. 
  8. Pasikutan keris Wingit. 
  9. Tuban Ganja berbentuk tinggi – berbulu, sirah cecak tumpul, pamor menyebar, potongan bilah cembung dan lebar. 
  10. Bali Ukuran bilah besar dan panjang, lebih besar dari ukuran keris jawa, besi berkilau, pamor besar halus dan berkilau. 
  11. Madura Tua Besi kasar dan berat, sekar kacang tumpul dan pamor besar-besar / agal 
  12. Mataram Awal (Senopaten) Bentuk ganja seperti cecak menangkap mangsa, sogokan berpamor penuh, sekar kacang seperti gelung wayang, pamor tampak kokoh, dan atas puyuan timbul/menyembul (ujung sogokan) 
  13. Mataram Kartosura Besi agak kasar, bila ditimang agak berat, bilah lebih gemuk, ganja berkepala cicak yang meruncing 
  14. Mataram Surakarta Bilah seperti daun singkong, besi halus, pamor menyebar, puyuan meruncing, gulu meled pada ganja pendek, odo-odo dan bagian lainnya tampak manis dan luwes. 
  15. Mataram Yogyakarta Ganja menggantung, besi halus dan berat, pamor menyebar penuh keseluruh bagian bilah. 
  • Guurrr ….. warna besinya hijau metalik, nama besinya Karindu Aji, manfaatnya untuk kewibawaan, cepat kaya dan posisinya baik. 
  • Guunggg …… warna besi ungu kebiruan, nama besinya Walulin, manfaatnya badan sehat, dihormati orang, mudah menyelesaikan masalah. 
  • Duuungg ….. warna besinya biru bening, nama besinya Windu Aji, manfaatnya untuk keselamatan. 
  • Nonggg …….warna besinya kuning kehijauan, nama besinya Walangi, manfaatnya lancar dalam sandang pangan, pengasihan dan bagus untuk karier simpan pinjam. 
  • Preng ……. warna besinya putih kebiruan, nama besinya Melelaruyun, manfaatnya untuk kedigjayaan atau kekuatan. 
  • Nong-ngong …… warna besinya hitam legam, nama besinya Warani, manfaatnya bisa mencapai derajat tinggi, kaya raya dan selalu sukses dalam menjalankan pemerintahan. 
  • Berdengung …… warna besinya hitam lumut, nama besinya Terate, manfaatnya untuk pengasihan. 
  • Tuuuunggg ……. Warna besinya putih mentah, nama besinya Malelagedaga, manfaatnya sabar, dan selalu dikasihani. 
  • Trungg …. Warna besinya putih mentah, nama besinya Kanthot, manfaatnya untuk ketentraman keluarga. 
Anatomi keris atau ricikan keris:

  1. Ron Dha, yaitu ornamen pada huruf Jawa Dha.
  2. Sraweyan, yaitu dataran yang merendah di belakang sogogwi, di atas ganja.
  3. Bungkul, bentuknya seperti bawang, terletak di tengah-tengah dasar bilah dan di atas ga~qa.
  4. Pejetan, bentuknya seperti bekas pijatan ibu jari yang terletak di belakang gandik.
  5. Lambe Gajah, bentuknya menyerupai bibir gajah. Ada yang rangkap dan Ietaknya menempel pada gandik.
  6. Gandik, berbentuk penebalan agak bulat yang memanjang dan terletak di atas sirah cecak atau ujung ganja.
  7. Kembang Kacang, menyerupai belalai gajah dan terletak di gandik bagian atas.
  8. Jalen, menyerupai taji ayam jago yang menempel di gandik.
  9. Greneng, yaitu ornamen berbentuk huruf Jawa Dha ( ) yang berderet.
  10. Tikel Alis, terletak di atas pejetan dan bentuknya rnirip alis mata.
  11. Janur, bentuk lingir di antara dua sogokan.
  12. Sogokan depan, bentuk alur dan merupakan kepanjangan dari pejetan.
  13. Sogokan belakang, bentuk alur yang terletak pada bagian belakang.
  14. Pudhak sategal, yaitu sepasang bentuk menajam yang keluar dari bilah bagian kiri dan kanan.
  15. Poyuhan, bentuk yang menebal di ujung sogokan.
  16. Landep, yaitu bagian yang tajam pada bilah keris.
  17. Gusen, terletak di be!akang landep, bentuknya memanjang dari sor-soran sampai pucuk.
  18. Gula Milir, bentuk yang meninggi di antara gusen dan kruwingan.
  19. Kruwingan, dataran yang terietak di kiri dan kanan adha-adha.
  20. Adha-adha, penebalan pada pertengahan bilah dari bawah sampal ke atas.


Bagian-bagian keris Sebagian ahli tosan aji mengelompokkan keris sebagai senjata tikam, sehingga bagian utama dari sebilah keris adalah:

  • wilah (bilah) atau bahasa awamnya adalah seperti mata pisau. Tetapi karena keris mempunyai kelengkapan lainnya, yaitu wrangka (sarung) dan bagian pegangan keris atau ukiran, maka kesatuan terhadap seluruh kelengkapannya disebut keris.
  • Pegangan keris. Pegangan keris ini bermacam-macam motifnya , untuk keris Bali ada yang bentuknya menyerupai patung dewa, patung pedande, patung raksaka, patung penari , pertapa, hutan ,dan ada yang diukir dengan kinatah emas dan batu mulia . Pegangan keris Sulawesi menggambarkan burung laut. Hal itu sebagai perlambang terhadap sebagian profesi masyarakat Sulawesi yang merupakan pelaut, sedangkan burung adalah lambang dunia atas keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan pada keris Riau Lingga, dan untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat pengembangan tosan aji seperti Aceh, Bangkinang (Riau) , Palembang, Sambas, Kutai, Bugis, Luwu, Jawa, Madura dan Sulu, keris mempunyai ukiran dan perlambang yang berbeda. Selain itu, materi yang dipergunakan pun berasal dari aneka bahan seperti gading, tulang, logam, dan yang paling banyak yaitu kayu. Untuk pegangan keris Jawa, secara garis besar terdiri dari sirah wingking ( kepala bagian belakang ) , jiling, cigir, cetek, bathuk (kepala bagian depan) ,weteng dan bungkul.
  • Warangka atau Rangka Warangka, rangka atau sarung keris adalah bagian (kelengkapan) keris yang mempunyai fungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa, karena bagian warangka inilah yang secara langsung dilihat oleh umum . Warangka yang mula-mula (sebagian besar) dibuat dari bahan kayu (jati , cendana, timoho , kemuning, dll) , kemudian sesuai dengan perkembangan zaman maka terjadi perubahan fungsi warangka (sebagai pencerminan status sosial bagi penggunanya ). Kemudian bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering diganti dengan gading. Secara garis besar terdapat dua macam wrangka, yaitu jenis wrangka ladrang yang terdiri dari bagian-bagian : angkup, lata, janggut, gandek, godong (berbentuk seperti daun), gandar, ri serta cangkring. Dan jenis lainnya adalah jenis wrangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan wrangka ladrang tetapi tidak terdapat angkup, godong dan gandek. Aturan pemakaian bentuk warangka ini sudah ditentukan, walaupun tidak mutlak. Warangka ladrang dipakai untuk upacara resmi , misalkan menghadap raja, acara resmi keraton lainnya (penobatan, p
  • Luk, adalah bagian yang berkelok dari wilah-bilah keris, dan dilihat dari bentuknya keris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang lurus dan keris yang bilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara sederhana menghitung luk pada bilah , dimulai dari pangkal keris ke arah ujung keris, dihitung dari sisi cembung dan dilakukan pada kedua sisi seberang-menyeberang (kanan-kiri), maka bilangan terakhir adalah banyaknya luk pada wilah-bilah dan jumlahnya selalu gasal ( ganjil) dan tidak pernah genap, dan yang terkecil adalah luk tiga (3) dan terbanyak adalah luk tiga belas (13). Jika ada keris yang jumlah luk nya lebih dari tiga belas, biasanya disebut keris kalawija ,atau keris tidak lazim . Sejarah

Kekuatan Simbolik Keris Terletak pada "Pamor"

Keris tidak dapat terpisahkan dengan peradaban Jawa. Dalam pandangan masyarakat Jawa, keris atau curiga merupakan salah satu pusaka kelengkapan budaya. Kekuatan simbolik keris dipercayai masyarakat Jawa terletak pada pamor, yaitu bahan campuran pembuatan keris berupa besi meteor. Jenis bahan ini mengandung unsur besi dan nikel.

"Pamor adalah benda berasal dari angkasa. Di antara besi pamor terkenal adalah 'pamor Prambanan'. Disebut demikian karena meteor ini jatuh di daerah Prambanan sekitar tahun 1784 di masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwana III di Surakarta," demikian kata Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Timbul Haryono MSc dalam pidato pengukuhannya di depan Rapat Senat Terbuka UGM, Sabtu (27/4). Dosen Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya dan Pascasarjana UGM itu membawakan pidato berjudul "Logam dan Peradaban Manusia dalam Perspektif Historis- Arkeologis".

Dikatakan Timbul, pamor tersebut sampai sekarang masih disimpan di Keraton Surakarta dan diberi nama Kiai Pamor. Penelitian laboratoris terhadap meteor itu menunjukkan kandungan unsurnya adalah 94,5 persen besi dan 5 persen nikel. Jenis batu pamor lainnya adalah pamor Luwu yang asalnya dari Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Berdasarkan bahan pembuatan keris, proses pembuatan keris peradaban Jawa secara simbolik identik dengan konsep persatuan "bapa akasa-ibu pertiwi". Bahan besi diperoleh dari perut Bumi (Ibu Pertiwi) dan bahan pamor adalah meteor jatuh dari angkasa (bapa akasa). Keduanya kemudian disatukan menjadi senjata keris MAKNA DESIGN KERIS

  • PULANG GENI merupakan salah satu dapur keris yang populer dan banyak dikenal karena memiliki padan nama dengan pusaka Arjuna. Pulang Geni bermakna Ratus atau Dupa atau juga Kemenyan. Bahwa manusia hidup harus berusaha memiliki nama harum dengan berperilaku yang baik, suka tolong menolong dan mengisi hidupnya dengan hal-hal atau aktifitas yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Dengan berkelakuan yang baik dan selalu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak, tentu namanya akan selalu dikenang walaupun orang tersebut sudah meninggal. Oleh karena itu, Keris dapur Pulang Geni umumnya banyak dimiliki oleh para pahlawan atau pejuang.
  • KIDANG SOKA memiliki makna Kijang yang berduka. Bahwa hidup manusia akan selalu ada Duka, tetapi manusia diingatkan agar tidak terlalu larut dalam duka yang dialaminya. Kehidupan masih terus berjalan dan harus terus dilalui dengan semangat hidup yang tinggi. Keris ini memang memiliki ciri garap sebagaimana keris tangguh Majapahit. Tetapi melihat pada penerapan pamor serta besinya, tidak masuk dikategorikan sebagai keris yang dibuat pada jaman Majapahit. Oleh karena itu, dalam pengistilahan perkerisan dikatakan sebagai keris Putran atau Yasan yang diperkirakan dibuat pada jaman Mataram. Kembang Kacang Pogog semacam ini umumnya disebut Ngirung Buto.
  • SABUK INTEN, merupakan salah satu dapur keris yang melambangkan kemakmuran dan atau kemewahan. Dari aspek filosofi, dapur Sabuk Inten melambangkan kemegahan dan kemewahan yang dimiliki oleh para pemilik modal, pengusaha atau pedagang pada jaman dahulu. Keris Sabuk Inten ini menjadi terkenal, selain karena legendanya, juga karena adanya cerita silat yang sangat populer berjudul Naga Sasra Sabuk Inten karangan Sabuk Inten karangan S.H. Mintardja pada tahun 1970-an.
  • NAGA SASRA adalah salah satu nama Dapur Keris Luk 13 dengan Gandik berbentuk kepala Naga yang badannya menjulur mengikuti sampai ke hampir pucuk bilah. Salah satu Dapur Keris yang paling terkenal walaupun jarang sekali dijumpai adanya keris Naga Sasra Tangguh tua. Umumnya keris dapur Naga Sasra dihiasi dengan kinatah emas sehingga penampilannya terkesan indah dan lebih berwibawa. Keris ini memiliki gaya seperti umumnya keris Mataram Senopaten yang bentuk bilahnya ramping seperti keris Majapahit, tetapi besi dan penerapan pamor serta gaya pada wadidhangnya menunjukkan ciri Mataram Senopaten. Sepertinya berasal dari era Majapahit akhir atau bisa juga awal era Mataram Senopaten (akhir abad ke 15 sampai awal abad ke 16). Keris ini dulunya memiliki kinatah Kamarogan yang karena perjalanan waktu, akhirnya kinatah emas tersebut hilang terkelupas. Tetapi secara keseluruhan, terutama bilah masih bisa dikatakan utuh. Keris Dapur Naga Sasra berarti Ular yang jumlahnya seribu (beribu-ribu) dan juga dikenal sebagai keris dapur Sisik Sewu. Dalam budaya Jawa, Naga diibaratkan sebagai Penjaga. Oleh karena itu banyak kita temui pada pintu sebuah Candi ataupun hiasan lainnya yang dibuat pada jaman dahulu. Selain Penjaga, Naga juga diibaratkan memiliki wibawa yang tinggi. Oleh karena itu, Keris dengan dapur Naga Sasra memiliki nilai yang lebih tinggi daripada keris lainnya.
  • SENGKELAT, adalah salah satu keris dari jaman Mataram Sultan Agung (sekitar awal abad ke 17). Dapur Keris ini adalah Sengkelat. Pamor keris sangat rapat, padat dan halus. Ukuran lebar bilah lebih lebar dari keris Majapahit, tetapi lebih ramping daripada keris Mataram era Sultan Agung pada umumnya. Panjang bilah 38 Cm, yang berarti lebih panjang dari Keris Sengkelat Tangguh Mataram Sultan Agung umumnya. Bentuk Luk nya lebih rengkol dan dalam dari pada keris era Sultan Agung pada umumnya. Gonjo yang digunakan adalah Gonjo Wulung (tanpa pamor) dengan bentuk Sirah Cecak runcing dan panjang dengan buntut urang yang nguceng mati. Kembang Kacang Nggelung Wayang. Jalennya pendek dengan Lambe Gajah yang lebih panjang dari Jalen. Sogokan tidak terlalu dalam dengan Janur yang tipis tetapi tegas sampai ke pangkal bilah. Wrangka keris ini menggunakan gaya Surakarta yang terbuat dari Kayu Cendana.
  • RAGA PASUNG, atau Rangga Pasung memiliki makna sesuatu yang dijadikan sebagai Upeti. Dalam hidup di dunia, sesungguhnya hidup dan diri manusia ini telah diupetikan kepada Tuhan YME. Dalam arti bahwa hidup manusia ini sesungguhnya telah diperuntukkan untuk beribadah, menyembah kepada Tuhan YME. Dan karena itu kita manusia harus ingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini sesungguhnya semu dan kesemuanya adalah milik Tuhan YME.
  • BETHOK BROJOL, adalah keris dari tangguh Tua juga. Keris semacam ini umumnya ditemui pada tangguh Tua seperti Kediri/Singosari atau Majapahit. Dikatakan Bethok Brojol karena bentuknya yang pendek dan sederhana tanpa ricikan kecuali Pijetan sepeti keris dapur Brojol.
  • PUTHUT KEMBAR, oleh banyak kalangan awam disebut sebagai Keris Umphyang. Padahal sesungguhnya Umphyang adalah nama seorang mPu, bukan nama dapur keris. Juga ada keris dapur Puthut Kembar yang pada bilahnya terdapat rajah dalam aksara Jawa kuno yang tertulis “Umpyang Jimbe”. Ini juga merupakan keris buatan baru, mengingat tidak ada sama sekali dalam sejarah perkerisan dimana sang mPu menuliskan namanya pada bilah keris sebagai Label atau “trade mark” dirinya. Ini merupakan kekeliruan yang bisa merusak pemahaman terhadap budaya perkerisan. Puthut, dalam terminologi Jawa bermakna Cantrik, atau orang yang membantu atau menjadi murid dari seorang Pandhita / mPu pada jaman dahulu. Bentuk Puthut ini konon berasal dari legenda tentang cantrik atau santri yang diminta untuk menjaga sebilah pusaka oleh sang Pandhita. Juga diminta untuk terus berdoa dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Bentuk orang menggunakan Gelungan di atas kepala, menunjukkan adat menyanggul rambut pada jaman dahulu. Bentuk wajah, walau samar tetapi masih terlihat jelas guratannya. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa dapur Puthut mulanya dibuat oleh mPu Umpyang yang hidup pada era Pajang awal. Tetapi inipun masih belum bisa dibuktikan secara ilmiah karena tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah. Pajang, dalam buku Negara Kertagama yang ditulis pada jaman Majapahit, disebutkan adanya Pajang pada jaman tersebut. Oleh karena itu, sangat sulit untuk mengidentifikasi, apakah keris dengan besi Majapahit tetapi juga ada ciri keris Pajang bisa dikatakan tangguh Pajang – Majapahit, yang berarti keris buatan Pajang pada era Majapahit akhir (?).
  • Keris Lurus SUMELANG, dalam bahasa Jawa bermakna kekhawatiran atau kecemasan terhadap sesuatu. Sedangkan Gandring memiliki arti setia atau kesetiaan yang juga bermakna pengabdian. Dengan demikian, Sumelang Gandring memiliki makna sebagai bentuk dari sebuah kecemasan atas ketidaksetiaan akibat adanya perubahan. Ricikan keris ini antara lain : gandik polos, sogokan satu di bagian depan dan umumnya dangkal dan sempit, serta sraweyan dan tingil. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa keris dapur Sumelang Gandring termasuk keris dapur yang langka atau jarang ditemui walau banyak dikenal di masyarakat perkerisan. (Ensiklopedia Keris : 445-446). Konon salah satu pusaka kerajaan Majapahit ada yang bernama Kanjeng Kyai Sumelang Gandring. Pusaka ini hilang dari Gedhong Pusaka Keraton. Lalu Raja menugaskan mPu Supo Mandangi untuk mencari kembali pusaka yang hilang tersebut. Dari sinilah berawal tutur mengenai nama mPu Pitrang yang tidak lain juga adalah mPu Supo Mandrangi. (baca : Ensiklopedia Keris : 343-345).
  • TILAM UPIH, dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman daun untuk tidur. Diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh karena itu banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dapur tilam Upih. Ini menunjukkan adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya nanti bisa memperoleh ketenteraman dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
  • Sedangkan Pamor ini dinamakan UDAN MAS TIBAN. Ini karena terlihat dari penerapan pamor yang seperti tidak direncanakan sebelumnya oleh si mPu. Berbeda dengan kebanyakan Udan Mas Rekan yang bulatannya sangat rapi dan teratur, Udan Mas Tiban ini bulatannya kurang begitu teratur tetapi masih tersusun dalam pola 2-1-2. Pada tahun 1930-an, yang dimaksud dengan pamor Udan Mas adalah Pamor Udan Mas Tiban yang pembuatannya tidak direncanakan oleh sang mPu (bukan pamor rekan). Ini dikarenakan pamor Udan Mas yang rekan dicurigai sebagai pamor buatan (rekan). Tetapi toh juga banyak keris pamor udan mas rekan yang juga merupakan pembawaan dari jaman dahulu. Oleh banyak kalangan, keris dengan Pamor Udan Mas dianggap memiliki tuah untuk memudahkan pemiliknya mendapatkan rejeki. Dengan rejeki yang cukup,diharapkan seseorang bisa membina rumah tangga dan keluarga lebih baik dan sejahtera.Lar GangSir konon merupakan kepanjangan dari GeLAR AgeMan SIRo yang memiliki makna bahwa Gelar atau jabatan dan pangkat di dunia ini hanyalah sebuah ageman atau pakaian. Suatu saat tentu akan ditanggalkan. Karena itu jika kita memiliki jabatan/pangkat atau kekayaan, maka janganlah kita SOMBONG dan TAKABUR.

Jangan mentang-mentang memiliki kekuasaan, pangkat dan jabatan atau kekayaan, maka kita bisa seenaknya sendiri sesuai keinginan kita tanpa memikirkan kepentingan orang lain.

PERKEMBANGAN KERIS PUSAKA DI BALI

Sejarah perkembangan Keris di Bali tidak terlepas dari kisah perjalanan kerajaan-kerajaan di Bali memulai masa keemasannya di bawah hagemoni raja suami istri Dharmodhayana Warmadewa & Sri Guna Priya Dharma Padhmi (Mahendradatta), atau lebih dikenal dengan gelarnya yaitu Sri Aji Masula Masuli, Dikisahkan ,Beliau (Dharmodhayana Warmadewa) masih keturunan dari Sri Kesari Warmadewa (peletak pertama dinasti Warmadewa di Bali), sedangkan Sang Ratu merupakan cucu dari Mpu Sindok (Raja yang memerintah di Jawa Timur), dalam peradaban kerajaan ini tidak terdapat bukti riil yang mencatat tentang literatur kebudayaan suatu pusaka(keris), ini disebabkan kurangnya informasi yang ada (peninggalan - peninggalan tertulis yang berupa lontar maupun prasasti, sehingga pada jaman ini tidak diketahui secara pasti keberadaan suatu pusaka dalam kehidupan kerajaan maupun masyarakat pada waktu itu, Seiring bergulirnya waktu eksistensi kekuasaan dinasti warmadewa kian meredup, ditandai dengan runtuhnya kerajaan “Bedahulu” (yang merupakan turunan langsung dari dinasti warmadewa yang berkuasa di Bali) akibat penyerangan yang dilakukan kerajaan Majapahit, dimana pertempuran dipimpin langsung oleh Maha Patih Gadjah Madha, karena kekosongan kekuasaan atas runtuhnya kerajaan Bedahulu, Gadjah Madha mengangkat seorang raja baru yang berasal dari padepokan Brahmana di kediri, yaitu Sri Kresna Kepakisan dengan pusat kekuasaannya berada di daerah Samprangan. 

Dinasti yang baru inilah yang hingga saat ini masih menunjukkan eksistensinya sebagai raja tertinggi (sesuhunan) di Bali, dalam menjalankan roda pemerintahannya di pulau yang baru saja terkuasai, Raja Kresna Kepakisan mendapatkan anugerah dari raja Majapahit, berupa sebuah Keris pusaka bernama Si Ganja Dungkul, dengan harapan dapat mempertegas legitimasi dan kewibawaan Sang Raja.

Setelah wafatnya Sri Kresna Kepakisan, kekuasaan beralih pada putra tertuanya yang bergelar Dalem Samprangan, kmudian digantikan oleh adiknya, Dewa Ketut Ngulesir memimpin kerajaan di Bali, yang bergelar Dalem Ketut Ngulesir, untuk menghindari pergolakan politik antar sesama saudara raja, Dalem Ketut Ngulesir memindahkan puasat kekuasaanya ke daerah gelgel (klungkung), lama - kelamaan akhirnya Dalem Samprangan dapat menerima hal tsb, dan mengakui kedaulatan kekuasaan adiknya. 

Pada persidangan umum seluruh raja nusantara di bawah legitimasi kerajaan Majapahit, semua raja - raja bawahan memberikan upeti kepada raja utama sebagai tumbal setia kepada Maha Raja Majapahit. 
Sebagai tanda takluk sepenuhnya kepada raja Majapahit, Sang Raja memberikan pakaian kebesaran kerajaan kepada raja bawahan, dan terkadang disertai pula dengan sebilah keris pusaka.

Pada Raja Bali Misalnya, diberikan sebilah Keris pusaka bertatahkan gambar seekor naga (Naga Pasa), dengan pesan bahwa keris ini mempersatukan pikiran Raja Majapahit dan Raja Bali. Dalem Ketut Ngulesir digantikan putra tertuanya yaitu Dalem Waturenggong, pada jaman kekuasaan raja ini Kerajaan Bali Sudah Menyatakan merdeka dan berdiri sendiri, lepas dari naungan kerajaan Majapahit, karena mulai melemahnya kekuatan militer serta teritorial kerajaan Majapahit saat itu.

Dewa Agung Jambe adalah Raja Terakhir Dinasti Kresna Kepakisan yang masih berstatus merdeka dan berdiri sendiri, simbol kebesaran Raja Dewa Agung Jambe berupa pusaka - pusaka warisan kerajaan Samprangan dan Gelgel seperti, keris bernama: Durga Dingkul, I lobar, dan Tombak bernama I Baru Ngit serta I Baru Gudug bekas pemberian Patih Gadjah Madha pada saat menguasai pulau Bali, serta keris - keris lainnya, yaitu : 
  • keris Raksasa Bedak, 
  • keris Masayu, 
  • keris Karandan, 
  • keris Arda Ulika, 
  • keris Pencok Saang, 
  • keris Langlang Dewa, 
  • keris Baru Caak.
  • keris gedebong belus, 
  • Keris I Jaga Satru, 
  • Keris Kalawong, 
  • Keris Ki Baan Kawu, 
  • Keris Ki BalangApi, 
  • Keris Ki Baru Pesawahan, 
  • Keris Ki Baru Sangkali, 
  • Keris Ki Baru Sembah, 
  • keris Ki Baru Surya, 
  • Keris Ki Baru Uled, 
  • Keris Ki Baru Uler, 
  • keris Ki Bayu Çakti, 
  • Keris Ki Bintang Kukus, 
  • Keris Ki Brahmana, 
  • Keris Ki Keborojaya, 
  • keris Ki Lobar. Keris Ki Luk Telu, 
  • Keris Ki Loting, 
  • Keris Ki Maleladawa, 
  • Keris Ki Mertyu Jiwa, 
  • Keris Ki Nagakeras, 
  • Keris Ki Palangsoka, 
  • Keris Ki Pancar Utah, 
  • Keris Ki Panglipur, 
  • keris Ki Samojaya, 
  • Keris Ki Sekar Gadhung, 
  • Keris Ki Semang, 
  • keris Ki Tanda Langlang, 
  • keris Penglipuran, 
  • Keris Rereg Langse, 
  • Keris Si Baru Kandik, dll
Tetapi sampai saat ini keberadaan keris - keris pusaka tersebut masih terselubung, bahkan pihak Puri kerajaan di bali pun masih menyangsikan keberadaan pusaka - pusaka tersebut.
baca juga tulisan berikut ini:
semoga artikel ini bisa memberikan gambaran umum tentang arti sebilah Keris di Bali, semoga bermanfaat

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. http://inbalitouristinformation.blogspot.co.id/2018/05/culture-on-island-of-bali.html

    BalasHapus