Google+

Brahmacari - Catur Asrama

Brahmacari - Catur Asrama

Brahmacari merupakan bagian dari tahapan Catur Asrama, merupakan masa belajar, masa menuntut ilmu/pendidikan sehingga tugas utamanya adalah menuntut ilmu pengetahuan utamanya tentang dharma (Spiritual - ketuhanan). brahmacari dijabarkan melalui pernyataan sebagai berikut:
brahmacarati iti brahmacari,
mereka yang berkecimpung dalam bidang (belajar) pengetahuan disebut brahmacari
Brahmacari berasal dari 2 kata, brahma dan cari;
  • Brahma artinya ilmu pengetahuan suci, dan 
  • Cari ( car ) yang artinya bergerak. 
Jadi brahmacari artinya bergerak di dalam kehidupan menuntut ilmu pengetahuan ( masa menuntut ilmu pengetahuan ).
Brahmacari adalah  Pada zaman dahulu masa brahmacari ini dimulai pada usia 8 (delapan) tahun. Pada umur tersebut anak diserahkan oleh orang tuanya kepada seorang acarya (guru) yang biasanya mendirikan pasraman di tengah hutan. Dengan upacara Upanayana anak tersebut resmi menjadi seorang brahmacari. Pada zaman sekarang masa brahmacari ini dimulai sekitar umur 6 (enam) tahun, yaitu ketika anak mulai masuk Sekolah Dasar.
Brahmacari dalam arti yang lebih luas, adalah upaya meningkatkan pengetahuan dengan berbagai cara (formal dan informal) yang berlangsung sepanjang masa kehidupan karena sebenarnya proses belajar-mengajar berlangsung tiada henti.
Brahmacari dalam arti sempit adalah masa belajar secara formal misalnya belajar sejak TK sampai perguruan tinggi.
Brahmacari dalam arti khusus ada dua yaitu:
  1. Brahmacari dalam kaitan masa aguron-guron (belajar agama/spiritual) seorang sisya (siswa) kepada Nabe (guruspiritual) dimana Nabe tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik dan melatih, dan
  2. Brahmacari dalam arti menjauhkan diri dari keinginan sex atau tidak kawin/nikah selama hidup. Yang terakhir ini disebut sebagai sukhla brahmacari. 
Brahmacari juga dikenal dengan istilah ”Asewaka guru / aguron-guron” yang artinya guru membimbing siswanya dengan petunjuk kerohanian untuk memupuk ketajaman otak yang disebut dengan ”Oya sakti”. Dalam masa brahmacari ini siswa dilarang mengumbar hawa nafsu sex, karena akan mempengaruhi ketajaman otak.

Dalam masa kehidupan Brahmacari ini yang paling diutamakan atau yang diprioritaskan adalah Dharma, Artha dan Kama. Sedangkan Moksa belum menjadi pusat perhatian. Masa kehidupan Brahmacari diutamakan untuk mengatahui kewajiban, kebenaran dan kebajikan yang kesemuanya itu disebut dharma. Tatwa Dyatmika adalah ilmu pengetahuan tentang rahasia spiritual untuk meningkatkan kedewasaan rohani dalam menghadapi perjalanan hidup ini. Sedangkan Guna Widya adalah ilmu pengetahuan yang dapat dipakai untuk memperoleh berbagai keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan dalam memelihara dan meningkatkan mutu hidup ini. Tattwa Adyamika adalah berfungsi untuk mengembangkan sifat-sifat baik untuk membangun watak dan karakter yang luhur. Sedangkan Guna Widya berfungsi untuk mengembangkan bakat-bakat pembawaan untuk menjadi keterampilan yang profesioanal.

Orang yang menjalani jenjang kehidupan brahmacari disebut brahmacarin atau brahmacarya. Dalam Aswameda Parwa antara lain disebutkan bahwa seorang brahmacarya harus belajar dengan segala kemampuan yang ada untuk mengejar ilmu pengetahuan, melakukan tapa brata, dan menunaikan dengan penuh kebaktian tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Seorang brahmacarya juga harus selalu mencari kebenaran, hidup bersih dan suci, serta melakukan kegiatan gerak badan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, harus mempersembahkan suguhan air kepada Dewa, dengan memusatkan pikiran pada waktu melakukan persembahan itu. Dan yang tidak kalah pentingnya, ia harus bisa mengendalikan hawa nafsunya. Mengenai kekuatan hawa nafsu dalam Aswameda Parwa juga dijelaskan bahwa kekuatan hawa nafsu itu bersifat kekal, dan tidak ada tandingannya. Tidak ada mahluk di alam semesta ini mampu menghancurkan kekuatan hawa nafsu. Kekuatan hawa nafsu hanya dapat disalurkan, dibelokkan, menjadi suatu bentuk kekuatan sejati yang mendukung segala cita-cita dapat tercapai.

Dalam kitab Nitisastra atau Nitisara disebutkan bahwa tuntutlah ilmu untuk keutamaan dan setelah berumur 20 tahun menikahlah untuk implementasi dari apa yang telah dipelajari, dan seterusnya hendanya kawin untuk mempertahankan keturunan dan generasi berikutnya. berikut ini kutipan Nitisastra sargah V.1 dengan tembang Kusumawicitra:
Taki-takining sewaka guna widya.
Smara – wiṣaya rwang puluh ing ayusya.
Têngah i tuwuh san-wacana gêgön-ta.
Patilaring atmeng tanu pagurokên. (nitisastra V.1)
Seorang pelajar wajib menuntut pengetahuan dan keutamaan.
Jika sudah berumur dua puluh tahun orang harus kawin.
Jika sudah setengah tua, berpeganglah pada ucapan yang baik.
Hanya tentang lepasnya nyawa kita mesti berguru.

Untuk masa menuntut ilmu, tidak ada batasnya umur, mengingat ilmu terus berkembang mengikuti waktu dan zaman. Maka pendidikan dilakukan seumur hidup.


Orang yang profesional serta memiliki watak yang luhur merupakan sumber daya manusia yang diharapkan oleh zaman yang semakin maju Dalam naskah berbahasa jawa kuna yang bernama Agastia Parwa kita mendapatkan keterangan tentang Brahmacari yang lebih lengkap sebagai berikut:
".....Brahmacari ngaranya sang sedeng mangapbyasa Sang Hyang sastra, muang Sang Wruh ring tingkahing Sang Hyang Aksara samangkana kramnya sang Brahmacari Ngaranya. Kunag sang sinangguh Brahmacari ring loka ikang tang sanggraheng wyasa istryadi, yeke Brahmacari ring loka. Kunag paraning atma pradisa sang ksepania, sang Yogiswara sira brahmacari ring sastrantara ring sastrajna...
Artinya:
Brahmacari namanya orang yang sedang mempelajari ilmu pengetahuan (sastra) dan yang mengetahui ilmu huruf (aksara), orang yang demikian pekerjaannya disebut Brahmacari. Adapun yang dianggap brahmacari didalam masyarakat adalah orang yang tidak terikat nafsu keduniawian, tidak beristri. Sedangkan Brahmacari Caranam artinya menuntut ilmu pengetahuan kerohanian (Atma Pradesa). Sang Yogiswara, Beliau brahmacari diberbagai ilmu (Sastrantara) dan didalam kebijaksanaan (Sastrajna)
Jadi berdasarkan isi Agastya Parwa ini, yang dimaksud brahmacari amat luas pengertiannya, yang dapat dirinci sebagai berikut:
  1. Orang yang belajar ilmu pengetahuan dan ilmu tentang hidup.
  2. Orang yang lepas dari nafsu keduniawian seperti tidak beristri disebut Brahmacari ring Loka.
  3. Orang yang menuntut ilmu pengetahuan kerohanian disebut dengan nama Brahmacari caranam.
  4. Sang Hyang Yogiswara yang ahli dalam ilmu pengetahuan (Sastrantara) dan ilmu pengetahuan kebijaksanaan (Sastrajna) disebut juga Brahmacari. 

Didalam penjelasan sloka pertama dari naskah Slokantara disebutkan adanya tiga macam brahmacari yaitu:
  1. Sukla Brahmacari: orang yang tidak kawin seumur hidupnya bukan karena cacat badan seperti wangdu, bahkan ia tidak pernah mambicarakan tentang perkawinan sampai dihari tuanya.
  2. Sewala Brahmacari: orang yang kawin hanya sekali saja sekalipun ditinggal mati oleh istrinya.
  3. Krsna Brahmacari: orang yang kawin lebih dari sekali dan paling banyak empat kali. 
Dalam kitab Silakrama, pendidikan seumur hidup dapat dibedakan menurut perilaku seksual dengan masa brahmacari. Dengan brahmacari dapat dibedakan menjadi 3 bagian, antara lain :
  1. Sukla brahmacari artinya tidak kawin selama hidupnya. Contoh orang yang melaksanakan sukla brahmacari. Laksmana dalam cerita ramayana, bhisma dalam mahabarata, jarat karu dalam cerita adi parwa.
  2. Sewala brahmacari artinya kawin hanya rekali dalam hidupnya walau apapun yang terjadi.
  3. Tresna ( kresna brahmacari ) artinya kawin yang lebih dari satu kali , maksimal empat kali. Perkawinan ini diperbolehkan apabila istri tidak melahirkan anak atau istri tidak bisa melaksanakan tugas sebagai mana mestinya. Adapun syarat tresna brahmacari adalah: mendapat persetujuan dari istri pertama, suami harus bersikap adil terhadap istri-istrinya dan sebagai ayah harus adil terhadap anak dari istri-istrinya.
Prof. Dr. Y. Gonda dalam bukunya Sanskrit in Indonesia, membagi brahmacari itu menjadi empat yaitu, Sukla Brahmacari, Trsna Brahmacari, Sewala Brahmacari dan Grhasta Brahmacari. Gonda tidak menggunakan Krsna Brahmacari tetapi Trsna yang artinya cinta terus menerus walaupun istrinya telah meninggal. Sedangkan Grhasta Brahmacari adalah orang yang tidak menjauhkan dirinya dengan seks dalam perkawinan.

Dalam lontar WrtiSesana pembagian Brahmacari sama dengan Slokantara Cuma sedikit ada perbedaan pengertian Sewala Brahmacari dan Trsna Brahmacari.

Dalam lontar Wrtisesana yang dimaksud dengan Sewala Brahmacari adalah tidak kawin selama menuntut ilmu. Akan tetapi setelah masa berumah tangga tiba, maka ia kawin dengan maksud mendapatkan keturunan dan juga ia tahu tentang puja-puja senggama, tentang waktu dan tempat untuk itu dan mengetahui pula siapa-siapa yang patut dikawini untuk mendapatkan keturunan yang baik. Dari penjelasan beberapa naskah diatas, meskipun ada perbedaan penjelasan, namun hakikat Brahmacari itu dalah suatu usaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan suci untuk melanjutkan hidup termasuk dalam melanjutkan perkawinan. Ini berarti sungguh sulit mendapatkan kebahagian hidup berumah tangga tanpa ditopang oleh ilmu pengetahuan yang memadai.

Pentingnya Brahmacari Ashrama, disebutkan dalam Atharvaveda sebagai berikut:
Brahmacaryena tapasa, raja rastram vi raksati, acaryo brahmacaryena, brahmacarinam icchate (Atharvaveda XI.5.17). 
artinya:
Seorang pemimpin dengan mengutamakan brahmacari dapat melindungi rakyatnya, dan seorang guru yang melaksanakan brahmacari menjadikan siswanya orang yang sempurna;


Sa dadhara prthivim divam ca

Tasmin devah sammanaso bha vanti (Atharvaveda XI.5.1)
artinya:
Seseorang yang melaksanka brahmacari akan menjadi penopang kekuatan dunia; Tuhan (Hyang Widhi) bersemayam pada diri seorang brahmacari.
Dari kutipan Veda itu jelaslah kiranya bahwa kewajiban manusia yang utama dan yang pertama dilakukan adalah menuntut ilmu atau belajar dan berpendidikan, karena dari pendidikan/pengajaranlah pikiran dikembangkan untuk menuju kepada Catur purushaarta seperti yang telah dikemukakan dalam uraian tentang catur purushaarta terdahulu. Pelajaran dan pendidikan juga akan membangun kemampuan berpikir untuk memilah antara dharma (perbuatan baik) dan adharma (perbuatan tidak baik) sehingga manusia dapat mencapai kesempurnaan hidup. Kitab suci Sarasamusccaya 2 :
Manusah sarvabhutesu varttate vai subhasubhe, asubhesu samavistam subhesvevavakarayet.
Artinya : 

Diantara semua mahluk hidup, hanya yang dilahirkan sebagai manusia sajalah yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, leburlah kedalam perbuatan baik segala yang buruk itu; demikianlah pahalanya menjadi manusia.
Dalam Upanisad disebutkan pula bahwa arti kata Manusah adalah : 
Manu artinya kebijaksanaan, 
sah artinya mempunyai. 
Jadi manusia adalah mahluk yang mempunyai kebijaksanan. 
Kebijaksanaan diperoleh dari tiga kemampuan kodrati manusia yaitu:

  1. Sabda (kemampuan berbicara), 
  2. Bayu (kemampuan bergerak), dan 
  3. Idep (kemampuan berpikir). 

"Idep" yang dituntun oleh ajaran agama dan ilmu pengetahuan akan menjadikan manusia itu lebih bijaksana sehingga disebut sebagai manusia yang sempurna. Mahluk lain seperti binatang hanya mempunyai dua kemampuan saja yaitu kemampuan bergerak (bayu) dan kemampuan bersuara (sabda). Binatang tidak mempunyai kemampuan berpikir (idep) oleh karena itu binatang beraktivitas berdasarkan naluri, tidak berdasarkan pikiran. Tumbuh-tumbuhan hanya mempunyai kemampuan tumbuh (bayu) saja, tidak mempunyai sabda dan idep.Selanjutnya Sarasamusccaya menyatakan bahwa kita wajib bersyukur karena atman telah menjelma menjadi manusia, mahluk yang utama, karena itu gunakanlah kesempatan hidup yang sempit ini dengan sebaik-baiknya, kesempatan mana sungguh sangat sulit diperoleh; lakukanlah segala sesuatu yang baik (melalui brahmacari) yang mencegah kejatuhan harkat kemanusiaan, gunakanlah kesempatan ini untuk mencapai moksa/sorga. 
"Paramarthanya, pengpengen ta pwa katemwaniking si dadi wwang, durlabha wi ya ta, saksat handaning mara ring swarga ika, sanimittaning tan tiba muwah ta pwa damelakena"

Ilmu yang harus dipelajari oleh seorang brahmacari terdiri dari dua jenis, yaitu Apara Widya dan Para Widya. 
  • Apara Widya adalah ilmu-ilmu keduniawian, seperti IPA, IPS, Matematika, dan sebagainya. 
  • Para Widya adalah ilmu-ilmu kerohanian atau ajaran-ajaran suci keagamaan. Terutama mengenai hakekat Brahman dan Atman
Setelah pelajaran yang diberikan kepada anak dianggap cukup memadai, maka dengan upacara wisuda, Masa brahmacari dinyatakan berakhir. Anak dipersilahkan untuk kembali kerumah orang tuanya.

Brahmacari Asrama yaitu suatu masa kehidupan berguru untuk mendapatkan ilmu pengetahuan Weda. Weda mengajarkan ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebahagian, material (Jagadhita) dan juga mengajarkan tentang tujuan hidup kerohanian/Moksha

Dalam tingkatan Brahmacari, kedudukan Dharma sebagai ilmu pengetahuan adalah sangat penting. Tujuan pokok dari Brahamacari dalam hal ini adalah Dharma, sebagai Catur Purusartha yang pertama, yang disini dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan itu sendiri atau mempelajari ilmu pengetahuan. Karena itu Brahmacari memerlukan guru yang akan membimbingnya menekuni ilmu pengetahuan itu. Kegiatan Brahmacari adalah belajar, aguron-guron. Untuk itu diperlukan ketekunan dan kesungguhan agar pengetahuan suci dan ilmu spiritual yang dipelajarinya bisa diterima dengan baik. Jadi sekali lagi perlu ditegaskan bahwa yang dibutuhkan dalam masa brahmacari adalah mempelajari dan menghayati ajaran Dharma. Sedangkan Artha dan Kama sebagai Catur Purusartha yang kedua dan ketiga, belum begitu penting baginya. Perlu diketahui pula bahwa tahapan Brahmacari nantinya akan menjadi dasar dari tahapan Grhasta, Wanaprastha dan bhiksuka.

Dharma adalah dasar untuk mendapatkan Artha, Kama dan Moksha. Tetapi sebaliknya, tanpa artha, kama dan moksha, dharma-pun tidak dapat dijalankan dengan sempurna. Tidak ada Swadharma (kewajiban) atau kebenaran yang dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa artha dan kama. Misalnya menuntut ilmu ataupun berdana punia adalah perbuatan dharma tetapi kesemuanya itu baru dapat dilakukan kelau ada artha dan kama (keinginan dan semangat). Demikian pula moksa berasal dari bahasa sansekerta dari uarat kata “ mucch” artinya bebas tanpa ikatan. Kebebasan tersebut adalah merupakan kenyataan yang setiap saat diperjuangkan oleh manusia. Untuk mendapatkan kebebasan yang paling ideal, membutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh dan bertahap. Misalnya seorang murid atau siswa kelas satu. Pertama-tama yang harus diperjuangkan adalah untuk mendaptkan kebebasan dari semua ikatan pendidikan yang berlaku di kelas satu. Kalau ia berhasil menaati semua ikatan itu iapun akan bebas dan naik tingakat ke kelas dua. Demikian pula di kelas berikutnya, meruka pun berjuang untuk menaati segala ikatan berupa kewajiban-kewajiaban edukatif dan kalau ia berhasil iapun akan lepas dari ikatan kewajiban di kelas dua dan dapat meningkatkan untuk duduk di kelas tiga. Demikianlah seterusnya sampai ia tamat dan mencapai puncak cita-citanya sebagai seorang murid. Demikian pula moksha, di mana dan kapanpun selalu diikat oleh kewajiban-kewajiban hidupnya. Kewajiban itu adalah merupakan ikatan suci yang kalau dapat ditaati akan dapat memberikan kebebasan bertahap kepada pelaku-pelakunya.

Seorang siswa baru dapat mencapai kebebasan sebagai seorang siswa apabila ia dengan taat melakukan ikatan-ikatan berupa kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan bagi seorang siswa. Kalau ia dari awal sudah mulai bebas, tidak menaati semua ikatan berupa kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan, maka ia pun tidak akan pernah menikmati kebebasan sebagai siswa. Jadi kebebasan itu merupakan suatu kebutuhan nyata bagi manusia, untuk diraih secara bertahap sehingga mencapai puncaknya dan inilah kebebasan yang ideal yang disebutkan moksa. Karena orang tidak akan pernah mencapai puncak kebebasan yang ideal itu dengan melepaskan dirinya dari kewajiban-kewajiban hidupnya. Inilah hubungan yang terjalin antara dharma dan moksha.


Tugas dan Kewajiban Siswa/Mahasiswa

seorang siswa/mahasiswa dalam melaksanakan hidup brahmacari hendaknya tiada henti-hentinya mempertajam intelek, memiliki ingatan yang kuat melalui latihan, mengikuti ajaran suci Weda, memiliki ketekunan dan keingintahuan, melatih konsentrasi (penuh perhatian), menyenangkan Hati GURU dengan mematuhi perintahnya, mengulangi/terus melatih pelajarannya, tidak malas dan tidak banyak bicara (kosong). adapun sloka suci yang mendukung tugas dan kewajiban seorang brahmacari diantaranya:
sisihi ma sisayam tva srnomi (Rgveda X.42.3)
artinya:
wahai para guru, pertajam intelek-ku, aku dengar ajaran-ajaranmu dengan penuh perhatian.

mayyevastu mayi srutam (Atharvaveda I.1.2)
artinya:
wahai para guru, semoga kami mempunyai ingatan yang kuat

sam srutena gamemahi ma srutena vi radhisi (Atharvaveda I.1.4)
artinya:
wahai guru, semoga kami mengikuti ajaran-ajaran Weda. kami seharusnya tidak mengabaikan ajaran-ajaran itu

Apnasvati mama dhir astu sakra (Rgveda X.42.3)
artinya:
Ya Tuhan, semoga kami memiliki intelek yang aktif/tekun

Tan usato vi bodhaya (Rgveda I.12.4)
artinya:
seorang guru seharusnya mencerahkan pikiran para siswa yang ingin tahu tersebut.

Sa sakra siksa puruhuta no dhiya (Rgveda VIII.4.15)
artinya:
Ya Tuhan, tanamkanlah pengetahuan kepada kami dan berkahilah kami intelek yang mulia

Sugan pathah krnuhi devayanan (Rgveda V.51.5)
artinya:
ya Guru, bimbinglah kami ke jalan yang mulia dan buatlah jalan itu lancar

vipraso na manmabhih svadhyah (Rgveda X.78.1)
artinya:
para sarjana menjadi penuh perhatian dengan cara yang bijaksana

sumbhanti vipram dhitibhih (Rgveda IX.40.1)
artinya:
mereka menyenangkan gurunya dengan ketaatan.

visvan devan usarbudhah (Rgveda I.14.9)
artinya:
orang yang bangun pagi-pagi, menyenangkan para dewa

saktasyeva vadati siksamanah (Rgveda VII.103.5)
artinya:
seorang siswa menghafalkan dan memahami pelajarannya seperti diajarkan oleh guru

ma no nindra isata mota jalpih (Rgveda VIII.48.14)
artinya:
hendaknya siswa tidak dikuasai oleh tidur dan banyak bicara
demikianlah sekilas tentang Brahmacari Asrama, yang merupakan tahapan awal dari catur asrama. semoga bermanfaat.

4 komentar:

  1. menghargai,mencintai sesama sebagai ciptaan bliau,dan menyadari siapa diri anda sendiri , berbuatlah berjalanlah seperti apa yang terungkap di catur asrama
    sehingga tidak muncul rasa ke egoan yang menghancurkan diri anda sendiri,

    BalasHapus
  2. Suksmaa, isinya sangat lengkap

    BalasHapus
  3. Sangat setuju, saya sedang menjalani brahmacari. Sempat goyah akibat pergaulan teman-teman, namun sekarang sudah menyadari diri sendiri akan tugas/amanat yang sebaiknya dilakukan dengan sungguh-sungguh sebagai seorang Brahmacari sebagai dasar untuk kehidupan pada tahap selanjutnya yang lebih baik :)

    BalasHapus
  4. osa, permisi saya arya siswa kelas 9, saya ingin menanyakan tentang materi ini. Apakah benar taat tanpa ketakaburan melakukan kewajiban dan mengamalkan ajaran ajaran suci disebut wanaprasta/ivanaprasta? saya agak bingung dengan pertanyaan ini, semoga bisa dijelaskan dengan baik, astungkara. suksma

    BalasHapus