Google+

Orang Bali menyembah Patung atau Batu? (hindu memuja berhala)

Orang Bali menyembah Patung atau Batu? (Hindu memuja Berhala)

sebelum kita membahas tentang "Hindu memuja Patung atau Batu", mari kita simak dulu sloka bhagawad gita 4.11
ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham, mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah
"Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha"

dari ayat bhagawad gita tersebut, muncullah 4 jalan menyembah Tuhan, salah satu diantaranya adalah dengan jalan BAKTI
dimana jalan bakti ini diperuntukan bagi umat yang tingkat keyakinannya masih tahap awal, dan pengetahuan tentang agama masih di tahap awal. "makna yang terkantung dalam Ajaran Bakti adalah Cinta Kasih". penganut Bakti Marga ini kemudian dikenal dengan sebutan BAKTA, adapun ciri para penganut jalan BAKTI ini adalah fanatisme, keyakinan berlebihan dan selalu berupaya dekat dengan yang dicintainya (Tuhan) dengan jalan sederhana.
contohnya: Agama dan Kepercayaan yang berkembang sekarang, dimana fanatik dan tidak mau disaingi.
dan ini salahsatunya yang sering dilakukan dan dikatakan orang yang menganut Agama dengan Jalan Bakti
"saya bukan pemuja berhala, saya memuja Tuhan"  - walaupun kenyataan seperti pemuja berhala.
memuja Batu dan Patung
berbagai alasan dan ber-aneka dalil pembenaran bahwa Agama'ku paling sempurna, sehinga tidak mengaku dekat dengan yang namanya Berhala.
berikut ini sedikit gambaran Agama dengan sistim pemujaan Jalan Bakti

Cara dan Jalan Mencari Tuhan dalam Bhagawad Gita 4.11

Cara dan Jalan Mencari Tuhan dalam Bhagawad Gita 4.11

disebutkan dalam Kitab Bhagawad Gita,
ye yatha mam prapadyante
tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah

Arti Bhagawad Gita Bab 4 ayat 11:

ye - semua orang yang;
yatha - sebagai;
mam - kepada-Ku;
prapadyante - menyerah;
Tan - mereka;
tathā - jadi;
eva - tentu;
bhajāmi - pahala (imbalan);
aham - Aku (pribadi Tertinggi);
mama - (kepunyaan) saya;
vartma - jalan;
nivartante - ikuti;
manuṣyāḥ - semua orang;
Partha - O putra Partha;
sarvaśaḥ - dalam segala hal.

Bakti Sosial Pengobatan Gratis di Denpasar Bali

Bakti Sosial Pengobatan Gratis di Denpasar Bali

sebagai wujud rasa kemanusiaan yayasan Taman Bukit Pengajaran, lewat team Usadha Klinik Jalasidi, yayasan Taman Bukit Pengajaran yang memiliki alamat di Keiman denpasar secara rutin setiap Minggu Pagi menyelenggarakan Bakti Sosial Pengobatan Gratis di Denpasar Bali yang siap meyadnya membantu segala keluhan sakit anda, baik medis maupun non medis.

berikut ini foto kegiatan Bakti Sosial Pengobatan Gratis di Denpasar Bali khususnya yang berlokasi di Lapangan Bajra Sandhi Renon Denpasar Bali:

Inter dan Antar Geguritan Basur

Inter dan Antar Geguritan Basur

Geguritan berasal dari kata gurit bermakna ‘ gubah; karang; sadur’ . Geguritan adalah cerita dalam bentuk puisi yang dapat dinyanyikan ( Kamus Bahasa Bali Indonesia, 2005 : 289) . Geguritan sebagai salah satu karya sastra tradisional memiliki ciri tersendiri. 

  1. Geguritan terikat pada jumlah larik dalam satu bait / pada.
  2. Tiap – tiap bait jumlah larik atau barisnya dalam hitungan tertentu, misalnya ginada, satu bait berjumlah tujuh larik atau baris.
  3. Jumlah suku kata dalam tiap larik mengikuti hitungan yang tetap, misalnya, delapan suku kata baris pertama.
  4. Persamaan bunyi atau rima akhir yang selalu sama dalam bait – bait berikutnya,.

Ginada, misalnya:
baris pertama 8-a,
baris kedua 8-i, 
baris ketiga 8- a, 
baris keempat 8-u, 
baris kelima 8-a, 
baris keenam 4-i, 
baris ketujuh 8-a
Aturan – aturan itu bersifat baku.

Terkadang seorang penulis geguritan melakukan perubahan ucapan terutama pada bunyi terakhir karena terbentur pada bunyi rima akhir, misalnya / punika / karena terbentur bunyi diubah menjadi / puniku / yang bersinonim bermakna ‘ itu ‘ Hal ini dilakukan karena kesulitan mencari padanan kata yang tepat untuk kata yang dimaksud. Meski seorang penulis geguritan hendaknya memiliki beragam kosakata, kaya akan rasa kata, dan makna kata. Penulis juga mengalami kesulitan dalam mencari kata yang tepat mewakili makna yang dimaksud.

Gede Basur, Cerita Perlawanan Hegemoni Gender dalam Geguritan Basur

Gede Basur, Cerita Perlawanan Hegemoni Gender dalam Geguritan Basur

sebagian cerita, Gede Basur dibangun oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. 
Penggabungan ini akan makin kompleks jika seorang pengarang memiliki kemauan, kemampuan, penghayatan terhadap persoalan-persoalan yang menyebabkan sebuah karya sastra itu lahir. 
Karya sastra bukanlah lahir dari sebuah kekosongan. Ia berbicara dan menyuarakan masyarakat yang ingin diejawantahkan oleh seorang penulis. Bahasa sebagai sarana untuk merefleksikan persoalan-persoalan sosial yang mengusik seorang penulis. Apalagi sastrawan sekaliber Ki Dalang Tangsub yang karyanya sudah membumi bahkan terkadang tanpa disadari dilantunkan atau dikutip dalam setiap pembicaraan adalah hasil renungan Ki Dalang Tangsub.

Sebuah karya sastra akan bisa eksis hidup jika mampu menyuarakan problematika yang dihadapi masyarakat pada zamannya. Problematika-problematika ternyata ada benang merahnya dengan problematika yang dihadapi masyarakat dalam kekinian. Masa ini tidak bisa dilepaskan oleh masa lalu. Pengarang lewat karyanya bisa mengatasi sang waktu. Artinya, karyanya tidak lekang oleh waktu. Ia akan terus berbicara selama manusia ingin menggali yang terdapat di dalamnya. Nilai-nilai inilah yang perlu direnungi diresapi, dihayati sehingga karya sastra itu berguna dan bermanfaat bagi kehidupan.

Salah satu yang unik dalam Geguritan Basur ini adalah Ki Dalang Tangsub berkeinginan menyuarakan perempuan. Konsep, ide, gagasan, cita-cita, dan cinta dalam diri seorang tokoh Garu-lah itu diwakilkannya. Perempuan yang tidak boleh diremehkan lagi. Perempuan yang pemberani, tegas, dan tegar dalam menghadapi cibiran dalam masyarakat. Tokoh yang menentang sebuah hegemoni yang diciptakan seorang pria, Gede Basur. Hegemoni Basur berusaha mendominasi, memengaruhi Garu agar menerima segala nilai-nilai moral dan budaya dalam dirinya. Akan tetapi, Garu tetap pada sikapnya bahkan berani melakukan perlawanan.