Tabuh Rah Tajen bukanlah sekedar Judi sabung ayam
Tajen di Bali 1915 |
Bali sebagai tujuan wisata, banyak tamu asing yang kebetulan lewat dan melihat aktifitas Tabuh Rah Tajen, ini mungkin perlu mendapatkan penjelasan yang benar dari pemandu wisatanya, agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap tradisi Tabuh Rah Tajen ini.
Maraknya sabung ayam Tajen alias gocekan di seluruh pelosok Bali disebabkan bukanlah karena umat Hindu di Bali tidak taat beragama, tetapi karena belum memahami bahwa Tajen yang dibarengi judi itu dilarang dalam Agama.
Kalau kita lihat kehidupan dan aktifitas seputar tempat tajen akan banyak dijumpai orang berjualan nasi, kopi, buah-buahan, bakso dan lain-lain. Bebotoh dan penonton menikmati sekali makanan yang dijajakan oleh para pedagang tersebut. Selain pedagang, yang bisa mengais rejeki di tempat tajen adalah tukang ojek, tukang parkir, tukang sapu, dan tukang karcis. Itulah sebabnya, para pembela tajen senang mengatakan bahwa uang yang berputar di tempat tajen tidak lari keluar pulau, melainkan hanya berputar dikalangan masyarakat. Maksudnya barangkali menyindir togel (toto gelap) yang menyedot uang masyarakat dan uang tersebut lari keluar pulau.
karenalah itu, untuk memberantas tajen memang sangat dilematis sekali, sekarang kita saja, masyarakat Bali yang harus menilai, apakah tajen ini perlu dilestarikan atau tidak.
Tajen adalah sebutan dari kegiatan Tabuh Rah, dimana kata Tajen ini diperkirakan berasal dari kata "Tajian", Taji merupakan sejenis pisau tajam yang memiliki 2 sisi mata pisau, yang panjangnya kira-kira sejari telunjuk orang dewasa yang dipasang di kaki ayam jago. tujuan dari pemasangan "Taji" ini agar ayam jago yang diadu tersebut dapat melukai lawannya sehingga ada darah yang menetes ke tanah. nah, tetesan darah inilah yang disebut "Tabuh Rah" yang artinya ritual menebarkan darah suci.