Google+

Posisi Wanita dalam Agama Hindu

Posisi Wanita (Perempuan) dalam Agama Hindu

Wanita merupakan sesuatu yang senantiasa menarik untuk dibicarakan. Tentu tidak sedikit segi yang menarik dapat diangkat sebagai bahan pembicaraan, salah satu diantaranya adalah perihal kerahasiaan sifat yang melekat dalam sebutan wanita itu sendiri. Sejalan dengan itu, terungkap kecenderungan pola sikap da piker wanita dalam rangka mempertahankan pesona diri, yakni kemampuan menjaga sesuatu hal yang bersifat misteri pada dirinya.

Wanita dalam pandangan agama Hindu memiliki peranan yang tidak terpisahkan dengan kaum pria dalam kehidupan masyarakat dari jaman ke jaman. Sejak awal peradaban agama Hindu yaitu dari jaman Veda hingga dewasa ini wanita senantiasa memegang peranan penting dalam kehidupan. Hal ini tidak mengherankan bila ditinjau dari konsepsi ajaran agama Hindu dalam Siwa Tattwa yang mengatakan adanya kehidupan makhluk terutama manusia karena perpaduan antara unsure suklanita dan swanita. Tanpa swanita tak mungkin ada dunia yang harmonis. Demikianlah pentingnya kedudukan wanita dalam kehidupan ini.

Wanita dalam Kitab Suci Hindu

Wanita dalam Kitab Suci Hindu

banyak agama yang "PROMOSI" dan mengtakan bahwa dalam kepercayaan agamanya, hak-hak wanita diperhatikan, dan posisi wanita dalam kehidupan menurut agamanya sangat mendapat perhatian penting.
lalu, bagaimana dengan agama hindu?
apakah para wanita/perempuan hindu tidak diperhatikan?
kalau benar-benar diperhatikan dan mendapatkan perhatian khusus, mana buktinya?
berikut ini beberapa sloka tentang wanita dalam Agama Hindu:

Slokantara 29
Śatrantadāpīwa waśānprakāśāt
Mudhsya santoşa ewam latabhah
Sa katore kumbha matonyawetti
Dījñānadipāh kutah ewa dŗştah
Terjemahannya:
Ilmu itu bersinar diwajah orang bijaksana. Orang bodoh itu sebagai tumbuhan menjalar, ilmu itu bagai orang bijaksana tersimpan di dalam hati sebagai lampu dalam periuk, merupakan obor kehidupannya.

Makna Filosofis Gerak dan Sikap Sembahyang Orang Bali Hindu

Makna Filosofis Gerak Sembahyang Orang Bali Hindu

banyak pertanyaan tentang mantra sembahyang (muspa) dan banyak pula yang belajar bagaimana tata cara sembahyang, tetapi sangat jarang ada yang membahas, kenapa sikap sembahyang orang bali seperti itu? apa makna filosofis dari gerak sembahyang orang bali khususnya yang beragama hindu tersebut.
lewat artikel ini, saya akan mencoba membahas tentang Makna Filosofis Gerak dan Sikap Sembahyang Orang Bali Hindu, agar para pembaca terutama semeton Hindu Bali mengerti dan memahami, kenapa sikap muspa dalam panca sembah yang kita geluti saat ini menggunakan sikap-sikap tertentu itu,
jadi pertanyaan awam yang umum harus kita ketahui:
  • kenapa sembahyang harus bersila untuk lelaki dan mesimpuh untuk yang wanita?
  • kenapa harus mencakupkan tangan?
  • kenapa harus melakukan pranayama?
nah, itu pertanyaan pertanyaan umum yang akan dibahas di artikel ini.
saya kira setiap orang hindu akan mengetahui, bahwa cara mendekatkan diri dengan tuhan adalah dengan menjalankan YOGA, yang diturunkan menjadi "Catur Marga Yoga". catur marga yoga itu sendiri adalah pilihan cara mencari dan mendekatkan diri dengan Tuhan, lebih lanjut baca: Catur Marga Yoga.
nah, dari catur marga yoga inilah diturunkan menjadi sikap sembahyang yang digunakan oleh orang bali sampai saat ini. ada 2 poin yang diambil dari aturan umum Yoga, yang digunakan dalam tehnik persembahyangan (muspa) dibali, yaitu:
  • Asana (sikap)
  • Pranayama (pernafasan)
dari aturan tersebut tercermin bahwa Sembahyang (muspa) merupakan salah satu tehnik meditasi yang dikembangkan di daerah Bali. Tentang meditasi, kitab svetasvantara Upanisad, menyatakan:

Tugas dan Fungsi Brahmana (Guru/Pendeta)

Tugas dan Fungsi Brahmana (Guru/Pendeta)

setelah mengetahui apa sebenarnya "Catur Warna", seperti yang telah di ulas dalam artikel sebelumnya yang berjudul "Catur Warna merupakan Strata Sosial dalam Agama Hindu", sekarang saka akan menjoba ngegulas, apa sebenarnya Tugas dan fungsi dari Brahmana Warna, dengan tujuan agar para pembaca mengerti kebenaran dari ajaran kehidupan ini.

Brahmana (brh artinya tumbuh), berfungsi untuk menumbuhkan daya cipta rohani umat manusia untuk mencapai katentrama hidup lahir batin. Brahmana juga berarti Pendeta, yang merupakan pemimpin agama yang menuntun umat Hindu mencapai ketenangan dan memimpin umat dalam melakukan upacara agamanya. Oleh karena tugasnya itu seorang Brahmana wajib untuk mepelajari dan memelihara Weda, dan tidak melakukan pekerjaan duniawi, itulah sebabnya golongan brahmana menjadi golongan yang paling dihormati.
Dalam ajaran Warna, Seseorang dikatakan menyandang gelar Brahmana karena keahliannya dalam bidang pengetahuan keagamaan.
Jadi, status sebagai Brahmana tidak dapat diperoleh sejak lahir.
Status Brahmana diperoleh dengan menekuni ajaran agama dan pengetahuan lainnya sampai seseorang layak dan diakui sebagai rohaniwan ataupun seorang Guru. 

Catur Warna Strata Sosial dalam Agama Hindu

Catur Warna Status Sosial dalam Agama Hindu

Dalam Lontar Wrhaspati Tattwa dijelaskan: 
Paramasiwa kesadarannya mulai tersentuh oleh Maya; ketika itu ia mulai terpengaruh oleh sakti, guna, dan swabhawa yang merupakan hukum kemahakuasaan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Dalam keadaan begini ia diberi gelar Sadasiwa. Ia memiliki kekuatan untuk memenuhi segala kehendaknya yang disimpulkan sebagai bunga teratai (padma) yang merupakan stana-Nya. Dengan sakti, guna, dan swabawa-Nya ia aktif dengan segala ciptaan-ciptaan-Nya, karena itu ia disebut Saguna Brahman. Dalam menciptakan manusia ia tidak membeda-bedakan derajat manusia.
Dalam agama Hindu, istilah Kasta dalam weda tidaklah dikenal, tetapi yang ada adalah Warna (Sanskerta: वर्ण; varṇa). Akar kata Warna berasal dari bahasa Sanskerta vrn yang berarti "memilih (sebuah kelompok)".


Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan istilah Catur Warna itu ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra.
Caturwarnyam maya srishtam Guna karma wibhagasah, Tasya kartaram api mam Vidhdhy akartaram avyayam (Bhagavad-Gita IV.13)
Artinya :
Catur Warna adalah ciptaan-Ku menurut pembagian kwalitas kerja, Meskipun aku sebagai penciptanya, ketahuilah aku mengatasi gerak dan perubahan
Dalam ajaran agama Hindu, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Dalam konsep tersebut diuraikan bahwa meskipun seseorang lahir dalam keluarga Sudra ataupun Waisya, apabila ia menekuni bidang kerohanian sehingga menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status Brahmana (rohaniwan). Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu.