Google+

Banten Otonan - Hari Ulang Tahun Kalender Hindu Bali

Banten Otonan - Hari Ulang Tahun Kalender Hindu Bali

Kata Otonan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang telah menjadi kosa kata bahasa Bali yang berasal dari kata “wetu” atau “metu” yang artinya keluar, lahir atau menjelma.
Dari kata “wetu” menjadi “weton” dan selanjutnya berubah menjadi “oton” atau “otonan”.
Demikian pula kata “piodalan” dari kata “wedal” berubah menjadi “odal” atau “odalan” yang juga mengandung makna yang sama dengan “weton” tersebut di atas.
Di dalam bahasa Sanskerta kata yang mengandung pengertian kelahiran adalah “janma” dan kata “janmadina” atau “janmastami” mengandung makna “hari kelahiran” atau hari ulang tahun
Hari kelahiran umat Hindu di Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali diperingati berdasarkan kalender Bali-Jawa yang disebut pasaran. Kalender ini mempergunakan perhitungan “Wuku” yang jumlahnya 30 Wuku (210 hari) dalam satu tahun Jawa-Bali, Sapta Wara (Pasaran Tujuh) dan Panca Wara (Pasaran Lima). Jadi hari kelahiran seseorang diperingati setiap enam bulan sekali menurut perhitungan 35 hari sekali) atau “Pitu Wulanan” di Jawa dengan perhitunga setiap bulannya 30 hari. Misalnya seorang yang lahir pada hari Rabu Wage Wuku Klawu atau Buda Cemeng Klawu, maka setiap hari tersebut datang dalam jangka waktu 210 hari disebut hari “Otonan” atau hari ulang tahun bagi yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian tersebut yang dimaksud dengan “Otonan” adalah hari kelahiran bagi umat Hindu yang datang dan diperingati setiap 210 hari sekali berdasarkan perhitungan Sapta Wara, Panca Wara dan Wuku yang berbeda dengan pengertian hari ulang tahun pada umumnya yang didsarkan pada perhitungan kalender atau tahun Masehi.

Tujuan pelasanaan upacara Otonan

Setiap upacara agama memiliki tujuan tertentu, demikian pula upacara Otonan memiliki tujuan antara lain:

  • Memperingati kelahiran seseorang, dengan demikian yang bersangkutan mengetahui pada hari apa ketika dilahirkan dan berapa tahun umurnya pada saat upacara Otonan dilaksanakan.
  • Guna menyucikan diri seseorang, dengan upacara Otonan yang bersangkutan akan melaksanakan upacara penyucian berupa “Byakala” atau “Prayascitta” dimaksudkan untuk menyucikan diri, melenyapkan kotoran batin, menjauhkan diri dari gangguan “Bhutakala, Dengen dan sejenisnya” (mahluk-mahluk gaib yang suka mengganggu umat manusia), dengan demikian pikirannya menjadi cemerlang.
  • Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, para leluhur, kedua orang tua dan kerabat terdekat. Dalam pelaksanaan upacara setelah yang bersangkutan menyucikan diri secara jasmaniah, dengan berkeramas dan mandi, mengenakan bhusana yang bersih, dilanjutkan dengan upacara “Byakala” atau “Prayascitta”, maka dilanjutkan dengan upacara persembahyangan bersama keluarga di Pamrajan atau tempat pemujaan keluarga.
  • Mesyukuri (Santosa) wara nugraha atau karunia Hyang Widhi atas kesempatan yang dianugrahkan-Nya untuk menjelma sebagai umat manusia. Demikian pula mempersembahkan puji syukur atas karunia dianugrahkannya umur yang panjang serta makanan yang berlimpah yang dilaksanakan berupa “ngayab” banten Otonan yang diakhiri dengan menikmati banten yang telah dipersembahkan maupun banten Otonan yang telah “diayab” oleh yang bersangkutan.

Demikian antara lain tujuan pelaksanaan upacara Otonan yang patut dilaksanakan oleh setiap umat Hindu, dengan demikian hidup seseorang akan penuh makna untuk memperbaiki diri, menikmati kesejahtraan dan kebahagiaan.

Sarana Upakara - Banten Otonan

Sesuai dengan penjelasan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini, pelaksanaan upacara dibedakan menjadi 3 macam, yaitu yang besar (Uttama), yang menengah (Madhyama) dan yang sederhana (Kanistama).

Pada tulisan ini kami ketengahkan upacara Otonan yang sederhana (Kanistama) yang dilaksanakan setelah upacara Otonan yang besar baik yang dilakukan pada hari Otonan yang pertama atau yang Ketiga (Telung Oton) sebagai berikut:

  1. Byakala atau Byakaon: Alasnya berupa “sidi”, tempeh berlubang untuk menyaring tepung, sebagai alat pemisah yang bersih dan yang kotor. Di atas sidi ditaruh sebuah taledan (alas dari janur), raka-raka (buah-buahan) lengkap. Di tengah-tengah taledan diisi sejumput beras, benang dan sebuah sirih tampelan. Di atasnya ditempatkan kulit peras (ukiran dari tiga pucuk daun pandan). Di atas kulit peras, diisi nasi yang dibungkus, satu slekos jajan sumping, satu slekos segi tiga jajan. Kojong (daun pisang) rangkadan. Sampiyan nagasari, sesedep berisi beras dan benang putih. Coblong (tempat air) berisi air dan sebuah padma (dari janur). Satu tanding pabresihan payasan. Satu takir isuh-isuh bersi sapu lidi, tulud, sambuk, danyuh dan satu takir benang merah.
  2. Peras: Alasnya berupa taledan, diisi raka-raka (buah-buahan) lengkap, kulit peras yang dialasi beras dan di atasnya ditaruh nasi berupa 2 buah untek, sirih tampelan, benang dan kojong rangkadan. Dilengkapi dengan sampiyan peras atau pengambeyan, dapat dilengkapi dengan ayam panggang atau tutu dan canang sari.
  3. Pengambeyan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan) lengkap dilengkapi dengan jajan bantal pengambeyan, nasi berupa 2 tumpeng yang ditengah-tengahnya disandarkan ketipat pengambeyan, 2 buah tulung pengambeyan yang berisi nasi, kacang saur, kojong rangkadan dan ayam panggang. Sampiyan pengambeyan dan sebuah canang.
  4. Ajuman atau Sodan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan) lengkap. Nasinya berupa 2 kelompok kecil nasi sodan, ulam (daging) dalam ceper (rerasmen) atau dalam ituk-ituk dan canang. Sodan yang lebih lengkap dapat diisi sampiyan slangsang atau sampiyan cili dan dilengkapi dengan ayam panggang, atau tutu, dapat diisi ketupat kelanan.
  5. Sayut Lara Mararadan: Alasnya berupa tamas sesayut. Raka-raka (buah-buahan) lengkap. Nasi: Di atas sebuah kulit sayut, sebagian memakai tepi (masebeh) berisi nasi maura dan kacang saur. Dilengkapi 3 tanding kojong rangkadan. Ditancapkan 3 batang linting kapas berisi celupan minyak kelapa. Waktu natab linding dinyalakan. Sampiyannya: nagasari, sasedep, wadah uyah, penyenang, lis- padma, pabresihan payasan. Dilengkapi 1 buah kelapa gading muda (dikasturi/dibuka) yang airnya digunakan untuk dicipratkan dengan memakai lis padma yang berfungsi menghanyutkan lara dan canang.
  6. Dapetan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan) lengkap. Nasinya berupa 1 tumpeng, kojong rangkadan. sampiyannya jeet goak, sasedep berisi benang putih. Diisi penyenang (berupa tumpeng 3 buah) dan canang.

dapat pula menggunakan Banten Otonan yang lebih sederhana Banten Ayaban Tumpeng 7 (Pitu) Bungkul Biasa digunakan pada upacara otonan, maupun tumpek landep, dan lain sebagainya. Ayaban Tumpeng 7 terdiri dari :

  1. Banten pejati asoroh
  2. Banten gebogan alit satu
  3. Banten pengambean satu soroh
  4. Banten soda satu soroh
  5. Banten peras satu soroh
  6. Banten dapetan satu rangkai.

Ayaban ini menggunakan 7 tumpeng seperti namanya. Terdiri dari 2 tumpeng pada pengambean, 2 tumpeng pada peras dan 3 tumpeng pada satu rangkai dapetan. Jika Ayaban tumpeng 7 ini digunakan pada upacara Dewa Yadnya, ditambah dengan banten sesayut, yaitu : Sesayut pabersihan, Sesayut siwa sampurna, sesayut sida sampurna, tebasan pamiak kala, banten prayascita, bayakawonan, segehan agung dan penyeneng teterag. Untuk Manusa Yadnya, ditambah sesayut pabersihan, sesayut atma rauh, sesayut sidapurna, sesayut pamiak kala, banten prayascita, bayakawonan, segehan manca warna dan penyeneng teterag

menurut Panglisir kebayan ring Guwang-Sukawati, manut sastra banten otonan harusnya minimal ada unsur daksina, dapetan dan sodan, serta bila memungkinkan dibuatkan sesayut pengalang hati, dengan tujuan agar sinar suci beliau selalu menuntun sang sane kaotonan agar berjalan di jalan yang berwiweka berdasarkan dha rma. berikut ini penuturan beliau:
banten otonan sane durung maketus:banten dapetan sodan jejanganan aruaru pengambian alit, sambutan lebeng-matah, canang daksina, banten kumara lan pabersihan, panyeneng jangkep saha tepung tawar.
bebantenan otonan sesampune maketus, gumanti dahe:tebasan, sodan panyeneng jejangkepan, canang daksina dapetan sakesidan.
sesayut pangalang hati:penek bolong, be atin ayam, mawilahan, prayascita durmangala, pageh tuwuh, bubuh pelasa atakir, biaung bubuh atakir, nasi masisisr atakir, nasi wedia misi unti atakir, lilin utawi lampu ganjreng sakeng kulit taluh maisi minyak lan kapas.

Banten Bayuh Otonan

untuk tambahan, tidak salah jika ditambahkan Banten  Bayuh Otonan, adapun bantennya sebagai berikut:

Sesayut Sweta Kasuma Wang

untuk yang lahir (otonan) pada Hari Minggu.
sega putih makelopekan sinusanang iwak ayam putih mapanggang tur mapukang-pukang dadi 5 pukang, genahnya winangun urip, sambel lenga, tadamasan, sekar putih kuning, panyeneng tabenan, sedah woh, abang payas, tatebus petak apasang, daksina 1, segehan 1, jinah 5555.

Sesayut Nila Kasuma Jati

untuk yang lahir (otonan) pada Hari Senin
nasi ireng makelopekan, iwak ayam ireng mapanggang mapukang-pukang dadi 5 pukang, tumpangakna ring luhuring sega, genahnya winangun urip, misi sesayut, sambel mica, ginten cemeng, siniyokan lenga, sasrojan, panyeneng tahenan, daksina 1, tatebus selem apasang, jinah 4444.

Sesayut Jinga Wati Kasuma

untuk yang lahir (otonan) pada Hari Selasa
nasi kuning kurenan tinalopekan, iwak ayam klawu kuning mapanggang, dadi 5 pukang, tumpangakna ring luhuring sega winangun urip genahnya, dagingin sesahur sambel cabe, siniyokan lenga, sekar kuranta, tatebus kuranta, panyeneng tahenan, daksina jinah 3333.

Sesayut Pita Kasuma Jati

untuk yang lahir (otonan) pada Hari Rabu
nasi kuning mulus tinalopokan. iwak ayam putih siungan mapanggang dadi 5 pukang, tumpangakna ring sega, masesawur sambel isen, siniyokan lenga, sesamejan sekar kuning, panyeneng tahenan, tatebus kuning, tatebus kuning, jinah 7777 genahnya manca desa.

Sesayut Pawal Kesuma Jati

untuk yang lahir (otonan) pada Hari Kamis
nasi dadu tinalopokan iwak ayam wangkas putih mapanggang dadi 5 pukang, genahan manca desa, iwaknya tumpangakna ring sega, siniyokan lenga, sambel kacicang, sesawur, sekar pucuk dadu, sasrojan, panyeneng tabesan, tatebus dadu, jinah 8888.

Sesayut Raja Kesuma Jati

untuk yang lahir (otonan) pada Hari Jumat
nasi pulung tinalepokan, iwak serawah biru goreng mapanggang dadi 5 pukang, cabe bungkut, siniyokan lenga lurungan, sasrojan sekar teleng biru, panyeneng tahenan, tatebus biru, daksina jinah 6666

Sesayut Gni Bang Kesuma Jati

untuk yang lahir (otonan) pada Hari Sabtu
nasi bang tinalopokan, iwak ayam biying mepangang dadi 5 pukang, tumpangakna ring luhuring sega, genahnya manca desa, sesawur sambel cabe magoreng, tan tinerasen, sekar bang, panyeneng tahenan, tatebus bang apasang, sasrojan, lis, daksina, jinah 9999.

Ngayab banten Otonan

banyak pertanyaan dari semeton Bali, siapakah yang berwenang ngayab (muput) untuk Banten Otonan ini?
menurut beberapa sumber, orang yang diperkenankan ngayabin Banten Otonan adalah:
  1. Orang Tua yang akan Natab Banten Otonan
  2. Penglingsir (tetua) Rumah
  3. Pemangku
  4. Sulinggih.
pertanyaan berikutnya, apabila yang ngayab Banten Otonan tidak mengerti dan mengetahui mantranya, apa yang harus dilakukan?
jawabannya sangan mudah, gunakan "saa / sehe". karena lebih baik keta me-saa daripata mengucapkan mantra suci tetapi tidak mengerti maksud dari mantra yang diucapkan.

Makna Simbolisasi Sarana Upacara

Setiap sarana upacara terutama banten atau sesajen mengandung makna simbolis tertentu. Demikianlah dengan sarana upacara Otonan ini. Semua makna tersebut akan sangat bermanfaat bagi yang bersangkutan apabila dipahami dengan baik dan dilakskanakan penuh dengan Sraddha (keimanan) dan Bhakti yang tulus. Lebih lanjut kami uraikan secara singkat makna simbolis dan banten Otonan tersebut, sebagai berikut:

  1. Banten Byakala: Sesuai dengan namanya banten ini mengandung makna simbolis untuk menjauhkan kekuatan Bhutakala (kekuatan negatif) yang mengganggu umat manusia. Sampeyan dari 3 pucuk daun pandan menunjukkan supaya kekuatan negatip itu menjauh, selanjutnya dikondisikan supaya yang bersangkutan bersih lahir dan batin dengan adanya sapu lidi, tulud dan sebagainya. setelah bersih diri lahir dan batin barulah seseorang menghadap Sang Hyang Widhi dan para leluhur.
  2. Banten Peras: Banten Peras sesuai dengan namanya memohon keberhasilan, sukses atau prasidha (Sidhakarya)nya sebuah Yajña. Di dalamnya juga terkandung permohon kepada Sang Hyang Widhi dalam wujudnya sebagai Tri Murthi, guna menyucikan Tri Guna (sifat Sāttwam, Rājah dan Tāmah) pada diri manusia.
  3. Banten Ajuman atau Sodan: Banten Ajuman atau Sodan maknanya mempersembahkan makanan yang dilengkapi dengan sirih (canang) karena umat manusia diwajibkan mempersembahkan terlebih dahulu apa saja yang mesti dinikmati. Seseorang yang menikmati makanan tanpa mempersembahkan terlebig dahulu kepada-Nya, dinyatakan sebagai pencuri yang menikmati pahala dosanya sendiri.
  4. Pengambeyan: Kata Ngambe berarti memanggil atau memohon. banten Pengambeyan mengandung makna simbolis memohon karunia Sang Hyang Widhi dan para leluhur guna dapat menikmati hidup dan kehidupan senantiasa berdasarkan Dharma di bawah lindungan dan kendali Sang Hyang Widhi dan para Leluhur. Disini muncul permohonan ketegaran dan ketangguhan untuk menghadapi tantangan hidup dan kehidupan.
  5. Banten Sayut Lara Malaradan: Sesuai dengan namanya, banten ini mengandung makna keselamatan, mohon kesejahtraan, dan berkurang serta lenyapnya semua jenis penyakit, apakah sakit karena kekuasaan alam, seperti cuaca yang buruk, vbanjir besar dan sebagainya, penyakit yang disebabkan oleh virus atau kuman, atau penyakit yang disebabkan oleh kurang mampunya seseorang mengendalikan disi (psikosomatik), dan lain-lain.
  6. Banten Dapetan: Banten ini mengandung makna seseorang hendaknya siap menghadapi kenyataan hidup dalam suka dan duka. Harapan setiap orang tentunya berlimpahnya kesejhatraan dan kebahagiaan, panjang umur dan sehat walafiat. banetn ini juga sebagai ungkapan berterima kasih, mensyukuri karunia Tuhan Yang maha Esa (Santosa) karena telah diberikan kesempatan untuk meniti kehidupan dan memohon senantiasa tidak jauh dari lindungan-Nya.

Pelaksanaan Upacara

Pada hari yang merupakan hari Otonan, bayi, anak atau seseorang setelah membersihkan dari lahir dan batin, maka kegiatan upacara dilakukan di Balai tempat upcara. Dengan tata cara sebagai berikut: Pemimpin upacara, apakah seorang pandita, pinandita, pemangku atau orang yang dituakan mengambil posisi dengan memohon Tirtha Panglukatan, menyucikan upakara yang akan digunakan dalam upacara Otonan tersebut.

Mempersembahkan upakara Byakala atau Byakaun dengan posisi di dekat pindu rumah, atau di halaman rumah atau tempat untuk upacara. Yang diupacarakan menghadapi banten Byakala atau Byakaon, setelah diucapkan doa baik berupa Sehe (doa dalam bahasa Daerah) maupun mantram-mantram, yang diupacarakan “ngayab” dengan kedua telapan tangan diarahkan ke bawah.

Pemimpin upacara selanjutnya mempersembahkan banten peras, banten pengambeyan dan ajuman (sodan) kehadapan Sang Hyang Widhi, Para Dewata dan Leluhur, mohon persaksian dan mohon wara nugrahanya dan mohon Tirtha Wangsuhpada dengan pengucapan mantram atau Sehe.

Yang akan diupacarakan Otonan dan keluarga terdekat selanjutnya dipersilahkan melaksanakan persembahyangan bersama memohon keselamatan bagi yang diupacarakan dan seluruh keluarga, semoga panjang umur dan sehat sejahtera.

Setelah acara persembahyangan dilanjutkan dengan “Ngayab” banten Sayut Lara Malaradan dan Dapetan dilaksanakan oleh pemimpin upacara dengan doa mantra atau sehe yang intinya memohon supaya bila ada penyakit dalam tubuh dan jiwa yang diupacarakan segera sembuh, tidak kena penyakit kembali serta menerima dan menghadapi kenyataan hidup dengan tegar.

Selesai me”ngayab” banten Lara Malaradan dan Dapetan dilanjutkan dengan acara Ngelebar atau Ngalungsur sesajen yang dipersembahkan kepada Hyang Widhi dan Leluhur serta menikmati banten Lara Malaradan dan banten Dapetan oleh yang diupacarakan bersama keluarga. Berakhirlah pelaksanaan upacara Otonan tersebut.

Demikian pelaksanaan Upacara Otonan tersebut yang pelaksanaannya kadang-kadang terdapat perbedaan, misalnya acara Ngayab banten sayut lara Malaradan dan Dapetan dilaksanakan sebelum acara persembahyangan (Muspa) dan matirtha.

Demikian sekilas tentang upacara Otonan yang sederhana (Kanista) atau kecil. Kecil bukan berarti hina, tetapi merupakan upacara yang inti, dan akan sangat besar manfaatnya bila dilandasi dengan kesucian dan ketulusan hati. Semoga.

13 komentar:

  1. maohon info nya banten mabayuh menggunakan banten apa s aja????

    BalasHapus
    Balasan
    1. bayuh oton sampun tyg jelaskan di atas....
      silahkan baca "BANTEN BAYUH OTON"

      nah... banten itu disesuaikan dengan hari lahir yang akan dibuatkan bayuh oton...
      misalnya...
      yang lahir pada hari minggu, maka Banten Bayuh Otonnya "sesayut sweta kesuma wang"

      lahir pada hari senin, bayuhnya "sesaut Nila Kesuma jati"
      dst.....

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  2. Sangat bermanfaat... suksma nggih..

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Om swastyastu, dilihat dari judulnya, "budaya bali" Itu artinya ngotonin adalah sebuah budaya yaitu kebiasaan yg berkembang scr turun temurun di bali, dg kata lain cocoknya diterapkn di bali Pertanyaannya, adakah cara yg universal untuk memperingati hari kelahiran (oton) menurut hindu yg bs diterapkan dimana saja? Mohon pencerahan, hal ini sangat berguna bagi umat hindu yg berada di luar bali. Om Shanti shanti shanti Om.

    BalasHapus
  6. Ampure ttyg nunas indik banten pemayuh ring rahine saniscare umanis watugunung
    Napi kemanten suksme

    BalasHapus
  7. Ampure ttyg nunas indik banten pemayuh ring rahine saniscare umanis watugunung
    Napi kemanten suksme

    BalasHapus
  8. Mohon info banten otonan lahir di some ribek. Suksme🙏

    BalasHapus
  9. Ampura jagi metaken,napi nike sane mewasta sekar kuranta?

    BalasHapus
  10. Tiang metaken,napi manten runtutan banten ngeraja dinga/menek teruna,🙏🙏🙏

    BalasHapus
  11. Tiyang metaken. Napi banten lahir Minggu angar kasih medagsie

    BalasHapus