Google+

Odalan atau Piodalan - Dewa Yadnya

Odalan atau Piodalan - Dewa Yadnya

yadnya sebagai salah satu kegiatan agama tidak dapat dilepaskan dari tata aturannya. bahkan dalam melaksanakan yadnya, sejak persiapan hingga pelaksanaannya, sikap mental, disiplin diri, dipandang merupakan landasan yang sangat menentukan kualitas suatu yadnya. Persembahan sebesar-besarnya pengorbanan materi yang dilaksanakan dalam suatu Yadnya  menjadi tidak berarti, bila tidak dilandasi dengan sikap dan kepribadian yang baik oleh para pelaksana-pelaksana yadnya tersebut.

Dasar melakukan Yadnya

Dalam Lontar Dewa Tattwa pada bagian awal uraiannya memberi petunjuk dan mengingatkan bagi yang melaksanakan yadnya, yang juga sebagai dasar dalam melaksanakan Yadnya. berikut ini kutipan Lontar Dewa Tattwa;
"Anakku sang para empu danghyang, sang mahyun tuwa janna, luputing sangsara papa, kramanya sang kumingkin akarya ngalem drwya, mwang kumutug kaliiranging wwang utama, awya mangambekang krodha mwang ujar gangsul, ujar menak juga kawedar denira"
"mangkana kramaning sang ngarepang karya, awya simpanging budhi mwang krodha; yan kadya mangkana patut pagawenya, sawidhi widananya, tekeng ataledanya mwang ring sesayutnya, meraga dewa sami, tkeng wawangunan sami"
maksudnya:

Upakara dan Upacara Bhuta Yadnya

Upakara dan Upacara Bhuta Yadnya

Bhuta Yadnya adalah yadnya yang ditujukan kepada Bhuta Kala yang mengganggu ketentraman hidup manusia. Bagi masyarakat Hindu bhuta kala ini diyakini sebagai kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang sering menimbulkan gangguan serta bencana, tetapi dengan Bhuta Yadnya ini maka kekuatan-kekuatan tersebut akan dapat menolong dan melindungi kehidupan manusia.

Adapun tujuan Upacara Bhuta Yadnya adalah disamping untuk memohon kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar beliau memberi kekuatan lahir bathin, juga untuk menyucikan dan menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang disebut bhuta kala tersebut sehingga dapat berfungsi dan berguna bagi kehidupan manusia.

seperti yang telah dijelaskan dalam Artikel Panca Yadnya dimana menurut Chandogya Upanisad, 3.14.1, yang intinya menerangkan bahwa Tuhan dapat menciptakan segala-galanya yang ada di dunia ini. Ciptaan itu seperti manusia, binatang atau hewan, tumbuh-tumbuhan, bumi, bulan, matahari, bintang, benda-benda yang besar, benda-benda yang kecil yang nampak dan yang tidak tampak oleh mata, benda halus, termasuk juga kekuatan alam yang dapat menguntungkan kehidupan manusia ini, makhluk-makhluk lainnya yang dapat menganggu kehidupan manusia di dunia ini, seperti para bhuta kala, jin, setan serta yang lainnya. Terhadap kesemuanya itu manusia wajib menghormatinya dan memberikan persembahan. Jadi manusia wajib pula melaksanakan upacara keagamaan yang ditujukan kehadapan makhluk bawahan atau dengan para butha kala.

Upakara dan Upacara Manusa Yadnya

Upakara dan Upacara Manusa Yadnya

Manusa yadnya adalah korban suci yang bertujuan untuk memelihara hidup dan membersihkan lahir bathin manusia mulai dari sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai pada akhir hidup manusia itu. Pembersihan lahir bathin manusia selama hidupnya dianggap perlu agar dapat menerima ilham atau petunjuk suci dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga selama hidupnya tidak menempuh jalan yang sesat, melainkan dapat berpikir, berbicara, berbuat yang benar dan akhirnya setelah meninggal roh/atmannya menjadi suci bisa bersatu kembali kehadapan Tuhan, setidak-tidaknya mendapat tempat disisinya.

Bagi mereka yang sudah tinggi kekuatan bathinnya pembersihan itu dapat dilakukan sendiri, yaitu dengan melakukan yoga semadhi yang tekun dan disiplin. Sebaliknya mereka yang merasa belum mampu melaksanakan hal tersebut akan memerlukan alat serta bantuan orang lain misalnya, melaksanakan upacara yang pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan upakara (banten), besar atau kecilnya disesuaikan dengan keadaan.

Unsur-unsur pembersihan di dalam Upacara Manusa Yadnya dapat di ketahui dengan adanya upakara-upakara seperti tirtha panglukatan atau tirtha pembersihan dan lain sebagainya. Tirtha-tirtha ini adalah air suci yang telah di berkati oleh sang sulinggih pandita (pendeta), sehingga air suci tersebut mempunyai “twah“ (wasiat), yang secara spiritual dapat menimbulkan adanya kebersihan (kesucian) itu.

Prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam berYadnya yaitu keikhlasan, kesucian dan pengabdian tanpa pamrih.
Aphalakaanksibhir yadnyo
Vidhi drsto ya ijyate,
Yastavyam eveti manah
Samaadaya sa saatvikah (Bhagavad Gita, XVII.11)
Maksudnya:
Yadnya yang dilakukan menurut petunjuk kitab suci (vidhi drstah), dilakukan dengan ikhlas, yang sepenuhnya dipercaya bahwa yadnya itu sebagai suatu kewajiban suci. Yadnya yang demikian itu tergolong Satvika Yadnya.

Upakara dan Upacara Rsi Yadnya

Upakara dan Upacara Rsi Yadnya

Rsi Yadnya adalah sedekah atau punia atau juga persembahan kepada para pendeta atau para pemimpin upacara keagamaan. Sedekah atau persembahan ini dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yaitu pada saat Beliau menyelesaikan suatu upacara, atau memberikan diksa kepada sisyanya.

Sedekah atau punia yang dipersembahkan kepada para pendeta disebut dengan daksina. Adapun tujuannya adalah sebagai tanda terima kasih kepada para pendeta karena beliau telah menyelesaikan upacara yadnya.

Di samping itu mentaati dan mengamalkan ajaran orang-orang suci, membantu segala usaha para Sulinggih, turut memajukan pendidikan terutama dibidang keagamaan, membangun tempat pemujaan untuk orang-orang suci atau sulinggih, semuanya itu juga termasuk pelaksanaan Rsi Yadnya.

Upakara dan Upacara Pitra Yadnya

Upakara dan Upacara Pitra Yadnya

Pitra yadnya adalah suatu upacara pemujaan dengan hati yang tulus ikhlas dan suci yang di tujukan kepada para Pitara dan roh-roh leluhur yang telah meninggal dunia.

Pitra yadnya juga berarti penghormatan dan pemeliharaan atau pemberian sesuatu yang baik dan layak kepada ayah-bunda dan kepada orang-orang tua yang telah meninggal yang ada di lingkungan keluarga sebagai suatu kelanjutan rasa bakti seorang anak ( sentana ) terhadap leluhurnya. Pelaksanaan upacara Pitra Yadnya di pandang sangat penting, karena seorang anak ( sentana ) mempunyai hutang budi, bahkan dapat di katakana berhutang jiwa kepada leluhurnya.
Carirakrt pranadata yasya
Cannami bhunjate,

Kramenaite trayo’pyuktah

Pitaro dharmasadhane
.
( Sarasamuccaya 242 )
Artinya:
Tiga perinciannya (yang disebut) Bapa menurut tingkah lakunya, carirakrta, pranadata (dan) annadata; carirakrta artinya yang menjadikan tubuh, pranadata yaitu yang memberi hidup (dan) annadata artinya yang memberi makan serta mengasuhnya. 

"Yam matapitaram klesam
seheta sambhawenrnam

na tasya niskrtih cakya 
kartum warsa catairapi” (Manawa Dharmasastra II.227)
Artinya:
Penderitaan yang diabaikan oleh Bapak dan Ibu pada waktu lahir anak (bayi) tidak dapat dibayar walaupun dalam waktu seratus tahun.

Banten Tebasan dan Sesayut

Banten Tebasan dan Sesayut

dalam upakara Yadnya sering disebutkan adanya banten tebasan dan sesayut. untuk itu, berikut ini dijelaskan beberapa pelutuk banten tebasan dan sesayut, diantaranya:

Sayut pajakerti.

Katur ring kangin, segeh isehan, ulamnia ayam putih pinanggang, tancebin sekar tunjung putih ring tengah muah tancebin kwangen 3 besik, ring elar (kampid ayame) besik, ring ikuh abesik, tulung dadua, ring mata 3 besik.

sesayut sidekarya,

Katur ring klod kangin, segenia kadi sibakan marepat, ditengah nasine pejangin tumpeng cenik, tancebin kwangen 4 sabilang bucu, muncuk tumpenge tancebin sekar tunjung abesik, tulung 2.

Sayut Candra Gni,

Katur ring klod, tumpeng 1, muncuk tumpenge misi dammar, sembenia baan kulit taluh siap, saring dammar (batan damare) tancebin canang marepat genahnia muang sarwa sekar, kwangen 3, bedbedin benang, ulamnia ati, tulung 2.

Sayut sidalungguh,

Katur ring klod kauh, nasi kaya citakan unti, misi cawan, cawane misi nasi apunjung, nasi batan cawane tancebin kwangen 4, nasine ring cawane celekin tunjung bang 1, tulung 2.

Upacara Dewa Yadnya berdasarkan Wewaran

Upacara Dewa Yadnya berdasarkan Wewaran

Seperti telah diketahui bahwa Sapta Wara adalah istilah lain dari nama hari-hari masehi seperti Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu. Sapta Wara itu terdiri dari Redite, Soma, Anggara, Buda, Wrespati, Sukra, Saniscara. Sedangkan untuk Panca Wara terdiri Umanis, Pahing, Pon, Wage, Kliwon.
Rerahinan yang berdasarkan pertemuan antara Panca Wara dengan Sapta Wara antara lain :

  1. Anggara Kliwon yang disebut Anggarkasih, pada hari ini adalah payogan Bhatara Ludra unutk melenyapkan kejahatan. Umat Hindu hendaknya melakukan penyucian diri dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widi.
  2. Buda Kliwon, pada hari ini adalah pasucian Sang Hyang Ayu. Hendaknya melakuka pemujaan di pamerajan atau diatas tempat tidur memuja dan mohon keselamatan kepada Sang Hyang Nirmala Jati di sertai dengan canang harum kembang payasan.
  3. Saniscara Kliwon yang disebut dengan Tumpek. Nama dari Tumpek ini disesuaikan dengan nama wuku, misalnya Tumpek yang jatuh pada wuku Landep maka disebut Tumpek Landep sebagai hari untuk melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Parama Iswara.
  4. Buda Wage yang disebut Buda Cemeng merupakan hari payogan Hyang Manik Galih yang menganugrahkan amerta di dunia.

Upacara Dewa Yadnya Berdasarkan Pawukon

Upacara Dewa Yadnya Berdasarkan Pawukon

Adapun hari raya berdasarkan Pawukon, yaitu

1. Wuku Sinta


  • Banyupinaruh Hari suci ini jatuh pada Redite Pahing. Banyu pinaruh merupakan rangkaian dari hari raya Saraswati. Pada hari ini umat Hindu melakukan pensucian (melukat) dengan mandi di pantai atau sumber air yang dianggap suci. Hal ini sebagai simbolis untuk mendapatkan kesucian secara lahiriah yang kemudian hendaknya diharapkan bisa berlaksana yang suci pula.
  • Soma Ribek Hari suci ini jatuh pada Soma Pon. Hari ini adalah khusus untuk memuliakan Dewi Sri sebagai sakti dari Dewa Wisnu yang dalam perwujudannya sebagai Sang Hyang Tri Pramana. Upacara ini dilakukan di tempat penyimpanan padi atau beras dengan mengahaturkan Nyahnyah Gringsing, Biu mas, canang ajuman dengan wewangian. Demikian pula persembahyangan dilakukan parhyangan. Pada hari suci ini umat Hindu khususnya petani melakukan pebrataan dengan tidak menjual padi atau beras, tidak menurunkan padi dari lumbung, karena Dewi Sri adalah Dewi yang dipuja dan disucikan oleh kaum petani.
  • Sabuh Mas Hari suci ini jatuh pada Anggara Wage sebagai hari-hari pemujaan kepada Sang Hyang Rambut Sedana yang dipuja sebagai Dewa harta benda yang dipuja sebagai emas dan perak. Hari suci ini juga disebut Sabuh Pipis. Pada hari ini umat Hindu melakukan brata dengan tidak melakukan transaksi hutang piutang, apalagi menjual emas.
  • Pagerwesi Hari suci ini jatuh pada Buda Kliwon sebagai hari turunnya Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasiNya sebagai Sang Hyang Pramestiguru untuk memberikan anugrah kepada manusia berupa kekuatan iman, kerahayuan, dan kedirgayusan. Selain melakukan persembahyangan di tempat-tempat suci umat Hindu melaksanakan upacara persembahan kepada Pitara atau Leluhur baik di paibon maupu di setra (kuburan). Hal tersebut menunjukkan adanya ikatan antara anak (sentana) dengan leluhur (Guru Rupaka).

Upacara Dewa Yadnya Pada Hari Purnama dan Tilem

Upacara Dewa Yadnya Pada Hari Purnama dan Tilem

Purnama dan Tilem adalah hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Hyang Widhi. 
Hari Purnama, sesuai dengan namanya, jatuh setiap malam bulan penuh (Sukla Paksa). 
Hari Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). 
Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali. Pada hari Purnama dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Chandra, sedangkan pada hari Tilem dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Surya. Keduanya merupakan manifestasi dari Hyang Widhi yang berfungsi sebagai pelebur segala kekotoran (mala). Pada kedua hari ini hendaknya diadakan upacara persembahyangan dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya.

Pada hari Purnama dan Tilem ini sebaiknya umat melakukan pembersihan lahir batin. Karena itu, disamping bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon anugrah-Nya, umat juga hendaknya melakukan pembersihan badan dengan air. Kondisi bersih secara lahir dan batin ini sangat penting karena dalam jiwa yang bersih akan muncul pikiran, perkataan dan perbuatan yang bersih pula. Kebersihan juga sangat penting dalam mewujudkan kebahagiaan, terutama dalam hubungan dengan pemujaan kepada Hyang Widhi.