Google+

Penerapan Ajaran Dharma dalam kehidupan masyarakat Bali

Penerapan Ajaran Dharma dalam kehidupan masyarakat Bali

saha-yajnah prajah srstva purovaca prajapatih anena prasavisyadhvam esa vo ‘stv ista-kama-dhuk (BG. III.X)
Terjemahannya :
Dahulu kala Prajapati menciptakan manusia dengan yajnya dan bersabda; "dengan ini engkau akan berkembang dan akan menjadi kamadhuk keinginanmu".
Dari satu sloka di atas jelas bahwa manusia saja diciptakan melalui yadnya maka untuk kepentingan hidup dan berkembang serta memenuhi segala keinginannya semestinya dengan yadnya. Manusia harus berkorban untuk mencapai tujuan dan keinginannya. Kesempurnaan dan kebahagiaan tak mungkin akan tercapai tanpa ada pengorbanan. Pengorbanan dalam hal ini bukan saja dalam bentuk materi. Segala aspek yang dimiliki manusia dapat dikorbankan sebagai yadnya, seperti; korban pikiran, pengetahuan, ucapan, tindakan , sifat, dan lain-lain termasuk nyawa sendiri dapat digunakan sebagai korban.

dengan semakin pesatnya perkembangan jaman, media internet untuk mencari dan mengkonfirmasi kebenaran sebuah kegiatan yang membudaya semakin gampang, membuat warga bali resah dan galau, hingga umat hindu bali ada yang sampai bingung dengan keyakinannya. sehingga muncul pertanyaan:
apakah kegiatan umat hindu dibali sudah sesuai dengan sastra yang digariskan oleh weda?
apakah budaya bali yang sampai kini berlangsung sudah sesuai dengan ajaran dharam?
dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan umum dari umat dibali, yang masih menanyakan keyakinannya. karena ini, melalui tulisan ini tyang akan coba memberi gambaran tentang prilaku kegiatan yang telah membudaya di bali.

secara umum, ajaran dharma sangatlah simple, dimana cara menjalankan ajaran kita yang paling mendasar adalah "Tri Kaya Parisudha". dimana dengan dasar ini perlahan-lahan dikembangkan untuk dapat mencapai tujuan agama secara umum yaitu "moksatam jagadhita ya ca iti dharma" untuk mencapai moksa yang diawali dengan kebahagiaan duniawi yang berdasarkan ajaran dharma.

Bhuta Yadnya Itu Melestarikan Alam Bukanlah Pembantaian

Bhuta Yadnya Itu Melestarikan Alam Bukanlah Pembantaian

Bhuta yadnya ngarania taur muang kapujan ring tuwuh... 
matangnyan prihen tikang bhuta hita, aywa tan maasih-ring sarwa prani... (kutipan Agastia Parwa dan Sarasamuscaya 135).

Maksudnya: 
Bhuta Yadnya namanya mengembalikan unsur-unsur alam itu dengan menghormati tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu usahakanlah kesejahteraan alam itu (Bhuta Hita) jangan tidak menaruh belas kasihan kepada semua makhluk hidup (sarwa prani).

UNTUK meningkatkan kualitas dan memperluas pengamalan agama Hindu ada baiknya diadakan pengkajian ulang dan terus menerus agar pengamalan ajaran agama Hindu itu selalu dinamis dalam mengantarkan perkembangan zaman ke arah yang semakin baik dan benar sesuai dengan petunjuk sastra suci. Pengkajian itu bukan untuk mencari-cari kesalahan-kesalahan penerapan agama Hindu yang dilakukan oleh pendahulu-pendahulu kita sebelumnya. Dengan kondisi yang serba terbatas leluhur umat Hindu dimasa lampau sudah mewariskan tradisi beragama Hindu yang masih sangat baik dan masih banyak yang relevan dengan isi pustaka suci sabda Tuhan. Namun demikian dalam beberapa hal perlu ada penyempurnaan-penyempurnaan dalam beberapa aspeknya.