Pages

I Gusti Wayahan Pamedekan – Babad Tabanan (-1647)

I Gusti Wayahan Pamedekan – Babad Tabanan (-1647)

Kembali diceritakan, dahulu ketika Sang Prabhu Winalwan Raja IV menyerahkan kerajaan kepada puteranya, maka dilantiklah I Gusti Wayahan Pamedekan bergelar Arya Ngurah Tabanan Natha Singhasana. Adiknya I Gusti Made Pamedekan, yang terkenal sakti dan kebal sebagai pengawal pribadi kakaknya.

I Gusti Wayahan Pamedekan berputera 2 orang:
  1. I Gusti Nengah Mal Kangin
  2. seorang puteri.tidak disebutkan namanya

Raja I Gusti Wayahan Pamedekan, atas perintah Dalem Di Made dari Suwecapura (Gelgel), berangkat ke Blambangan bersama Kyai Ngurah Pacung memimpin laskar Bali menyerang laskar Sultan Agung Mataram. Beliau Berdua tidak berhasil dalam berperang karena kebanyakan musuh, Dalam pertempuran itu pasukan Bali kalah.

Kiyai Wayangan Pemandekan :
"..... Hai adikku, perintahkan seluruh pasukan perang balik ke Bali, biarlah aku menghadapi pasukan perang Mataram seorang diri ....."
Itulah teriakan dan sikap satria
Kiyai Wayahan Pemandekan untuk menghindari korban yang lebih banyak di pihak Bali

Menurut ‘Kidung Pamancanggah” disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Dalem Di Made telah dilakukan pertemuan penting di istana Gelgel yang dihadiri oleh seluruh pemuka pemuka di wilayah Bali yang mana pertemuan tersebut membahas tentang perebutan wilayah Kerajajaan Gelgel didaerah Pasuruan yang dilakukan oleh Kerajaan Mataram di Jawa Tengah.


Seperi diketahui bahwa pada Jaman Pemerintahan Dalem Waturenggong yang merupakan masa Keemasan Kerajaan Gelgel wilayahnya meliputi Pasuruan dan Blambangan di Jawa Timur, Bali, Lombok dan Sumbawa. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa wilayah tersebut harus direbut kembali dan Dalem Dimade akan mengirimkan pasukan dalam jumlah besar untuk melaksanakan misi tersebut.

Adalah Kiyai Wayahan Pemandekan dan adiknya Kiyai Made Pemandekan anak Jawa Cokorda Winalwan Raja Tabanan Kiyai Pacung ditunjuk oleh Dalem Di Made sebagai pimpinan laskar Bali untuk membebaskan wilayah Blambangan dari pendudukan Kerajaan pasuruan Timur dengan kekuatan laskar 20.000 pasukan. Maka pada hari yang ditentukan yaitu sasih keempat Minggu pon berangkatlah pasukan dari Bali dengan persenjataan lengkap dan mendarat di pantai Jawa Timur.

Rupanya kedatangan pasukan dari Bali telah diketahui oleh Kerajaan Mataram sehingga pertempuran yang sengit tak bisa dihindarkan lagi. Pasukan dari Bali walaupun jumlahnya lebih sedikit namun tidak sedikitpun menunjukkan rasa takut mereka terus bertempur sampai titik darah penghabisan. Namun demikian karena kalah dalam jumlah pasukan maka Laskar Bali dapat dipukul mundur oleh Kerajaan Mataram.

Merasa kekalahan sudang diambang mata maka sebagai pimpinan pasukan Kiyai Wayahan Pemandekan memerintahkan adiknya Kiyai Made pemandekan untuk mundur dan segera balik ke Bali. Sedangkan Kiyai Wayahan Pemandekan terus bertekad maju ke garis depan tanpa memikirkan keselamatan dirinya. Beliau dikurung oleh ratusan prajurit Mataram, walaupun beliau kebal dan tidak terluka sedikitpu oleh senjata musuh namun lama kelamaan tenaga beliau habis sehingga jatuh lemas ditanah.

Pada saat itulah beliau berwasiat
Semoga keturunanku kelak turun temurun tidak ada yang kebal agar tidak mengalami siksaan seperti yang kualami” 
Di Hadapan Raja Mataram beliau mengatakan bahwa beliau telah kalah dan sekarang menjadi tawanan dan sebagai seorang kesatria maka kekalahan harus ditebus dengan kematian. Beliau mempersilahkan Raja Mataram untuk membunh dirinya.

Raja Mataram termanggu dan kagum akan keberanian serta jiwa satria Kiyai Wayahan Pemandekan dan merasa yakin bahwa tawanan ini bukanlah orang sembarangan. Raja Mataram kemudian menyakan asal usul Kiyai Wayahan Pemandekan dan dijawab oleh Beliau bahwa beliau adalah anak dari Raja Winalwan yang berkuasa di Tabanan keturunan Arya Kenceng dari Kerajaan Majapahit.

Raja Mataram semakin tertarik akan prilaku tawanannya ini dan menawarkan kepada Kiyai Wayahan Pemandekan untuk tinggal di Mataram karena orang orang seperti inilah yang dibutuhkan oleh Kerajaan Mataram untuk mempertahankan wilayah kekuasaanya. Bahkan Raja Mataram memberikan anak perempuannya untuk dijadikan istri oleh Kiyai Wayahan Pemandekan agar kelak menurunkan putra putra yang perkasa seperti ayahnya.

Demikianlah sejak itu Kiyai Wayahan Pemandekan dijadikan menantu oleh Sutan Agung Raja Mataram, tinggal di Kerajaan Mataram dan dari pernikahannya tersebut lahir seorang putra yang diberi nama Raden Tumenggung.

Sedangkan Ki Gusti Made Pamadekan melarikan diri hingga sampai ke Bali dan memegang kekuasaan dengan sebutah Dangrurah Tabanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar