Google+

Jenis dan Makna Tirta Pengabenan

Jenis dan Makna Tirta Pengabenan

Ngaben dengan Banyak Tirta Saban upacara ngaben saya sering memperhatikan pemakaian sejumlah tirta. Di antaranya:

  • tirta panembak, 
  • tirta pangentas, 
  • tirta balu, 
  • tirta pamanah, dan lain sebagainya. 

Dilihat dari nama-nama tirta bersangkutan, rasanya nama tirta tersebut berasal dari bahasa lokal, yakni bahasa Bali, bukan dari bahasa Sansekerta.

Pertama, saya ingin tanyakan makna kata panembak, pangentas, pamanah, termasuk kata balu. 
Dilihat dari bentuk, fungsi, dan maknanya apa sesungguhnya hakikat yang dimaksud tirta-tirta tersebut? 
Misalnya, kenapa disebut tirta balu, tirta panembak, tirta pangentas, dan tirta pamanah ?
Kedua, bagaimana urutan yang benar pemakaian bersangkutan dalam upacara ngaben?
Ketiga, baru-baru ini seorang teman yang sempat bertirtayatra ke Sungai Gangga, India, menawari saya semangkok tirta dari Sungai Gangga. Menurut penuturan teman saya, konon tirta ini bagus untuk memerciki jenazah yang segera dibakar, karena menghapus segala dosa dan kepapaan, melengkapi tirta-tirta lain yang lumrah dipakai di Bali. Karena dia teman baik, saya terima saja tirta bersangkutan, namun karena ragu tirta itu saya simpan di mrajan. Saya belum berani memakai tirta dari Sungai Gangga itu sembarangan. 
Pertanyaan saya, patutkah tirta Gangga itu dipakai dalam upacara ngaben? 


Simbolisasi atau pelambangan dalam agama Hindu disebut nyasa. 
Simbolisasi itu diakui oleh agama Hindu betapa penting digunakan dalam upaya manusia menghubungkan diri dengan Hyang Widhi—karena Hyang Widhi hanya dapat diwujudkan dalam suatu pelambangan. Simbol-simbol itu sendiri penting pula artinya bagi ajaran psikokosmos, suatu ajaran yang dijelaskan berdasarkan simbol-simbol alam kejiwaan dan alam dunia fana ini, juga hubungannya dengan alam gaib, dalam bentuk hubungan makrokosmos dengan mikrokosmos atau buana-agung dengan buana-alit. 

Dunia atau buana-agung ini adalah suatu realitas yang dihadapi manusia. Adanya manusia itu sendiri juga adalah suatu realitas. Maka itu, dalam diri manusia muncul suatu dorongan ingin tahu terhadap sesuatu secara realitas pula. Dengan lain kata, bahwa segala sesuatunya ingin dihayati secara realitas. Atas dasar pandangan ini maka suatu yang abstrak ingin diwujudkan secara konkret oleh manusia. Dalam upaya mengongkritkan yang abstrak itulah muncul suatu simbolisasi atau lambang dalam imajinasi manusia yang kemudian diekspresikan ke dalam suatu wujud konkret.

Simbolisasi Hyang Widhi bermacam-macam bentuknya, sesuai tanggapan rohani manusia. Simbol itu merupakan inspirasi para seniman yang hendak menggambarkan Hyang Widhi dalam seni dan imajinasi manusia, dan berarti penggambaran sifat-sifat Hyang Widhi yang dituangkan ke dalam seni, baik seni rupa, seni sastra, maupun seni bahasa. Dengan demikian, maka banyak simbol yang dijumpai dalam agama Hindu.Tirta merupakan simbol atau pelambang penyucian atau pemutus, penangkal, dan lainnya. 

Tirta ada dua macam, yaitu:

  • tirta yang didapat dengan memohon kepada Tuhan dan batara-batara, 
  • kemudian ada pula tirta yang dibuat pendeta lewat puja.

Tirta bukanlah air biasa, melainkan benda materi yang sakral dan mampu menumbuhkan perasaan, pikiran yang suci, untuk membuktikan kesuciannya. Tirta itu dasarnya adalah kepercayaan. Tanpa kepercayaan penganut Hindu tak akan dapat membuktikan bahwa itu bukan air biasa. 

Tirta adalah sarana agama

Membuktikan kebenaran agama dasar utamanya adalah kepercayaan. 
Rasio hanya sebagai pembantu saja .Kalau tirta itu dipandang secara rasional semata, tidaklah lebih daripada air biasa. Bila diuraikan secara ilmu kimia adalah H2O, yaitu dua hidrogen dan satu oksigen. Karena itu, kesucian tirta hanya dapat dibuktikan kalau diyakini sebagai benda agama, di mana di dalamnya terdapat kekuatan spiritual para dewa sebagai manifestasi Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Itu pula sebabnya penganut Hindu dalam melakukan persembahyangan, sikap yang paling penting ditumbuhkan pada diri sendiri adalah kepercayaan pada sarana-sarana tersebut, sebagai bukti sarana yang memiliki kekuatan magis, relegius, yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Kuasa.Setiap banten dalam upacara yajnya, sebelum dipersembahkan, terlebih dahulu dibersihkan serta disucikan secara simbolis dengan tirta pembersihan yang dibuat pendeta. 

Kewajiban menyucikan upacara atau banten yang akan dipersembahkan disebutkan dalam lontar Kusuma Dewa Gong Wesi sebagai berikut: 
salwir bebanten yadnya matirta yan tan karyan pedanda putus ten ketampi aturannya” 
Artinya: 
segala/sajian bebanten kalau tidak disucikan dengan tirta yang dibuat oleh padanda utama, tidak akan diterima persembahannya.
Berpijak dari penjelasan dalam lontar Kusuma Dewa Gong Wesi tadi, maka setiap upakara yang disucikan dan digunakan sebagai sarana persembahan, terlebih dahulu diperciki tirta pangelukat. 

Istilah pangelukat berasal dari kata lukat yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti ‘pembersihan'. Ini proses penyucian tahap pertama untuk membebaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan upacara keagamaan dari segala kotoran fisik dan spritual. 
Adapun tirta pembersihan merupakan suatu kenyataan bahwa segala sesuatu itu sudah benar-benar bersih suci.Ada beberapa tirta atau toya yang dipakai dalam sebuah upacara, antara lain:

  • tirta pembersihan;
  • tirta pangelukatan;
  • tirta kakuluh;
  • tirta panembak;
  • tirta pamanah;
  • tirta pangentas.

Pendeta dalam membuat tirta pembersihan dan pangelukatan terhadap segala perlengkapan dalam upacara menggunakan mantra Aspu Dewa, yakni mantram yang memohon kepada Dewi Gangga agar menyucikan atau melepaskan segala yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara dari segala pengaruh negatif. Di samping itu, ada pula pendeta menggunakan mantram pangelukatan lain.
Untuk pangelukatan segala sesajen mantramnya: 
"Om sidhi Guru Srang Sarasat,
Om sarwa wighanaya namah,
sarwa klesa sarwa roga,
sarwa satru, sarwa papa, winasaya namah swaha” 
Mantra tadi adalah mantram tirta pangelukatan yang dibuat pendeta. Mantra ini pada hakikatnya bertujuan agar upacara dapat terlepas dari godaan atau hambatan. Penyakit, cacat, musuh, dan papa supaya lenyap semua. Jika tirta dari pamangku atau pinandita umumya dibuat melalui memohon ke hadapan Dewa Siwa atau nuur. Dewa Siwa yang berstana di Pura Besakih (Gunung Agung) puja permohonan tirtanya terdapat dalam mantram puja lontar Sangkul Putih, dalam bentuk puja saa pamangku. Puja pembuatan tirta ini untuk penyucian sesajen dan alat-alat kelengkapan upacara. 

Adapun pembuatan tirta pangelukatan untuk hal-hal lain, misalkan tirta pangelukatan pitra yajnya, berbeda dengan tirta pangelukatan untuk yajnya lain.Tirta pangelukatan pitra yajnya terdapat dalan lontar Pitra Yajnya, sedangkan puja pangelukatan untuk orang sakit dicantumkan dalam lontar-lontar Usadha.Selain tirta pangelukatan, dikenal pula tirta pembersihan ( pabersihan—R ed.) yang fungsinya sama dengan tirta pangelukatan. Cuma, tirta ini dipergunakan untuk penyucian tingkat lanjut. 

Kalau tirta untuk memohon kelepasan segala kotoran, maka pemujaan ditujukan kepada Dewa Gangga dan Dewa Siwa.Puja pembuatan tirta pembersihan, di samping pada Dewi Gangga juga ditujukan kepada Pancadewata dalam lambang wijaksara sebagai urip bhuana dan ditujukan pada sungai-sungai suci di India, sebagai wujud nyata anugerah Tuhan untuk pembersihahan secara lahir dan batin semua unsur yang terkait dengan yajnya . Puja pembuatan Tirta pembersihan tersebut antara lain:
Om Anantasana ya namah
Om Padmasana ya namah
Om, i, ba, sa, ta, a,
Om, ya, na, ma, siwa,
Mang Ang Ung Namah,
Om Dewa Pratistha ya namah
Om Sa ba ta a i
Om nama siwa ya
Ang Ung Mang Namah
Om Gangga Saraswati Sindhu, 
Wipasa Kausikinadhi, 
Yamuna maha srestha 
Serayu ca mahanadhi,
Om Ganggadewi maha punya 
Ganggasahastra medhini.
Gangga tarangga Samyukte 
Ganggadewi namostute,
Om Gangga mahadewi sadupama mrtanjiwani.
Ongkaraksa bhuwana padamrta manohara,
Utpati sarwanitaca, utpatiwa sriwahitan.
Puja tadi bermakna lebih meningkatkan kesucian dengan memuja kekuatan suci Tuhan yang diwujudkan ke dalam tujuh sungai di India yang dianggap sebagai lambang penyucian. Ketujuh sungai yang sering pula disebut Saptatirta itu: Sungai Gangga, Saraswati, Sindhu, Yamuna, Serayu, Kausaki, dan Mahasresta. 

Demikianlah, tirta pangelukatan dan tirta pembersihan, mempunyai makna pembersihan, penyucian lahir dan batin terhadap seluruh unsur yang terkait dalam pelaksanaan upacara pancayajnya. Setelah tahu bahwa sulinggih atau pendeta memuja air suci Gangga di India untuk “diturunkan” ke Bali, akhirnya tak perlu mendapatkan air suci Gangga lagi

Kalau ada yang memberi atau membawakan, tidak apa. 
Boleh saja dipakai.Arwah orang yang baru meninggal dan belum diaben disebut petra, yakni arwah yang masih dilekati kekotoran sehingga perwujudannya disebut bhutacuil. Arwah demikian masih berada di bhuh-loka.
Apabila sudah diabenkan, maka arwahnya disebut pitara. Arwah ini telah suci karena sudah melakukan dwijati dengan memohonkan pada Hyang Widhi. 

  • Arwah yang demikian itu sudah berada di bhuwah-loka, disebut pula alam pitra. 
  • Arwah dalam tingkatan pitara belum bisa ke swah-loka atau alam dewata yang juga disebut swarga, karena belum melakukan upacara peningkatan kesucian yang terakhir, yaitu upacara mamukur atau nyekah . 

Mamukur artinya menuju alam atas, yakni alam di atas bhuwah-loka, yaitu swah loka. Swah loka juga disebut swarga yang artinya berada di dalam swah. Upacara mamukur adalah upacara peningkatan kesucian arwah menjadi dewa pitara, artinya pitara yang telah berada di alam-dewa, yaitu swah-loka. Karena dewa pitara yang sudah penuh kesuciannya berada di alam-dewa dan juga berfungsi membimbing serta melindungi kehidupan keturunannya, maka dewa pitara juga diberikan sebutan batara kawitan, sebagaimana yang dipuja di palinggih kamulan atau kawitan oleh keturunannya. 

Di samping tirta pembersihan yang telah diuraikan, khusus dalam upacara ngaben ada pula tirta:

  1. toya panembak yang digunakan saat memandikan mayat. Tirta ini mengandung makna membersihkan jasad orang yang meninggal dari kotoran-kotoran lahir batin. Toya ini diperoleh pada tengah malam dan mengambilnya pertama dari hilir ke hulu secepat kilat. Saat memandikan mayat, toya panembak akan dipergunakan dari hulu ke hilir.
  2. tirta pangelukatan. Tirta ini mengandung arti bahwa orang yang diabenkan diruwat mala pataka- nya oleh tirta ini.
  3. tirta pamanah. Satu jenis air suci yang diperoleh dari sumber air suci pada waktu upacara ngening. Orang-orang mencari air suci dengan membawa “panah” yang dibuat dan diberikan mantra oleh pendeta. Air suci itu akan dipakai saat jenazah dimandikan.
  4. tirta pangentas. Kata pangentas berasal dari tas yang berarti putus. Dalam upacara pengabenan ada istilah tiuk pangentas yang artinya pisau untuk memutuskan tali pengikat gulungan jenazah. Tirta pangentas merupakan air suci yang dibuat dengan mantra sulinggih sang pamuput, bertujuan memutuskan ikatan purusa dengan prakerti sang mati guna dikembalikan kepada sumbernya masing-masing. Pada pelaksanaan ngaben yang besar, tali pengikat purusa dan prakerti dilukiskan sebagai naga banda yang berarti naga pengikat. Dalam lontar Tutur Suksma ada disebutkan bahwa yang dimaksud naga adalah bayu atau energi yang muncul sebagai akibat menyatunya purusa dan prakerti . Tanpa tirta pangentas itu, ikatan purusa dengan prakerti tak akan bisa diputuskan.Bagi orang-orang yogin, mereka telah dapat memutuskan sendiri ikatan dengan kekuatan yoganya sehingga mereka bisa melakukan moksa angga . Dalam Yoga Kundalini dikemukakan, apabila yoganya telah mencapai titik kulminasi maka akan muncul panas dan dari panas inilah muncul api yang membakar stula -nya, sebagaimana yang dilakukan Ida Padanda Sakti Wawu Rauh di Uluwatu pada zaman dulu. Itu sebabnya, tirta pangentas sangat prinsipil kehadirannya dalam upacara ngaben.Bila ditinjau dari sisi materialnya, tirta pangentas tak banyak berarti, namun dari sudut spiritual tirta inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya upacara ngaben dimaksudkan mencapai tujuan. Seberapa besar upacara ngaben dilaksanakan, jika tak memakai tirta pangentas , maka upacara itu akan sia-sia.
  5. tirta kakuluh, bermaksna sebagai pemberian restu kepada orang yang diabenkan. 
Khusus untuk tirta balu, seperti yang Saudara tanyakan, sayang penulis belum pernah melihat atau memberi penjelasan mengenai tirta jenis ini. demikian sekilas tentang Jenis dan Makna Tirta Pengabenan, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar