Pages

Punarbhawa itu kesempatan melunasi hutang karma

Punarbhawa itu kesempatan melunasi hutang karma

Kelahiran kembali ke dunia fana atau alam material akibat hutang karma yang belum lunas, oleh Veda disebut punarbhava (punar = lagi, dan bhava =lahir, menitis atau menjelma).

Secara umum, punarbhava disebut reinkarnasi (reincarnation) yang berarti penjelmaan kembali atau tumimbal lahir. Artinya, sang makhluk hidup (jiva) yang di-belenggu oleh hutang karma dari penjelmaan sebelumnya, harus menjelma (lahir) lagi ke dunia fana dengan badan jasmani baru tertentu (manusia, deva, hewan, reptil atau badan jenis lain) untuk menikmati atau menderita akibat (phala) dari perbuatan (karma) yang telah dilakukannya itu.

Dengan ber-punarbhava sebagai manusia, sang makhluk hidup (jiva) dapat kesempatan untuk :
  1. Mengurangi hutang karma buruk (asubha-karma).
  2. Menambah hutang karma bajik (subha-karma), dan
  3. Berangsur- angsur melunasi segala hutang karma bajik dengan tekun melakukan pelayanan bhakti (cinta-kasih) kepada Sri Krishna.
Jika seseorang sudah tidak memiliki (=bebas dari segala ) hutang karma buruk dan bajik, itu berarti dia telah tersucikan, berada pada tingkat spiritual, dan memenuhi syarat untuk kembali tinggal di alam rohani.



HUTANG HARMA BURUK YANG SEMAKIM MENUMPUK

Pada jaman modern yang materialistik sekarang, kebanyakan orang sibuk dalam beraneka-macam kegiatan pamerih mengejar kesenangan duniawi semu dan sementara (maya-sukha). Begitulah, hidup sesat memuaskan indriya jasmani hanyalah menambah hutang karma buruk (asubha-karma) belaka.

Reaksi (phala) hutang karma buruk yang semakim menumpuk dan meluas di masyarakat ditunjukkan oleh fakta-fakta berikut:
  1. Kehidupan di kota-kota besar semakim tidak tenang, tidak aman, tidak nyaman dan tidak damai.
  2. Perang, teror bom bunuh diri dan beraneka-macam tindak kekerasan lain semakim meluas.
  3. Bencana alam (banjir, gempa, kebakaran hutan, angin topan, tsunami, musim kering panjang, dsb) terjadi silih berganti.
  4. Bermacam-macam penyakit kembali mewabah tanpa bisa dicegah.
  5. Beraneka-macam perbuatan curang, korup, dusta, jahat dan amoral semakim meluas.
  6. Kerusakan alam dan lingkungan hidup semakim parah.
Mereka yang disebut kaum intelektual modern dengan beraneka-macam gelar akademik, tidak perduli pada hukum universal Tuhan “KARMA-PHALA dan PUNARBHAVA”ini. Mereka tidak mau mengerti bahwa kehidupan manusia yang semakim menderita di muka Bumi adalah karena akibat (phala) hutang karma buruk yang semakim menumpuk dan meluas di masyarakat.

Oleh karena buta dan tuli rohani, mereka yang disebut para sarjana duniawi bertabiat materialistik, tidak sadar bahwa teori-teori hidup bahagia di dunia fana melalui pemuasan indriya badan jasmani yang mereka ciptakan dan di praktekkan oleh rakyat, hanya semakim menambah dan memperbanyak hutang karma buruk di masyarakat manusia modern.


PENGETAHUAN TENTANG HUKUM KARMA-PHALA DAN PUNARBHAVA

Pengetahuan ini adalah bagian dari pengetahuan Veda. Ia mencakup pengetahuan tentang:
  1. Sang makhluk hidup (jiva/roh).
  2. Alam material (dunia fana) dan alam spiritual (dunia rohani).
  3. Tiga sifat alam material (Tri-guna).
  4. Hakekat badan jasmani.
  5. Para deva pengendali urusan material dunia fana.
  6. Watak Sura dan Asura, dan
  7. Prinsip-prinsip dharma dan adharma.
Oleh karena hukum Tuhan yang universal ini adalah bagian dari pengetahuan Veda, maka ia harus dimengerti sesuai petunjuk Veda yaitu mendengar pengetahuan ini dari sang Acarya (guru kerohanian) yang memiliki garis perguruan (sampradaya) sah dan mengajarkan berdasarkan prinsip parampara atau proses deduktip.


AWAL DARI ASUBHA-KARMA


Keinginan (iccha) untuk menikmati secara terpisah dari Sri Krishna dan keengganan (dvesa) untuk melayani Beliau di dunia rohani adalah awal dari asubha-karma (perbuatan buruk) sang makhluk hidup (jiva). Sri Krishna berkata;
Iccha dvesa samutthena dvandva mohena bharata sarge yanti parantapa, (Bhagavad Gita 7.27)
O keturunan Bharata, dibuai oleh keinginan menikmati secara terpisah dariKu dan keengganan melayaniKu, wahai Penakluk musuh, maka ia (sang jiva) jatuh ke alam material” .

Dengan kata lain, sang makhluk hidup (jiva) menyalahgunakan kebebasan/kemerdekaan sedikit yang dimilikinya dengan menyimpang dari kedudukan dasarnya sebagai abdi/pelayan kekal Tuhan di dunia rohani.

Karena itu, Sukadeva Gosvami memberitahu Raja Pariksit,
“Oleh karena na bhajante, tidak mau meng-abdi kepada Tuhan Krishna dan avajananti, tidak senang kepada Beliau, maka sthanad brastah patanti adhah, jatuhlah sang jiva ke alam material” (Bhagavata Purana 11.5.3).

Sri Krishna maha pemurah, sehingga atas karunianya, sang jiva diberi kesempatan dan tempat untuk merealisir keinginan (iccha) dan keengganan (dvesa) nya itu dengan tinggal di dunia fana atau alam material. Tidak disadari oleh sang jiva bahwa iccha dan dvesa demikian adalah kesesatan yang menyebabkan dirinya jatuh dan hanyut dalam samudra derita kehidupan material dunia fana.


JENIS KARMA DITENTUKAN OLEH UNSUR-UNSUR TRIGUNA

Veda menyatakan,
Guna bhavyena karmanah, kegiatan timbul karena terjadi interaksi tiga sifat alam material dalam badan jasmani (Bhagavata Purana 11.11.10).
Gunaih karmani sarvasah, segala macam kegiatan timbul karena interaksi sifat-sifat alam material (Bhagavad Gita 3.27).

Hubungan antara Tri-Guna (tiga sifat alam material yaitu: sattvam, rajas dan tamas) dengan perbuatan/kegiatan (karma), dharma dan adharma, watak Sura (daivi sampad) dan Asura (asuri-sampad) dan tujuan yang dicapai, secara umum dapat dilihat sebagai berikut

PIKIRAN ADALAH PUSAT SEMUA INDRIYA JASMANI

Pikiran dikatakan pusat semua indriya jasmani, sebab pikiranlah yang mengendalikan semua indriya dan tanpa ada kontak ke pikiran, setiap indriya tidak bisa melakukan fungsinya masing-masing. Misal, sang bhakta yang sedang asyik ber-japa sambil mengingat lila Sri Krishna, tidak melihat ataupun mendengar apapun yang terjadi disekeliling dirinya.

Karena itu, orang sungguh mendengar atau melihat jika informasi tentang obyek yang di dengar telinga atau dilihat mata, diterima (=masuk kedalam) pikiran. Dengan kata lain, orang benar-benar mendengar atau melihat jika ada perhatian dari pikiran terhadap obyek yang didengar atau di lihat.

Selama belum ada keputusan dari pikiran, maka selama itu indriya-indriya jasmani (telinga, mata, hidung, lidah, kulit, tangan, kaki. mulut, anus dan kemaluan) tidak akan melakukan kegiatan apapun.


PROSES TERJADINYA KARMA

Badan jasmani sang makhluk hidup (jiva) terdiri dari:
  1. Badan jasmani halus (subtle material body) yang tersusun dari: pikiran, ego dan kecerdasan.
  2. Badan jasmani kasar (gross material body) yang tersusun dari : akasa, udara, api, air dan tanah. (Perhatikan Bhagavad Gita 7.4).
Selanjutnya dikatakan bahwa indriya-indriya jasmani lebih halus dari pada obyek-obyeknya. Pikiran lebih halus dari pada indriya-indriya. Kecerdasan lebih halus dari pada pikiran. Dan sang makhluk hidup (=jiva yang diselimuti ego) lebih halus dari pada kecerdasan (perhatikan Bhagavad Gita 3.42). Berdasarkan sloka-sloka Veda tersebut diatas, proses terjadinya karma dapat dijelaskan sebagai berikut.


PROSES TERJADINYA PHALA

proses terjadinya karma dapat dijelaskan sebagai berikut;


PROSES TERJADINYA PUNARBHAVA

Segala karma (perbuatan/kegiatan) yang dilakukan oleh indriya-indriya badan jasmani terrekam di dalam pikiran, sehingga setiap orang bisa ingat karma yang dilakukan beberapa hari, sebulan atau pun setahun yang lalu.

Daya tampung pikiran dalam merekam data-data kegiatan yang di-lakukan oleh badan jasmani kasar sang makhluk hidup (jiva) tak dapat ditandingi oleh daya tampung hard disk komputer bikinan sang manusia yang teramat canggih.

Hubungan antara pikiran dengan hukum karma-phala dapat dijelaskan secara analogis sebagai berikut;

Oleh karena ada benih yang ditaburkan di lahan itu, maka ia (benih itu) tumbuh, lalu berbuah dan kemudian di panen oleh si penabur benih. Begitu pula, oleh karena ada karma (perbuatan) yang dilakukan, maka ada phala (akibat) yang timbul dan harus ditanggung oleh si pelaku yaitu sang jiva berjasmani manusia.

Sedangkan jenis karma dalam hubungannya dengan phala (akibat) nya dapat dijelaskan sebagai berikut;

Sancita-karma membentuk hutang-hutang karma yang menumpuk mengotori pikiran. Hutang-hutang karma ini adalah rekaman beraneka-macam kegiatan pamerih memuaskan indriya jasmani dan membuai sang jiva dengan beraneka-ragam niat, minat, kehendak, dambaan dan keinginan untuk menikmati kesenangan material dunia fana.

Dengan kata lain, hutang karma yang mengotori pikiran, mengikat sang jiva dengan cita-cita untuk terus tinggal dan hidup di alam material dan menikmati kesenangan material dengan berbagai cara.

Pada saat kematian, badan jasmani kasar (gross material body) sang jiva segera membusuk dan hancur. Tetapi ia (sang jiva), dengan berkendaraan badan jasmani halus (subtle material body) yang tersusun dari ego, kecerdasan dan pikiran (yang dimuati bermacam-macam hutang karma), berpindak ke badan jasmani kasar baru tertentu sesuai dengan macam kesadarannya pada saat ajal.

Sri Krishna berkata,
Yam yam vapi smaran bhavam tyajaty ante kalevaram tam tam evaiti kaunteya sada tad bhava bhavitah, (Bhagavad Gita 8.6)
keadaan apapun yang seseorang ingat pada saat ajal, pasti keadaan itu yang akan dia peroleh” 

Begitulah pada saat ajal, seseorang pasti hanya ingat karma (perbuatan) yang paling sering dilakukan dan paling disukainya atau menjadi hobi. Dan ingatannya itu menentukan macam kesadarannya pada saat kematian mengakhiri hidupnya.

baca juga artikel yang terkait dengan punarbhawa:
Demikian sekilas artikel tentang Punarbhawa itu kesempatan melunasi hutang karma, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar