Setelah prawacana dari penulis, dicukil secara singkat Bali di jaman lama. Lalu turun Sanghyang Pasupati di Bali. Adanya gunung- gunung di pulau Bali. Catatan tentang meletusnya Gunung Agung.
- Kamis, Kliwon, bulan mati, (tilem), sasih ke-4, Isaka 11 (tahun 89 M).
- Bulan (sasih) ke-5 (November), Jumat, Kliwon, Tolu, tahun Çaka 70 (tahun 148 M).
- Bulan (sasih) ke-6 (Desember), hari ke-5 bulan hidup, Anggara, Kliwon, Prangbakat, Isaka 113 (tahun 191 M). Hyang Pasupati memerintahkan para dewata ke Bali antara lain: Bhatara Mahadewa, Dewi Danuh, Bhatara Gnijaya. Terjadi letusan Gunung Agung.
- Selasa, Kliwon, Julungwangi, bulan ke-2 (Juli), hari 1 bulan hidup, Isaka 118 (tahun 196 M). Turun para dewata ke Bali: Bhatara Manik Kumayang, Sanghyang Manik Galang, Sanghyang Tugu, dan lain-lain.
Dilanjutkan dengan ceritera Sri Masula-Masuli turun temurun, sampai dengan matinya Mayadanawa oleh Sanghyang Indra.
Masa pemerintahan Erlangga di Daha, datang para Mpu yaitu:
- Mpu Gnijaya,
- Mpu Mahameru,
- Mpu Ghana,
- Mpu Kuturan dan
- Mpu Baradah.
Terjadi dialog antara Erlangga dengan para Mpu itu, tentang asal dan tujuannya. Tinggal Mpu Baradah di Pajarakan, yang lain-lain semua ke Bali. Hanya Mpu Gnijaya pergi balik ke Bali dan Jawa.
Mpu Gnijaya berputra tujuh orang
- Mpu Ketek,
- Mpu Kanandha,
- Mpu Wiranjaya,
- Mpu Witadharma,
- Mpu Raga Runting,
- Mpu Prateka,
- Mpu Dangka.
Mpu Gnijaya pergi ke Bali hari Kamis, Paing bulan (sasih) Kasa, Isaka 1079 (tahun 1157 M) berjumpa dengan adik-adiknya kemudian bersama-sana memuja ke Besakih.
Para Mpu itu telah menetap di masing-masing desa hanya Mpu Gnijaya pergi balik ke Bali dan Jawa.
Mpu Mahameru di Besakih, Mpu Kuturan di Silayukti, Mpu Ghana di Gelgel.
Ketujuh orang Mpu putra Mpu Gnijaya masing-masing telah mempunyai keturunan.
Mpu Baradah pergi ke Bali menghadap kakaknya Mpu Kuturan. Dalam pertemuan itu mereka mendemonstrasikan tinggi ilmunya masing-masing. Tiga butir telur, ditumpuk diterka oleh Mpu Baradah apa yang akan menetas dari dalam telur itu masing-masing. Kemudian menghadap pula Mpu Baradah kepada kakak-kakaknya yang lain dan bersama-sama merayakan hari Sugih manek dan lain-lain.
Para Mpu putra- putra Mpu tujuh bersaudara (sanak pitu putra Mpu Gnijaya) masing-masing telah mempunyai keturunan (Generasi ke-4).
Para Mpu itu mengungsi ke Tumapel, Pasuruhan, dan Keling karena keangkuhan tindak-tanduk Prabu Dangdang Gendis. Para Mpu itu antara lain:
- Sanghyang Pamaca,
- Mpu Swetawijaya,
- Mpu Wiranata,
- Mpu Wiradharma,
- Mpu Paramadaksa,
- Mpu Prateka Yajnya,
- Mpu Wiradangka. Dan para Mpu tersebut juga mempunyai keturunan masing-masing.
Bali ditaklukkan oleh Majapahit, maka Gajah Mada mengutus Mpu Dwijaksara serta sanak saudaranya datang ke Bali untuk mengatur pulau Bali.
I Guto abdi Mpu Dwijaksara bertindak sebagai seorang pendeta menyelesaikan upacara Agama, akhirnya diberi nama I Sanggu, serta kewajiban sesuai dengan kecakapannya.
Mpu tujuh bersaudara itu telah mempunyai keturunan di pulau Bali.
Patih Ulung dengan rombongan menghadap ke Majapahit memohon kepada Raja Majapahit dan Gajah Mada agar segera ditempatkan seorang Adipati di Bali.
Gajah Mada menempatkan para adipati di daerah-daerah kekuasaan Majapahit, terutama di Bali yang didampingi oleh para Arya.
Ceritera tentang Bandesa Kaywan kedatangan Danghyang Kanaka, sampai dengan lahirnya
- I Pangeran Mas.
Riwayat I Gusti Tangkas Dimade, dibunuh oleh ayahnya sendiri, karena upaya licik dari pihak lain yang kemudian memperoleh anugrah dari Dalem, lahir I Gusti Tangkas Koriagung. Kemudian keturunannya wanita diperistri oleh putra I Gusti Agung Pasek Gelgel, dengan janji bersedia sebagai pewaris keseluruhannya.
De Pasek Tutuwan memperistri putri Arya Timbul dengan janji "menyembah" Arya Timbul kemudian. Riwayat timbulnya istilah "Bale Pegat".
Dalem memberikan tugas kewajiban kepada para Pasek masing-masing, serta memberikan dana bukti dan kewenangan dalam upacara keagamaan.
Dilanjutkan dengan keturunan para Pasek serta tempat tinggalnya tersebar di Bali.
Dalem Pemayun pindah dari desa Perasi ke Tambega (Kabupaten Karangasem), menyebarkan keturunan Pasek dan para Arya pengiringnya di desa-desa di (Kabupaten) Karangasem.
Hancurnya desa Tulamben menimbulkan suatu perpindahan penduduk cukup besar. Kemudian para Pasek sampai ke Sidemen menghambakan diri kepada I Dewa Gde Dangin Saksi Jambe (keturunan Dalem Pemayun) di Sidemen. Mereka ditempatkan di desa Sanggem.
Koleksi Pura Dadya Pasek, Gamongan. Sidemen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar