Pada masa ini kekuasaan di wilayah Badung dipegang oleh 3
Kerajaan yaitu
- Puri Satria keturunan Jambe Merik (Putra Raja Pemecutan I)
- Puri Pemecutan
- Puri Kesiman
Dari ketiga kerajaan tersebut yang paling berpengaruh
adalah Puri Agung Pemecutan sehingga pada tanggal 23 Januari 1817 untusan
Kerajaan Belanda yang bernama Van Den Broek menghadap Raja I Gusti Ngurah
Pemecutan dan kesan yang diperolehnya dari raja tersebut memperlihatkan sikap
yang lebih terbuka dari pada yang diperolehnya dari Kerajaan Jembrana.
Perjanjian persahabatan tersebut pada intinya satu sama
lain saling membantu tanpa paksaan begitu pula membantu dengan pasukan, mesin
dan keperluan lain, Raja Pemecutan juga tidak diperbolehkan mengadakan
perjanjian dengan bangsa Eropa lainnya kecuali dengan bangsa Belanda begitu
pula Raja Pemecutan tidak akan mengadakan persahabatan dengan Raja-Raja di bali
yang bermusuhan dengan pihak Belanda.
Raja Pemecutan, I Gusti Ngurah Gde Pemecutan melalukan
perjanjian dengan Komisaris Pemerintah Belanda yaitu H.J Huskus Koopman tanggal
26 Juli 1841 bersamaan dengan Kerajaan-Kerajaan Bali lainnya dan Lombok.
Adanya perjanjian tersebut tentunya tidak diterima oleh
para Raja Pemecutan karena adanya hal hal yang memberatkan yang harus dipatuhi
oleh Raja Pemecutan. Menurut penyelidikan Julius Jacobs seorang penulis
terkenal dari Belanda menyebutkan bahwa seorang Politikus Liberal dan anggota
Parlemen Belanda W.R Van Hoevell berkunjung kebali pada pertengahan tahun 1847,
menyimpulkan dalam bukunya bahwa orang yang saya temui dan saya ajak bicara
mempunyai keyakinan yang teguh sehingga untuk mengatasi keberatan para
raja-raja tersebut dipergunakan tipu muslihat yang licik
Wilayah Badung dan Kerajaan Badung adalah sebuah kerajaan
yang merdeka sehingga tidak boleh diintimidasi oleh satu orang. Raja Badung
mengijinkan nahkoda kapal Inggris membayar uang imbalan sekedarnya untuk
membebaskan dia dari pelaksanaan hukum tawan karang sehingga penduduk setempat
tidak merampas kapalnya.
Hubungan dengan pemerintah Hindia-Belanda tetap
dijallankan dengan dibangunnya gudang perdagangan penyimpanan barang barang di
wilayah Badung, namun pembangunan gudang tersebut tidak diperkenankan di
pelabuhan dan harus terletak di pedalaman dan mengijinkan agar gudang tersebut
dikawal sebanyak-banyaknya 20 petugas bersenjata.
Raja Badung juga
bersedia mengirim utusan ke Batavia untuk menghadap komisaris Jendral, akan
tetapi karena Badung besekutu dengan Kerajaan Gianyar, Tabanan dan Mengwi maka
I Gusti Ngurah Pemecutan menyarankan kepada Van den Broek juga berkunjung ke
kerajaan kerajaan tersebut.
Pada masa ini Kerajaan Badung bermusuhan dengan Kerajaan
Kelungkung, Karangasem dan Lombok. Dalam rapat berikutnya dengan raja Badung
yang juga disertai Adipati Agung Gusti Kaleran, kepada Van Den Broek didesak
agar Pemerintah Hindia Belanda membantu kerajaan Badung dalam peperangan
melawan Lombok untuk mengangkut pasukan Bali kesana.
Bantuan tersebut akan merupakan syarat yang penting bagi
kesanggupan Raja Badung untuk menandatangani suatu perjanjian persahabatan
dengan Pemerintah Hindia-Belanda. Dalam pembicaraan tersebut Raja Badung
menyatakan bahwa kesanggupannnya untuk mengijinkan pendirian gudang perdagangan
Belanda didaerahnya terpasa ditarik kembali karena dikawatirkan akan
menimbulkan purbasangka dan cemburu raja-raja Bali lainnya.
Usulan yang disampaikan I Gusti Ngurah Pemecutan kepada Van Den Broek sebagai berikut :
Perjanjian antara Gusti Ngurah Made Pemecutan yang
memangku kekuasaan tertinggi di Bali Badung dengan Yang Mulia C.T Elout dan
Yang Mulia G.A.G.Ph Baron Van der Capellen, keduanya komisaris Jenderal
Kerajaan Belanda, bersemayam di istana Balavia.
Pasal I
Atas nama dan disaksikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
menguasai alam semesta, pihak-pihak agung yang mengadakan perjanjian ini
berjanji satu sama lainnya atau mengadakan persabatan timbal balik yang kekal
dan jujur serta memberi bantuan timbal, balik menurut kemampuan mereka.
Pasal II
Pihak-pihak agung yang berjanji menjamin bahwa dalam
bentuk apapun juga tidak akan merugikan satu sama yang lain atau merugikan
wilayah mereka, akan tetapi sebaliknya mengadakan segala usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran kedua negeri dan bangsa mereka.
Pasal III
Bila salah satu dari kedua belah pihak membutuhkan
sesuatu dari yang lain, masing masing sanggup menurut kemampuan mereka saling membantu
tanpa paksanaan dengan tujuan agar persahabatan jujur antara kedua belah pihak
dengan ini tidak akan terputus.
Pasal IV
Kedua belah pihak berjanji satu sama lain akan membantu
dengan pasukan, mesiu dan keperluan lain bila salah satu pihak memajukan
permintaan tertulis kepada yang lain.
Pasal V
Pihak pertama menyatakan tidak akan mengadakan perjanjian
dengan
bangsa Eropa lain kecuali dengan bangsa Belanda dan tidak
akan bersahabat atau mengadakan persababatan dengan pihak lain yang bermusuhan
dengan Kerajaan Belanda, sebagaimana juga dinyatakan oleh pihak kedua tidak
akan mengadakan persahabatan dengan raja-raja Bali yang bermusuhan dengan pihak
pertama.
Pasal VI
Kedua belah pihak yang berjanji satu sama yang lain
bertekad
mempertahankan perjajian persabatan yang jujur ini
sepanjang masa selama matahari dan bulan bersinar di angkasa agar dapat
diwarisi oleh generasi yang terakhir.
Mengenai usulan perjanjian tersebut Van Den Broek
menyatakan keberatannya :
Dalam usulan perjanjian tersebut Raja Badung disebutkan
terlebih dahulu dari nama komisaris Jenderal olrh karena komisaris jenderal
mewakili seorang Raja Belanda yang menguasai suatu kerajaan yang lebih luas dan
lebih berkuasa dari Kerajaan Badung.
Dalam perjanjian tersebut pembangunan gudang perdagangan
Belanda di salah satu pelabuhan tidak disebutkan.Setelah oleh Raja dimufakati
bahwa Kerajaan Badung akan mengirim perutusan ke Batavia dan diusahakan untuk
mengikut sertakan utusan utusan dari Kerajaan Gianyar dan Mengwi untuk
menghadap Komisaris Jenderal, maka barulah usulan naskah penjanjian tersebut
disetujui oleh Van den Broek.
Sedangkan permintaan Raja Badung untuk meminta bantuan
militer kepada pemerintah Hindia Belanda di dalam peperangan melawan Lombok Van
Den Borek sendiri yang akan menyampaikan kepada Komisaris Jenderal.
Pada tanggal 4 Juni 1844 Kantor dagang Belanda di Kuta
ditutup karena bangkrut sehingga bangunan dan barang barangnya yang masih
tertinggal dijual kepada pedagang Denmark Mads Lange yang sejak pertengahan
Agustus 1839 menetap di Kuta Badung untuk berdagang setelah dia diusir dari
Lombok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar