Bandesa Gde Selat Diangkat Menjadi Anglurah di Padanglwih
Raja Pamecutan Maharaja Sakti akan menyelenggarakan yajna yaitu Karya Agung
dengan ulama sucinya (lauk pauk utama) terdiri dari berbagai macam-macam binatang
hutan, antara lain harimau, landak, kelesih, kera, rusa dan lain-lainnya. Untuk
mendapatkan binatang ini, tentu harus ditugaskan seorang pemburu yang ahli dan betul-betul
mempunyai keberanian luar biasa. Maklum, ia tentu harus menjelajah hutan
belantara yang belum pernah dijamah orang.
Tatkala Maharaja Cakti sedang
memikirkan siapa gerangan yang ditugaskan berburu binatang-binatang yang sangat
berbahaya itu, maka beliau teringat pada Gde Selat keturunan I Gusti Pasek Gelgel di
Banjar Pegatepan, Desa Gelgel, Klungkung, yang baru seminggu mengabdikan diri
kepada Raja Badung. Lalu tugas itupun diemban Gde Selat. Dengan diiringi 20 orang,
sesudah memohon izin kepada Maharaja Sakti Pemecutan, Gde Selat lalu berangkat
dengan membawa perbekalan cukup untuk sebulan. Mereka terus masuk kedalam hutan
yang amat lebat di daerah Jembrana. Hanya dalam tempo 10 hari, Gde Selat beserta
rombongan berhasil menangkap binatang-binatang hutan yang akan dijadikan lauk pauk
pada karya agung. Lalu mereka kembali ke Badung dan menyerahkan binatang-binatang
itu kepada Raja Maharaja Cakti. Dengan demikianlah dapat yajna karya agung tersebut
diselenggarakan Raja Maharaja Cakti.
Oleh karena Gde Selat dianggap berjasa, lalu ia diangkat menjadi Anglurah Padanglwih atau Padanglambih bagian barat. Selanjutnya Gde Selat bergelar I Gusti Gde Selat.
Sedang Padanglwih bagian timur sudah diperintahkan oleh I Gusti Agung Lanang Dawan.
Oleh karena Gde Selat dianggap berjasa, lalu ia diangkat menjadi Anglurah Padanglwih atau Padanglambih bagian barat. Selanjutnya Gde Selat bergelar I Gusti Gde Selat.
Sedang Padanglwih bagian timur sudah diperintahkan oleh I Gusti Agung Lanang Dawan.
Kemudian I Gusti Gde Selat berputra dua orang laki-laki yaitu:
Karena I Gusti Gde Selat sudah lanjut usia, lalu tampuk pimpinan pemerintahan
diserahkan kepada I Gusti Wayahan Bandesa Mas. Namun I Gusti Nengah Bandesa
Mas tidak dapat menyetujui pengangkatan ini. Ia minta agar daerah itu dibagi menjadi
2, sehingga mereka berdua sama-sama memiliki daerah kekuasaan. Akan tetapi I Gusti
Wayahan Bandesa Mas tetap dan bertahan dengan keputusan orang tuanya, bahwa
daerah itu adalah daerah kekuasaanya. I Gusti Gde Selat lalu meninggal dunia. I Gusti
Nengah Bandesa Mas tetap bersikeras dan menuntut agar daerah Padanglwih dibagi
menjadi 2 daerah, akan tetapi I Gusti Wayahan Bandesa Mas tetap mempertahankan
keutuhan daerah Padanglwih.
Semakin lama perselisihan semakin memuncak dan akhirnya pihak I Gusti Nengah
Bandesa Mas menyerang I Gusti Wayahan Bandesa Mas yang terletak di sebelah utara
pasar. Serangan itu mengakibatkan terjadinya pertempuran sengit. Di dalam
pertempuran ini banyak korban berjatuhan sehingga banyak pula mayat sampai
bertumpuk-tumpuk. Darahnya mengalir seperti air parit mengalir yang menimbulkan
suara ngerobok (beriak).
Mulai saat itu desa Padanglwih berubah nama menjadi desa Ngerobok dan akhirnya desa Kerobokan.
Kedua orang saudara kandung ini tidak ada menjadi pemenang. Karma keduanya sangat tebal, sehingga tidak dapat terlukai oleh setiap senjata. Yang menjadi korban adalah rakyatnya masing-masing. Untuk menghindari dan menghentikan permusuhan ini, lalu I Gusti Wayahan Bandesa Mas datang menghadap Raja Badung di Pemecutan, dan mempermaklumkan tentang apa yang terjadi di desa Krobokan. Tatkala itu I Gusti Wayahan Bandesa Mas mohon kepada Raja Badung supaya diperkenankan mengangkat seorang putranya menjadi pimpinan pemerintahan di daerahnya. Raja Badung memenuhi permohonan I Gusti wayahan Bandesa Mas yakni mengijinkan mengangkat seorang putranya menjadi pimpinan pemerintahan di desa Krobokan bagian utara, dan di beri gelar I Gusti Ketut Krobokan.
Mulai saat itu desa Padanglwih berubah nama menjadi desa Ngerobok dan akhirnya desa Kerobokan.
Kedua orang saudara kandung ini tidak ada menjadi pemenang. Karma keduanya sangat tebal, sehingga tidak dapat terlukai oleh setiap senjata. Yang menjadi korban adalah rakyatnya masing-masing. Untuk menghindari dan menghentikan permusuhan ini, lalu I Gusti Wayahan Bandesa Mas datang menghadap Raja Badung di Pemecutan, dan mempermaklumkan tentang apa yang terjadi di desa Krobokan. Tatkala itu I Gusti Wayahan Bandesa Mas mohon kepada Raja Badung supaya diperkenankan mengangkat seorang putranya menjadi pimpinan pemerintahan di daerahnya. Raja Badung memenuhi permohonan I Gusti wayahan Bandesa Mas yakni mengijinkan mengangkat seorang putranya menjadi pimpinan pemerintahan di desa Krobokan bagian utara, dan di beri gelar I Gusti Ketut Krobokan.
Adapun I Gusti Ketut Krobokan dibuatkan Jro Krobokan Kajanan.
Sedang seluruh keluarga I Gusti Wayahan Bandesa Mas membuat rumah sebagai pekandel jro.
Mulai saat itu I Gusti Wayahan Bandesa Mas dan keturunan tidak lagi memakai gusti, sebab semua kekuasaannya sudah diserahkan kepada I Gusti Ketut Kerobokan.
Sejak itu I Gusti Wayahan Bandesa Mas disebut Ki Bandesa Mas.
Demikian seterusnya anak cucu sampai keturunannya sekarang. Dari peristiwa ini I Gusti Nengah Bandesa Mas merasa terpukul, lalu ia berangkat ke Mengwi menghadap Raja Mengwi untuk memohon seorang putra Raja Mengwi untuk diangkat di desa Krobokan menjadi pimpinan pemerintahan. Akan tetapi Raja Mengwi tidak dapat memenuhi permintaannya, karena mengharapkan hubungan Mengwi dan Badung tetap baik. Kemudian I Gusti Nengah Bandesa Mas kembali ke desa Krobokan, dengan hati yang sangat kesal. Lalu ia terus datang menghadap ke Puri Agung Pemecutan, memohon seorang putra Raja Badung untuk diangkat menjadi pimpinan pemerintahan di desa krobokan bagian selatan. Raja Pemecutan menyetujui permohonan I Gusti Nengah Bandesa Mas. Beliau menunjuk seorang putranya yang masih jejaka, sedang putra-putranya yang lain sudah keluar dari puri Pemecutann, menempati tempat-tempat yang dianggap rawan dan sering diserang oleh pihak lawan.
Putranya yang bernama I Gusti Lanang Celuk waktu itu sedang menuntut ilmu di Puri Agung Klungkung.
Sedang seluruh keluarga I Gusti Wayahan Bandesa Mas membuat rumah sebagai pekandel jro.
Mulai saat itu I Gusti Wayahan Bandesa Mas dan keturunan tidak lagi memakai gusti, sebab semua kekuasaannya sudah diserahkan kepada I Gusti Ketut Kerobokan.
Sejak itu I Gusti Wayahan Bandesa Mas disebut Ki Bandesa Mas.
Demikian seterusnya anak cucu sampai keturunannya sekarang. Dari peristiwa ini I Gusti Nengah Bandesa Mas merasa terpukul, lalu ia berangkat ke Mengwi menghadap Raja Mengwi untuk memohon seorang putra Raja Mengwi untuk diangkat di desa Krobokan menjadi pimpinan pemerintahan. Akan tetapi Raja Mengwi tidak dapat memenuhi permintaannya, karena mengharapkan hubungan Mengwi dan Badung tetap baik. Kemudian I Gusti Nengah Bandesa Mas kembali ke desa Krobokan, dengan hati yang sangat kesal. Lalu ia terus datang menghadap ke Puri Agung Pemecutan, memohon seorang putra Raja Badung untuk diangkat menjadi pimpinan pemerintahan di desa krobokan bagian selatan. Raja Pemecutan menyetujui permohonan I Gusti Nengah Bandesa Mas. Beliau menunjuk seorang putranya yang masih jejaka, sedang putra-putranya yang lain sudah keluar dari puri Pemecutann, menempati tempat-tempat yang dianggap rawan dan sering diserang oleh pihak lawan.
Putranya yang bernama I Gusti Lanang Celuk waktu itu sedang menuntut ilmu di Puri Agung Klungkung.
Kedua orang pimpinan pemerintahan itu oleh ayahnya Raja Badung ditugaskan
untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap desa-desa di perbatasan, antara lain Desa
Dalung yang merupakan basis terdepan bagi kerajaan Mengwi yang sering dipakai
tempat memulai mengadakan kekacauan terhadap keamanan kerajaan Badung.
Kemudian Bandesa Selat atau sering disebut juga Bandesa Mas, lama-lama banyak menurunkan I Gusti Ketut Kerobokan dan keturunan I Gusti Lanang Celuk. Oleh sebab itu diantaranya selalu terjalin hubungan yang harmonis.
Demikianlah ikhwal diangkatnya Bandesa Gde Selat oleh Raja Maharaja Sakti di Puri Pemecutan sebagai anglurah di Pandanglwih atau Padanglambih kemudian berubah menjadi Desa Kerobokan, bergelar I Gusti Bandesa Selat.
Seterusnya desa Krobokan oleh putra dari I Gusti Gde Selat kepemimpinannya diserahkan kepada I gusti Ketut Krobokan dan I Gusti Lanang Celuk keduanya putra dari Raha Maharaja Sakti dari Puri Pemecutan.
Kemudian Bandesa Selat atau sering disebut juga Bandesa Mas, lama-lama banyak menurunkan I Gusti Ketut Kerobokan dan keturunan I Gusti Lanang Celuk. Oleh sebab itu diantaranya selalu terjalin hubungan yang harmonis.
Demikianlah ikhwal diangkatnya Bandesa Gde Selat oleh Raja Maharaja Sakti di Puri Pemecutan sebagai anglurah di Pandanglwih atau Padanglambih kemudian berubah menjadi Desa Kerobokan, bergelar I Gusti Bandesa Selat.
Seterusnya desa Krobokan oleh putra dari I Gusti Gde Selat kepemimpinannya diserahkan kepada I gusti Ketut Krobokan dan I Gusti Lanang Celuk keduanya putra dari Raha Maharaja Sakti dari Puri Pemecutan.
Mohon tiang I Wayan Mudita mau bertanya bagaimana nasib I Gusti Nengah Bendesa Mas serta keturunan Beliau
BalasHapusBagus Sejarah, Kalau Berbicara Sejarah Kerobokan, Banyak Sejarah Tidak Diangkat Kebenarannya, Entahlah Apa Maksud dan Tujuannya, Tiang Ngurah Agung Dari Banjar Tegeh Kerobokan,
BalasHapus