Paiketan hubungan Persaudaraan Antar Warga Arya di bali
Prabu Udayana mempunyai 3 orang.
- putra yang pertama beliau Sri Airlangga menikah dengan Diah Kili Suci yang selanjutnya menurunkan Raja-raja Kediri.
- Adik Diah Kili Suci (ipar Prabu Airlangga) bernama Sri Kameswara, menurunkan Raja-raja Singosari dan kemudian dialihtahta oleh Raden Wijaya (cucu Mahesa Cempaka) dengan jalan menikahi ke 4 putri Prabu Kertanegara (Raja Singosari terakhir) menjadi Kerajaan Majapahit.
- Diah Kili Suci dan Sri Kameswara adalah anak dari Prabu Teguh Darmawangsa ipar dari Prabu Udayana dimana Mahendradata bersaudara kandung dengan isterinya Teguh Dharmawangsa yang bernama Sri Dewi Makuta Wangsa Wardani, merupakan cicit/kompyang dari Empu Sendok, cucu dari Sri Isana Tungga Wijaya yang bersuamikan Sri Loka Pala yang berasal dari Bali.
Putra Prabu Udayana yang ke 2 adalah Sri Marakata dan yang ke 3 adalah Sri Aji Anak Wungsu. menurunkan Raja-raja Bali Dinasti Warmadewa.
Dengan demikian Raja-raja Dinasti Kediri, Majapahit dan Warmadewa di Bali sesugguhnya masih sekeluarga dan cikal bakalnya berasal dari Dinasti Warmadewa, Dinasti Isana dan Dinasti Wisnuwangsa.
Pada tahun 1343 M beliau ini berhasil ditundukkan oleh Raja Majapahit dengan Maha Patihnya Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa,
Dengan ditundukkannya Dalem Bedahulu oleh Raja Majapahit maka di Bali terjadi pergantian pemerintahan dari Dinasti Warmadewa ke Dinasti Majapahit.
Pergantian pemerintahan ini mendapat tentangan dari masyarakat Bali, karena walaupun Bali telah kalah oleh Majapahit atau siapapun yang berkuasa di Nusantara masyarakat Bali tetap menghendaki Keturunan Raja Kediri yang menjadi Raja di Bali.
Hal ini terkait dengan adanya bisama antara leluhur penduduk Bali Aga dan leluhur keturunan Panca Pandita serta warga Keturunan Cina di Bali dengan Raja Prabu Udayana.
Aspirasi masyarakat Bali ini disadari oleh Maha Patih Gajah Mada kemudian beliau mencalonkan dan mengusulkan kepada Raja Majapahit (Prabu Jaya Negara) agar Arya Kapakisan menjadi Raja di Bali. Prabu Jaya Negara tidak setuju dengan usulan Patih Gajah Mada ini karena beliau menjadikan Arya Kapakisan sebagai Pengabih beliau di istana Majapahit, karena Arya Kapakisan dinilai sebagai Ksatria Utama (Putra Mahkota Kerajaan Kediri), berkharisma dan digjaya.Arya Kapakisan adalah putra dari Sri Sastrajaya (Raja Kediri/Aryeng Kediri, memerintah tahun 1268 – 1274 M), cucu dari Sri Jayasabha, keturunan Prabu Airlangga putra Prabu Udayana).
Oleh karena demikian keputusan Raja Majapahit maka Maha Patih Gajah Mada mencari pigur baru untuk memimpin Bali .Sementara itu di Bali berdasarkan persetujuan diantara mantan-mantan petinggi di Bali sepakat menobatkan Pasek Gelgel menjadi pemimpin Bali dengan abiseka Kiyayi I Gusti Agung Pasek Gelgel(memerintah dari tahun 1343 – 1350 Masehi). Kepemimpinan Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel mendapat tentangan dari para Ksatria dari Jawa yang pada saat itu menduduki Bali, karena Pasek Gelgel berada pada pihak yang kalah perang (Pasek Gelgel sebelumnya menjabat sebagai Amancabhumi dalam pemerintahan Dalem Bedahulu) sehingga tidak mendapat legitimasi dari Raja Majapahit.
Pada tahun 1350 M Maha Patih Gajah Mada telah menemukan pigur pemimpin di Bali, yaitu beliau mengusulkan dan mencalonkan agar putra dari Mpu Soma Kapakisan, cucu dari Dhang Hyang Kapakisan (Guru Kerokhanian Gajah Mada), yang berasal dari Desa Pakis, Jawa Timur, yang menjadi pemimpin di Bali. Usulan tersebut disetujui oleh Raja Majapahit sehingga mulai tahun 1350 M yang menjadi pemimpin Bali menggantikan Kiyayi I Gusti Agung Pasek Gelgel adalah Sri Kresna Kapakisan dengan jabatan Adhipati Bali dengan abiseka Dalem Ketut Sri Kresna Kapakisan/Dalem Samprangan (karena berkeraton di Samprangan/Samplangan yang saat ini berada di wilayah Kabupaten Gianyar)
Selama Dalem Ketut memerintah di Bali, selalu ada saja kelompok masyarakat yang memberontak sehingga Bali tetap tidak aman. Pemberontakan-pemberontakan tersebut semata-mata disebabkan hanya oleh karena masyarakat Bali menghendaki keturunan Raja Kediri yang menjadi Raja di Bali.
pada tahun 1352 M Raja Majapahit akhirnya merelakan Arya Kapakisan pergi ke Bali diiringi oleh 3 orang wesia yaitu Tan Kober, Tan Kawur dan Tan Mundur. Tan Kober akhirnya ditempatkan di Pacung, Tan Kawur di Abiansemal dan Tan Mundur di Cagahan.
Oleh karena Raja Kediri tunduk atas Majapahit maka Arya Kapakisan di Bali bukan menggantikan kedudukan Dalem sebagai pemimpin Bali akan tetapi beliau bertugas sebagai Pengabih Dalem yaitu sebagai Penasehat sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan (sedangkan Kepala Negaranya adalah Dalem) sama seperti tugas beliau pada saat berada di Istana Majapahit sehingga kedudukan beliau dikatagorikan sebagai Perdana Menteri atau Orang Kedua di Bali dengan abiseka Sri Nararya Kresna Kapakisan. Beliau berasal dari Desa yang sama dengan Dalem Ketut yaitu dari Desa Pakis, Jawa Timur.
Arya Kapakisan juga memiliki kerabat (pasemetonan) di Bali yang di dalam buku-buku babad disebut Ksatria Kahuripan yang ikut pada saat ekspedisi Gajah Mada ke Bali tahun 1343 M dan bahkan masing-masing telah mendapat kedudukan sebagai Menteri yaitu Arya Kenceng di Desa Buahan, Tabanan, Arya Sentong di Desa Pacung Carangsari, Badung, Arya Pudak (Arya Belog) di Desa Kaba-Kaba, Tabanan, Arya Kuthawaringin (keturunan Prabu Jayabaya, Raja Kediri) menjadi Adhipati Dalem.
- Arya Kenceng adalah putra ke 3 dan yang pertama adalah Raden Cakradara menjadi suami dari Ratu Tribhuwana, Raja Majaphit dan yang ke dua adalah Arya Damar atau Adityawarman menjadi Adhipati di Palembang.
- Ksatria Kahuripan (kecuali Arya Kuthawaringin) adalah putra dari Dyah Adwaya Brahma, cucu dari Prabu Jayasabha (Raja Kediri). Dyah Adwaya Brahma pada saat Pemerintahan Prabu Kertanegara di Singosari menjabat sebagai Menteri Hi Ino dan menikah dengan Dara Jingga sedangkan Dara Pethak dinikahi oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit I.
- isteri dari Arya Kenceng adalah seorang Brahmani yang berasal dari Ketepeng Reges (Majapahit) bersaudara kandung dengan isterinya Arya Sentong dan isterinya Dalem Ketut Sri Kresna Kapakisan (mengenai hubungan kekerabatan antara Ksatria Kediri dengan Ksatria Kahuripan penulis telah merangkumnya dalam satu Silsilah.
Berdasarkan silsilah Sri Nararya Kresna Kapakisan yang ada di Pura Dalem Agung Kawitan Sri Nararya Kresna Kapakisan di Br. Dukuh Gelgel, Klungkung, bahwa prati sentana Arya Kapakisan saat ini tersebar diseluruh Bali dan Lombok serta menurunkan Raja-raja terkemuka antara lain :
- Raja-raja di Puri Agung Karangasem & Lombok, merupakan Prati sentana dari Kiayi Agung Nyuhaya
- Raja-raja di Puri Agung Keramas, Prati sentana dari Kiayi Agung Maruti/Raja Bali/Dalem Gelgel tahun 1651 – 1677 M
- Raja-raja di Puri Agung Mengwi, Prati sentana dari I Gusti Agung Putu/I Gusti Agung Ngurah Made Agung Bima Sakti/Cokorda Sakti Blambangan.
- Raja-raja di Puri Agung Jembrana. Prati sentana dari I Gusti Alit Takmung /Anak Agung Ngurah Gde Jembrana).
dari sekilas cerita diatas, ada hubungan tali persaudaraan antar arya dibali. sehingga tidak ada istilah kasta tinggi rendah lagi, karena kita semua bersaudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar