Google+

Peranan Ibu wujudkan Keluarga Bahagia

Peranan Ibu wujudkan Keluarga Bahagia

Peran Ibu dalam membangun Keluarga yang Bhawantu Sukhinah
"Jika ibu wajahnya selalu memancarkan keceriaan,seluruh rumah tangga berbahagia,

tetapi jika wajahnya cemberut, semuanya akan kelihatan suram" Manavadharmasastra, III.62.
Tanggal 22 Desember setiap tahun bangsa Indonesia memperingati hari Ibu sebagai penghormatan atas jasanya kepada putra-putrinya yang telah melahirkan bangsa ini. 

Bila kita membicarakan ibu, maka perhatian kita pada sebuah keluarga (keluarga inti) yang terdiri dari ibu, bapak dan anak-anak. Keluarga merupakan tahapan hidup yang kedua bagi setiap orang. 
Tahapan yang pertama disebut Brahmacari, yakni menuntut ilmu pengetahuan selaras pula dengan perkembangan jasmani dan rohani manusia. Ketika ia mencapai kematangan jasmani dan rohani, mereka memasuki kehidupan berumah tangga yang disebut Grahasthasrama. Kehidupan keluarga ini dimulai dengan upacara perkawinan (Vivaha). 
Perkawinan tanpa upacara ( Vivaha tan sinangarkara) tidak dibenarkan dalam agama Hindu dan diyakini sebagai dosa yang membuat kehancuran rumah tangga dan masyarakat.

Grahasta dibentuk melalui Wiwaha Samkara, upacara keagamaan, sehingga grahasta itu menjadi sesuatu yang sangat disucikan atau degan kata lain sangat disakralkan. Wiwaha samskara artinya melaksanakan upacara perkawinan dengan tri upasaksi yaitu saksi ke Tuhan, saksi ke Manusa dan saksi ke Bhuta.
Asthuri no garhapatyani santu (Rg Veda VI.15.19).
Artinya:
Hendaknya hubungan suami istri kami tidak bisa putus berlangsung abadi.
Unsur-unsur yang menjadikan rumah tangga itu suci dan sakral antara lain adanya upacara keagamaan, yaitu adanya unsur Dewa saksi melalui persembahyangan, adanya penglukatan, adanya pebyakaonan dan mekala-kala sebagai penyucian kama bang dan kama petak, benih perempuan dan benih laki-laki, sukla swanita.

Menurut beberapa Lontar seperti lontar kuno Dresti, Eka Pratama, menyebutkan bahwa hubungan sex yang tidak didahului dengan upakara padengendengenan (pakala-kalaan), dianggap tidak baik dan disebut Kamakeparagan. Kalau kedua kama itu bertemu atau terjadi pembuahan, maka lahirlah anak yang disebut Rare dia diu, yaitu anak yang tidak mau mendengarkan nasehat orang tua atau ajaran agama. Unsur pabyakalaan ini adalah unsur Bhuta saksi. Selain unsur-unsur upakara itu, juga diawali dengan niat yang suci untuk berumah tangga, niat yang suci untuk membentuk keluarga, didasari saing cinta menciantai dengan ketulusan hati dan saling menjaga kesucian rumah tangga itu.

Tujuan Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera, keluarga sukhinah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, serta untuk mendapatkan keturunan untuk memelihara leluhur dan alam semesta.

Untuk lebih memahami tentang peranan ibu dalam mewujudkan keluarga sejahtera dan bahagia, terlebih marilah kita tinjau makna dari perkawinan menurut kitab-kitab Dharmasastra, yaitu :
  1. Dharmasampati, suami istri secara bersama - sama melaksanakan ajaran Dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban hidup sesuai dengan ajaran agama.
  2. Praja, suami istri mampu melahirkan keturunan (putra - putri) yang suputra, berkualitas yang akan melajutkan amanat dan kewajiban kepada leluhur.
  3. Rati, suami istri dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan lainnya ( Artha dan Kama) yang tidak bertentangan dengan Dharma (kebenaran).
Ikrar perkawinan ada disebutkan dalam Veda, yang diucapkan oleh mempelai pria, seperti berikut:
Om grbhnami te saubhagatvaya mhastam Maya patya jaradastiryathasah Bhagoaryama savita purandhir mmahyam Tvadurgarhapatyaya devah (Rg Veda X.85.36)
Artinya:
Saya genggam tanganmu demi keberuntungan, semoga kiranya engkau hidup lama bersama saya, suamimu, dewa bhaga, aryama, sawitar, puramdhi, menganugrahkan engkau kepadaku sebagai pengatur rumah tanggaku.
Dan untuk mempelai wanita mengucapkan ikrar sebagai berikut:
Om dirghayur astu mepatir jnati saradah satam (A. V. XIV.2.63).
Artinya:
Semoga suamiku dikaruniai umur panjang, semoga ia hidup ratusan tahun.
Ikrar ini adalah peneguhan kesungguhan hati kedua belah pihak sehingga kesakralan perkawinan ini menjadikan kedua mempelai akan selalu ingat dan menjaga kesuciannya dan keutuhan perkawinannya.

Bila setiap rumah tangga dapat mewujudkan ketiga hal tersebut di atas, maka kesejahtraan dan kebahagiaan akan dapat diwujudkan rumah tangga itu. Dalam kitab suci Veda dan susastra Hindu lainnya dinyatakan bahwa hubungan antara suami- istri dinyatakan sebagai satu jiwa dalam dua badan :
"Hendaknya manis bagaikan maducinta kasih dan pandangan antara suami dan istri, penuh keindahan. Hendaknya senantiasa hidup bersama dalam suasana bahagia tanpa kedengkian. Mereka stu jiwa bagi keduanya" (Atharvaveda VII.36.1).

Selanjutnya kitab Manavadharmasastra menyatakan hendaknya suami istri tidak jemu-jemunya mengusahakan dan mewujudkan kerukunan serta kebahagiaan rumah tangga:
"Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam ikatan perkawinan, tidak jemu-jemunya mengusahakan dan mewujudkan agar mereka tidak bercerai, mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan dan jangan melanggar kesetiaan antara yang satu dengan yang lainnya" (Manavadharmasastra IX.102).
"Hendaknya hubungan yang setia berlangsung sampai mati, singkatnya, hal ini harus diyakini sebagai hukum yang tertinggi bagi suami-istri" (Manavadharmasastra IX.101).
"Keluarga di mana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian pula istri terhadap suaminya, di sana kebahagiaan pasti kekal abadi" (Manavadharmasastra III.60).

Suami dan istri diamanatkan oleh Tuhan Yang Mahaesa dalam kitab suci Veda untuk senantiasa melaksanakan kewajiban dan mengikuti jalan yang benar (mengikuti hukum yang berlaku), memperoleh putra yang perwira, membangun rumah sendiri dan hidup dengan sejahtra dan bahagia di dalamnya :
"Wahai suami dan istri hendaknya kamu berbudi pekerti yang luhur, penuh kasih sayang dan kemesraan di antara kamu. Lakukan tugas dan kewajibanmu dengan baik dan patuh kepada hukum yang berlaku. Turunkanlah putra-putri yang perwira, bangunlah rumahmu sendiri dan hiduplah dengan suka cita di dalamnya" (Atharvaveda XIV.2.43).

Terjemahan mantra Veda ini sangat relevan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini. Seseorang yang telah siap untuk memasuki rumah tangga harus mampu mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Untuk bisa mandiri, seseorang hendaknya memiliki penghasilan yang tetap dan untuk itu peranan pendidikan dan kerja keras yang juga senantiasa ditekankan dalam kitab suci Veda mengantarkan orang dapat mandiri. 

Demikian pula untuk memiliki putra-putri yang perwira, suputra atau berkualitas, setiap keluarga bila sepenuhnya mengikuti ajaran agama (termasuk disiplin dalam hubungan suami sitri), putra- putri yang dicita-citakan akan lalhir pada keluarga itu. 
Di sinilah agama berperanan penting dalam menyiapkan SDM atau generasi yang berkualitas sesuai harapan setiap keluarga.

Idealnya dalam setiap keluarga, suami sebagai kepala rumah tangga (disebut Grhapatya, Grhapati atau disingkat dengan Pati) sedang istri adalah ratu rumah tangga yang disebut Rajni atau Patni
Suami istri sering disebut Patipatni atau Dhampati. 
Sebelum membahas perana ibu dalam mewujudkan keluarga bahagian, marilah kita tinjau tugas suami sebagai kepala rumah tangga dan ayah bagi anak-anaknya . 
Di dalam Manavadharmasastra IX.2,3,9 dan 11 dapat dirangkumkan sebagai berikut :

  1. Suami wajib melindungi istri dan anak-anak serta memperlakukan istri dengan wajar dan hormat. Wajib memelihara kesucian hubungannya dengan saling mempercayai sehingga terjamin kerukunan dan keharmonisan rumah tangga.
  2. Suami hendaknya menyerahkan harta kekayaannya dan menugaskan istrinya untuk mengurusnya juga urusan dapur, upacara agama dalam rumah tangga dan dalam upacara-upacara yang besar bersama suaminya.
  3. Suami berusaha menjamin klehiodupan istrinya serta memberikan nafkah, terutama bila dalam suatu urusan atau ketika ia harus melaksanakan tugas ke luar daerah.
  4. Suami wajib menggauli istrinya dan mengusahakan agar antara mereka sama-sama menjamin kesucian peribadi dan keturunannya serta menjauhkan diri dari segala unsur yang mengakibatkan perceraian.
  5. Suami hendaknya selalu merasa puas dan bahagia bersama istrinya karena bila dalam rumah tangga suami istri selalu merasa puas, maka rumah tangga itu akan terpelihara kelangsungannya.
  6. Suami wajib menjalankan Dharma Grhastha denganbaik, Dharma kepada keluarga (Kula Dharma), terhadap masyarakat dan bangsa (Vamsa Dharma) serta wajib mengawinkan putra-putrinya pada waktunya.
  7. Suami berkewajiban melaksanakan Sraddha, Pitrapuja kepada leluhurnya, memelihara anak cucunya serta melaksanakan Yajna.

Demikian antara lain tugas dan tanggung jawab suami sebagai Bapak atau sebagai kepala rumah tangga. Bila dilaksanakan dengan baik, kelangsungan dan kebahagiaan rumah tangga atau keluarga akan dapat diwujudkan.

Peranan Ibu dalam keluarga

Di dalam Vanaparva Mahabharata (VIII.29) terdapat dialog antara Yudhistira dengan Yaksa yang menanyakan apakah yang lebih berat dari pada bumi dan lebih tinggi dari langit. Yudhistira menjawab : 
"Ibu lebih berat dari bumi dan ayah lebih tinggi dari langit"

Penjelasan yang sama dapat kita jumpai dalam Sarasamuccaya 240. Mengapa ibu dilambangkan dengan bumi dan ayah dengan langit. 
Pengorbanan ibu demikian besar dan tulus. Masyarakat Bali membandingkan saat seorang ibu melahirkan seperti tergantung pada sehelai rambut, sangat berbahaya dan bila salah sedikit ibu atau bayi atau keduanyapun akan korban. 
Penderitaan ibu saat melahirkan dari ibu tiada taranya. Seorang anak mungkin bisa melupakan kasih ibunya, tetapi seorang ibu tidak akan tidak mencintai anaknya :
"Demikianlah Ibu, dalam kasih sayang kepada anaknya sama rata, sebab baik anaknya mampu atau tidak mampu, yang baik budi pekertinya atau yang tidak baik, yang miskin atau kaya, anak-anaknya itu semua dicintai dan dijaganya, diasuhnya mereka itu, tidak ada yang melebih kecintaan ibu dalam mencintai dan mengasuh anak-anaknya" (Sarasamuccaya 245).

Di dalam kitab suci Veda suami hendaknya mengucapkan janji dan harapan kepada istrinya sebagai berikut:
"Wahai istriku menjadilah pelopor dalam hal kebaikan, cerdas, teguh, mandiri, mampu merawat dan memelihara rumah, senantiasa taat kepada hukum seperti halnya bumi pertiwi. Aku memilikimu untuk kesejahtraan dan kebahagiaan keluarga" (Yajurveda XIV.22).
"Seorang istri sesungguhnya adalah seorang cendekiawan dan mampu membimbing keluarganya" (Rgveda VIII.33.19).

Seorang wanita, istri atau ibu juga diminta berpenampilan lemah lembut :
"Wahai wanita, bila berjalan lihatlah ke bawah, jangan menengadah dan bila duduk tutuplah kakimu rapat-rapat" (Rgveda VIII.33.19).
"Wahai istri, tunjukkan keramahanmu, keberuntungan dan kesejahtraan, usahakanlah melahirkan anak. setia dan patuhlah kepada suamimu (Patibrata), siap sedialah menerima anugrah-Nya yang mulia" (Atharvaveda XIV.1.42).
"Wahai para istri, senantiasalah memuja Sarasvati dan hormatlah kamu kepada yang lebih tua" (Atharvaveda XIV.2.20).
"Hendaknya istri berbicara lembut terhadap suaminya dengan keluhuran budi pekerti" (Atharvaveda , III.30.2).

Sesungguhnya untuk mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan keluarga tidaklah semata tanggung jawab ibu, istri atau suami saja, tapi kedua belah pihak berusaha mewujudkan hal tersebut :
"Wahai suami istri, binalah keluhuran keluarga, bekerjalah keras untuk meningkatkan kesejahtraan hidupmu. semoga kemashuran dan kekayaan yang engkau peroleh memberikan kebahagiaan" (Rgveda V.28.3).
"Wahai suami-istri, tekunlah dan tetaplah laksanakan kebajikan, hanya orang yang memiliki Sradha (keimanan) yang teguh akan sukses di dunia ini" (Atharvaveda VI.122.3).

Suami istri tidak dibenarkan terlalu menurutkan hawa nafsunya dan senantiasa tekun untuk mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan :
"Hendaknya dorongan nafsu seksual tidak menodai kesucian pribadi" (Atharva)
"istri tahan ujilah kamu, rawatlah dirimu, lakukan tapa brata, laksanakan Yajna di dalam rumah, bergembiralah kamu, bekerjalah keras kamu, engkau akan memperoleh kejayaan" (Yajurveda XVII.85).
"Jadikanlah rumahmu itu seperti sorga, tempat pikiran-pikiran mulia, kebajikan dan kebahagiaan berkumpul di rumahmu itu" (Atharvaveda VI.120.3).
"Hendaknya dewi kemakmuran bersedia tinggal disini, tempat yang menyenangkan di rumah ini, dalam keluarga dan juga pada ternakmu" (Yajurveda VI.120.3).

Di dalam berbagai susastra Hindu banyak dijumpai petunjuk-petunjuk untuk mewujudkan keharmonisan, kesejahtraan dan kebahagiaan keluarga. Kunci keberhasilan untuk mencapai hal itu adalah kerja keras dan tekun melakukan kebaktian kepada Tuhan Yang Mahaesa. 

Memperhatikan uraian tersebut di atas, ibu sangat menentukan (bersama bapak) dan sangat berperanan dalam mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan keluarga. 
Menurut tradisi Hindu, ada 6 jenis ibu yang patut dihormati seperti ibu kandung sendiri, yaitu :

  1. Ibu kandung yang melahirkan,
  2. Bidan atau dukun yang membantu ibu melahirkan.
  3. Istri guru yang memberikan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
  4. Istri pejabat (pemerintah) yang turut serta membangun kesejahtraan kesejahtraan rakyat.
  5. Sapi yang membantu petani dalam mengolah tanah dan memberikan susu.
  6. Ibu Pertiwi, bumi tercinta yang memberikan kesejahtraan kepada semua makhluk.

Demikian antara lain peranan seorang ibu dalam mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar