Tuhan melayani, “Tuhan Menyenangkan Penyembah-Nya?” — Romantisme Devosi yang Membelokkan Hakikat Brahman
“Krishna mencuci kaki tamu dan menjadi utusan karena cinta pada penyembah.”
Begitu kata mereka. Tapi benarkah Tuhan butuh kesenangan kita, manusia fana?
Ketika Tuhan Dijadikan Tokoh Cinta
Dalam dunia sekte devosional seperti Hare Krishna, sering kali kita jumpai narasi yang berlebihan: bahwa Krishna, sebagai "Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa", rela membasuh kaki manusia, menjadi utusan, bahkan menghibur penyembah-Nya dengan candaan dan tawa. Semua ini dikemas dalam romantisme religius—seolah Tuhan adalah kekasih ilahi yang hidup untuk menyenangkan umat-Nya.
Namun dalam filsafat Veda dan Upaniṣad, narasi ini tidak hanya salah , tapi juga berbahaya . Ia melestarikankan pemahaman tertinggi tentang Tuhan sebagai Brahman Nirākāra (tanpa bentuk), menjadi sekadar figur antropomorfik— berubah, merasa, melayani, dan disembah secara fisikal.
Dari Brahman ke Pelayan: Kejatuhan Konsep Ketuhanan
Apakah Tuhan Butuh Memuaskan Penyembah-Nya?
Konsep bahwa “Tuhan melayani untuk menyenangkan para penyembah” adalah inversi total dari prinsip Vedantik. Dalam Upaniṣad, Brahman bukanlah pelayan atau alat pemuas. Ia adalah Ātman yang melampaui dualitas – bukan entitas yang terseret dalam drama timbal-balik rasa cinta seperti manusia. Sloka Muṇḍaka Upaniṣad 2.2.11 menjelaskan:
nāntaḥ prājñam na bahiṣprajñam...
Brahman bukan kesadaran luar, bukan kesadaran dalam, bukan kesadaran ganda. Ia tidak dapat dijelaskan, tidak dapat didekati oleh Indra, tak tergambarkan, tak terpisahkan, tak berubah.
Dalam Muṇḍaka Upaniṣad 2.1.1 juga disebutkan Tuhan digambarkan sebagai:
“Divyaḥ hy amūrtah puruṣaḥ sabāhyāntaro hy ajah...”
“Yang Ilahi itu tanpa bentuk, melampaui luar dan dalam, tidak dilahirkan.”
Tapi dalam narasi Hare Krishna, Krishna menjadi pelayan kerajaan, mencuci kaki tamu dalam perpisahan, dan menjadi juru bicara Pandawa. Apakah ini gambaran Purusha yang tak terlukiskan , ataukah ini drama sosial yang didewakan ?
Jika Tuhan bersifat nirvikāra (tak berubah), aprakṛta (di luar materi), mengapa Ia tunduk pada drama pelayanan penyembah? Apakah Brahman lebih agung karena menyuapi umat-Nya?
Jadi, gagasan bahwa “Brahman/Tuhan membasuh kaki penyembah” adalah alegori sosial dan politik belaka. Itu bukan kebenaran metafisik .
Bhagavad Gitā Tidak Mendukung Pemahaman Ini
Ironisnya, para penyembah Hare Krishna mengutip Bhagavad Gītā untuk membenarkan devosi mereka, padahal kitab itu sendiri menegur pemujaan pribadi .
Contoh:
Bhagavad Gita 11.41–42 , ketika Arjuna sadar:
“Wahai Krishna, aku telah bermaksud seperti kawanku, karena kelalaianku.Maafkan semua canda dan ketidaksopananku.”
Ini bukan ajakan untuk bercanda dengan Tuhan, tapi penyesalan karena selama ini Arjuna mengira Krishna hanya manusia biasa. Artinya, bentuk Krishna sebagai manusia adalah penyamarannya , bukan hakikat ilahi-Nya.
COBA PERHATIKAN SEKALI LAGI, Bhagavad Gitā Justru Membongkar Romantisasi Devosi Ini. Mereka kutip justru kontra narasi terhadap penyembahan pribadi: “Aku telah berjanji terhadap-Mu seperti teman, tanpa memahami kebesaran-Mu. Mohon ampun.”
Ini adalah titik balik Arjuna menyadari bahwa Krishna bukan teman pribadi , melainkan representasi Ilahi . Bahkan Arjuna menyesal memperlakukan Kresna sebagai temannya. Maka, narasi yang menyebut "Krishna ramah dan suka bercanda demi para penyembah-Nya" justru bertolak belakang dengan semangat ayat tersebut.
Apakah Krishna adalah Tuhan? Atau Peranantara Tuhan?
Mereka mengatakan Krishna sebagai “Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa” (dalam gaya Prabhupada ), tapi apakah Bhagavad Gītā dan Veda benar-benar menyatakannya demikian?
Muṇḍaka Upaniṣad 1.1.9 :
Sa viśvakṛd viśvavid ātmayoniḥ jñaḥ kālākālo guṇī sarvavid yaḥ.
Dia adalah Pencipta Semesta, Maha Mengetahui, Waktu dan di luar waktu, sumber semua kualitas...
Tidak ada nama Krishna di sini. Yang dibicarakan adalah prinsip Purusha-Brahman, bukan individu Yadava dari Dvaraka. Dan Bhagavad Gita 11.3, yang sering dijadikan dalih mereka, justru menampilkan bahwa bentuk universal (Viśvarūpa) dimohonkan Arjuna untuk ditampakkan – bukan bentuk Krishna biasa. inilah salah satu kesesatan logika hare krishna.
Sloka Bhagavad Gita 4.11 Disalahpahami
Ye yathā māṁ prapadyante tāṁs tathaiva bhajāmy aham...
"Bagaimana pun orang-orang datang kepada-Ku, Aku membalas sesuai pendekatan mereka."
Ini bukan berarti Krishna membalas permintaan penyembah seperti pelayan pribadi. Ini adalah prinsip karma-phala —hasil sesuai niat dan tingkat pencarian. Terutama Bhagavad Gita 7.20 yang memperingatkan:
“Mereka yang akalnya dirampas oleh keinginan menyembah dewa-dewa lainnya.”
Termasuk penyembahan terhadap figur manusia yang dipersonifikasikan sebagai Tuhan.
Ketika Devosi Menjadi Ketergantungan
Hare Krishna menanamkan bahwa rasa cinta kepada Krishna cukup untuk menyelamatkan jiwa. Tak perlu filsafat, tak perlu ilmu—cukup berjapa “Hare Krishna” ribuan kali.
Padahal dalam Chāndogya Upaniṣad 6.14.2, dijelaskan:
“Vijñānam ānandaṁ brahma.”
“Kesadaran dan pengetahuan adalah Brahman.”
Tuhan adalah pengetahuan tertinggi , bukan objek devosi sentimental. Devosi tanpa pengetahuan adalah ukiran yang membungkus bunga-bunga cinta.
Antropomorfisme: Menyembah Figur, Bukan Realitas
Dengan membayangkan Tuhan sebagai "pribadi" yang bisa bercanda, duduk di sofa surga, menyantap buah-buahan, dan menciumi penyembah-Nya, maka pemahaman spiritual menurun ke ranah dongeng .
Pemujaan pada figur Krishna sebagai “manusia super” adalah bentuk antropomorfisme —yaitu menyematkan sifat manusia pada esensi ilahi. Padahal, Bṛhadāraṇyaka Upaniṣad 3.9.26 menyatakan:
“Neti, neti” – Bukan ini, bukan itu.
Tuhan tidak dapat diwakili oleh bentuk, nama, rasa, ataupun pengalaman manusia.
Tuhan Tidak Melayani, Tapi Mengilhami
Kebesaran Terletak pada Pelayanan?
Kalau “kebesaran tertinggi adalah melayani penyembah”, maka Tuhan menjadi pelayan dan manusia menjadi pusat kenyataan. Ini adalah antropomorfisme , bukan Vedanta.
Dalam Advaita Vedānta , sejati dan tertinggi adalah penyadaran bahwa Atman = Brahman . Tidak ada dua, tidak ada hubungan pelayan-majikan. Tidak ada bentuk fisik, tidak ada personifikasi.
Dalam Vedānta sejati, Tuhan tidak melayani , melainkan menjadi cahaya batin yang membimbing menuju pengampunan. Ia adalah kesadaran murni, bukan pelayan spiritual selebriti .
Jika Tuhan perlu menyenangkan penyembah-Nya, berarti Tuhan membutuhkan umat-Nya. Tapi Sruti berkata sebaliknya:
“Na tasya kāryam karanam ca vidyate…”
“Ia tidak memiliki tugas atau kewajiban.” (Śvetāśvatara Upaniṣad 6.8)
Bhakti Tanpa Filsafat Adalah Bahaya
Kisah Krishna membasuh kaki atau menjadi utusan bukanlah bukti bahwa Tuhan suka menyenangkan penyembah-Nya, melainkan simbol dari karma yoga dan peran sosial , bukan metafisika tentang Tuhan.
Menganggap Krishna sebagai Tuhan pribadi yang tunduk pada kehendak penyembah adalah pelanggaran terhadap nirguna Brahman , sebagaimana prinsip yang ditegaskan oleh seluruh Sruti: Tuhan adalah kesadaran murni yang tak berpribadi.
Mari kita berhenti menguburkan kebenaran Vedantik dengan drama penyembahan figur. Krishna sebagai tokoh Mahābhārata patut dihormati sebagai guru, sahabat, dan perantara , bukan Tuhan Mutlak yang tunduk pada cinta manusia.
Tuhan tidak sedang melayani umat-Nya. Ia sedang membebaskan kita dari penyembahan yang keliru.
Karena keheningan Brahman lebih sakral daripada ribuan nama yang dijapa tanpa pemahaman.
Yang harus dilatih bukanlah cinta sentimental kepada tokoh sejarah, tetapi penyatuan kesadaran dengan Yang Mutlak . Seperti yang diajarkan dalam Mahāvākya :
“Tat tvam asi – Engkau adalah Itu.”
Bukan: "Tat saḥ bhajasi – Engkau harus menyembah seseorang itu."

Tidak ada komentar:
Posting Komentar