Karma Phala dan Punarbhawa / reinkarnasi
PROSES PERPINDAHAN AMAT HALUS
Veda
menyatakan bahwa proses perpindahan sang makhluk hidup (jiva) dari
badan jasmani kasar lama yang telah usang dan rusak ke badan jasmani
kasar baru dengan berkendaraan badan halus, adalah proses amat halus dan
berada diluar pengamatan indriya-indriya jasmani kasar.
Perpindahan
tersebut, kata Veda, adalah bagaikan perpindahan si ulat dari satu
lembar daun ke lembar daun lainnya. Sebelum melepaskan daun yang
ditempatinya, si ulat sudah berpegangan pada daun lain yang hendak di
tempati.
Begitu pula, sebelum
meninggalkan badan jasmani kasar lama, sang jiva sudah masuk
(=berpegangan) ke badan jasmani halus tertentu yaitu pikiran (manah)
yang telah dimuati mentalitas tertentu sesuai dengan karma (kegiatan)
yang paling disenangi dan paling sering dilakukan dengan badan
jasmaninya sekarang.
Keadaan
mentalitas pikiran atau macam kesadaran pada saat ajal menentukan jenis
badan jasmani kasar berikutnya yang akan dihuni oleh sang jiva.
Pikiran
yang dimuati mentalitas tertentu di-sebut paham hidup. Dan paham hidup
ini adalah kumpulan keingingan, minat, dambaan, kemauan,
kehendak,kesukaan, tabiat, prilaku, watak, sifat, perangai, pola dan
cara menikmati. Semua ini terbentuk dalam pikiran.
Veda menyatakan, “Srotam caksuh sparsanam ca rasanam ghranam eva ca adhisthaya manas cayam visayan upasevate, sang
makhluk hidup mengembangkan jenis indriya pendengar, penglihat,
pengecap, pencium dan perasa tertentu yang semuanya ter-kumpul dalam
pikiran.Begitulah kemudian ia memperoleh badan jasmani kasar baru
tertentu untuk menikmati obyek-obyek indriya tertentu pula”(Bhagavad Gita 15.9).
Selanjutnya Veda menyatakan,“Manah karma mayam nrnam,
kondisi pikiran sang manusia ditentukan oleh akibat (phala) perbuatan
(karma) yang dilakukannya. Indriyaih pancabhir yatam lokal lokam
prayatyanya atma tad anuvartate, bersamaan dengan ke-lima indriya
persepsi, pikirannya berpindah dari satu badan jasmani kasar ke badan
jasmani kasar lain, dan sang jiva ikut pula ber-pindah bersama nya” (Bhagavata Purana 11.22.37).
Dan
Sri Krishna sendiri berkata, “Sang makhluk hidup (jiva) yang jatuh ke
dunia fana, membawa serta bermacam – macam paham hidup bersama dirinya
dari satu badan jasmani kasar ke badan jasmani kasar lain, vayur
gandhan iva sayat, bagaikan angin membawa aroma” (Bhagavad Gita 15.8).
EVOLUSI SPIRITUAL
Veda
menyatakan bahwa sesuai dengan macam dan intensitas asubha-karma
(perbuatan berdosa) yang dilakukannya, sang jiva berjasmani manusia bisa
merosot dengan lahir sebagai anjing, kadal, tikus atau makhluk rendah
lain.
Setelah menjelma sebagai
ikan, maka sang jiva harus lahir berulang-kali dalam berbagai jenis
kehidupan yang lebih tinggi sebelum pada akhirnya kembali memperoleh
badan manusia. Ini disebut evolusi spiritual yaitu sang jiva
berangsur-angsur (pelan-pelan) merobah kesadarannya dari tingkat rendah
ke tingkat yang lebih tinggi dengan berganti-ganti badan jasmani mulai
dari berbagai badan jasmani akuatik, tanaman/pohon, serangga, burung,
binatang dan akhirnya badan jasmani manusia.
Jadi
menurut teori evolusi spiritual Veda, sang jiva yang rohani-abadi tidak
pernah berubah meskipun berganti-ganti badan jasmani. Dan
beraneka-macam badan jasmani yang telah pernah di huninya, sudah ada
sejak terciptanya alam semesta material ini dan wujud serta bentuknya
pun tetap sama, tidak pernah berobah.
Karena
itu dikatakan bahwa evolusi spiritual ini adalah rangkaian perpindahan
sang jiva dalam jutaan kondisi kehidupan (badan jasmani) berlain-lainan
yang menyengsarakan belaka.
Evolusi
spiritual ini harus dijalani oleh setiap jiva berjasmani manusia yang
salah/keliru menggunakan jasmani manusianya yaitu bukan untuk berbhakti
kepada Sri Krishna, tetapi untuk mengejar kesenangan material dunia fana
yang semu, khayal dan sementara.
Proses evolusi spiritual Veda tersebut diatas dapat diringkas sebagai berikut.
PHALA TEMPORER DAN PHALA PERMANEN
Kegiatan
(karma) materialistik pamerih memuaskan indriya jasmani agar hidup
bahagia di dunia fana yang dilakukan oleh orang-orang yang tergolong
Asura, memberikan hasil (phala) temporer. Kesenangan yang timbul dari
kontak antara indriya jasmani dengan obyeknya yaitu beraneka macam
barang kebutuhan hidup, berlangsung sebentar saja dan tidak
sungguh-sungguh memuaskan.
Kegiatan
(karma) rohani mengendalikan indriya-indriya badan jasmani dan
menyibukkannya dalam pelayanan bhakti kepada Sri Krishna, memberikan
hasil (phala) permanen. Dikatakan, “Nehabhikrama-naso’ sti pratyavayo na vidyate, dalam menempuh jalan spiritual ini, tidak ada kerugian atau pengurangan. Svalpam apy asya dharmasya trayate mahato bhayat, kemajuan yang sedikit saja dalam jalan spiritual ini akan menjauhkan orang dari mara-bahaya paling besar”(Bhagavad Gita 2.40).
Phala
temporer karma materialistik pamerih menyebabkan si pelaku merosot
kedalam kehidupan yang lebih rendah. Tetapi phala permanen karma
spiritual menuntun si pelaku menuju kehidupan bahagia nan kekal di alam
rohani.
HUBUNGAN ANTARA HUKUM KARMA-PHALA DENGAN TAKDIR, NASIB DAN IKHTIAR
Veda
menyatakan bahwa semasih sang makhluk hidup (jiva) berada didalam
kandungan si ibu, takdir, nasib dan ikhtiar dalam kehidupan yang dia
akan jalani kelak, telah ditetapkan sesuai dengan hutang-hutang karma
nya. Dikatakan, “Ayuh karma ca vittam ca vidya nidhanam eva ca pancaitani hi srjyante garbhathasyeva dehinam, usia (umur), pekerjaan, kekayaan, pengetahuan dan kematian telah ditetapkan semasih se-seorang berada dalam kandungan” (CN.4.1).
Berdasarkan sloka Veda tersebut, maka takdir, nasib dan ikhtiar dapat diringkas sebagai berikut.
Hubungan
antara hukum karma-phala dan punarbhava dengan takdir, nasib dan
ikhtiar dapat dijelaskan secara analogis sebagai berikut.
Sementara
anda harus melunasi hutang-hutang karma dengan kegagalan atau
keberhasilan ikhtiar, pada saat yang sama anda punya kebebasan
berikhtiar atau ber-karma (berbuat/bertindak) untuk mengejar kesenangan
duniawi, atau meniti jalan spiritual keinsyafan diri. Anda punya
kebebasan penuh untuk menentukan macam kehidupan yang anda inginkan.
NAISKARMYA, BEKERJA TANPA AKIBAT/REAKSI
Veda
menyatakan bahwa untuk sampai pada tingkat spiritual brahma-bhuta atau
visuddha-sattvam, berhubungan dengan Tuhan, sang jiva harus bebas dari
segala hutang karma buruk ataupun karma bajik. Sebab, phala (akibat)
karma buruk menyebabkan sang jiva merosot kedalam kehidupan yang lebih
rendah. Dan phala (akibat) karma bajik mengantarkannya ke alam sorgawi.
Dengan kata lain, hutang karma buruk maupun bajik mengikat sang jiva di
alam material.
Agar bebas dari phala
(akibat) karma bajik ataupun buruk atau agar bisa naiskarmya, bebas dari
segala hutang karma, seseorang harus bekerja (ber-karma) semata-mata
untuk menyenangkan Sri Krishna, dan ini disebut pelayanan bhakti
(hrsikena hrsikesa sevanam bhaktir ucyate).
Dalam
Bhagavad-Gita, Sri Krishna berulang-ulang minta (lewat Arjuna) agar
saya dan anda semua ber-karma (bekerja) untuk kesenanganNya semata.
Dengan kata lain, Beliau minta agar kita semua melakukan pelayanan
bhakti kepadaNya. Yajnarthat karmano’nyatra loko yam karma bandhanah, laksanakan pekerjaanmu untuk kepuasan Sri Vishnu, jika tidak pekerjaan itu akan mengikat si pelaku di dunia fana (Bhagavad Gita 3.9). Mayi sarvani karmani, lakukan semua pekerjaanmu untuk-Ku (Bhagavad Gita 3.30). Yad karosi tad kurusva mad arpanam, apapun yang anda perbuat, lakukan itu semua sebagai persembahan kepada-Ku (Bhagavad Gita 9.27). Subhasubha phalair evam moksyase karma bandhanaih, dengan berbuat demikian, maka anda terbebas dari segala akibat (phala) perbuatan (karma) bajik ataupun buruk (Bhagavad Gita 9.28)
Dalam Brahman Samhita 5.54)dinyatakan, “Karmani nidahati kintu ca bhakti bhajan, dengan
melaksanakan pelayanan bhakti (kepada Sri Govinda), maka segala akibat
(phala) dari perbuatan (karma) yang dilakukan jadi terhapus”.
Dalam Srimad Bhagavatam, Sri Krishna berkata kepada Uddhava, “Seperti halnya api menyala membakar kayu jadi abu, tatha mad visaya bhaktir uddhaivanamsa krtsnasah, begitu pula, O Uddhava, pelayanan bhakti kepadaKu membakar segala dosa yang diperbuat oleh penyembahku menjadi abu (Bhagavata Purana 11.14.19). Maya bhaktim param kurvan karmabhir na sa badhyate,
dengan menekuni jalan kerohanian bhakti kepada-Ku, seseorang tidak akan
terkena akibat (phala) dari kegiatan (karma) yang dilakukannya (Bhagavata Purana 11.29.20)”.
Demikianlah,
dengan bekerja (ber-karma) dalam pelayanan bhakti kepada Sri Krishna,
seseorang jadi naiskarmya, bebas dari segala akibat (phala) kerja
(karma) yang dilakukannya dan mencapai tingkat spiritual berhubungan
dengan Tuhan.
PHALA DARI KARMA SENDIRI DAN PHALA DARI KEHENDAK TUHAN
Sri
Krishna yang melihat sang bhakta begitu tulus melakukan pelayanan
bhakti kepada diriNya, ingin agar dia segera kembali pulang ke rumah
asal alam rohani Vikunthaloka dan terus tinggal disana dalam hubungan
bhakti (cinta-kasih) timbal-balik denganNya. Maka kepada bhakta murni
seperti ini Beliau menganugrahkan karunia Nya yang paling baik. Karunia
apa?
Sri Krishna berkata, “Yasyaham anughrnami harisye tad dhanam sanaih,
bila Saya hendak memberikan karunia ter-baik kepada seseorang, maka
Saya ambil segala harta yang ada padanya, sehingga dia menjadi tidak
melekat pada kesenangan material dunia fana” (Bhagavata Purana 10.8.88).
Jadi
karunia terbaik Tuhan adalah kemelekatan/keterikatan kepada diri-Nya,
atau cinta-kasih (bhakti) kepada-Nya. Sebab dikatakan,”Tat tu visaya tyagat sangan tyagac ca, cinta-kasih (bhakti kepada Tuhan hanya timbul di hati orang yang telah melepaskan diri dari segala kesenangan duniawi” (Narada Bhakti Sutra sloka 35).
Karena
fakta inilah setelah men-capai usia lima-puluhan tahun para Brahmana
dan Rajarishi dimasa lampau secara sukarela meninggalkan kesenangan
hidup duniawi-berkeluarga, lalu pergi ke hutan melakukan tapa dan vrata
guna mengembangkan cinta-kasih (bhakti) kepada Tuhan.
SRI KRISHNA TIDAK TERKENA HUKUM KARMA DAN PUNARBHAVA
Para
pemimpin umat dan tokoh ajaran Veda yang tidak sadar dirinya dijangkiti
paham materialistik dan pilsafat monistik mayavada, menyatakan bahwa
Sri Krishna pun terkena hukum karma-phala dan punarbhava. Dengan
berkesimpulan demikian, kata Beliau, mereka tergolong mudha, orang-orang
bodoh (Bhagavad Gita 9.11).
Sri Krishna menyatakan diri-Nya sebagai berikut, “Gunasya maya mulatvan na me moksa na bandhanam,
istilah terikat atau bebas (dari akibat karma) tidak terkait dengan
diri-Ku, sebab Saya adalah Tuhan nan absolut pengendali maya (Bhagavata Purana 11.11.2). Na mam karmani limpanti, Saya tidak terkena akibat (phala) apapun dari kegiatan (karma) yang Ku lakukan (Bhagavad Gita 4.14). Janma karma ca me divyam, kemunculan (kelahiran) dan kegiatan Ku di dunia fana semuanya berhakekat rohani (Bhagavad Gita 4.9). Mat kathah srnvan subhadra loka pavanah, ceritra tentang kegiatan dan sifat-sifat pribadiKu mensucikan seluruh alam semesta (Bhagavata Purana 11.11.23).
Ketika berkunjung ke Dvaraka, para Deva berdoa kepada Sri Krishna, “Tvam mayaya trigunayatmani, tenaga material Anda yang mengkhayalkan (maya) yang tersusun dari Triguna, berada dalam diriMu sendiri. Nattair bhavan ajita karmabhir ajya te vai, O Sri Ajita (Krishna), Anda pribadi tidak pernah terkena reaksi (phala) kegiatan (karma) material apapun” (Bhagavata Purana 11.6.8)
Dalam Garuda Purana dinyatakan,”Apavitrah pavitro va sarvavastham gato’ pi va yah smaret pundarikaksam sa bahyabhyantara sucih,
apakah seseorang sudah suci atau masih kotor dan tanpa memandang
kondisi lahiriahnya, hanya dengan mengingat Sri Krishna yang bermata
seindah bunga padma, seseorang menjadi tersucikan lahir-batin”.
Para Rishi berkata, “Paras paranukathanam pavanam bhagavad yasah,
berkumpul bersama sambil memperbincangkan kegiatan mulia Sri Bhgavan,
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna sungguh mensucikan hati” (Bhagavata Purana 11.3.30).
Veda menyatakan, “Yajnarthat karmanah, laksanakan pekerjaan itu untuk memuaskan Sri Vishnu (Krishna). Anyatra loko’ yam karma bandhanah, jika tidak akibat (phala) dari pekerjaan (karma) itu akan mengikat si pelaku di dunia fana” (Bhagavad Gita 3.9)
Karena
fakta-fakta tersebut diatas, maka Tuhan diibaratkan seperti matahari
yang tidak terpengaruh oleh keadaan di Bumi. Dan sinar nya meniadakan
segala bau amis dan busuk tempat-tempat kotor. Dan Beliau diibaratkan
pula seperti samudra nan luas yang tetap jernih meskipun setiap hari
di-kotori oleh banyak sungai dengan jutaan ton lumpur.
Hakekat
Sri Krishna yang spiritual absolut adalah bagaikan bilangan mutlak yang
tidak terpengaruh oleh tanda (+) dan (-). Ini berarti bahwa meskipun
ber-avatara, turun ke alam fana, Beliau tidak terpengaruh oleh dualitas
material dunia fana. Sehingga kegiatan-kegiatan rohani (lila) Nya
mensucikan, menyenangkan dan mem-bahagiakan seluruh dunia beserta
penduduknya.
Oleh sebab itu, Sri
Krishna tidak pula terkena hukum punarbhava yakni lahir ke dunia fana
karena hutang karma. Melainkan, Beliau turun ke alam material semata
mata karena karuniaNya yang tidak bersebab demi kesejahteraan dunia
beserta segala makhluk penghuninya.
Karena itu Sri Krishna berkata,,“Yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata abhyutthanam adharmasya tadatmanam srjamy aham,
kapanpun dan di manapun terjadi kemerosotan dharma dan adharma
merajalela, maka pada saat itu Saya turun sendiri ke dunia fana untuk paritranaya sadhunam vinasaya ca durkrtam dharma samsthamanarthaya, melindungi orang-orang saleh dan membasmi mereka yang jahat dan menegakkan dharma”(Bhagavad Gita 4.7-8)
Mengerti
kegiatan-kegiatan rohani (lila) Sri Krishna yang sungguh mensucikan,
mensejahterakan dan membahagiakan kehidupan segala makhluk, tidak
mudah. Sebab dikatakan, “Harer martya vidambhanena drso nrnam calayatah, kegiatan
rohani (lila) Sri Hari (Krishna) tidak dimengerti secara benar oleh
orang-orang yangdisebut manusia fana. Lila Beliau hanya membingungkan
pikiran mereka” (Bhagavata Purana 3.1.42).
POHON KEHIDUPAN MATERIAL
Badan
jasmani yang di huni/dikendarai oleh sang makhluk hidup (jiva) dan
terbentuk dari 24 (dua puluh empat) unsur materi alam fana beserta
segala macam kegiatan (karma) dan akibat (phala) nya, diibaratkan oleh
Veda sebagai pohon kehidupan material. Pohon kehidupan material ini
dapat dijelaskan sebagai berikut (Bhagavata Purana 11.12.22-23).
- Benih/bibit nya = perbuatan (karma) bajik dan jahat.
- Akar-akarnya yang berjumlah ratusan = beraneka-macam ke inginan sang jiva.
- Tiga batangnya bagian bawah = triguna, tiga sifat alam material sattvam (kebaikan), rajas (kenafsuan) dan tamas (kegelapan/kebodohan).
- Lima batangnya bagian atas = lima unsur materi kasar (panca-maha bhuta) alam fana yaitu akasa, udara, api, air dan tanah.
- Lima jenis bunganya = lima obyek indriya yaitu: aroma, sentuhan, rasa, wujud/rupa dan suara.
- Sebelas cabangnya = lima indriya pekerja (tangan, kaki, mulut, anus dan kemaluan) dan lima indriya persepsi (telinga, mata, hidung, lidah dan kulit) dan pikiran (manah).
- Dua ekor burung yang hinggap padanya = sang makhluk hidup (jiva atau atma) dan Tuhan (Paramatma).
- Tiga macam kulit kayunya = Tridatu (udara, lendir dan empedu), dan
- Dua macam buahnya = kesenangan dan kesusahan.
Makna
pohon kehidupan material ini adalah: jikalau sang jiva berjasmani
manusia hidup berdasarkan prinsip-prinsip dharma, itu berarti dia
menanam benih perbuatan (karma) bajik. Buah (phala) yang kelak dipetik
dari pohon kehidupan yang di tanamnya adalah kesenangan/kebahagiaan.
Sebaliknya, jikalau sang jiva berjasmani manusia hidup berdasarkan
prinsip-prinsip adharma, itu berarti dia menanam benih perbuatan
(karma) buruk. Buah (phala) yang kelak dipetik dari pohon kekehidupan
yang ditanamnya adalah kesusahan/penderitaan.
TEBANGLAH POHON KEHIDUPAN MATERIAL INI
Veda
minta agar saya dan anda menebang pohon kehidupan material ini. Sebab
kedua macam buahnya yaitu kesenangan dan kesusahan material sama-sama
mengikat sang jiva di dunia fana dalam lingkaran samsara yaitu:
kelahiran (janma), usia-tua (jara), penyakit (vyadhi) dan kematian
(mrtyu). Karena itu, pohon kehidupan ini disebut pohon samsara.
Bagaimanakah caranya menebang pohon kehidupan atau pohon samsara ini? Veda menjawab, “Asanga sastrena drdhena chittva, tebanglah pohon kehidupan material ini dengan senjata (kampak) ketidak-melekatan pada kesenangan material dunia fana (Bhagavad Gita 15.3). Asajjitatma hari sevaya sitam jnanasinam tarati param,
potonglah keterikatan pada obyek-obyek indriya (yang memberikan
kesenangan duniawi semu) dengan pedang pengetahuan rohani yang telah
di-asah dengan pelayanan bhakti kepada Sri Hari (Bhagavata Purana 7.5.31)”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar