Oleh I.B. Arya Lawa Manuaba
Mandalakawi Virtual Ashram, santikatmaka ring asing kawya
Griya Kanginan Baler Pasar Tegal Darmasaba
Abiansemal, Badung, Bali 80352
mandalakawi.googlepages.com
mandalakawi@gmail.com
Mengapa mesti malu beragama bumi karena kita tinggal di bumi;
sementara agama langit masih menggantung di awan-awan yang tidak tetap adanya...
Orang Hindu dikenal sebagai orang yang cinta damai, penuh pengertian, jujur, dan penolong. Sifat-sifat ini dipengaruhi oleh ajaran Hindu itu sendiri yang menekankan kepada konsep ahimsa, prema, shanti, dan satya. Oleh karena itu, di mana pun orang Hindu berada, ia akan selalu membawa kedamaian bagi masyarakat sekitarnya. Bukan hanya itu, makhluk lain seperti binatang dan tetumbuhan pun ikut merasakan kedamaian karena manusia Hindu turut mencurahkan kasihnya kepada alam sekitar dalam konsep-konsep filosofi yang adiluhung: Tri Hita Karana.
Mengapa filosofi Hindu begitu luhur dan mencakup kesejahteraan seluruh makhluk hidup?
Jawabannya sederhana: karena Hindu adalah agama Bumi.
Sebelum beranjak ke paparan selanjutnya, ada baiknya kita mengetahui istilah agama langit dan agama bumi. Ngakan Made Madrasuta dalam bukunya Saya Beragama Hindu mengutip beberapa penggolongan agama yang dibuat subyektif oleh pihak-pihak tertentu. Salah satu diantaranya adalah agama samawi (langit) yang berasal dari wahyu Tuhan, dan agama alamiah (bumi) yang berdasarkan kepada renungan manusia/buatan manusia. Agama Hindu sendiri, dalam golongan itu dimasukkan dalam agama buatan manusia (agama bumi).
Ketika ini menjadi polemik, beberapa kalangan umat Hindu yang berpendidikan mulai mengajukan protes etis. Dikatakan etis karena kita (bagian dari mereka) menggunakan media komunikasi tertulis untuk melawan anggapan itu. Terbitlah buku-buku yang berisikan pertentangan-pertentangan atas tuduhan bahwa Hindu adalah agama bumi, dan perang media pun dimulai. Keributan memang syukur tidak terjadi berupa demonstrasi (seperti kasus lukisan Nabi Muhammad yang mengeluarkan ribuan desibel suara manusia beberapa waktu yang lalu) atau aksi anarkis lain. Namun, perang media ini juga sebenarnya tidak perlu terjadi kalau kita menerima dengan lapang dada (sekaligus bangga) bahwa agama Hindu memang adalah sebuah agama bumi.
Jangan salah sangka dulu.
Aksi perang untuk mempertahankan nama suci agama adalah sungguh mulia, apalagi perang media yang lebih mengutamakan kekuatan pikiran daripada kekuatan fisik. Namun, ada baiknya kita kembali kepada filsafat kita sebagai orang Hindu yang tabah, penuh pertimbangan, dan bijaksana dalam menghadapi hal ini.
Suatu agama, ketika ia diturunkan adalah abstrak.
Agama apa pun sebenarnya adalah agama wahyu, sekalipun ada agama yang berdasar kepada renungan manusia suci (enlightened human). Dikatakan begitu karena setiap individu adalah percikan Tuhan (atma) yang memiliki potensi, pengetahuan, dan kesadaran yang sama dengan sang pencipta. Jika manusia secara konsisten menyadari eksistensinya sebagai atma, maka ia akan memperoleh pencerahan. Singkatnya, seluruh pengetahuan dan pencerahan datangnya dari sang diri (atma) yang sumbernya dari Tuhan (paramatma).
Kembali ke masalah agama bumi. Wahyu Tuhan yang abstrak kemudian disusun sedemikian rupa oleh manusia yang terpilih untuk itu (Rsi, Nabi) dan meng-konkret-kannya dengan cara membaurkannya dengan budaya, lingkungan, serta karakteristik manusia yang hidup di sana. Dengan kata lain, agama itu dibumikan.
Jadi, agama yang berupa wahyu Tuhan harus terlebih dahulu disesuaikan dengan kondisi alam dan masyarakat tempat di mana agama itu berada sehingga dapat dimengerti dan diaplikasikan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, jika kita melihat contoh Hindu, satu wilayah akan berbeda pelaksanaannya dengan wilayah lain.
Agama yang telah dibumikan adalah agama yang sudah nyekala, bukan lagi niskala. Agama yang dibumikan ini telah memiliki aturan-aturan, filosofi, etika, dan tata upacara konkret yang disesuaikan dengan keadaan alam dan sosial. Agama Hindu sendiri adalah agama yang telah dibumikan, sehingga ajaran-ajarannya, filosofinya, serta tatanan kehidupan beragamanya telah meluruh dan melekat dalam setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Ajaran-ajaran Hindu yang telah membumi ini menawarkan cara-cara dan aturan luhur tentang bagaimana menjaga keharmonisan antara alam, manusia, dewata, leluhur, Tuhan, dan bahkan dengan kekuatan alam (para bhuta kala). Karena manusia tinggal di bumi, maka ia harus hidup selaras dengan bumi. Unsur-unsur pembentuk tubuh manusia sama dengan unsur-unsur pembentuk bumi. Jadi, jika bumi tidak harmonis, maka keharmonisan juga tidak akan datang kepada manusia yang mendiaminya.
Singkatnya, banggalah beragama Hindu: sebuah agama bumi yang menawarkan ajaran-ajaran luhur tentang bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap tempat di mana kita hidup. Terbukti kini bahwa konsep Hindu diterima secara universal karena ia mengajarkan keharmonisan dengan alam.
- Lihatlah contoh the silent day yang diangkat dari konsep Nyepi di Bali.
- Contoh lain berupa ilmu yoga dan vegetarianisme yang terbukti dapat meningkatkan umur dan kesehatan manusia jauh melampaui obat-obat mana pun.
Itu semua karena Hindu adalah sebuah agama yang memang dibumikan untuk manusia yang tinggal di bumi. Ia juga adalah agama langit karena mencakup keberadaan dewa-dewa, malaikat, pitara, makhluk suci seperti widyadara dan carana, para rsi agung, hingga para asura yang kejam. Mari saudara sedharma, kembali kepada jati diri kita dan hentikan perang yang tidak berguna ini. Toh, jika mereka beragama langit, itu artinya mereka masih di awang-awang.
diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar