Dewa Agung Gede (1770 – 1790 M) - Babad Dalem Sukawati
setelah wafatnya Dewa Agung Gede Mayun (Sri Aji Petemon), Terjadi perselisihan 2 bersaudara antara Dewa Agung Gede dan Dewa Agung Made. Dewa Agung Made menghendaki kerajaan dibagi 2, namun ditolak oleh Dewa Agung Gede. Perseteruan ini membuat rakyat jadi berpihak-pihak.
I Gusti Ngurah
Padang Tegal memihak Dewa Agung Gede, sedang I Gusti Made Taman memihak Dewa
Agung Made. Terjadi perang hebat antara laskar Padang Tegal dan laskar Taman.
Pasukan Dhalem Sukawati datang utnuk mendamaikan perang tersebut. Laskar Padang
Tegal lari ke tempat yang sekarang disebut desa Punggul, sementara laskar Taman
lari ke tempat yang sekarang di sebut desa Taman. Untuk menjaga keamanan, Dewa
Agung Gede memutuskan untuk menempatkan adik-adiknya, seperti:
- Cokorda Ngurah Tabanan, tinggal di Peliatan
- Cokorda Tangkeban, tinggal di Ubud
- Cokorda Gunung, tinggal di Petulu
- Cokorda Tiyingan, tinggal Gentong.
Dewa Agung Made Pergi Ke Badung
Merasa
keamanan beliau terancam Dewa Agung Made memutuskan untuk pergi meninggalkan
Puri Agung. Beliau disertai saudara-saudaranya, seperti: Cok Agung Karang, Cok
Anom dan Cok Ketut Segara. Turut serta para istri dan putera-puterinya: Dewa
Agung Batuan, Cok Putu Kandel, Cok Made Kandel, Cok Raka, Cok Anom Perasi, dan
Cok Istri Raka. Berkat bantuan saudaranya beliau berhasil membawa pusaka Tombak
Ki Segara Anglayang, yang sampai sekarang tersimpan di Puri Agung Peliatan.
Perjalanan beliau
sampai di bumi Badung disambut oleh penguasa Badung Kyai Jambe Tangkeban.
Antara Dewa Agung Made dengan Kyai Jambe Tangkeban masih ada hubungan kelab.
Selama di bumi Badung Kyai Tangkeban memberi pelayanan yang memuaskan kepada
Dewa Agung Made, sehingga salah seorang puteri Puri hamil. Bayi yang dikandung
ini kemudian menurunkan parati sentana di Puri Jero Kuta, yang berhak
menggunakan upacara kebesaran seperti Dewa Agung Klungkung, dan Dewa Agung
Sukawati.
Setelah beberapa
lama Dewa Agung Made tinggal di kediaman Kyai Tangkeban, beliau disarankan agar
menuju ke Mengwi bertemu dengan pamannya untuk membicarakan masalah ini. Saran
Kyai Jambe Tangkeban diterima, Dewa Agung Made berangkat menuju Puri Mengwi.
Dewa Agung Made Pindah ke Mengwi
Kedatangan Dewa Agung Made di Mengwi disambut terharu oleh penguasa
Mengwi I Gusti Agung Putu. Dewa Agung Made diberikan tempat yang dinamakan Puri
Dhalem. Sedangkan kakaknya Cokorda Karang diberi tempat di Puri Mambal, dan
Cokorda Ketut Segara diberi tempat di Puri Sangeh.
Suatu
hari Raja Mengwi I Gusti Agung Putu bersurat kepada Dewa Agung Gede untuk
mempertimbangkan dengan matang keinginan Dewa Agung Made. Surat itu dibalas
oleh Dewa Agung Gede. Setelah membaca surat balasan tersebut I Gusti Agung Putu
merasa tersinggung karena dituduh memihak Dewa Agung Made. Dalam surat itu pula
Dewa Agung Gede menuduh Dewa Agung Made mencuri Pusaka kawitan tombak Ki Segara
Anglayang untuk membunuh dirinya.
Oleh
karena sudah tidak ada jalan lain lagi untuk berdamai, maka mulai dilakukan
persiapan perang oleh Dewa Agung Made di Mengwi untuk merebut dan membagi 2
kerajaan. Bala bantuanpun didatangkan, laskar Badung direncanakan menyerang
dari Selatan di bawah pimpinan I Gusti Munang dari Jro Gerenceng, dengan
ketentuan desa-desa yang ditaklukkannya menjadi daerah kekuasaan Badung. Dari
Barat laskar Mengwi dan Mambal dibawah pimpinan Cokorda Karang. Dari Utara
laskar Mengwi dan Sangeh, dibawah pimpinan Dewa Agung Made dan Cokorda Ketut
Segara. Demikian setelah persiapan mantang mulai dilakukan penyerangan dari
ketiga arah: Selatan, Barat, dan Utara.
I Gusti Munang (Kiyayi Anglurah Wayahan Grenceng) Menduduki Istana Dhalem Sukawati
Laskar
Dewa Agung Made dan Cokorda Ketut Segara hanya bisa tembus sampai di desa
Tegallalang, karena di desa Gentong pertahanan Cokorda Tiyingan sangat kuat,
demikian juga pertahanan Cokorda Gunung di desa Petulu.
Untuk sementara
Dewa Agung Made membuat Puri di desa Tegallalang 1765 M, yang nanti akan
diceritakan lebih jauh. Dewa Agung Karang hanya bisa sampai di desa Padang
Tegal karena pertahan Ubud sangat kuat di bawah pimpinan Cokorda Tangkeban dan
di desa Peliatan di bawah pimpinan Cokorda Ngurah Tabanan. Untuk itu beliau
mambuat Puri di Padang Tegal.
Sedangkan penyerangan dari Selatan berhasil dengan gemilang. Laskar
pelopor Badung di bawah pimpinan I Gusti
Munang, langsung menuju pusat pemerintahan Sukawati. Dewa Agung Gede kaget
langsung mengungsi ke desa Tojan di rumah I Gusti Ngurah Jelantik. Tempat
tinggal laskar pelopor Badung terletak di sebelah Selatan Puri, sehingga di
Sukawati ada tempat yang bernama Pemecutan. Sesuai dengan perjanjian I Gusti
Munang menduduki istana Puri Agung Sukawati. Hal ini membuat keluarga Dhalem
Sukawati merasa tidak senang meskipun dibantu dalam pembebasan kerajaan
Sukawati. Mereka mengkuatirkan akan kelestarian Pemerajan Agung Pura Penataran
Dhalem Sukawati. Selain itu memang semestinya yang menduduki tahta Dhalem
Sukawati adalah warih dari Dewa Agung Anom Sirikan, pendiri kerajaan Dhalem
Sukawati.
I Gusti Munang Digulingkan
Menyadari hal itu, Dewa Agung Made
mengadakan perundingan dengan kakak adik beliu, seperti: Cokorda Ngurah Tabanan
dari Puri Peliatan, Cokorda Tangkeban dari Puri Ubud, Cokorda Gunung dari
Petulu, dan, Dewa Agung Karang, dari Puri Padang Tegal.
Hasil dari perundingan
itu, "Dewa Agung Made pindah dari Puri Tegallalang ke Puri Peliatan tahun 1775
M. Puri Tegallalang diserahkan kepada adiknya Cokorda Ketut Segara. Dewa Agung
Karang pindah dari Padang Tegal ke Tapesan (Negara sekarang), untuk mempengaruhi
rakyat di sana".
Sebelum pindah
Dewa Agung Karang sempat bersemadi di Pura Dalem Padang Tegal. Beliau
dinugrahi pusaka Ki Bintang Kukus.
Berkat keuletan Dewa Agung Karang banyak rakyat Sukawati menolak perintah I
Gusti Munang. Sementara itu, Dewa Agung Gede akan segera dipulangkan dari
tempat pengungsian beliau di Tojan.
Adalah
seorang sahaya yang bernama I Wayan Tebuana meninggalkan Sukawati menghamba ke
Negara kepada Dewa Agung Karang. Mendengar hal itu I Gusti Munang mengutus I
Dewa Kaleran ke Negara. Dewa Kaleran bertemu dengan Dewa Agung Karang. Mereka
ternyata sepakat untuk merahasiakan hubungannya dan setuju untuk mengembalikan
Sukawati diperintah oleh putera Dhalem.
Saatnya
tiba Kulkul bersuara bulus, rakyat Sukawati keluar bersenjata lengkap. Dengan
sorak sorai bergemuruh di bawah pimpinan Dewa Kaleran memberontak kekuasaan I
Gusti Munang. Perkampungan orang-orang Pemecutan dibakar habis, sehingga banyak
jatuh korban di pihak Pemecutan. I Gusti Munang dapat meloloskan diri. Setelah
sampai di seberang tukad Wos I Gusti Munang angregep sika. Berkat kesaktiannya
mucullah air bah tukad Wos, menghalangi rakyat Sukawati mengejar I Gusti Munang
bersama pengikutnya. Sejak itu tukad Wos berganti nama tukad Cengcengan, sebab
I Gusti Munang berasal dari Gerenceng.
silahkan baca juga artikel babad:
demikianlah sekilas Pemerintahan Dewa Agung Gede (1770 – 1790 M) - Babad Dalem Sukawati. semoga bermanfaat.
silahkan baca juga artikel babad:
- Sri Aji Maha Sirikan - Raja Sukawati I (Babad Dalem Sukawti)
- Dewa Agung Made - Raja Tegalalang I (Babad Dalem Sukawati)
- Dewa Manggis Api - Raja Gianyar I
- Kembalinya Putra Pewaris Kerajaan Sukawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar