Setelah upacara pelebon selesai dilaksanakan, putera
mahkota dilantik bergelar Arya Ngurah Agung Tabanan Raja Singhasana. Sementara
adik-adik baginda:
- I Gusti Ngurah Made Kaleran menjadi raja pemade di Puri Kaleran.
- I Gusti Ngurah Made Penarukan berkediaman di Puri Anyar,
- I Gusti Gede Banjar berkediaman di Puri Anom Saren Kangin,
- I Gusti Ngurah Nyoman berkedudukan di Puri Anom Saren Kawuh.
- I Gusti Ngurah Rai menjadi raja pemade dan pemucuk di Puri Kaleran.
Arya Ngurah Agung masih muda, rajin mempelajari
filsafat-filsafat, bahasa Melayu, Arab, dan latin. Beliau membuat karya patra
(karya sastra) berupa Kidung Nderet dan Bagus Ewer. Mempunyai seorang sahabat
Mads Johhann Lange, orang Denmark yang memperoleh kewarganegaraan Belanda. Tuan
Lange membuat pesanggrahan di sebelah Utara Jro Beng.
Pada masa pemerintahannya Tabanan terlibat perang dengan
Mengwi, memperebutkan desa Marga dan desa Perean. Mengwi dapat memenangkan
perang tersebut. Laskar Tabanan yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Made dari
Puri Kerambitan terdesak Tokoh-tokoh desa Marga dan Perean mengungsi ke
Tabanan.
Sekitar setahun kemudian Tabanan membalas berhasil
merebut desa-desa tersebut. Penguasa desa Marga dan Perean kembali ke rumahnya
masing-masing.
Raja Singhasana banyak isterinya, sekitar 50 orang.
Permaisurinya adalah Ni Sagung Made Sekar puteri dari
Puri Kurambitan, berputera :
- I Gusti Ngurah Gede Marga beribu dari Marga Lod Rurung, berkediaman di Puri Denpasar, sebelah Utara Jro Beng
- I Gusti Ngurah Putu beribu Ni Mekel Karang dari Antasari, berkediaman di Puri Mecutan, Banjar Sakenan Klod. Kemudian berputra: I Gusti Ngurah Wayan, I Gusti Ngurah Made, I Gusti Ngurah Ketut, Sagung Nyoman, Sagung Rai dan Sagung Ketut.
- I Gusti Ngurah Rai Perang beribu Ni Gusti Ayu dari Lod Rurung, Membangun Puri Dangin
- I Gusti Ngurah Nyoman Pangkung, beribu penawing tinggal di Puri Mecutan
- I Gusti Ngurah Made Batan, beribu penawing tinggal di Puri Mecutan.
Putera terkemuka adalah I Gusti Ngurah Agung lahir dari
permasuri pendamping raja;
- I Gusti Ngurah Gede Mas, beribu Ni Mekel Kaler dari Pagending, berkediaman di istana Puri Agung.
- I Gusti Ngurah Alit, beribu Gusti Luh Senapahan, berkediaman di istana Puri Agung.
Di Puri Kaleran, I Gusti Ngurah Made Kaleran wafat
digantikan oleh puteranya yang kemudian juga bergelar Sirarya Ngurah Made
Kaleran. Masyarakat menyebutnya Ida I Ratu.
Pada tahun 1877 M, Arya Ngurah Tabanan menyelenggarakan
Pesamuhan Agung Negara Tabanan. Pesamuhan dipimpin oleh I Gusti Ngurah Made
Kaleran, dihadiri oleh para Manca dan Punggawa Tabanan, yaitu dari:
- Puri Anyar : I Gusti Ngurah Made Penarukan
- Puri Anom : I Gusti Ngurah Banjar dan I Gusti Ngurah Wayan
- Puri Gede Kurambitan : I Gusti Ngurah Gede Anom
- Puri Anyar Kurambitan : I Gusti Ngurah Putu
- Puri Kediri : I Gusti Ngurah Made Pangkung
- Puri Marga : I Gusti Gede Putera
- Puri Perean : I Gusti Gede Nyoman
- Jro Oka : I Gusti Ngurah Alit Putu Dudang
- Jro Beng : I Gusti Ngurah Nyoman Karang
- Jro Kompyang : I Gusti Ngurah Gede
- Jro Subamia : I Gusti Gede Taman
- Jro Tengah : I Gusti Wayan.
Pesamuhan bertujuan membuat peraturan kerajaan, sehingga
ada paswara yang diwarisi sampai sekarang.
Pada tahun 1885 Putera Mahkota I Gusti Ngurah Agung
wafat, terserang penyakit cacar. Dilaksanakan upacara khusus untuk beliau yang
menderita penyakit cacar yang disebut ngerapuh. Beliau kemudian bergelar
Bhatara Madewa.
Raja Tabanan kemudian mengangkat I Gusti Ngurah Gede Mas
sebagai Putera Mahkota, karena raja sangat mencintai ibunya Ni Mekel Kaler dari
Pagending. Namun I Gusti Ngurah Gede Mas kurang cakap, hanya menekuni gambelan,
tabuh, tari Joged dan Legong.
Pada tanggal 20 Juni 1891 Kerajaan Mengwi dapat
dikalahkan oleh pasukan Badung yang dibantu oleh Tabanan, dan Gianyar. Itulah
sebabnya I Gusti Ngurah Putu Teges, raja Kaba-Kaba menyerah dan menghormat
kepada Puri Kaleran Tabanan, hingga rakyat dan daerah kekuasaannya. Demikian
juga desa Blayu, Kukuh masuk wilayah negara Tabanan.
Setelah kerajaan Mengwi lenyap, diadakan pertemuan 3
pihak, Badung, Tabanan, dan Gianyar. Pertemuan diselenggarakan di Pura
Nambangan Badung. Ke tiga pihak mengangkat sumpah (pedewa saksi) untuk
meningkatkan persahabatan. Pihak Tabanan diwakili oleh I Gusti Ngurah Made
Kaleran, Gianyar diwakili oleh Ida I Dewa Pahang. Setelah selesai upacara I
Gusti Ngurah Made Kaleran menginap di Puri Pemecutan. Besoknya beliau
berkunjung ke Puri Denpasar.
Ketika beliau menikmati santapan di Puri Denpasar,
tiba-tiba beliau ditikam oleh I Gusti Ngurah Rai dari Jro Beng Kawan dengan
kerisnya I Ratu di Puri Kaleran anugerah dari Dalem dahulu. I Gusti Ngurah Rai
akhirnya dibunuh bersama rekan-rekannya terutama Si Agung Celebug, mayat
ditarik melalui lubang pembuangan air. Rekan-rekan I Gusti Ngurah Rai di Jro
Beng semuanya dibunuh kena watu gumulung.
Jenasah beliau diusung ke Tabanan dikebumikan di Taman, kemudian
bergelar I Ratu Keruwek Ring Badung.
Dengan wafat ratu pemade Singhasana, digantikan oleh
puteranya yang bernama I Gusti Ngurah Alit Pacung, lahir dari ibu penawing Ni
Mekel Sekar dari desa Gubug. Setelah dinobatkan bergelar Arya Ngurah Alit Made
Kaleran. Oleh masyarakat disebut I Ratu.
Raja Singhasana kemudian ditimpa kesedihan mendalam.
Putera Mahkota I Gusti Ngurah Gede Mas wafat. Pengiring yang setia mesatya
sewaktu pelebonnya, termasuk seekor kuda rajeg wesi yang bernama I Brengbeng
ikut dimasukkan ke dalam api.
Pengganti Putera Mahkota ditunjuk I Gusti Ngurah Alit
Senapahan. Tapi sayang beliau terserang demam panas dan wafat pada saat upacara
ligia Ida Bhatara Karuwek Ring Badung. Jenasahnya hanya dikebumikan karena
belum berselang setahun dari pelebon I Gusti Ngurah Gede Mas.
Pada tahun 1901 M menyebar wabah cacar. Terkena wabah
cacar, I Gusti Ngurah Alit Made Kaleran wafat. Penggantinya I Gusti Ngurah Gede
Kediri dinobatkan menjadi Raja Pemade di Puri Kaleran bergelar Anak Agung
Ngurah Gede Made Kaleran.
Arya Ngurah Tabanan Raja XIV Tabanan wafat dalam usia
diperkirakan 150 tahun. Pelebonnya dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober 1903 M,
bergelar Bhatara Angluhur. Beliau juga bergelar I Ratu Mur Madewa, karena
wafatnya akibat menderita penyakit cacar. Dua orang isterinya dari penawing, Ni
Luh Nengah Gadung dari Kamasan, dan Ni Mekel Sanding dari desa Tegallinggah
mesatya.
Pada waktu upacara pelebon dilselenggarakan hampir
menimbulkan insiden dengan pihak Belanda. Belanda tidak setujui dengan upacara
masatya yang akan dilakukan oleh 2 istri Raja, karena tidak sesuai dengan pri
kemanusiaan dan sudah tidak jamannya lagi. Belanda berusaha menghalang halangi,
dua kapal perangnya merapat di Pantai Yeh Gangga memamerkan kekuatan, untuk
memaksakan kehendaknya. Karena tidak tercantum dalam kontrak perjanjian,
upacara tersebut akhirnya terlaksana.
Belanda kemudian memasukkan Upacara Masatya dalam
perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Bali. Raja Badung Cokorda Ngurah Made
Agung (I Gusti Ngurah Denpasar) menghadiri upacara ini sebagai tanda dukungan
Badung kepada Tabanan.Baginda Raja Angluhur ini meninggalkan beberapa putera
dan puteri. Yang lahir di Puri Dangin;
- Ni Sagung Ayu Gede, dikawinkan ke Gerya Pasekan, kepada Ida Pedanda Rai bergelar Ida Isteri Agung, namun tidak mempunyai keturunan.
- I Gusti Ngurah Rai Perang,
- I Gusti Ngurah Anom,
- I Gusti Ngurah Putu Konol,
- Ni Sagung Made dari penawing.
- I Gusti Ngurah Gede Pegeg, Yang tinggal di Puri Agung
- Ni Sagung Oka,
- Ni Sagung Putu lahir dari ibu Ni Sagung Wayahan Selasih dari Grokgak Tabanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar