Google+

Sirarya Ngurah Agung Tabanan (1844-1903) - Babad Tabanan

Setelah upacara pelebon selesai dilaksanakan, putera mahkota dilantik bergelar Arya Ngurah Agung Tabanan Raja Singhasana. Sementara adik-adik baginda:
  • I Gusti Ngurah Made Kaleran menjadi raja pemade di Puri Kaleran.
  • I Gusti Ngurah Made Penarukan berkediaman di Puri Anyar,
  • I Gusti Gede Banjar berkediaman di Puri Anom Saren Kangin,
  • I Gusti Ngurah Nyoman berkedudukan di Puri Anom Saren Kawuh.
  • I Gusti Ngurah Rai menjadi raja pemade dan pemucuk di Puri Kaleran.
Arya Ngurah Agung masih muda, rajin mempelajari filsafat-filsafat, bahasa Melayu, Arab, dan latin. Beliau membuat karya patra (karya sastra) berupa Kidung Nderet dan Bagus Ewer. Mempunyai seorang sahabat Mads Johhann Lange, orang Denmark yang memperoleh kewarganegaraan Belanda. Tuan Lange membuat pesanggrahan di sebelah Utara Jro Beng.


Pada masa pemerintahannya Tabanan terlibat perang dengan Mengwi, memperebutkan desa Marga dan desa Perean. Mengwi dapat memenangkan perang tersebut. Laskar Tabanan yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Made dari Puri Kerambitan terdesak Tokoh-tokoh desa Marga dan Perean mengungsi ke Tabanan.

Sekitar setahun kemudian Tabanan membalas berhasil merebut desa-desa tersebut. Penguasa desa Marga dan Perean kembali ke rumahnya masing-masing.

Raja Singhasana banyak isterinya, sekitar 50 orang.
Permaisurinya adalah Ni Sagung Made Sekar puteri dari Puri Kurambitan, berputera :
  1. I Gusti Ngurah Gede Marga beribu dari Marga Lod Rurung, berkediaman di Puri Denpasar, sebelah Utara Jro Beng
  2. I Gusti Ngurah Putu beribu Ni Mekel Karang dari Antasari, berkediaman di Puri Mecutan, Banjar Sakenan Klod. Kemudian berputra: I Gusti Ngurah Wayan, I Gusti Ngurah Made, I Gusti Ngurah Ketut, Sagung Nyoman, Sagung Rai dan Sagung Ketut.
  3. I Gusti Ngurah Rai Perang beribu Ni Gusti Ayu dari Lod Rurung, Membangun Puri Dangin
  4. I Gusti Ngurah Nyoman Pangkung, beribu penawing tinggal di Puri Mecutan
  5. I Gusti Ngurah Made Batan, beribu penawing tinggal di Puri Mecutan.
Putera terkemuka adalah I Gusti Ngurah Agung lahir dari permasuri pendamping raja;
  1. I Gusti Ngurah Gede Mas, beribu Ni Mekel Kaler dari Pagending, berkediaman di istana Puri Agung.
  2. I Gusti Ngurah Alit, beribu Gusti Luh Senapahan, berkediaman di istana Puri Agung.
Di Puri Kaleran, I Gusti Ngurah Made Kaleran wafat digantikan oleh puteranya yang kemudian juga bergelar Sirarya Ngurah Made Kaleran. Masyarakat menyebutnya Ida I Ratu.

Pada tahun 1877 M, Arya Ngurah Tabanan menyelenggarakan Pesamuhan Agung Negara Tabanan. Pesamuhan dipimpin oleh I Gusti Ngurah Made Kaleran, dihadiri oleh para Manca dan Punggawa Tabanan, yaitu dari:
  1. Puri Anyar                       : I Gusti Ngurah Made Penarukan
  2. Puri Anom                       : I Gusti Ngurah Banjar dan I Gusti Ngurah Wayan
  3. Puri Gede Kurambitan     : I Gusti Ngurah Gede Anom
  4. Puri Anyar Kurambitan    : I Gusti Ngurah Putu
  5. Puri Kediri                       : I Gusti Ngurah Made Pangkung
  6. Puri Marga                       : I Gusti Gede Putera
  7. Puri Perean                      : I Gusti Gede Nyoman
  8. Jro Oka                            : I Gusti Ngurah Alit Putu Dudang
  9. Jro Beng                           : I Gusti Ngurah Nyoman Karang
  10. Jro Kompyang                : I Gusti Ngurah Gede
  11. Jro Subamia                    : I Gusti Gede Taman
  12. Jro Tengah                       : I Gusti Wayan.
Pesamuhan bertujuan membuat peraturan kerajaan, sehingga ada paswara yang diwarisi sampai sekarang.

Pada tahun 1885 Putera Mahkota I Gusti Ngurah Agung wafat, terserang penyakit cacar. Dilaksanakan upacara khusus untuk beliau yang menderita penyakit cacar yang disebut ngerapuh. Beliau kemudian bergelar Bhatara Madewa.

Raja Tabanan kemudian mengangkat I Gusti Ngurah Gede Mas sebagai Putera Mahkota, karena raja sangat mencintai ibunya Ni Mekel Kaler dari Pagending. Namun I Gusti Ngurah Gede Mas kurang cakap, hanya menekuni gambelan, tabuh, tari Joged dan Legong.

Pada tanggal 20 Juni 1891 Kerajaan Mengwi dapat dikalahkan oleh pasukan Badung yang dibantu oleh Tabanan, dan Gianyar. Itulah sebabnya I Gusti Ngurah Putu Teges, raja Kaba-Kaba menyerah dan menghormat kepada Puri Kaleran Tabanan, hingga rakyat dan daerah kekuasaannya. Demikian juga desa Blayu, Kukuh masuk wilayah negara Tabanan.

Setelah kerajaan Mengwi lenyap, diadakan pertemuan 3 pihak, Badung, Tabanan, dan Gianyar. Pertemuan diselenggarakan di Pura Nambangan Badung. Ke tiga pihak mengangkat sumpah (pedewa saksi) untuk meningkatkan persahabatan. Pihak Tabanan diwakili oleh I Gusti Ngurah Made Kaleran, Gianyar diwakili oleh Ida I Dewa Pahang. Setelah selesai upacara I Gusti Ngurah Made Kaleran menginap di Puri Pemecutan. Besoknya beliau berkunjung ke Puri Denpasar.

Ketika beliau menikmati santapan di Puri Denpasar, tiba-tiba beliau ditikam oleh I Gusti Ngurah Rai dari Jro Beng Kawan dengan kerisnya I Ratu di Puri Kaleran anugerah dari Dalem dahulu. I Gusti Ngurah Rai akhirnya dibunuh bersama rekan-rekannya terutama Si Agung Celebug, mayat ditarik melalui lubang pembuangan air. Rekan-rekan I Gusti Ngurah Rai di Jro Beng semuanya dibunuh kena watu gumulung.  Jenasah beliau diusung ke Tabanan dikebumikan di Taman, kemudian bergelar I Ratu Keruwek Ring Badung.

Dengan wafat ratu pemade Singhasana, digantikan oleh puteranya yang bernama I Gusti Ngurah Alit Pacung, lahir dari ibu penawing Ni Mekel Sekar dari desa Gubug. Setelah dinobatkan bergelar Arya Ngurah Alit Made Kaleran. Oleh masyarakat disebut I Ratu.

Raja Singhasana kemudian ditimpa kesedihan mendalam. Putera Mahkota I Gusti Ngurah Gede Mas wafat. Pengiring yang setia mesatya sewaktu pelebonnya, termasuk seekor kuda rajeg wesi yang bernama I Brengbeng ikut dimasukkan ke dalam api.

Pengganti Putera Mahkota ditunjuk I Gusti Ngurah Alit Senapahan. Tapi sayang beliau terserang demam panas dan wafat pada saat upacara ligia Ida Bhatara Karuwek Ring Badung. Jenasahnya hanya dikebumikan karena belum berselang setahun dari pelebon I Gusti Ngurah Gede Mas.
Pada tahun 1901 M menyebar wabah cacar. Terkena wabah cacar, I Gusti Ngurah Alit Made Kaleran wafat. Penggantinya I Gusti Ngurah Gede Kediri dinobatkan menjadi Raja Pemade di Puri Kaleran bergelar Anak Agung Ngurah Gede Made Kaleran.

Arya Ngurah Tabanan Raja XIV Tabanan wafat dalam usia diperkirakan 150 tahun. Pelebonnya dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober 1903 M, bergelar Bhatara Angluhur. Beliau juga bergelar I Ratu Mur Madewa, karena wafatnya akibat menderita penyakit cacar. Dua orang isterinya dari penawing, Ni Luh Nengah Gadung dari Kamasan, dan Ni Mekel Sanding dari desa Tegallinggah mesatya.

Pada waktu upacara pelebon dilselenggarakan hampir menimbulkan insiden dengan pihak Belanda. Belanda tidak setujui dengan upacara masatya yang akan dilakukan oleh 2 istri Raja, karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan sudah tidak jamannya lagi. Belanda berusaha menghalang halangi, dua kapal perangnya merapat di Pantai Yeh Gangga memamerkan kekuatan, untuk memaksakan kehendaknya. Karena tidak tercantum dalam kontrak perjanjian, upacara tersebut akhirnya terlaksana.

Belanda kemudian memasukkan Upacara Masatya dalam perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Bali. Raja Badung Cokorda Ngurah Made Agung (I Gusti Ngurah Denpasar) menghadiri upacara ini sebagai tanda dukungan Badung kepada Tabanan.Baginda Raja Angluhur ini meninggalkan beberapa putera dan puteri. Yang lahir di Puri Dangin;
  1. Ni Sagung Ayu Gede, dikawinkan ke Gerya Pasekan, kepada Ida Pedanda Rai bergelar Ida Isteri Agung, namun tidak mempunyai keturunan.
  2. I Gusti Ngurah Rai Perang,
  3. I Gusti Ngurah Anom,
  4. I Gusti Ngurah Putu Konol,
  5. Ni Sagung Made dari penawing.
  6. I Gusti Ngurah Gede Pegeg, Yang tinggal di Puri Agung
  7. Ni Sagung Oka,
  8. Ni Sagung Putu lahir dari ibu Ni Sagung Wayahan Selasih dari Grokgak Tabanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar