Prenawa OM dan pembangunan sejarah simbol Om
Pranawa Om adalah mantram sakral yang paling banyak disenandungkan oleh umat Dharma di seluruh pelosok bumi ini. Konon kata Amen, Amind dan Omen dikatakan berasal dari kata OM ini. Semua mantram Hindu-Buddhis dimulai dengan Om karena Omkara sebenarnya menyiratkan Sri Ganeshya dan berbagai maknanya, selain Dewa yang paling maha dalam jajaran dewata maka dewa ini adalah penghubung umat manusaia, dewa dan Hyang Maha Tunggal. Om juga dipergunakan pada awal setiap sapaan yang bersifat sakral, seperti Om Sai Ram, Hari Om dan sebagainya.
Aum , menurut Hindu filsafat, adalah suara primordial dari mana alam semesta diciptakan. Aum, juga disebut Pranava, adalah Firman asli Power, dan dibacakan sebagai mantra. Mantra adalah serangkaian suara lisan yang memiliki suara daya melekat yang dapat menghasilkan efek fisik atau psikologis tertentu, bukan hanya sesuatu yang memiliki arti intelektual yang ditugaskan. Kata mantra berasal dari ekspresi bahasa Sansekerta 'mananaath thraayathe' yang longgar berarti "mengubah pikiran", secara harfiah, "yang, ketika pikiran, membawa salah satu di [lautan duniawi kesedihan]". Kekuatan mantra terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan perubahan, tujuan jelas di yogi yang mengulanginya dengan benar.
Dalam tradisi yoga, Aum adalah yang paling suci kata-kata suci, mantra tertinggi. Aum juga disebut Pranava, sebuah kata Sansekerta yang berarti kedua controller kekuatan hidup (prana) dan pemberi hidup (infuser prana). "Itu yang menyebabkan semua Pranas untuk sujud di hadapan dan bisa bergabung di Paramatman, sehingga untuk mencapai identitas dengan-Nya, adalah karena alasan itu dikenal sebagai Pranava tersebut." -. Atharvashikha Upanishad 1:10 a.
Aum disebut Shabda Brahman - Tuhan sebagai Suara / Getaran. Menurut teori yoga, alam semesta telah berasal dari gerakan ini primal dalam Tuhan. Dengan mengikuti benang Aum kembali dalam meditasi ke tingkat yang lebih dan lebih halus dari kesadaran, yogi mendapatkan kembali bersatu dengan Brahman.
Upanishad (baik besar dan kecil) yang penuh dengan referensi untuk Aum dan meditasi pada Aum. Di bawah ini adalah contoh kecil:
Om adalah hasil dan sekaligus inti-sari dari shahtra-widhi kita, yaitu berbagai Weda, Upanishad dan Bagavat-Gita. Om atau Aum berasal dari aksara A-U-M dan diwujudkan dalam berbagai aksara di India dan di dunia sesuai huruf-huruf yang berlaku di daerah-daerah tersebut tanpa mengurangi makna dan kesakralannya. Ada berbagai makna yang diartikan dari ketiga kata-kata tersebut di atas, masing-masing secara berurutan seperti berikut ini.
- "Dia yang mengucapkan Om dengan maksud 'aku akan mencapai Brahman' tidak sesungguhnya mencapai Brahman." - Taittiriya Upanishad 1.8.1
- "Diri adalah sifat dari Om Sukukata ... Renungkan Om sebagai Diri" - Mandukya Upanishad 1.8.12, 2.2.3)
- "Bentuk meditasi yang datang ke bermanifestasi sebagai yang paling utama dari semua, untuk regenerasi semua pencari, adalah Firman Pertama, menunjukkan Brahman [Tuhan]:. Om Sukukata Meditasi Om harus terpaksa oleh pencari setelah pembebasan. Sukukata ini adalah Brahman Agung. " - Atharvashikha Upanishad 1:1,2
- "Brahman adalah Om Suku kata, keluar dari-Nya berlangsung Pengetahuan Agung." - Svetdsvatara Upanishad 4:17
- "Om adalah Brahman, Yang Primeval Ini adalah Veda yang knowers dari Brahman tahu,. Melalui itu yang tahu apa yang harus diketahui." - Brihadaranyaka Upanishad 5.1.1
- "Orang harus merenungkan Sukukata ini [Om]." - Chandogya Upanishad 1.1.1
- "Om Suku kata adalah busur:... Diri seseorang, memang, adalah panah Brahman disebut sebagai target yang Perlu memukul tanpa membuat kesalahan demikian seseorang menjadi bersatu dengan itu [Brahman] sebagai panah menjadi satu dengan target. " - Mundaka Upanishad 2.2.4
Om adalah hasil dan sekaligus inti-sari dari shahtra-widhi kita, yaitu berbagai Weda, Upanishad dan Bagavat-Gita. Om atau Aum berasal dari aksara A-U-M dan diwujudkan dalam berbagai aksara di India dan di dunia sesuai huruf-huruf yang berlaku di daerah-daerah tersebut tanpa mengurangi makna dan kesakralannya. Ada berbagai makna yang diartikan dari ketiga kata-kata tersebut di atas, masing-masing secara berurutan seperti berikut ini.
- AUM dapat diartikan Bhur . . . Bwah . . . Swah
- AUM dapat diartikan Alam sadar . . . alam mimpi . . . alam tidur lelap
- AUM dapat diartikan Rig, Yajur dan Sama Weda
- AUM dapat diartikan Brahma (Pencipta), Wishnu (Pemelihara), Shiwa (Pendaru ulang). Dengan masing-masing shaktinya : Saraswati – Laksmi – Parwati.
Di atas konsep ini, para yogi berkesimpulan bahwasanya Om hadir di dalam meditasi kita di dalam spasi kekosongan yang berada di antara satu sebutan Om ke lainnya (antara satu tarikan nafas dan hembusan nafas). Om disebut pranawa yang berarti “simbol atau suara, atau sabda yang bersifat Maha Esa) dan berbagai manifestasinya. Dikatakan di dalam shastra-widhi kita bahwasanya seluruh jagat-raya dan isinya menyebut AUM (OM). Itulah sebabnya Bhagavat-Gita menjabarkan Om ini secara lebih luas : OM (atas nama Hyang Maha Esa) . . . Tat (setiap pelaksanaannya yang dilakukan atas nama dan demi Hyang Maha Esa) . . . pastilah benar (Sat) dan suci sifatnya. Inilah adalah mantram Purusha yang tertinggi, mantram Prakritinya adalah Gayatri Mantram.
Berbicara dari perspektif Makhluk Tak Terbatas, pencacahan utamanya manifestasi-perwujudan, Krishna mengatakan: "Akulah Om suku kata." (Gita 7:8) Ia juga mengatakan hal yang sama di 09:17 ("I am ... kata bersuku satu yang suci ") dan 10:25 (" Di antara kata-kata Aku adalah Om kata bersuku satu ").
Apa yang harus "melakukan" dengan aum kemudian diuraikan oleh Krishna: "Terlibat dalam praktek konsentrasi ... mengucapkan kata bersuku satu Om - Brahman - mengingat Aku selalu, dia ... mencapai ke tujuan tertinggi saya dengan mudah. dicapai oleh yang pernah-teguh Yogi yang terus-menerus dan setiap hari mengingat-Ku "- Bhagavad Gita 6:13;. 8:12-14
Yoga Sutra Patanjali, teks yang paling kuno dan otoritatif tentang Yoga, menguraikan tujuan dan proses yoga sebagai berikut:
"Ishwara [Allah] adalah Purusha tertentu [Roh, Orang] Siapa yang tak tersentuh oleh penderitaan kehidupan, tindakan, dan hasil dan tayangan yang dihasilkan oleh tindakan ini. Dalam Dia adalah batas tertinggi kemahatahuan 36 Menjadi dikondisikan oleh waktu Dia. adalah guru bahkan orang dahulu penanda-Nya [vachaka] adalah Pranava [Om] 37 Its.. japa [pengulangan konstan] dan bhavanam adalah cara [atau: harus dilakukan]. Dari hasil itu [datang] hilangnya hambatan dan Penyakit batin kesadaran. balik, kelesuan, diragukan, kecerobohan, kemalasan, keduniawian, delusi, non-pencapaian panggung, ketidakstabilan, ini menyebabkan gangguan pikiran dan mereka adalah hambatan. [Mental] nyeri, putus asa , gugup, dan agitasi adalah gejala dari kondisi terganggu pikiran. Untuk menghilangkan hambatan-hambatan [harus ada] praktek konstan prinsip satu [yang japa dan bhavanam dari Om]. " - Yoga Sutra Patanjali dari 1:24-32
Simbol Om ini juga menyiratkan seluruh jaga raya yang hadir di dalam Hyang Maha Esa. Titik di Pranawa Om berarti bumi (Bhur), bulan sabit berarti jagad raya (berbagai planet dan bintang) sama dengan Bwah, dan Swah yang merupakan lengkungan di sebelah kanan aksara tiga berarti kekosongan yang meliputi Bhur dan Bwah, betulkan kekosongan tersebut kosong? Seandainya kosong bagaimana mungking dapat menunjang seluruh orbit ini. Ternyata kekosongan itu bukanlah kekosongan namun Zat Yang Maha Agung dari mana semua ini tercipta.
Dahulunya titik di atas Pranawa Om konon berbentuk bintang bersudut enam, di setiap sudut terdapat satu aksara, dan kekosongan (OM) berada di tengah-tengah bintang tersebut. Ini adalah simbol kedigjayaan dan spiritualnya Dewa Subramaniyam, dikenal sebagai Skanda, penegak dharma dan sekaligus komandan perang para dewata. Beliau sebenarnya adalah Putra Dewa Shiwa dan masih bersaudara dengan Sri Ganeshya, yang adalah adik beliau. Lambang ini menjadi lambing Israel, kisah David dan Goliath mirip dengan kisah Subramaniyam mengalahkan seorang raksasa Asura. Seperti David, maka Subramaniyam pun berbadan kecil layaknya seorang anak laki-laki berwajah dan berpenampilan Sri Krishna sewaktu kecil. Namun di Israel lambing bintang ini tidak bermantram lagi, akibatnya perang di antara mereka tidak akan habis, selain mantram tersebut dikembalikan. Angka 3 di Pranawa Om melambangkan semua tiga unsur yang hadir di Pranawa dan juga Tri-loka.
Kalau saudara-saudara kita kaum Judea menggunakan bintang dari Om ini, maka saudara-saudara kita kaum Muslimin menurut para yogi menggunakan bintang dan bulan sabit sebagai lambing ajaran agama Islam, kemudian kedua unsur ini diletakkan di atas kubah masjid yang berbentuk setengah lingkaran, simbol dari bumi atau bagian atas aksara 3. Para yogi Hindu juga mengatakan bahwasanya Ka’baah adalah simbol lingga yoni terbesar di dunia, dan air zam-zam adalah simbol tirta keabadian (ambrosia) yang berasal dari perpaduan lingga dan yoni. Itulah sebabnya kaum Hindu merasa masih bersaudara dekat sekali dengan kaum Muslimin, apalagi nabi Besar Mohammad S.A.W juga mengajarkan adanya nabi-nabi dan berbagai buku-buku suci lainnya sebelum beliau hadir, dan Nabi Adam sebagai nabi pertama yang berasal dari jazirah India. Pada zaman Nabi Adam (dikenal dengan nama Manu, asal kata manusia), maka bangsa Arab dan Yahudi belum hadir.
Wangsa Yahudi baru hadir kemudian, dan di zamannya Pandawa berkuasa kembali, jazirah ini masuk ke dalam wilayah jajahan mereka (baca Srimad Bhagawatam). Seandainya semua ini bukan teori belaka, maka seharusnya umat manusia bersyukur untuk kesinambungan ini yang menunjukkan betapa dekatnya keta semua ini sebenarnya. Perang antar suku dan antar umat beragama seharusnya dapat dihentikan, apalagi wangsa-wangsa di Timur Tengah bukan saja adat-istiadatnya dan bentuk profilnya sama denga wangsa India, namun secara genetika juga identic bahkan merekapun memiliki rhesus darah negatif seperti saudara-saurdaranya di India. Ternyata Pranawa AUM (OM) lebih luas jangkauan dan maknanya kalau ditelusuri dari sudut ini. Mungkinkah di masa-masa mendatang Pranawa ini dapat menyatukan seluruh bangsa di dunia, karena pada saat ini Om sangat popular di Eropa dan Amerika serta sebagian Australia yang didominasi oleh kaum kulit putih yang sedang meninggalkan ajaran Kristiani dan lebih menyukai gaya Hindu yang bersifat universal. Mengapa begitu? Jawabannya hanya Beliau yang tahu.
simbol sakral Hindu
Buddhisme, Jainisme, Sikhisme dan Zoroastrianisme. Hal ini digunakan baik sebagai simbol dan sebagai suara dalam ibadah, ritual nyanyian, kinerja sakramen dan ritual, yoga dan tantra. Dalam agama Hindu itu dihormati sebagai Brahman dalam bentuk word (askshara) dan suara (sabda).
Dalam praktek yang sebenarnya jarang dinyanyikan dalam isolasi dan sebagian besar berkaitan dengan mantra lain, doa, nama-nama dewa dan dewi, baik sebagai akhiran atau awalan, di bawah keyakinan bahwa hal tersebut akan meningkatkan potensi mereka, semangat, kesucian dan kemurnian. Menurut Mantrayoga Samhita, Om dengan sendirinya memiliki potensi ada jika diucapkan oleh seseorang yang belum dimulai di jalan spiritual oleh seorang guru. Ini tetap tidak efektif sebagai kendaraan realisasi diri, kecuali secara pribadi disampaikan oleh seorang guru yang tercerahkan (guru) ke memulai sebagai bagian dari mantra (bija) benih. Pandangan serupa dipegang oleh beberapa modern sekte seperti Satsang Rahdasaomi.
Samhita Taittirya menjelaskan penggunaannya dan signifikansi dalam ritual Veda dengan cara berikut:
Aum adalah Brahman. Aum adalah semua. Aum, ini sesungguhnya adalah kepatuhan. pada mengucapkan, 'membaca', mereka membaca. Dengan Aum, mereka menyanyikan nyanyian saman. Dengan Aum, som, mereka melafalkan doa-doa. Dengan Aum imam mengucapkan Advaryu respon. Dengan Aum satu assents dengan penawaran untuk menembak. Withy Aum seorang Brahmana mulai membaca, mungkin saya mendapatkan Brahman, dengan demikian berharap, brahman, sesungguhnya ia memperoleh
Asal usul Om atau Aum
Ada banyak teori mengenai asal-usul suku kata Om. Max Mueller mengusulkan bahwa mungkin telah berasal dari kata kuno "Avam", yang digunakan pada zaman prasejarah dalam arti Thatto mengacu pada obyek yang jauh. Menurut Swami Sankarananda, kata mungkin telah berasal dari nama seorang dewa Somathe penting yang disebutkan dalam Weda sering dan dengan siapa ritual esoterik banyak terkait. Kata ini juga terkait dengan suara napas dan getaran halus dan potensi tinggi universal yang dapat didengar secara internal dalam pesawat halus sebagai suara yang mendalam (Pranava nada) oleh pakar sepanjang waktu. Ada kemungkinan bahwa kata mungkin telah diintegrasikan ke dalam agama Veda dari beberapa tradisi pertapa India kuno. Upanishad Chandogya menceritakan bagaimana Aum suku kata yang dikeluarkan keluar dari Brahma saat ia merenung atas dunia yang ia ciptakan dalam tahap awal penciptaan. Dari merenung yang pertama muncul pengetahuan tiga kali lipat (trayi vidya) dan kemudian bhur suku kata, bhuvah dan suvah. Ketika ia merenung atas mereka (bhur, bhuvah dan suvah), Aum suku dikeluarkan keluar dari mereka. Dengan demikian secara simbolis, Aum mewakili seluruh ciptaan diwujudkan dalam tiga pesawat, yaitu bumi, wilayah pertengahan dan langit.
sejarah pembangunan
The Om kata tidak disebutkan secara langsung dalam himne paling awal dari Rgveda, namun disebutkan dalam Weda dan Upanishad lainnya beberapa yang terkait dengan mereka. Awalnya, pada periode awal Weda, karena kesucian yang terkait dengan itu, kata disimpan sebagai rahasia dan tidak pernah diucapkan di depan umum. Itu digunakan dalam percakapan pribadi dan diteruskan dari guru ke murid atau ayah ke anak secara langsung dan dalam kerahasiaan. Itu juga tidak digunakan dalam ritual. Karena tidak diizinkan untuk menggunakan kata secara langsung, beberapa Upanishad awal disebut secara tidak langsung sebagai udgita (Suara) atau Pranava (memanggil), menyinggung pentingnya dalam pernapasan diatur dan agama nyanyian masing-masing. Ungkapan lain yang digunakan dalam tulisan suci dalam referensi untuk itu adalah vÄcaka (simbol), Taraka (crossing) dan Akshara (kata binasa). Hal ini juga digambarkan sebagai Brahman dalam bentuk suara (Sabda Brahman). Dalam Bhagavadgita Krishna menyatakan bahwa dari ujaran Dia adalah Aum kata bersuku satu.
Pranava dan Udgita
Dalam kitab suci Veda, kata disebutkan untuk pertama kalinya secara terbuka dalam himne pertama Shukla (putih) Yajurveda. Beberapa percaya ini mungkin seru hari kemudian, karena dalam Samhita Taittiriya (5.2.8) dari Yajurveda Putih, itu adalah sill disebutkan secara tidak langsung sebagai kualitas ilahi (deva lakshna) memiliki tiga mode ekspresi (tri-alikhita), sebuah ekspresi yang umumnya terkait dengan Aum.
Kami menemukan referensi meningkat untuk itu dalam Upanishad banyak yang disusun pada periode Rigvedic Pos seperti Brihadaranyaka, Chandogya, Taittiriya dan
Mandukya Upanishad. Ini Upanishad menarik makna simbolik oleh
mengaitkannya dengan Diri Universal atau Brahman Yang Agung.
Mereka langsung menyebutnya sebagai Om, Aum, Udgita, Pranava dan Omkara. Dalam beberapa ayat dari Upanishad Brihadaranyaka, Om digunakan sebagai penegasan dalam arti Ya saya setuju. Upanishad Chandogya (Bagian 3) menginformasikan berbagai cara di mana udgita dapat bermeditasi dan manfaat yang timbul dari mereka. Ini menyatakan bahwa dengan bermeditasi atasnya seseorang dapat menghalau kegelapan dan ketakutan, memperoleh kekuatan, menjadi kaya dalam keabadian makanan dan keuntungan. Dalam beberapa ayat itu sama dengan Aum ruang (akasa).
Patanjali Yogasutra menyatakan bahwa Isvara (Diri) dinyatakan sebagai Pranava. Its kontinyu nyanyian (japa) akan mengarah pada penguasaan pengetahuan yang benar dan penghapusan interupsi (antarayas) yang muncul dalam bentuk gangguan (vikshepas) seperti penyakit dan kusam. Tradisi Yoga menyatakan bahwa nyanyian kata terus akan membawa banyak manfaat, seperti pemurnian pikiran, tubuh dan lingkungan, penghapusan dosa, keseimbangan pikiran, penghapusan keinginan, delusi dan lampiran dan pencapaian dari semua empat tujuan dari kehidupan manusia, yaitu tugas wajib (dharma), kekayaan (artha), kesenangan (kama) dan pembebasan (moksha).
Aum dan Om dalam Upanishad
Kedua Upanishad mayor dan minor berulang kali menyebutkan makna simbolis dan spiritual dari Aum atau Om dan merekomendasikan meditasi atasnya sebagai sarana untuk mencapai keadaan Brahman. Deskripsi dari aum di Upanishad besar dan kecil berbagai disebutkan di bawah ini.
Mandukya Upanishad
Dalam literatur Veda kita menemukan suatu evolusi bertahap dari Om Aum. The aum Kata ini digunakan untuk pertama kalinya dalam Upanishad Mandukya untuk menjelaskan Brahman sebagai satu-satunya dan realitas terakhir, sebuah konsep yang menjadi dasar selanjutnya bagi munculnya Advaita Vedanta atau filsafat monisme. Gaudapada menguraikan filosofi ini melalui komentarnya di whcih Upanishad dikenal sebagai Mandukya Karika.
Dalam ayat pembukaan yang sangat nya, Upanishad Mandukya menggambarkan pentingnya Aum di mana ia menyatakan Omkara sebagai segala sesuatu (idam Sarvam), masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang dan juga apa yang ada di luar tiga kali waktu. Sebagai brahmana utama memiliki empat kuartal, keadaan sadar (Jagrata) dipimpin oleh Vaisvanara (man universal), keadaan mimpi (svapna) dipimpin oleh taijasa (diterangi menjadi), sleep negara dalam (susupta) dipimpin oleh prajna (makhluk cerdas) dan negara transendental (Turiya) dipimpin oleh Diri individu (atman) yang pada kenyataannya hanyalah Brahman sendiri.
Kita bisa melihat keempat negara yang diwakili dalam AUM suku kata. Keadaan sadar diwakili oleh huruf pertama A, negara impian oleh U surat kedua, keadaan tidur nyenyak dengan huruf M ketiga dan keempat negara (Self) oleh AUM suku kata itu sendiri. Seperti Patanjali, Gaudapada menyamakan Aum dengan Isvara dan menunjukkan bahwa dengan menyembah-Nya sebagai Aum kita akan melampaui menderita.
Sifat empat kali lipat dari Aum juga diwakili jujur dalam simbol Aum, yang terdiri dari empat kurva dan satu lingkaran. Keempat kurva mewakili empat negara bagian dari kesadaran dan lingkaran mewakili Diri. Semakin rendah kurva mewakili keadaan sadar, kurva tengah keadaan mimpi, kurva atas keadaan tidur nyenyak, setengah lingkaran terlepas dari ketiga mewakili negara transendental sementara lingkaran di atas semua adalah Diri menyaksikan atau Diri Agung. Simbolisme Aum digambarkan dalam diagram di bawah ini.
Brihadaranyaka Upanishad
Upanishad Briahadaranyaka dimulai dengan kata Aum. Dalam beberapa ayat itu
menyebutnya sebagai udgita dan menyatakan cara yang tepat untuk mengucapkan itu dalam hubungannya dengan pidato dan dengan napas bagian atas yang mendalam (atau inhalasi di mana dada ditarik ke atas). Upanishad Chandogya menyarankan, dalam bentuk cerita (bagian 2), cara terbaik untuk merenungkan udgita untuk menstabilkan pikiran.
Ini dimulai dengan bagaimana para dewa mencoba berbagai metode sia-sia untuk merenungkan udgita dan bagaimana mereka terganggu kemenangan dengan berbagai cara oleh setan, sampai para dewa menemukan metode yang tepat untuk merenungkan sebagai nafas. Ketika para dewa mulai bermeditasi dengan cara ini, iblis berusaha untuk mengganggu mereka dan langsung hancur seolah-olah mereka memukul diri terhadap batuan padat. Pada bagian berikutnya (3.7) dari Upanishad kita menemukan simbolisme tiga kali lipat dari udgita, Surga (dyaur) adalah ut, atmosfer (antarisksham) adalah gi dan bumi (prithvi) adalah tha. Matahari adalah ut, yang gi udara dan api tha.
The Samaveda adalah ut, yang gi Yajurveda dan Rgveda, tha. Untuk menghilangkan keraguan kita mungkin memiliki mengenai arti sebenarnya dari udgita, Upanishad tegas menyatakan, sesungguhnya Sekarang, apa udgita adalah Aum tersebut. Apa Aum adalah udgita tersebut.
Dalam Maitri Upanishad
Upanishad Maitri (4.22) menjelaskan bagaimana kita dapat mencapai non-suara (asabda)
melalui suara (sabda) oleh merenungkan Aum dengan cara yang berbeda. dalam satu
Metode, bergerak ke atas oleh salah satu naik ke non-suara dan menjadi abadi.
Menurut metode lain, dengan menutup telinga dengan jempol kita dapat mendengar suara dari ruang dalam hati dalam tujuh cara yang berbeda, yaitu suara sungai mengalir, suara roda bergerak, suara bel, dari kuningan kapal, Ruak katak, suara hujan dan suara pidato. Dia yang mendengar suara-suara yang berbeda dalam dirinya akhirnya akan bergabung dengan tertinggi non-suara dan menjadi abadi. Dengan demikian, dengan bantuan sabda (suara) Brahman ia mencapai ayat (tertinggi) brahman. Upanishad ini juga menjelaskan akhir dari meditasi pada Aum sebagai negara yang tenang, tanpa suara, tak kenal takut, tanpa kesedihan (Asokam), bahagia, puas, teguh, tak bergerak, abadi, unshaking, abadi, dan yang sebanding dengan Wisnu karena keduanya lebih rendah dan lebih tinggi dari segala sesuatu dan juga tanpa suara dan batal. Kondisi ini dicapai dengan menggunakan tubuh sebagai haluan, Aum sebagai panah, pikiran sebagai titik dan kegelapan sebagai tanda. Ketika kegelapan ditusuk dengan panah dari Aum seseorang mencapai apa yang tak diselimuti kegelapan di mana Brahman berkilau seperti roda api, dari warna matahari, penuh semangat dan luar kegelapan
Atharvasikha Upanishad
Upanishad Atharvasikha menunjukkan meditasi yang harus dilakukan pada huruf Om tunggal karena dalam dirinya sendiri mantra untuk meditasi. Kaki empat adalah empat dewa dan empat Veda sedangkan suku kata itu sendiri sama dengan Para Brahman (realitas Ultimate). Ini menyatakan, "Kelima dewa Brahma, Wisnu, Rudra, Ishwara dan Siwa harus disembah dalam bentuk Pranava Aum dikenal sebagai Pranava karena membuat busur orang sebelum dan (+ Aa Uu + suara Ma + + setengah Bindu.) sebagai Omkara karena mengirimkan sebagainya arus kekuatan hidup-atas. Upanishad mengidentifikasi suara konstituen dari Aum suku kata dengan Brahma, Wisnu dan Siwa, dan Brahman, dan menjelaskan simbolisme mereka dengan cara berikut
Suara mewakili bumi, himne pujian (ric), Rgveda, Brahma, delapan dewa yang dikenal sebagai Vasus, mantra Gayatri suci, api garhyapatya, warna merah dan didedikasikan untuk Brahma.
U suara mengacu pada atmosfer (antariksha), rumus kurban yang dikenal sebagai Yajus, yang Yajurveda, Dewa Wisnu, dewa-dewa atmosfer yang dikenal sebagai Rudras, yang trishtbhu meter, api Dakshina, kecerahan, dan didedikasikan untuk Rudra.
M suara merupakan surga, nyanyian saman suci, Samaveda, Dewa Wisnu, dewa 12 surya yang dikenal sebagai Aditya, yang jagati meter, api ahavaniya, warna hitam dan didedikasikan untuk Wisnu.
Bagian ternasal setengah dari m suara yang membiarkan keluar sementara Aum melantunkan digambarkan sebagai nyanyian Atharvan, yang Atharvaveda, api kehancuran universal, dewa angin dikenal sebagai Marut, yang Virat universal, seperti petir, warna-warni dan didedikasikan untuk Brahman atau Purusha
Aum dalam Tantra dan Upanishad kecil
Para tantra menggambarkan Aum suara primordial sebagai getaran murni (spanda),
tanpa sebab dan sumber dari semua suara dan getaran. Mereka menjelaskan
asal suara purba seperti dhvani, nada dan huruf halus yang disebut
matrikas dan hubungan mereka dengan Siva dan Shakti. Sharada Tilaka Tantra mengungkapkan sumber dari semua suara menjadi bindu (titik) yang memiliki tiga bagian, yaitu nada (suara halus), bija (biji) dan bindu (titik). Nada memiliki dominasi Siva kesadaran (Siva), bindu memiliki dominasi energi atau Shakti sementara bija mengandung keduanya di bagian yang sama. The Tantra Kirana menggambarkan Aum sebagai ilahi dalam dirinya sendiri, yang berada di tenggorokan Siva dan yang merupakan akar dari semua mantra dan juga sumber dari semua pidato (VAC).
Upanishad Amritabindu membedakan antara Om terdengar (Svara) dan
yang tak terdengar Om (asvara), yang tak terlihat di dunia sadar tapi
jelas dalam pesawat halus dalam keadaan yang lebih dalam meditasi. The Om terdengar adalah fana (kshara), sedangkan yang halus yang binasa (Akshara). Hanya dengan merenungkan yang terakhir, adalah mungkin untuk mencapai keadaan keseimbangan kesatuan dan pengalaman dengan Allah. Upanishad Amritanadabindu menggambarkan Om sebagai kereta untuk mencapai Mutlak. Dengan melantunkan suara suci, terlepas dari tiga huruf pertama dari Aum, memasuki satu negara halus melalui m surat terakhir yang juga merupakan bindu (benih atau focal point). Penarikan indera, berlatih kontrol napas, duduk di tanah, bebas dari cacat dan menjaga diri dari pemikiran yang berbahaya, seseorang harus memusatkan perhatian seseorang sepenuhnya pada Om dan merenungkan atasnya. Om tidak boleh dihembuskan karena memiliki kemampuan untuk memurnikan dan menghilangkan cacat.
Upanishad Nadabindu menggambarkan Aum sebagai suara dengungan gemilang (Vairaja Pranava), memiliki empat bagian di mana seseorang dapat mencapai suara batin (nada) di telinga kanan. Ketika terdengar semua suara eksternal menghilang dan satu dapat mendengarkan suara halus berbagai dimana ia menjadi videhamukta (dibebaskan dari tubuh).
Menurut Hamsa (swan) Upanishad, nada memanifestasikan dirinya sebagai sepuluh suara yang berbeda, yang didengar oleh pakar dan yogi di pesawat halus dalam tahap progresif kemajuan rohani mereka. Mendengar mereka adalah tanda pasti sukses di jalan.
Suara ini adalah suara cini, dari cini cini-, bel, dari kerang, harpa, cymbal, seruling, ketel drum, dari Tabor dan bertepuk tangan guntur. Dari jumlah tersebut hanya yang terakhir harus dibudidayakan. Gejala fisik yang berbeda dikatakan muncul dalam pikiran dan tubuh sebagai suara-suara yang didengar, seperti gemetar dari kepala dan manis di mulut. Ketika akhirnya suara yang disebutkan terakhir (petir) terdengar, seseorang menjadi identik dengan Diri transendental (para brahmana). Tantra Shastra mengakui Aum sebagai benih (bija) mantra dan menyarankan hubungannya dengan mantra lain dan nama Siva, Shakti dan dewa lainnya sehingga dapat meningkatkan potensi dan getaran dan mempercepat proses pemurnian dan realisasi diri. Beberapa mantra terkenal dan kuat yang digunakan dalam hubungan dengan Aum sebagai awalan yang disebutkan di bawah
- Om namah Sivayah
- Om namo bhagavate Vasudevaya
- Om Ganesaya namah or Om namoh Ganesaya
- Om namo Pundarikakshaya
- Om srimatre namah
- Om sat-cit-ekam-brahma
- Om Durgaih namah
Mahanirvana Tantra berbicara tentang pentingnya soham atau
Hamsa digunakan dalam meditasi baik dan nyanyian sebagai sarana untuk
realisasi diri. Kedua kata melambangkan realitas tertinggi tersembunyi dalam penciptaan nyata dan mengandung dalam dirinya baik aspek maskulin dan feminin dari penciptaan, yaitu Siva dan Shakti, diwakili oleh ham suara dan sa masing. Hamsa, angsa berarti dan juga Akulah Dia. Hal ini disamakan dengan suara pernapasan alami karena suara pernapasan alam kita sangat mirip dengan suara hamsa.
Ketika berulang kali meneriakkan hamsa (Akulah Dia) terdengar seperti soham (Dia adalah saya) atau sebaliknya. Dengan demikian dikatakan bahwa dengan bernapas secara alami setiap makhluk hidup
nyanyian sadar dan spontan, salah satu mantra yang paling kuat di
dunia, yang dianggap sebagai Pranava sendiri. Melalui napas semua makhluk
terus menyembah Tuhan, mengingatkan diri dari sifat sejati mereka dan hubungan dengan Tuhan dan mengidentifikasi diri mereka dengan-Nya, meskipun mereka mungkin atau mungkin tidak menyadarinya sama sekali. Kami menemukan penjelasan yang sama dalam Upanishad Dhyanabindu, yang menggambarkan nyanyian hamsa sebagai japa Gayatri atau gayatri dilantunkan
Om dalam Buddhisme
Buddhisme tidak mengakui adanya Diri individu maupun Diri universal. Sang Buddha melarang praktek Veda menggunakan mantra dan mantra magis untuk keuntungan pribadi atau spiritual. Namun dengan munculnya Mahayana dan Vajrayana Buddhisme praktek menggunakan mantra dalam nyanyian dan meditasi sebagai sarana perlindungan diri, pemurnian dan spiritual kesejahteraan menjadi latihan yang teratur dalam beberapa sekte agama Buddha. Salah satu mantra paling terkenal ditemukan dalam Buddhisme adalah mantra teratai yang dimulai dengan kata Om. Hal ini menyanyi saat, Om mani padme ham
Ada juga mantra lain yang dimulai dengan Om yang digunakan oleh para biarawan Budha di berbagai belahan dunia, seperti, hum wagishwari Om, Om dhrung Svaha, Om hum Vajrapani dan Om Vajrasattva hum. Untuk Buddhis kata Aum atau Om tidak mewakili realitas mutlak atau diri yang kekal. Sebaliknya itu merupakan aspek luar dari makhluk hidup, yaitu tubuh ucapan dan pikiran masing-masing.
Pendapat orang bijak tentang Aum
Sri Anandamoyi Ma
"[Peringatan bagi para Pranava] harus menjadi begitu otomatis bahwa Anda tidak dapat bernapas tanpa mengingat itu.""Om adalah akar dari semua suara. Setiap suara lainnya yang terkandung dalam itu, dan ini digunakan untuk mengambil satu melampaui semua suara ".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar