Google+

Piodalan Pedudusan Alit di Mrajan Agung Kebayan Guwang (trah ida Kubayan) sesuai purana babad kubayan

Piodalan / odalan / petoyan ida Bathara Kawitan, Pedudusan Alit di Mrajan Agung Kebayan Guwang (trah ida Kubayan) sesuai babad kebayan / babad kubayan

Piodalan adalah upacara pemujaan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Waça dengan segala manifestasinya lewat sarana pemerajan, pura, kahyangan, dengan nglinggayang atau ngerekayang (ngadegang) dalam hari- hari tertentu.

Kata piodalan 

berasal dan kata wedal yang artinya ke luar, turun atau dilinggakannya dalam hal ini Ida Sang Hyang Widhi Waça dengan segala manifestasinya menurut hari yang telah ditetapkan untuk pemerajan, pura, kahyangan yang bersangkutan. Piodalan disebut juga petirtayan, petoyan, dan puja wali.

Odalan atau piodalan 

pada hakikatnya adalah peringatan hari kelahiran (hari jadi) sebuah pura, semacam perayaan ulang tahun kalau pada manusia. Kalau pada manusia, hari jadi atau ultahnya diperingati berdasarkan perhitungan saat kelahiran menurut penanggalan (hari, tanggal, bulan dan tahun). Sedangkan kalau untuk pura atau kahyangan peringatan “tegak odalan” ditentukan berdasarkan perhitungan sasih atau wewaran terutama memadukan sapta wara dan panca wara serta wuku.


Jika didasarkan atas perhitungan sasih maka umumnya selalu di kaitkan dengan saat datangnya bulan sempurna (purnama). Sehingga odalan atau piodalan yang berdasarkan sasih selalu mangambil saat purnama. Maka begitulah banyak pura yang “tegak odalannya” jatuh pada Purnama dengan sasih yang berbeda-beda, dan datangnya setiap setahun sekali. Sementara itu apabila didasarkan atas perhitungan wewaran dan wuku, maka tegak odalan sebuah pura akan dating 210 hari sekali.

Kemudian setelah diketahui dasar-dasar perhitungan “tegak odalan”, maka untuk menjatuhkan satu pilihan lagi odalan sebuah pura ditentukan atau diputuskan berdasarkan waktu atau saat diadakan upacara “pemelaspas” atau “ngenteg lingih” dari pura tersebut. Kapan saat pemelaspas atau ngenteg linggihnya, saat itulah biasanya dijadikan sebagai “tegak odalan” berikutnya.

Soal adanya keinginan untuk mengubah atau mengganti saat “tegak odalannya” tidaklah masalah, sepanjang sudah menjadi kesepakatan karma penyungsung, pengemong atau pengempon pura tersebut. Dan tentunya kesepakatan sekala itu wajib disampaikan (matur piuning) ke hadapan Ida Bhatara yang malingga di pura tersebut.

Nyejer Piodalan

Perihal “nyejer” (perpanjangan waktu ngaturang bhakti) bisa diadakan bisa juga tidak. Semuanya tergantung pada kepentingan dan kondisi karma penyungsung. Yang jelas ada atau tidak “nyejer” odalan atau piodalan yang menjadi inti perayaan atau upacara peringatan hari jadi di pura tersebut sudah berjalan dan sidhakarya.

Terakhir tentang waktu (dauh inti atau dauh ayu) dari pelaksanaan odalan itu, dapat ditentukan berdasarkan saringan dari pertemuan Panca Dauh dan Asta Dauh, tergantung dina (hari) dan kala (siang atau malam). Misalnya untuk odalan yang jatuh pada hari Saniscara, maka dauh inti (waktu terbaik) di kala siang adalah pukul 11.30 – 12.42, sedangkan di kala malam pukul 22.18 – 23.30. Di luar waktu dauh inti itu apalagi sampai kelewatan, maka “tegak odalan” di pura tersebut sudah bergeser ke hari lain atau moment odalan saat itu tidak lagi berada di saat yang tepat (terbaik).

Pola Upakara/ Upacara

Upakara/ upacara piodalan berwujud upakara/ upacara untuk ngerekayang Ida Sang Hyang Widhi Waça dengan segala manifestasinya dengan itu umat mewujudkan rasa baktinya.
Kerangka upakara/ upacara piodalan melambangkan:

  • Utama Angga (hulu).
  • Madhyama Angga (angga/ sarira).
  • Nistama Angga (suku/ delamakan).

Pelaksanaan upakara/ upacara piodalan nista, madya, utama, untuk pemerajan dan kahyangan tiga.
Tata urutan upacara piodalan:

  • Nuwur/ nurunang (Utpati).
  • Ngadegang/ nyejer (Sthiti).
  • Ngeluwurang/ nyimpen (Pralina).

Susunan/ tingkat upakara/ upacara sesuai dengan prasaran (tanpa perubahan)

untuk Piodalan Mrajan Agung Kebayan Pura Khayangan Sakti Bhuda Umanis di desa Guwang, yang merupakan pura kawitan sesuai purana babad kebayan / kubayan yang berada di Pura ini,  saat ini bertepatan dengan Purnamaning Sasih Ke Enam, yaitu Buda umanis Prangbakat. dimana tingkat upacara yang dilaksanakan adalah Pedudusan Alit.

Petoyan Bethara Kawitan ini akan dilaksanakan nyejer hingga 2 hari dan mesineb pada tanggal 30 November 2012 dina Sukra Pon Prangbakat.

sane muput upacara piodalan ini adalah Ida Pandita Mpu Widyadharma Siwa Dhaksa dari Griya Widya Asrhama, Br. Sakih, Guwang Gianyar yang merupakan salah satu Sulinggih / Pandita trah Kubayan (kebayan).
Ida Pandita Mpu Widyadharma Siwa Dhaksa

untuk wayang lemah di haturkan oleh jro dalang Ketut Darsana dari sukawati, dan rerenggan Kerawitan Semar-pegulingan juga dari desa Sukawati.




jro dalang Ketut Darsana 









bila ada trah kebayan dari wewidangan (wilayah) sukawati baik dari batuyang, tabanan, taro atau seputar bali diberikan waktu ngaturang sembah pangubakti sampai Sukra Pon Prangbakat. suksma

7 komentar:

  1. Om swastiastu. Niki sameton trah Kebayan Wongaya Gede? Ternyata dulu Leluhur merantau ke berbagai daerah ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. inggih... tyg bebancahan ide sane sakeng penulisan sukawana...
      seneng mresidang kecunduk semeton kebayan :)

      Hapus
  2. Mohon info tentang keberadaan kebayan di Desa Babahan - Penebel Tababan,
    Saat ini Kawitan kami ada di Kebayan - Wongaya gede.

    Sukesema.
    Made Yasa

    BalasHapus