Google+

Napak Tilas Jejak Spiritual Rsi Markadeya

Napak Tilas Jejak Spiritual Rsi Markadeya

Sebanyak 150 orang umat Hindu turut mengikuti perjalanan suci ke Gunung Raung-Jawa Timur yang berangkat pada 13 Oktober 2007. Tirthayatra ini merupakan rangkaian dari beberapa kegiatan Pashraman Agung Griya Mas, Tumbak Bayuh, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali yang diasuh Ida Rsi Hari Dantam. Sebelumnya kegiatan pasraman ini telah berlangsung sejak 6 bulan yang lalu, tepatnya diresmikan 27 April 2007.

Pasraman pamangku ini diikuti oleh 44 peserta dan 18 peserta dinyatakan lulus dan dianggap mampu menjalankan sasana sebagai seorang pamangku dan serati banten. Mereka terdiri dari 12 pamangku dan 6 orang srati berhak mendapatkan sertifikat kelulusan yang dibagikan langsung di Pura Gunung Raung. Sedangkan sisanya sebanyak 22 orang dinyatakan belum lulus.

Seleksi kelulusan ini sengaja di lakukan secara ketat dengan tujuan agar pasraman ini benar-benar menghasilkan pinandita dan penyerati yang berkualitas. Paham akan tattwa, susila dan etika yang ke depannya mampu melayani umat Hindu dalam peningkatan srada dan bhakti umat. Namun pasraman kali ini tak hanya diperuntukkan bagi pinandita, namun diikuti pula oleh dua sulinggih.


Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang rombongan tiba dan langsung melakukan persembahyangan. Persembahyangan pertama dilakukan di Pura Giri Mulya-Bumiharjo Glenmore, Banyuwangi. Yang dilanjutkan menuju Pura Gunung Raung. Kurang lebih menempuh jalan kaki sejauh 1 Km menelusuri permukiman penduduk yang sangat alami, hingga para peserta tirthayatra akhirnya sampai di Candi Agung Gumuk Kancil. Candi Agung Gumuk Kancil ini merupakan petilasan terakhir Maha Rsi Markandeya sebelum melakukan perjalanan ke Bali.

Menurut Ida Rsi Hari Dantam, tirthayatra ini dibagi menjadi tiga prosesi yakni, pengelukatan, pewintenan dan penyerahan sertifikat. Peserta tirthayatra, sebelum melakukan persembahyangan dan pewintenan semua terlebih dahulu dilukat di Beji Pura Gunung Raung. Vibrasi kesucian beji sangat terasa, karena didukung oleh alam di sekitar yang masih asri. Pepohonan yang sangat hijau dialiri oleh sumber mata air yang sangat jernih dan dingin dapat menciptakan rasa segar, jiwa dan raga segar pikiran pun menjadi suci.

Di tengah rintik hujan yang sudah mulai turun sejak sore hari, para peserta mulai melakukan pesembahyangan bersama di Candi Agung Gumuk Kancil dengan dipimpin langsung oleh Ida Hari Anom Palguna dari Griya Batur Tegal Cangkring Jembrana dan didampingi oleh empat belas Rsi yang ada di Bali, yakni Ida Rsi Hari Dantam dari Grya Mas Tumbak Bayuh, Mengwi Badung, Ida Rsi Waisnawa-Griya Taman Wangining Temukus Buleleng, Ida Rsi Dwija Santa-Griya Sandhi Manikmas Kramas Gianyar dan Ida Rsi Esti Guru – Griya Anyar Sari Sembung Badung. Turut pula Ida Rsi Putri Laksmi-Griya Daha Desa Beda Tabanan, Ida Rsi Istri Ganda Wati-Griya Taman Suria Desa Karang Suwung Tabanan, Ida Rsi Istri Kertijaya-Griya Sidi Mantra Sangsit Buleleng, Ida Rsi Istri Oka-Griya Pejaten Desa Pejaten Tabanan.

Dalam kegelapan karena keterbatasan penerangan dan hujan turun, prosesi pawintenan pun berlangsung. Menurut Ida Rsi Hari Anom Palguna, pewintenan ini dilakukan dua tingkatan. Yang pertama adalah ada para pemangku yang sudang ngagemin kepamangkuan di parahayangan-parahyangan dari keturunan Bujangga Waisnawa yang ingin mendapat penugrahan memohon di parahyangan Candi Agung Gumuk Kancil. Ini karena diyakini merupakan tempat di mana Ida Rsi Markandeya melihat sinar terang di timur, tepatnya di Besakih-Bali. Dan yang kedua adalah ada sisya-sisya dari Griya Tumbak Bayuh yang memang merencanakan ada yang mau menjadi pamangku di salah satu parahyangan atau merajan agung. Mereka inilah mohon pewintenan secara kolektif dan ada yang menjadi tukang banten juga turut memohon penugrahan dengan upacara mekalaias. Upacara banten yang digunakan dalam pewintenan ini sangat sederhana banten pewintenan suci dan nasi catur yang sesuai dengan petunjuk sastra warisan leluhur.

Menurut Ida Rsi Hari Dantam, terpilihnya Gunung Raung sebagai tujuan tirthayatra dan pewintenan karena menurut sejarahnya, Ida Rsi Markandeya yang ada di Besakih datangnya dari Gunung Raung berawal dari Dieng. Selanjutnya dari Dieng langsung ke Gunung Raung untuk bersemadi, hingga ia mendapat petunjuk untuk mencari sinar di timur Gunung Agung yang namanya Tolangkir. Dalam penelusuran dari Gunung Raung menuju Gunung Agung disertai oleh 800 orang pengikut. Namun sesampainya di Tolangkir pengikut-pengikut beliau banyak yang jatuh sakit dan bahkan meninggal dan yang tersisa akhirnya kembali ke Gunung Raung dan bersemedi. Dalam semadinya beliau mendapat pewisik bahwa kurang sarana di Tolangkir. Kemudian Maha Rsi Markandeya kembali ke Tolangkir dengan diiringi oleh Bali Age sebanyak 400 orang lalu menanam Panca Datu lengkap dengan sarana-sarananya. Baru kemudian merabas hutan dan selamat semua anak buah Rsi Markandeya dan mulai tersebar pengikut beliau ke seluruh Bali. Maka berdasar sejarah tersebut Pasraman Agung Griya Mas Tumbak Bayuh mencari Kawitan. Karena sebagai waris dari Ida Rsi Markandeya yaitu Pujangga Waisnawa tujuannya adalah mewinten.

Pasraman Agung Mas Tumbak Bayuh

Semakin hari semakin beratlah tantangan umat Hindu ke depan. Ini di akibatkan oleh gencarnya pengaruh global yang mengedepankan intelektual dan ilmu pengetahuan. Sebenarnya menghadapi tantangan ini umat Hindu seharusnya tidaklah kaget bahkan kelabakan. Mengingat sejarah menyebutkan dalam perkembangannya umat Hindu sudah dibekali pengetahuan sejati yang terangkum dalam kitab suci yakni Weda. Salah satunya adalah pendidikan yang menggunakan konsep pasraman. Memang diakui bahwa pusat pelatihan ini terlupakan seiring dengan pendirian sekolah-sekolah yang berbasis formal. Bertolak dari kenyataan ini, maka pada suatu hari berawal pertemuan delapan Ida Bhujangga Rsi dengan keluarga Bhujangga Waisnawa-Batan Getas Bedugul 11-12 Maret 2007. Dalam pertemuan tersebut diputuskan bahwa griya berkewajiban memberikan pendidikan, pelatihan dan penataran terhadap umat Hindu, terutama para pemangku dan serati (tukang banten). Dengan Pasraman dipandang dapat memberikan pendidikan pada para pinandita maupun pandita supaya mampu melayani masyarakat lebih baik. Karena di tengah umat yang semakin melek, para pemangku dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih komprehensif mengenai hubungan antara tattwa, susila dan upakara, agar mampu menjadi teladan umat.

Berdasarkan pertemuan tersebut kini telah didirikan pusat pendidikan agama Hindu Pasraman Agung di Griya Mas, Banjar Pempatan, Tumbak Bayuh, Mengwi, Badung, yang diresmikan Jumat 27 April 2007. Pasraman ini diresmikan Ida Rsi Hari Dantam. Pada peresmian tersebut hadir pula lima sulinggih Ida Bhujangga Rsi, yakni Ida Bhujangga Rsi Istri Putri Laksmi, Ida Bhujangga Rsi Gandawati, Ida Bhujangga Rsi Dwija Santa, Ida Bhujangga Rsi Esti Guru, dan Ida Bhujangga Rsi Hari Anom Palguna untuk memberi dukungan.

Menurut Ida Rsi Hari Dantam bahwa pasraman ini didirikan dalam rangka lebih meningkatkan srada-bakti umat Hindu. Melalui kegiatan pasraman ini umat diharapkan mampu meningkatkan kesucian, baik lahir maupun batin. ”Pendirian pasraman ini merupakan bentuk keterpanggilan kami dalam memberikan tuntunan agama kepada umat. Melalui pasraman ini kami harapkan umat dapat memperdalam ajaran agama dan meningkatkan kesucian,” katanya, didampingi pengurus lainnya, Putu Gde Artha Negara dan Guru Ketut Putra Kemara.

Ada beberapa materi yang disampaikan selama pasraman berlangsung, di antaranya mengenai dasar-dasar kepemangkuan, dasar-dasar kesulinggihan, kidung, kekawin, macapat, Itihasa dan suksmaning banten dan cara membuatnya. Ditambahkan pula, bahwa pasraman ini terbuka untuk umum. Terbukti peserta pasraman datang dari berbagai daerah di Bali dan tidak hanya terbatas pada pemangku, namun ada pula sulinggih yang mengikuti pasraman ini. Mereka yang ingin menguasai materi dasar-dasar kepemangkuan misalnya, nantinya setelah berhasil akan diberikan tanda bukti berupa sertifikat. Sampai saat ini, untuk tahap pertama sudah ada sekitar 30 orang yang mengikuti kegiatan pasraman. Namun, kesempatan masih terbuka bagi siswa (sisya) yang ingin mengikutinya. Para instrukturnya dari Ida Rsi dan para ahli di bidangnya. sumber: bhujangga-waisnawa.blogspot

Tidak ada komentar:

Posting Komentar