Panji Sakti Menaklukkan Blambangan
Kekacauan di Blambangan
Kerajaan Blambangan masih dalam kekuasaan Mataram dan keadaan ini menjadi
perhatian yang serius I Gusti Anglurah Panji. Setelah Sultan Agung wafat (tahun
1645) di ujung Jawa Timur muncul Pangeran Tawangalun dengan membangun
kekuatan di desa Bayu yang kemudian menjadi ibu kota Blambangan. Adiknya
bernama Mas Wila menyerangnya tetapi dapat ditundukkan dan membuat Pangeran
Tawangalun menjadi penguasa seluruh wilayah Blambangan menjadi Adipati dari Macan Putih. Istana Macan Putih menjadi pusat atau Ibu kota Blambangan.
Dibawah Pangeran Tawangalun Blambangan ingin lepas dari Mataram. Namun Panji
Sakti merasa kawatir karena Tawangalun minta bantuan VOC (Belanda) untuk
melawan Untung Surapati yang telah melebar kekuasaannya di Jawa Timur.
I Gusti Ngurah Panji menjadi risau karena pihak Belanda sudah bersedia membantu
Blambangan untuk menggempur Surapati. Surapati yang bergelar Raden
Tumenggung Wironegoro telah menguasai Pasuruan, Probolinggo, Panarukan,
Malang, Lumajang, wilayah Puger / Kedawung, Jember. Namun belakangan ini
komunikasi sulit untuk bisa bergabung dengan laskar Surapati yang selalu berpindah.
Permainan "Gowak-gowakan"
Ki Tamblang Sampun mendapat perintah dari I Gusti Anglura Panji untuk
memanggil seluruh anggota laskar Teruna Gowak untuk berkumpul dihalaman Puri
Panji. Dalam waktu yang ditentukan semua hadir tanpa kecuali. Acara dimulai
dengan upacara ritual dan disusul pementasan tarian "Baris Gowak" yang ditarikan
oleh 20 orang anggota pasukan. Setelah itu dimulailah permainan "Magowak -
gowakan", yaitu permainan "Medangdang-dangdangan", yaitu permainan saling isi
mengisi keinginan sadrasa antara anggota dalam permainan. Masing-masing orang
bergiliran menjadi "Gowak" yang boleh meminta apa saja yang diinginkan. Seluruh
pemain telah mendapatkan apa yang mereka inginkan, makanan-minuman (boga),
pakaian, perabot (upaboga) termasuk perempuan untuk isteri (pariboga). Semua itu
diberikan oleh I Gusti Ngurah Panji kepada anggota "Teruna Gowak".
Pada giliran
akhir, I Gusti Anglurah Panji menjadi "Gowak".
Seluruh pasukan Teruna Gowak
serempak bertanya: "Hai Gowak, apa keinginanmu?"
Sang Gowak menjawab:
"Guaak, gwaak, gaak, aku ingin menggempur Blambangan.....!!"
(... ri uwusiŋ samaŋkana / gumanti sri bupati dadi gowak / tinaňan deniŋ papatih
kabeh / gowak apa karĕpmu / sumawur tikaŋ gowak / gowak guwak / wak / arĕp
anjayêŋ Braŋbaŋan / asurak tikaŋ wwaŋ kabeh / apan sĕsĕk syuh pĕnuh punaŋ
bala ananonton /..)
Seketika riuh bersorak gemuruh dengan penuh semangat untuk memenuhi
keinginan Sang Gowak, tidak lain I Gusti Anglurah Panji sebagai gowak. Para
hadirin dan penonton semuanya bersorak riuh memberi dukungan semangat untuk
mengempur Blambangan.
Penyerangan "Teruna Gowak" ke Blambangan
Laskar Den Bukit "Teruna Gowak" harus telah dipersiapkan dengan segala
kemampuan karena I Gusti Anglurah Panji menyadari bahwa prajurit Blambangan
dengan pasukan berpengalaman yang terkenal kebal senjata dengan ilmu tenung.
Oleh karena itu persiapan matang harus dilakukan. Selain keris, tombak dan panah
juga dikembangkan senjata sumpit dengan panah beracun. Lagipula letak ibu kota
Blambangan berpindah beberapa kali membuat strategi penyerangan sulit. Laskar
dibagi empat bagian, termasuk armada kapal laut, pasukan panah, sumpit, tombak
termasuk pasukan senjata api (bedil) dan logistik.
Setelah ditentukan hari yang baik oleh Sang Bagawanta mulailah pasukan bertolak
ke Blambangan dipimpin oleh I Gusti Ngurah Panji berbekal senjata keris pusaka Ki
Semang dengan tulup Ki Pangkajatattwa. Selain itu ada dua senjata bertuah asli
buatan Banjar, Ki Baru Ketug dibawa oleh I Gusti Tamlang dan Ki Baru Sakoti
dibawa oleh I Gusti Batan.
Armada kapal berlayar melalui Segara Rupek menuju
pantai Tirta Arum. Sampai di Candi Gading bergabung dengan pasukan Macan
Gading untuk mengempur Adipati Blambangan. Penduduk sangat terkejut
munculnya pasukan Teruna Gowak yang menyerang tiba-tiba. Banyak penduduk
yang lari tanpa arah, ada yang ke utara dan ke selatan. Ada yang lari menuju kota.
Sampai di Banger mendapat perlawanan sengit dari pasukan Macan Putih
Blambangan. Pertempuran berkecamuk secara membabi buta. Mayat
bergelimpangan dan darah membasahi medan pertempuran. Pasukan Bali sangat ahli
mempergunakan senjata sumpit sehingga banyak jatuh korban dari pihak laskar
Macan Putih
akan mampu menandingi pasukan Bali dan memerintahkan agar prajurit akan
mampu menandingi pasukan Bali dan memerintahkan agar prajurit Blambangan
mengamankan Istana Blambangan dan melindungi keluarga raja. Kenyataannya
Adipati Blambangan, Pangeran Mas Sedah dan Pangeran Mas Pahit sudah
meninggalkan istana melarikan diri ke Mataram.
Sesampainya laskar Teruna Gowak di depan Istana Blambangan tanpa perlawanan
yang berarti, I Gusti Ngurah Panji masuk dan memeriksa istana mendapatkan
keadaan istana telah kosong. Beliau duduk dalam balairung yang disebut
Kertagosha. Dengan demikian Kerajaan Blambangan dapat dikuasai oleh I Gusti
Ngurah Panji. Ribuan prajurit Blambangan menyerahkan diri kepada Patih I Gusti
Tamblang dan bersumpah setia kepada I Gusti Anglurah Panji Raja Den Bukit.
Setelah beberapa lama berada di Blambangan, beliau mengangkat putranya tertua I
Gusti Ngurah Wayan sebagai Raja Blambangan dengan pasukan prajurit 600 orang.
Dalam perjalanan kembali ke Den Bukit, I Gusti Ngurah Panji dengan laskar Teruna
Gowak menyerang wilayah Jembrana yang setelah ditaklukkannya menjadi daerah
kekuasaannya. Demikianlah wilayah Jembrana menjadi wilayah kerajaan Den Bukit.
Sekarang wilayah Ben Bukit yang dikenal dengan Buleleng dan wilayah Jembrana
disebut Bali Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar