Google+

Pertempuran Stria Taman Bali - Tirtha Harum Bangli

Pertempuran Stria Taman Bali - Tirtha Harum Bangli

Tersebut seorang raja di Bangli bernama Kyayi Anglurah Prawupan (keturunan Arya Batan Jeruk).
Raja Taman Bali I Dewa Gede Tangkeban II atau Dewa Taman Bali mengutus dua orang prajurit untuk membunuh raja Bangli, namun gagal.
Kemudian Raja Bangli mengutus kembali dua ksatria itu untuk membunuh Raja Taman Bali dengan janji bila berhasil diberikan hadiah kekuasaan di daerah itu, ksatria itu berusaha membunuh I Dewa Taman Bali, namun ksatria itu dapat dibunuhnya. I Dewa Taman Bali hanya menderita luka berat dan lama belum pulih.

Sedang dalam penderitaan luka parah, istri I Dewa Taman Bali serong (abamia) digauli oleh putranya sendiri yang bernama I Dewa Kaler. Diperintahkan untuk membunuh I Dewa Kaler dan istrinya yang serong itu. Namun tidak diijinkan oleh Dalem Gelgel. Hanya derajat kebangsawanannya diturunkan menjadi Pungakan, yang kemudian dikenal dengan Pungakan Bagus. I Dewa Kaler diusir dari Taman Bali kemudian bernama Pungakan Kedisan karena dalam perjalanannya disambar burung gagak, juga disebut Pungakan Don Yeh karena waktu berangkatnya mengarungi hujan lebat dan banjir.

Setelah raja Taman Bali wafat, diganti oleh putranya bernama I Dewa Anom Teka yang dikenal dengan sebutan I Dewa Gede Ngurah Anom Oka  hendak menuntut bela atas wafat ayahnya yang direncanakan oleh Anglurah Paraupan di Bangli. Hal itu didukung oleh sanak keluarga dan pejabat-pejabat bawahannya. Segera mereka menyerang Bangli di bawah pimpinan I Dewa Anom Teka.

Terjadi peperangan sengit antara Taman Bali dengan Bangli yang dipimpin oleh Kyayi Paraupan dan putranya Kyayi Anglurah Dawuh Bahingin (waringin). Bangli kalah, gugurnya I Gusti Paraupan, Ki Lurah Dawuh Waringin, Ki Lurah Dawuh Pamamoran, Maka I Dewa Perasi diangkat sebagai penguasa di Bangli 
Setelah Bangli kalah para putra Taman Bali beralih tempat:
  1. I Dewa Gede Perasi di Bangli, dibantu/ didampingi oleh sanak keluarganya antara lain I Dewa Tangeb, I Dewa Batan Wani, I Dewa Pulasari.
  2. I Dewa Gede Pindi di Gaga. 
  3. I Dewa Anom Teka di Taman Bali bertahta menggantikan ayahnya. 
Berdiri tiga kerajaan yaitu Puri Bangli, Puri Taman Bali dan Puri Nyalian.

diceritakan Taman Bali dikalahkan oleh Kyayi Anglurah Made dari Karangasem. Putra-putra raja Taman Bali diungsikan, ke Gianyar oleh I Dewa Manggis, Kemudian I Dewa Agung Gde diam di Taman Bali karena Taman Bali diserahkan oleh Kyayi Anglurah Made Karangasem. I Dewa Agung Gde menyerahkan desa-desa: Cegeng, Tembaga, Tohjiwa, Sangkan Aji, Margayu, Pamubugan, Sukahet, Lebu, kepada Anglurah Made Karangasem, I Dewa Agung Gde berputra dua orang di Taman Bali, pria-wanita. Yang pria bernama, I Dewa Agung Gde Taman Bali.

I Dewa Gde Taman Bali menggempur Taman Bali atas bantuan I Dewa Manggis, Taman Bali dikuasai kembali. I Dewa Agung Gde mengungsi ke Puri Kanginan (Klungkung)

I Dewa Manggis ingin melihat warna Ki Lobar. Tak diijinkan oleh Dalem. Namun niatnya tak kunjung padam.

diceritakan di Gelgel terjadi perebutan kekuasaan Dalem Semarapura oleh Anglurah Agung. Dalem mengungsi ke Guliang, dan wafat di sana. Seorang putranya pindah ke Singarsa dengan pengiring 150 orang, berkat kesetiaan Lurah Singarsa.

Dari Singarsa (Sidemen) direncanakan perebutan kembali kerajaan Gelgel atas prakarsa bekas punggawa dari Gelgel dengan Lurah Singarsa, minta bantuan ke Buleleng dan Badung, kemudian dilakukan pengepungan dari beberapa penjuru, terjadi peperangan sengit, Anglurah Agung mengalami kekalahan. saat itu I Dewa Den Bancingah dengan gelar I Dewa Gde Tangkeban tetap bertahta di Nyalian, Dalem (raja) Smarajaya meminta kembali keris Ki Lobar.

I Dewa Gede Tangkeban menjadi salah paham, I Dewa Gde Tangkeban, mengadakan perundingan dengan I Dewa Gde Rai (Bangli) dan I Dewa Gede Oka (Taman Bali), menyarankan agar dipertahankan meskipun apa terjadi. Didukung oleh sanak keluarga dan rakyatnya dikuatkan dengan sumpah setia mereka tidak akan mengembalikan Ki Lobar dengan catatan berani menanggung segala resiko. Dalem Smarajaya tetap menuntut keris itu agar dikembalikan. Namun I Dewa Gde Tangkeban tetap pada pendiriannya semula.

I Dewa Agung Putra mendengar hal itu maka baginda minta bantuan ke Karangasem dan Gianyar untuk menggempur Nyalian.
Akhirnya terjadi peperangan antara Smarawijaya melawan Nyalian, I Dewa Gede Tangkeban minta bantuan Taman Bali dan Bangli, namun belum diberikan, Bangli dan Taman Bali tidak menepati perjanjian.
I dewa Gede Tangkeban tetap mengadakan perlawanan bersama sanak keluarganya. Banyak jatuh korban. I Dewa Gede Tangkeban tampil ke depan dengan menghunus Ki Lobar, hingga musuh-musuhnya lari tunggang-langgang.

Kemudian pasukan Dalem maju lagi. I Dewa Gede Tangkeban tertembak, namun tidak gugur.
Terpikir olehnya, kekecewaan dirinya, sehingga timbul kemarahannya pada sanak keluarganya di Bangli dan Taman Bali, beliau pun mengutuk agar selalu cekcok sesama keluarganya. Lalu ujung Ki Lobar dipotongnya.
Sebelum meninggal I Dewa Tangkeban  merestui putranya yang bernama I Dewa Gde Oka agar menyerang Taman Bali dan Bangli. Lalu I Dewa Gde Oka mengamuk membabibuta di puri Nyalian. Banyak jatuh korban. Akhirnya ia juga meninggal berkat Ida Bagus Made Gelgel, namun Ida Bagus Made Gelgel meninggal pula.

Ki Sedahan Kasub yang berperang dalam istana, mengumpulkan mayat-mayat dan harta benda, kesudahannya juga mati terbunuh, Maka daerah I Dewa Gede Tangkeban mutlak ditaklukkan oleh Sri Aji Dalem di Smarajaya dengan bantuan Raja Karangasem dan Gianyar.

I Dewa Gede Tangkeban meninggalkan seorang cucu dilarikan ke Bangli oleh ibunya.

I Dewa Gde Prasi - Raja Bangli, Lama kelamaan ganti berganti keturunan menjadi raja Bangli. Salah seorang raja bernama I Dewa Kompiang Perasi mempunyai seorang-anak wanita bernama Dewa Ayu Den Bancingah. Maka mengangkat menantu, putra raja Taman Bali, bernama I Dewa Gde Anom Rai.

I Dewa Anom Rai mempunyai seekor kuda bernama Gandawesi dan mempunyai keahlian dapat melihat apa yang terjadi.

I Dewa Gde Anom Rai dengan Dewa Ayu Den Bancingah berputra seorang wanita bernama Dewa Ayu Comel.

I Dewa Gede Anom Rai mengambil istri lagi, dan amat terikat hati beliau kepadanya. I Dewa Anom Rai kawin dengan seorang wangsa sudra, sehingga I Dewa Den Bancingah tidak diperhatikan lagi, timbul sakit hatinya dan menyidangkan bawahannya.

I Dewa Gde Anom Rai berusaha untuk membunuh Dewa Ayu Den Bancingah, tetapi gagal. Dan terbalik Dewa Ayu Den Bancingah kini berusaha untuk membunuh I Dewa Gede Anom Rai, berbagai siasat dilakukan, dan berkat bantuan seorang dukun Ida Waneng Pati (brahmana Kemenuh) berhasil membunuh I Dewa Anom Rai di tempat tidurnya. Kemudian I Dewa Ayu Den Bancingah menjadi Ratu. Keamanan pulih kembali.

I Dewa Gde Oka/ cucu I Dewa Gde Tangkeban dinikahkan dengan I Dewa Ayu Comel, menggantikan tahta di Bangli.

cucu I Dewa Gede Tangkeban yang diasuh di Puri Bangli telah dewasa. Belum beristri. Senang tari-tarian antara lain, gambuh, legong, mencari guru tari ke Sukawati. Kesenangannya itu sama dengan kesenangan raja Taman Bali. Sering saling sabot guru tari, timbul cekcok antara Bangli dan Taman Bali.

Taman Bali hendak menyerang Bangli, maka minta bantuan pada Dalem di Klungkung. Dalem tak berkenan karena tak pernah cekcok dengan raja Bangli. I Dewa Taman Bali merasa kecewa.

Kemudian I Dewa Gede Raka Taman Bali mengumpulkan sanak saudara antara lain; I Dewa Gede Mundung, I Dewa Pulesari, I Dewa Batan Wani, I Dewa Jelepung, I Dewa Pindi, I Dewa Rendang, I Dewa Guliangan, I Dewa Pasalakan.
Semua setuju menggempur Bangli tetapi agar minta bantuan ke Gianyar. Hal itu disetujui oleh I Dewa Taman Bali, lalu minta bantuan kepada I Dewa Manggis dengan catatan bila Bangli kalah agar dibagi dua. Pasukan Gianyar dipimpin oleh Cokorda Mas. Bangli kalah dikuasai oleh Taman Bali dan Gianyar. Raja Bangli bersembunyi di Kehen. Raja Taman Bali mengepung Kehen, dan raja Gianyar menunggu di Taman Bali.

I Dewa Ayu Den Bancingah setelah memperoleh wahyu di Pura Kehen, hendak berhadapan dengan I Dewa Taman Bali. Namun bersimpang jalan, perjalanannya langsung ke selatan hingga ke Taman Bali, maka berhadapan dengan I Dewa Manggis, pasukan I Dewa Manggis kalah, mereka kembali ke Gianyar.

I Dewa Taman Bali tiba di Kehen, tidak berjumpa dengan siapa pun juga. Melihat asap mengepul di arah selatan. Disangka raja Gianyar berbuat buruk. Segera beliau hendak menghadapi raja Gianyar. Tiba di Taman Bali, ternyata sunyi-senyap. Dugaannya semula semakin tebal dan kuat I Dewa Taman Bali menerima laporan dari Guliang, bahwasanya ada serangan pasukan Klungkung. Pasukan Klungkung dihadapinya, pasukan Klungkung ketakutan, sebab tujuannya bukan untuk berperang, melainkan Cokorda Dewagung Putra ingin bertemu dengan I Dewa Manggis.

Karena serbuan pasukan Taman Bali, maka baginda kembali melalui jembatan darurat. Jembatan itu patah menimbulkan banyak korban, Dewagung Putra wafat di Blahpane.

Bhatara Dalem Sakti (ayah Dewata di Blahpane) amat murka dan memerintahkan agar Gianyar dan Bangli menyerang Taman Bali, Terjadi pertempuran sengit sasih ke 5, rah 9, tenggek 3, titi tanggal 13 Isaka 1809. Taman Bali kalah, dibumihanguskan oleh Bangli. Dan kekayaan Taman Bali dibawa ke Bangli, Raja Bangli tetap I Dewa Ayu Den Bancingah.

2 komentar:

  1. beritanya sangat menarik,, melah pisan. Kunjungan balik nggih... suksma

    BalasHapus
  2. Suksma bapak . . Sekilas tiyang lihat bahwa ceritera itu hanya memberikan garis keturunan. . . . Mohon disampaikan suatu nilai yang tercantum agar kita generasi penerus dapat menteladani.

    BalasHapus