Ida I Dewa Dimade Sagening dinobatkan menjadi raja dengan abhiseka Dhalem Shri
Haji Sagening menggantikan Dhalem Pemayun menjadi raja pada tahun caka 1492
atau 1580 masehi. Pergantian kerajaan diwarnai dengan kesedihan, karena Dhalem
Pemayun tidak mau tinggal di istana Gelgel, beliau memilih pergi dari istana
dan menetap di Purasi, setelah dijemput oleh menantunya Ida I Dewa Anom Pemayun
suami dari Srhi Dewi Pemayun putri satu-satunya dari Dhalem Pemayun.
Setelah meredanya pemberontakan Batan Jeruk menyusul terjadinya
pemberontakan yang dilakukan oleh Krian Pande sebagai pembalasan atas kegagalan
Batan Jeruk dan pemeberontakan inipun dapat dipadamkan dengan terbunuhnya Karian Pande,karena situasi mulai kacau, maka oleh pembesar Kerajaan Gelgel diangkatlah I
Dewa Segening sebagai raja menggantikan kakaknya Dalem Bekung. I Dewa Segening
kemudian bergelar Dalem Segening. Dengan sukarela dan ihklas Dalem Bekung
menyerahkan tahta kepada adiknya karena merasa dirinya tidak mampu mengemban
amanat dari leluhurnya. Satu perubahan yang paling menonjol dari pemerintahan
Dalem Segening adalah kembalinya kerajaan-kerajaan Sasak (Lombok), Sumbawa yang
mengakui kekuasaan Gelgel.
Dan satu hal yang penting adalah Dalem Segening mulai menyebarkan golongan
ksatria Dalem hampir ke seluruh Bali. Dan gelar ksatria itupun sudah
dibagi-bagi mulai status yang paling tertinggi seperti Ksatria Dalem, ksatria
predewa, kesatria prangakan dan ksatria prasanghyang. Sama seperti halnya
pemerintahan Gelgel terdahulu, hampir tidak ada peninggalan yang dapat
diinformasikan baik berupa dokumentasi maupun benda lainnya oleh penyunting
sebagai bukti kebesaran Gelgel dan Dalem Sagening seorang raja yang amat
bijaksana, cerdas, berani, berwibawa maka dalam waktu yang singkat keamanan
kerajaan Gelgel pulih kembali. Sebagai Patih Agung adalah Kryan Agung Widia
putra pangeran Manginte, sedangkan adiknya Kryan Di Ler Prenawa diberikan
kedudukan Demung.
Dhalem Sagening seorang raja yang sangat bijaksana, masih bisa mempertahankan
wilayah kerajaan Bali seperti yang diwariskan Dhalem Shri Haji Baturenggong.
Baginda Dhalem Sagening banyak istri dan juga putra yaitu
Putra Sulung beribu dari Ni Gusti Ayu Diler menurunkan
- Ida I Dewa Anom Pemayun
istri dari Ni Gusti Ayu Pemacekan menurunkan
- I Dewa Dimade
- I Dewa Ayu Rangda Gowang (diperkirakan membangun Puri Agung Gowang/Guwang)
- I Dewa Anom Dawan
Dari istri-istri yang lain menurunkan beberaa putra,
yakni
- I Dewa Cawu,
- I Dewa Belayu,
- I Dewa Sumerta,
- I Dewa Pemeregan,
- I Dewa Lebah,
- I Dewa Sidan,
- I Dewa Kabetan,
- I Dewa Pesawahan,
- I Dewa Kulit,
- I Dewa Bedahulu,
- I Dewa Manggis,
- Ki Gusti Mambal Sakti
- Kyayi Barak Panji
Dalem Sagening menetapkan putra-putra baginda di daerah-daerah tertentu, dengan jabatan sebagai anglurah antara lain :
- I Dewa Anom Pemahyun, menjabat sebagai anglurah yang ditempatkan di desa Sidemen (Singarsa) dengan jabatan Anglurah pada tahun 1541 M, dengan patih I Gusti Ngurah Sidemen Dimade dengan batas wilayah di sebelah timur sungai Unda sampai sungai Gangga, dan batas wilayah di sebelah utara sampai dengan Ponjok Batu.
- I Dewa Manggis Kuning, ( I Dewa Anom Manggis), beribu seorang ksatria dari Manggis, atas permohonan I Gusti Tegeh Kori dijadikan penguasa di daerah Badung. Namun karena sesuatu peristiwa beliau terpaksa meninggalkan daerah Badung, pindah ke daerah Gianyar.
- Kyai Barak Panji, beribu dari Ni Pasek Panji, atas perintah Dalem di tempatkan di Den Bukit sebagai penguasa di daerah itu, dibantu oleh keturunan Kyai Ularan. Dia sebagai pendiri kerajaan Buleleng yang kemudian bernama I Gusti Panji Sakti.
Pada masa ini muncul Pujangga,
- Pangeran Telaga di mana tahun 1582 mengarang : Amurwatembang, Rangga Wuni, Amerthamasa, Gigateken, Patal, Sahawaji, Rarengtaman, Rarakedura, Kebo Dungkul, Tepas dan Kakansen.
- Kyai Pande Bhasa mengarang : Cita Nathamarta,
- Rakkriyan Manguri mengarang : Arjunapralabdha,
- Pandya Agra Wetan mengarang : Bali Sanghara
Pada saat pemerintahan Dalem Sagening, mencoba membangun
kekuatan di dalam kerajaan Gelgel saja dengan sistem perkawinan antara putri-
putri Anglurah-anglurah, sehingga Dalem banyak mempunyai putra-putra, dengan
lepasnya Kerajaan Gowa, dimana Dalem Segening membuat perjanjian dengan Sultan
Awaludin keturunan I Dewa Mas Panji, yang disaksikan oleh V.O.C. pada tahun
saka 1530 atau 1618 Masehi, dimana wilayah Gelgel masih memiliki wilayah atas
Sumbawa dan Sasak, kemudian Karaeng Morowangeng menyerang Sumbawa sebagai
Wilayah Gelgel pada tahun caka 1545 atau 1623 masehi, maka tahun caka 1546 atau
1624 masehi diadakanlah traktaat Makasar- Bali yang ditandatangani oleh Raja
Gowa Sultan Awaludin dengan Raja Gelgel Srhi Haji Sagening, mengenai wilayah
daerah masing-masing, pada tahun saka 1555 atau 1633 masehi Gowa merebut Bhima,
beberapa tahun kemudian Lombok, karena di Gelgel terjadi perebutan kekuasaan
oleh I Dewa Dimade yang didukung penuh oleh I Gusti Agung Maruti, yang disebut
Sandikalaning Suweca Pura.
Setelah Dalem Sagening wafat pada tahun 1665, maka I Dewa Anom Pemahyun
dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Dalem Anom Pemahyun. Dalam menata
pemerintahan Dalem belajar dari sejarah dan pengalaman. Karena itu secara
progresif dia mengadakan pergantian para pejabat yang kurang diyakini ketulusan
pengabdiannya.
Dalem Dimade Setelah Dalem Anom Pemahyun meninggalkan istana Gelgel, maka I
Dewa Dimade dinobatkan menjadi susuhunan kerajaan Bali dengan gelar Dalem
Dimade 1665-1686, seorang raja yang sabar, bijaksana dalam mengemban tugas,
cakap memikat hati rakyat. Patih Agung adalah Kyai Agung Dimade (Kryan Agung
Maruti) berkemauan keras dan bercita-cita tinggi. Kyai Agung Dimade adalah anak
angkat I Gusti Agung Kedung. Sebagai demung diangkat Kryan Kaler Pacekan dan
Tumenggung adalah Kryan Bebelod.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar