Google+

Aci dan Piodalan di Sanggah Kamulan

Aci dan Piodalan di Sanggah Kamulan

Dalam memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan) dan Leluhur (kawitan) di Sanggah Kamulan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan cara:

  • Nitya Karya yang dilakukan setiap hari yakni dengan melakukan Tri Sandya dan Muspa. Juga dengan menghaturkan Banten Saiban dan menghaturkan canang.
  • Naimitika Karma dilakukan pada hari-hari tertentu atau rerainan suci.Pada saat ini Umat Hindu melakukan pemujaan dengan sarana bebantenan yang disebut pula dengan Aci-aci.

Kapan Aci-aci itu dilakukan? 
Di bawah ini diuraikan sebagai berikut:

  1. Kajeng Kaliwon dan Purnama-Tilem. Aci yang dihaturkan minimal canang genten, baik juga kalau ajuman, rayunan.
  2. Budha Kaliwon Sinta (Pagerwesi). menghaturkan : Daksina, Pras, Suci asoroh, Panyeneng, Sesayut Panca Lingga, Canang wangi, Raka-raka.
  3. Redite Umanis Ukir (Pujawalinya Ida Bhatara Guru). Wajib menghaturkan piodalan nista, madya, utama. Sedikitnya mesti ada Sesayut Pangambean, Sedah ingapan 25, Kwangen 8 buah.
  4. Soma Pahing Warigadian (pujawalinya Ida Bhatara Brahma). menghaturkan sedah, woh penyertanya minimal Datengan, Ajuman, Rayunan, raka-raka (bayuan), puspa wangi-wangi.
  5. Budha Kaliwon Dungulan (Galungan). menghaturkan aci-aci: Tumpeng penyajan, Penek wakulan, Ajuman, Sedah woh, Kembang payas, wangi-wangi pasucian.

Tata Cara Mendirikan Sanggah Kamulan

Tata Cara Mendirikan Sanggah Kamulan

dalam mendirikan Sanggah Kamulan di parumahan, mestinya mengikuti tatacara yang sudah ada, seperti yang tertuang dalam artikel Tata Cara Mendirikan Sanggah Kamulan ini. adapun tahapan dalam mendirikan Sanggah Kamulan diataranya:

Memilih Palemahan

Sebelum mendirikan Sanggah Kamulan, yang pertama dilakukan adalah memilih palemahan yang akan dijadikan lokasi untuk membangun Sanggah Kamulan. Karena letaknya yang di hulu maka Sanggah Kamulan disebut pula penghulun karang. Sehingga didalam mendirikannya selalu dipilihlah lokasi yang dianggap hulu yakni Kaja Kangin.
Pemilihan letak Palemahan untuk Sanggah Kamulan harus sesuai dengan konsep yang sudah berlaku dibali, yakni:

  • Konsep Tri Angga - lokasi Sanggah Kamulan adalah Uttama Angga, 
  • konsep Rwa Bhineda, pendirian Sanggah kamulan harus terletak di hulu (udik) pekarangan. 
Perlu dicatat, ada perbedaan pengertian kaja antara Bali Selatan dengan Bali utara. Kalau Bali selatan Kaja adalah Utara, sedangkan bagi Bali Utara (Denbukit) Kaja adalah Selatan. Hal ini disebakan oleh letak Gunung Agung yang berada ditengah-tengah Pulau Bali (dimana letak Gunung Agung disanalah Utara). Sehingga orang yang berada disebelah Utara Gunung Agung menganggap gunung Agung yang diselatan sebagai Kaja.

Sanggah Kamulan

Sanggah Kamulan

Sanggah Kamulan
Sanggah Kamulan /Kemulan
Hampir setiap karang perumahan di Bali, pada bagian hulu atau udiknya terdapat sebuah “sanggah”. dimana salah satu palingihnya yang umum disebut “Sanggah kamulan” untuk golongan tertentu disebut juga “Sanggah Kemimitan”. Karena sanggah tersebut selalu letaknya pada udik atau hulu dari karang, maka disebut juga “Panghulun Karang”. adanya sanggah kamulan selalu berdampingan dengan Sanggah Taksu. sehingga dalam keseharian, masyarakat bali lebih failiar menyebut Pamerajan Alit dengan sebutan Sanggah Kamulan Taksu.

Belakangan ini, di kalangan generasi muda tidak sedikit yang mulai berpikir, bahkan telah melaksanakan bahwa Sanggah Kamulan telah diganti dengan satu pelinggih saja yaitu Padma Sari dengan berbagai alasan, persoalan tanah, biaya, efesiensi dan masih ada seribu alasan untuk membenarkan tindakannya.

Bagi para pembaca yang berniat mengganti (Prelina) Sanggah Kamulan, sebelum melaksanakan niatnya sebaiknya membaca artikel sederhana ini.

Umat Hindu pada prinsipnya memuja Tuhan dengan segala manifestasinya dan memuja Roh (Dewa Pitara). Disamping memuja Tuhan, Weda juga mengajarkan dan membenarkan memuja Roh Suci leluhur.

Dalam Kekawin Ramayana dinyatakan bahwa:
Gunamanta sang Dasaratha, Wruh sira ring weda bhakti ring dewa, Tar malupeng pitra puja, Masih ta sireng swagotra kabeh
Artinya:
Keutamaan sang Dasaratha,Beliau paham akan Weda, berbakti kepada Tuhan, Tidak pernah lupa memuja leluhur, Juga sayang terhadap keluarga dan rakyat

Orang Bali menyembah Patung atau Batu? (hindu memuja berhala)

Orang Bali menyembah Patung atau Batu? (Hindu memuja Berhala)

sebelum kita membahas tentang "Hindu memuja Patung atau Batu", mari kita simak dulu sloka bhagawad gita 4.11
ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham, mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah
"Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha"

dari ayat bhagawad gita tersebut, muncullah 4 jalan menyembah Tuhan, salah satu diantaranya adalah dengan jalan BAKTI
dimana jalan bakti ini diperuntukan bagi umat yang tingkat keyakinannya masih tahap awal, dan pengetahuan tentang agama masih di tahap awal. "makna yang terkantung dalam Ajaran Bakti adalah Cinta Kasih". penganut Bakti Marga ini kemudian dikenal dengan sebutan BAKTA, adapun ciri para penganut jalan BAKTI ini adalah fanatisme, keyakinan berlebihan dan selalu berupaya dekat dengan yang dicintainya (Tuhan) dengan jalan sederhana.
contohnya: Agama dan Kepercayaan yang berkembang sekarang, dimana fanatik dan tidak mau disaingi.
dan ini salahsatunya yang sering dilakukan dan dikatakan orang yang menganut Agama dengan Jalan Bakti
"saya bukan pemuja berhala, saya memuja Tuhan"  - walaupun kenyataan seperti pemuja berhala.
memuja Batu dan Patung
berbagai alasan dan ber-aneka dalil pembenaran bahwa Agama'ku paling sempurna, sehinga tidak mengaku dekat dengan yang namanya Berhala.
berikut ini sedikit gambaran Agama dengan sistim pemujaan Jalan Bakti

Cara dan Jalan Mencari Tuhan dalam Bhagawad Gita 4.11

Cara dan Jalan Mencari Tuhan dalam Bhagawad Gita 4.11

disebutkan dalam Kitab Bhagawad Gita,
ye yatha mam prapadyante
tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah

Arti Bhagawad Gita Bab 4 ayat 11:

ye - semua orang yang;
yatha - sebagai;
mam - kepada-Ku;
prapadyante - menyerah;
Tan - mereka;
tathā - jadi;
eva - tentu;
bhajāmi - pahala (imbalan);
aham - Aku (pribadi Tertinggi);
mama - (kepunyaan) saya;
vartma - jalan;
nivartante - ikuti;
manuṣyāḥ - semua orang;
Partha - O putra Partha;
sarvaśaḥ - dalam segala hal.