Google+

Siwa Ratri: Malam Peleburan Dosa atau Penyadaran Dosa?

Siwa Ratri: Malam Peleburan Dosa atau Penyadaran Dosa?

Photobucket

Om Swastyastu.
Siwaratri artinya Siwa = Tuhan/ Bhatara Siwa; ratri = malam.
Atau malamnya Bhatara Siwa/ Tuhan, saat yang tepat bagi manusia untuk merenungi kehidupan di masa lampau serta sadar/ eling pada dosa-dosa yang terlanjur, baik sengaja atau tidak sengaja telah terjadi.
Kemudian berjanji dan menguatkan tekad untuk tidak mengulangi dosa. Demikian halnya dengan kisah Lubhdaka di mana setelah siwaratri dia tidak lagi berbuat dosa.


Dapatkah Dosa Ditebus Dengan Siwaratri?


Pertanyan ini menggelitik di kalangan warga Hindu bila mereka membandingkan dengan inti kepercayaan agama-agama lain. Manusia religius ketika sadar telah melakukan hal-hal yang dilarang agamanya (berdosa) ingin bertobat dan mencari upaya menenangkan batin dengan berbuat sesuatu yang dianggapnya dapat menebus dosa dalam pengertian “menghapus dosa”. Adakah Hindu membuka peluang bagi mereka

Karmaphala adalah hasil subha karma atau perbuatan baik dan asubha karma yaitu perbuatan tidak baik, dipandang sebagai srada yang ampuh mengendalikan perbuatan manusia.

Karmaphala ada tiga jenis jika dilihat dari saat berbuat dan saat menerima hasil perbuatan.
  1. Sancita karmaphala adalah hasil perbuatan di masa lampau (sebelum reinkarnasi) yang belum habis dijalani di masa itu sehingga menentukan kehidupan sekarang.
  2. Prarabda karmaphala adalah hasil perbuatan di masa hidup sekarang yang habis dijalani sebelum manusia meninggal dunia.
  3. Kriyamana karmaphala adalah hasil perbuatan di masa lalu dan di masa kini yang belum habis dijalani sehingga menentukan kehidupan di masa datang (reinkarnasi yang akan datang).
Paham karmaphala ini menegaskan bahwa dosa tidak dapat ditebus atau dihapus. Oleh karena itu Hindu mengajarkan agar manusia waspada dan mencegah perbuatan-perbuatan dosa. Rambu-rambu untuk menghindarkan manusia berbuat dosa sangat banyak, sangat luas, dan dapat dilakukan oleh siapa saja.

Sumber sastra yang dapat dikumpulkan antara lain:
  1. Catur Asrama. Kehidupan manusia dibagi dalam empat tahap yaitu: Brahmacari (masa belajar), Grahasta (masa berumah tangga), Wanaprasta (masa mensucikan diri), dan Saniyasin (masa menjadi rohaniawan).
  2. Pancasrada. Lima keyakinan Hindu: Widhi tattwa (percaya pada Ida Sanghyang Widhi Wasa), Atma tattwa (percaya pada adanya roh leluhur), Karmaphala (percaya pada hukum tentang sebab akibat perbuatan), Samsara (percaya pada reinkarnasi/ kelahiran berulang-ulang), Moksa (bebas dari ikatan keduniawian).
  3. Trikayaparisudha. Tiga kelompok besar yang patut dijaga yaitu: Kayika (perbuatan yang benar: tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzina), Wacika (perkataan yang benar: tidak mencaci, tidak berkata keras, tidak memfitnah, tidak ingkar janji), Manacika (pikiran yang benar: tidak menginginkan sesuatu yang adharma, tidak berpikir buruk pada orang/ mahluk lain, percaya adanya karmaphala)
  4. Caturpurusartha. Empat tujuan hidup: Dharma (kebaikan di jalan Ida sanghyang Widhi Wasa), Artha (pemenuhan kebutuhan benda-benda duniawi), Kama (kenikmatan hidup), dan Moksa (kebebasan abadi).
  5. Caturmarga. Empat jalan manusia bersujud ke Ida Sanghyang Widhi Wasa: Bhaktimarga (pasrah), Karmamarga (kerja), Jnanamarga (belajar agar mengetahui kebesaran-Nya), Rajamarga (menggelar tapa-brata-yoga-samadi).
  6. Yamabrata: Usaha-usaha mengendalikan diri yaitu anrsamsa (tidak egois), ksama (memaafkan), satya (jujur), ahimsa (tidak menyakiti), dama (sabar), arjawa (tulus), pritih (welas asih), prasada ( berpikiran suci), madhurya (bermuka manis), mardawa (lemah lembut).
  7. Niyamabrata: Janji pada diri sendiri untuk berlaku dharma yaitu dana (dermawan), ijya (bersembahyang), tapa (mengekang nafsu jasmani), dhyana (sadar pada kebesaran Ida Sanghyang Widhi Wasa), swadhyaya (belajar), upasthanigraha (mengendalikan nafsu sex), brata (mengekang indria), upawasa (mengendalikan makan/ minum), mona (mengendalikan kata-kata), snana (menjaga kesucian lahir bathin)
  8. Sadripu: mengendalikan enam musuh yang ada di diri sendiri: kama (nafsu), lobha (tamak), kroda (marah), mada (mabuk), moha (angkuh), matsarya (dengki irihati).
  9. Sadatatayi: menghindari enam kekejaman: agnida (membakar), wisuda (meracun), atharwa (menenung), sastragna (merampok), dratikrama (memperkosa), rajapisuna (memfitnah).
  10. Saptatimira: menghindari kemabukan-kemabukan karena surupa (cantik/ tampan), dana (kaya), guna (pandai), kulina (wangsa), yowana (remaja), kasuran (kemenangan), sura (minuman keras).
Bila manusia terlanjur berbuat dosa, petunjuk-petunjuk yang ada pada beberapa kitab-kitab/ lontar di bawah ini dapat digunakan sebagai pegangan:

Kitab Parasara Dharmasastra yang dianggap cocok untuk zaman kaliyuga sekarang ini, memuat beberapa ketentuan bila seseorang terlanjur berbuat dosa yang disebabkan antara lain karena:
  1. Kelahiran dan kematian yang tidak wajar
  2. Berzina
  3. Digigit binatang tertentu
  4. Membunuh
  5. Mencederai sapi
  6. Makan makanan terlarang
Ketentuan yang diatur dalam kitab itu hanyalah proses pensucian diri, bukan penebusan dosa.

Lontar Wrhaspati Tattwa menyatakan tiga kegiatan pokok yang perlu dilakukan bila seseorang ingin mencapai kelepasan:
  1. Jnanabhyudreka: mengetahui semua tattwa Agama.
  2. Indriyayogamarga: tidak tenggelam dalam kesukaan hawa nafsu.
  3. Trsnadosaksaya: menghilangkan pahala dari perbuatan baik dan buruk.
Kitab Upanisad Utama, Brahmana ke-15 bagi manusia yang akan meninggal dunia, ucapkan mantram-mantram ini di telinganya:

HIRANMAYENA PATRENA SATYASYAPIHITAM MUKHAM

TAT TVAM, PUSAN, APARNU, SATYA DHARMAYA DRSTAYE
Artinya:
wajah kebenaran ditutup oleh piring emas; bukalah ini o Pusan sehingga aku yang mencintai kebenaran bisa melihat.

PUSANN, EKARSE, YAMA, SURYA, PRAJA-PATYA
VYUHA RASMIN SAMUHA TEJAH
YAT TE RUPAM KALYANATAMAM

TAT TE PASYAMI YO SAV ASAU PURUSAS, SO HAM ASMI
Artinya:
Pusan yang tunggal melihat, pengendali, o matahari putra dari prajapati sebarkanlah sinarmu dan kumpulkanlah sinarmu yang gemerlapan sehingga aku melihat di-Kau dalam bentukmu yang paling indah.

VAYUR ANILAM AMRTAM ATHEDAM BHASMANTAM SARIRAM

AUM KRTO SMARA, KRTAM SMARA, KRATO SMARA, KRTAM SMARA
Artinya:
semoga hidup ini memasuki nafas yang abadi kemudian semoga tubuh ini berakhir menjadi abu, o buddhi ingatlah, ingatlah apa yang telah diperbuat.

AGNE NAYA SUPATHA, RAYE ASMAN, VISVANI, DEVA, VAYUNANI VIDVAN, YUYODHY ASMAJ JUHARANAM ENO, BHUYISTHAM TE NAMAUKTIM VIDHEMA
Artinya:
agni tuntunlah kami pada jalan yang baik kearah kekekalan, o Tuhan yang mengerti semua perbuatan-perbuatanku, ambilah semua dosa dariku, kami akan menghadap-Mu.

Lontar Siwaratrikalpa karangan Mpu Tanakung yang diilhami oleh Purana-purana sanskerta: Padma, Siwa, Skanda, dan Garuda, menokohkan Lubdhaka sebagai orang yang sadar pada dosa-dosanya di masa lalu kemudian di hari Siwaratri (panglong ping 14 tileming kapitu) tanpa sengaja ia membangun tapa-brata-yoga-samadi, dianggap sebagai langkah kesadaran dharma karena membangun tapa-brata-yoga-samadi bersamaan dengan waktu Bethara Siwa beryoga samadi untuk kesejahteraan jagat raya beserta isinya.

Setelah Siwaratri, Lubdhaka tidak pernah lagi melakukan perbuatan-perbuatan adharma. Ketika Lubdhaka meninggal dunia, kesadaran dharmanya dinilai positif oleh Bethara Yama sehingga Lubdhaka masuk sorga. Manusia Hindu diharap meniru apa yang dilakukan Lubdhaka.


KESIMPULAN

Dosa tidak dapat ditebus atau dihapus, namun dosa atau perbuatan adharma dapat diimbangi dengan perbuatan dharma sehingga diharapkan terjadi keseimbangan yang relatif lebih mengunggulkan dharma.

Diibaratkan dosa itu bagai sinar matahari yang terik, bila berhembus angin rasa panasnya akan berkurang. Angin itu ibarat perbuatan-perbuatan dharma.

Sarasamuscaya sloka ke-16:
YATHADITYAH SAMUDYAN WAI TAMAH, SARWWAM WYAPOHATI, EWAM KALYANAMATISTAM SARWWA, PAPAM WYAPOHATI
Laksana sifat surya, begitu terbit melenyapkan gelapnya dunia, demikianlah orang yang mengusahakan dharma akan menghilangkan segala macam penderitaan.

JAUHKAN PERBUATAN-PERBUATAN ADHARMA DAN BERBUATLAH DHARMA SEBANYAK-BANYAKNYA!

Smoga bermanfaat.
sumber: bali.stitidharma.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar