Google+

Penggak - bangkitkan budaya diskusi informal ala Bali

Penggak - bangkitkan budaya diskusi informal ala Bali

Pemikiran-pemikiran besar dalam masyarakat kerap kali muncul dalam diskusi kecil di sebuah tempat yang tidak resmi. Bisa disudut-sudut kota, warung kopi atau di pinggir jalan dengan komunitas masyarakat abangan/pinggiran. Dibandingkan dengan forum resmi seperti seminar, loka karya, siding-sidang dewan perwakilan rakyat dan sebagainya, kerap kali diskusi bersifat formal terbatas pada tata tertib, pakem, terbatas pada permasalahan (topik), terbatas waktu dll. Makanya melalui forum seperti itu akan menghasilkan gagasan atau rumusan seringkali terbatas.

Kondisi ini akan sangat terasa berbeda dengan kelompok masyarakat tertentu berkumpul di suatu tempat seperti warung kopi atau dibawah pohon besar dalam suasana diskusi tak resmi tanpa pemandu, tanpa ada batasan tata tertib, tanpa batasan waktu, dan topiknya bias ngalor ngidul. Pola diskusi dimana semua peserta aktif menjadi pembicara dengan gagasannya masing-masing. Diskusi santai, tak resmi. Otak peserta dlam keadaan santai, tak kaku, tak stress, tak ada motif-motif tertentu yang membebani pikiran. Diskusi berlangsung alami, bebas tanpa keterikatan, kepala plong… dari diskusi (lebih pas dikatakan sebagai ngomong-ngomong) seperti sering kali melahirkan gagasan besar, gagasan yang tak banyak dimuati kepentingan.

Pola-pola diskusi seperti ini diterapkan oleh masyarakat bali sejak jaman dahulu. Penggodokan sebuah ide sering dilakukan di sudut-sudut pemukiman masyarakat, bersantai di suatu tempat sekedar ngopi, melepas lelah, atau sambil mengelus ayam kurungan. Sambil mereka bertemu disana, bersosialisasi, atau berdiskusi kecil.

Diskusi di sebuah penggak (tempat kumpul seperti pos dekat-deket warung) kerapkali menghasilkan gagasan yang secara lembaga adalah sifatnya non formal. Untuk mendapatkan legitimasi masyarakat secara kelembagaan maka seringkali hasil obrolan di penggak dibawa ke forum banjar atau desa untuk menjadi keputusan. Bahkan seringkali gagasan sebenarnya sudah selesai di penggak, kemudian di bawa ke forum banjar hanya untuk mendapatkan legitimasi.

Artinya tempat seperti penggak merupakan dapur pemikiran masyarakat secara tak resmi. Disinilah keunggulan gaya diskusi tradisional bali, menggunakan tempat-tempat tak resmi, sudut-sudut pemukiman, gubuk reod untuk sebuah diskusipanjang, bebas alami, yang melahirkan gagasan besar. Gaya ini tidak memerlukan biaya besar kalau dibandingkan seminar, lokakarya ataupun siding dewan yangsegala logistic, akomodasi dan tetek bengeknya menghabiskan anggaran yang tidak sedikit. Sehingga dengan demikian diskusi gaya penggak mestinya dikembangkan sebagai sebuah komunitas social dalam menggali potensi masyarakat.

Sumber Taksu bali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar