Google+

Percaya adanya Atman

Percaya adanya Atman / Atma Tatwa merupakan Point Kedua dari pokok kepercayaan Agama Hindu (Panca Srada)

Atman adalah percikan kecil dari Paramatman (Hyang Widhi/Brahman). Atman di dalam badan manusia disebut Jiwatman, yang menyebabkan manusia itu hidup. Atman dengan badan adalah laksana kusir dengan kereta. Kusir adalah Atman yang mengemudikan dan kreta adalah badan. 
Demikian Atman itu menghidupi sarva prani (mahluk) di alam semesta ini.
"Angusthamatrah Purusa ntaratman
Sada jananam hrdaya samnivish thah
Hrada mnisi manasbhikrto
yaetad, viduramrtaste bhavanti". (Upanisad)
Ia adalah jiwa yang paling sempurna (Purusa), Ia adalah yang paling kecil, yang menguasai pengetahuan, yang bersembunyi dalam hati dan pikiran, mereka yang mengetahuinya menjadi abadi.


Satu zat yang bersembunyi dalam setiap mahluk yang menghidupi semuanya, yang merupakan jiwa semua mahluk, raja dari semua perbuatan pada semua mahluk, saksi yang mengetahui dan tunggal. Demikianlah Atman merupakan percikan-percikan kecil dari paramatman (Tuhan) yang berada di setiap mahluk hidup. Atman adalah bagian dari pada Tuhan, bagaikan titik embun yang berasal dari penguapan air laut, karena ada pengaruh dari suatu temperatur tertentu. Seperti halnya juga percikan-percikan sinar berasal dari matahari, kemudian terpencar menerangi segala pelosok alam semesta ini. Atau dapat diumpamakan Hyang Widhi (Brahman/Tuhan) adalah sumber tenaga lsitrik yang dapat menghidupkan bola lampu besar atau kecil dimanapun ia berada. Bola lampu disini dapat diumpamakan sebagai tubuh setiap mahluk dan aliran listriknya adalah Atman.

Oleh karena Atman itu merupakan bagian dari Brahman/Hyang Widhi, maka Atman pada hakekatnya memiliki sifat yang sama dengan sumbernya, yakni Brahman itu sendiri. Atman bersifat sempurna dan kekal abadi, tidak mengalami kelahiran dan kematian, bebas dari suka dan duka. 
Menurut Weda (Bh.G.23,24 dan 25), sifat-sifat Atman dinyatakan sebagai berikut:

Nai nam Chindanti sastrani
nai nam dahati pavakah
na soshayati marutah (Bh.G.II.23)
Senjata tidak dapat melukai Dia, dan api tidak dapat membakarnya, angin tidak dapat mengeringkan Dia, dan air tidak bisa membasahinya.

achchhedyo "yam adahyo yam
akledyo soshya eva cha
nityah sarvagatah sthnur
achalo yam sanatanah. (Bh. G. II.24)
Dia tak dapat dilukai, dibakar, juga tidak dikeringkan dan dibsahi, Dia adalah abadi, tiada berubah, tidak bergerak, tetap selama-lamanya.

Avyakto yam achityo yam
avikaryo yam uchyate
tasmad evam viditvai nam
na nusochitum arhasi (Bh.G.II.25)
Dia dikatakan tidak termanifestasikan, tidak dapat dipikirkan, tidak berubah-ubah, dan mengetahui halnya demikian engkau hendaknya jangan berduka.

Yang dimaksud "Dia" dan "Nya" dalam sloka di atas adalah Atman itu sendiri. Dia mengatasi segala elemen materi, kekal abadi, dan tidak terpikirkan. Oleh karena itu Atman (Jiwatman) tidak dapat menjadi subyek ataupun obyek daripada perubahan-perubahan yang dialami oleh pikiran, hidup dan badan jasmani. Karena semua bentuk-bentuk yang dialami ini bisa berubah, datang dan pergi, tetapi jiwa itu tetap langgeng untuk selamanya.

Dari uraian sloka di atas, ada beberapa sifat atman yang penting di sini adalah: Achodya (tak terlukai oleh senjata). Adahya (tak terbakar oleh api), Akledya (tak terkeringkan oleh angin), Acesyah (tak terbasahkan oleh air), Nitya (abadi), Sarvagatah (dimana-mana ada), Sthanu (tak berpindah-pindah), Acala (tak bergerak), Sanatana (selalu sama), Awyakta (tak terlahirkan), Achintya (tak terpikirkan), dan Awikara (tak berubah dan sempurna tidak laki-laki atau perempuan).

Perpaduan Atman dengan badan jasmani, menyebabkan mahluk itu hidup. Atman yang menghidupi badan disebut Jiwatman. Pertemuan Atman dengan badan jasmani ini menyebabkan Dia terpengaruh oleh sifat-sifat maya yang menimbulkan awidya (kegelapan). Jadi manusia lahir dalam keadaan awidya, yang menyebabkan ketidak sempurnaannya. Atman itu tetap sempurna, tetapi manusia itu sendiri tidaklah sempurna. Manusia tidak luput dari hukum lahir, hidup dan mati. Walaupun manusia itu mengalami kematian, namun Atman tidak akan bisa mati. 
Hanya badan yang mati dan hancur, sedangkan Atman tetap kekal abadi.

Vasamsi jirnani yatha vihaya
navani grihnati naro parani
tahta sartrahi vihaya jirmany
anyani samyati navani dehi (Bh.G.II.22)
Ibarat orang yang menanggalkan pakaian lama dan menggantikannya dengan yang baru, demikian jiwa meninggalkan badan tua dan memasuki jasmani yang baru.

Jiwatman yang terbelengu berpindah dari satu badan ke badan yang lain. Setiap kelahirannya membawa badan, hidup dan pikiran yang terbentuk dari pada prakerti menurut evolusinya dimasa yang lalu dan kebutuhannya dimasa yang akan datang.

Apabila badan jasmani yang menjadi tua dan hancur, maka alam pikiran sebagai pembalut jiwa merupakan kesadaran baginya untuk berpindah-pindah dari satu badan ke badan yang lain yang disebut reinkarnasi atau phunarbhawa sesuai dengan karmaphalanya (hasil perbuatannya di dunia). Karena itu Atman tidak akan selalu dapat kembali kepada asalnya yaitu ke Paramaatman. Orang-orang yang berbuat baik di dunia akan menuju sorga dan yang berbuat buruk akan jatuh ke Neraka. Di Neraka Jiwatman itu mendapat siksaan sesuai dengan hasil perbuatannya. Karena itulah penjelmaan terus berlanjut sampai Jiwatman sadar akan hakekat dirinya sebagai Atman, terlepas dari pengaruh awidya dan mencapai Moksa yaitu kebahagiaan dan kedamaian yang abadi serta kembali bersatu kepada asalnya.
sumber PHDI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar