Google+

Ekspedisi Militer Belanda Ke Kerajaan Buleleng Dan Karangasem - Babad Pemecutan

Pada masa ini terjadi terjadi ekspedisi militer Belanda ke Kerajaan Buleleng dan Karangasem dibawah pimpinan Letnan Kolonel G Bakker dan laksamana laut Letnan Kolonel J Smith Van den Brock. Ekspedisi Militer ini akan dilaksanakan selambat lambatnya bulan April.

Gubernur Jendral Belanda Rochussen pada tanggal 6 Pebruari 1846 menulis surat kepada Raja Klungkung, Badung, Tabanan dan Raja Selaparang Lombok untuk memberitahukan perihal ekspedisi Belanda kepada kedua kerajaan tersebut. Menurut laporan Residen Surabaya pada tanggal 3 April 1846 beberapa utusan dari Raja Selaparang tiba di Surabaya meyampaikan pesan bahwa Raja Selaparang bersedia membantu dengan segala kemampuannya untuk mendukung aksi militer terhadap kedua kerajaan tersebut.


Adapun sikap dari dari Kerajaan Badung yang diwakili oleh Raja Pemecutan adalah netral tidak memihak siapa siapa. Pada tanggal 9 Juni 1849 Raja Badung I Gusti Gde Ngurah Pemecutan dengan 16.000 pasukan telah tiba di Klungkung untuk meghadiri rapat Raja-Raja yang disarankan oleh Letnan Kolonel Swieten.

Raja Klungkung dan Gianyar menolak hadir dalam rapat tersebut sehingga pertemuan tersebut batal sehingga mendorong Letnan Kolonel Swieten menggerakkan pasukannya menuju Kusamba untuk menyerang Kelungkung. Raja Badung dan Tabanan tidak diberitahu tentang hal tersebut.

Hal yang sangat tidak bisa diterima oleh Raja Badung dan Tabanan yaitu apabila Kerajaan Klungkung jatuh maka Raja Bangli Gde Tangkeban akan ditunjuk sebagai pengganti Dewa Agung sebagai Sesuhunan Bali dan Lombok. Maka jika Belanda bersikeras untuk menyerang Kerajaan Kelungkung maka Raja Badung dan Tabanan akan memihak kepada Kerajaan Kelungkung.

Adanya ancaman tersebut membuat belanda membataskan aksi militernya ke kerajaan Kelungkung dan pada tanggal 13 Juli 1849 Letnan Kolonel Swieten atas nama Pemerintah Hindia Belanda menandatangani perjanjian yang mengatur kembali hubungan politik antara Raja-Raja di Bali dengan Pemerintah Hindia Belanda. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Dewa Agung Ketut Agung dari Kerajaan Kelungkung dan sebagai saksi I Gusti Gde Ngurah Pemecutan dari Kerajaan Badung, Ratu Gusti Ngurah Agung dari Kerajaan Tabanan, Dewa Pahang dari Kerajaan Gianyar sedangkan Raja Bangli tidak hadir.

Demikianlah peran Raja Badung I Gusti Gde Ngurah Pemecutan dengan pusat pemerintahan di Puri Agung Pemecutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar