Google+

meWeda dan Memantra, Pemujaan setiap hari

meWeda dan Memantra, Pemujaan setiap hari

Veda atau Mantra

Weda sebagai kitab suci.

Weda sebagai kitam suci. Satu-satunya pemikiran yang secara tradisional yang kita miliki adalah yang mengatakan weda adalah kitab suci agama Hindu. Apabila kita maksudkan kitab suci agama maka Weda adalah merupakan kitab suci atau buku. Kita tidak membicarakan isinya. Kita hanya membicarakan wujudnya. Buku itu berisi tulisan-tulisan, disusun rapi ada penulisnya, ada pemikirnya dan ada pula isinya berupa ajaran-ajaran. Buku adalah benda atau barang cetakan. Tetapi tidak semua brang cetakan atau buku dapat kitanamakan Weda. Sebagai kitab suci agama Hindu artinya bahwa buku itu diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satu-satunya sumber bimbingan dan infoemasi yang diperlukan dalam kehidupan mereka sehari-hari ataupun untuk melakukanm pekerjaan tertentu.Dan dinyatakan sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkannya pun adalah Tuhan yang dianggap Maha suci.

Weda sebagai ilmu pengetahuan. Weda didalam bahsa sanskerta berarti pengetahuan. Kata Weda berasal dari urat kata Wid, yang artinya mengetahui. Apa bila kita artikan Weda itu sebagai pengetahuan, maka setiap ilmu pengetahuan dapat dikatakan Weda. Ini tidak benar pula. Weda adalah pengetahuan dan diturunkan oleh Tuhan kepada umat manusia sebagai wahyunya. Sebaliknya kata “widya’ adalah segala macam pengetahuan yang dikembangkan oleh penemuan berbagai risetnya. Widya lebih bersifat duniawi sedangkan Weda lebih bersifat rokhani. 


Ada pula penjelasan lain yang kita jumpai mengatakan bahwa kata Weda yang huruf akhirnya ditulis dalam huruf ã (panjang) mengandung pengertian kata-kata yang diucapkan dan dinyanyikan dengan aturan-aturan tertentu. 
Nyanyain itu atau hymne didalam Weda itu disebut ‘Rca’ atau Chanda yang dibedakan menurut jumlah bait dan banyaknya kata atau suku kata dalam satu syair. 
Rca ini juga dikenal dengan nama ‘mantra’ dan karena itu tidak heran hampir semua tulisan dalam kitab weda itu ditulis dalam bentuk mantra atau rca atau Chanda. Hanya beberapa saja yang kita jumpai didalam kitab Yajur Weda yang ditulis dalam bentuk prosa. Pengetahuan itu dapat dibedakan menjadi dua bidang, yaitu: Pengetahuan Rokhani, yang akan menuntun manusia untuk mencapai kesempurnaan rokhani, baik didunia ini maupun didunia kelak sesudah mati. Pengetahuan semacam ini tergolong nwrtti jnana dan jalannya sendiri disebut nwrtti marga. Adapun yang menjadi sumber nwrtti jnana ini adalah Sruti. Pengetahuan duniawi, yaitu pengetahuan yang akan menuntun manusia pada upaya peningkatan kesejahteraan dan hidup bahagia didunia ini. Ilmu pengetahuan yang tergolong jenis ini adalah disebut prawrti marga. Adapun sumber utama dari pengetahuan ini adalah Dharmasatra.

Pengertian weda sebagai wahyu Tuhan. 

Pengertian Weda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa adalah merupakan adalah pengertian yang sangat penting didalam memahami Weda itu sendiri. Sruti sesungguhnya disebut Weda dan Dharmasatra itu adalah smrti. Kemudian lebih lanjut dalam perkembangan pengertian Weda dikembangkan bahwa baik Sruti maupun Smrti kedua-duanya adalah sama yang dimaksudkannya ialah bahwa baik sruti maupun Smrti kedua-duanya diterima sebagai Weda. Dari pengertian yang telah dikemukakan maka apa yang diartikan Weda adalah mencakup pengertian yang amat luas.

Weda adalah Mantra

Aspek pengertian keempat, Weda adalah dikenal sebagai mantra. Pengertian ini dapat kita angkat satu satu konsep penjelasan yang menguraikan bahwa Sruti itu sendiri atas tiga bagian, yaitu: Mantra, yaitu untuk menamakan semua kitab suci Hindu yang tergolong Catur Weda, yaitu Rgweda, Yayurweda, Samaweda dan Athawaweda. Brahmana atau Karmakanda, yaitu untuk menamakan semua Janis buku yang merupakan suplemen kitab mantra, yang isinya khusus membahas aspek karma atau yadnya. Upanisad dan Aranyaka atau dikenal dengan nama Jnanna kanda, yaitu penamaan semua macam buku Sruti yang terdiri atau 108 buah kitab Aranyaka dan Upanisad Isinya khusus membahas aspek pengetahuan yang besifat filasafti. Oleh karena kitab brahmana maupun upanisad maupun Aranyaka tidak pernah disebut sebagai kitab mantra, maka jelas pengertian mantra khusus mencakup catur weda saja. Mantra pengertiannya lebih sempit dari Weda itu sendiri. (Puja, 1985:1-4)

Mantra.

Kata mantra berasal dari kata man yang berarti pikiran dan tra berarti alat. Jadi kata mantra berarti alat dari pikiran. Apa yang dimaksud dengan alat dari pikiran? Sebenarnya semua kata-kata diucapkan oleh seseorang kecuali orang gila, yang pikirannya tidak waras lagi, adalah merupakan alat dari pada pikiran. Kata-kata adalah alat penyambung buah pikiran dari seseorang yang ditujukan pada orang lain atau obyek tertentu. Selanjutnya Mantra adalah kata-kata yang diyakini bukan buatan manusia, tetapi adalah hasil wahyu yang diterima oleh manusia, sebagai alat berkomunikasi khusus dengan Tuhan atau Dewa-Dewa yang merupakan manifestasi dari kekuasaan Beliau. Putra (Tt: halaman 41)

Mantra berarti persembahyangan, himne Weda, teks suci. Mantra dapat digolongkan seni suara karena diucapkan sesuai dengan chanda, yaitu tinggi rendahnya intonasi secara teratur sehingga menimbulkan suara yang harmonis. Pengucapan mantra yang tepat memerlukan latihan, agar intonasi dan tekanan-tekanan suara dapat diucapkan dengan tepat. Mantra yang diucapkan sesuai dengan aturan tersebut dapat menggerakkan kekuatan yang paling dasar dalam diri manusia dan disebutkan pula dapat mengundang segala kekuatan alam yang ada. Cara untuk dapat menguasai suatu mantra, sehingga dinyatakan menjadi orang siddhi mantra (mantra siddhi) adalah dengan melalui latihan dan bimbingan (Pudja: 1979).

Mantra Upasana dan Mantra Upadesa

Mantra Upasana.Pada bagian ini dimuat doa mantra sehari-hari baik yang Nityakala (rutin) mapun Namitikakala (insendental) dipergunakan oleh umat Hindu. Mantra-mantra yang dimuat dalam bagian Mantra Upasana in I Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu yang diselenggarakan di Institut Hindu Dharma, Denpasar bulan Januari 1986 yang lalu. Mantra Upadesa, Pada bagian ini memuat mantra-mantra atau sloka-sloka yang dapat memberikan tuntunan hidup. Sumbernya tidak saja dari Samhita (Catur Weda) dan Upanisad (tetapi juga buka lainnya.).

Dalam kehidupan beragama, umat Hindu, ada tiga kewenangan pemakaian mantra/syair pujaan, yaitu: 1). Untuk Sadhaka, 2).Untuk Pemangku/Pinandita, 3).Untuk Walaka. Mantra-mantra yang ditetapkan ialah mantra-mantra untuk doa-doa sehari-hari, bukan untuk melaksanakan Lokaparasraya. Mantra ini dapat dipakai untuk sembahyang Tri Sandhya. Mantra Upasana yang digunakan sehari-hari bertujuan: untuk memuliakan/memuja Sang Hyang Widhi dan memohon kerahayuan kepadaNya. Dalam mengucapkan mantra-mantra ini hendaknya mengambil sikap sedemikian rupa, sehingga dapat mengucapkan mantra-mantra dengan penuh khidmat serta dilandasi dengan kesucian lahir dan batin. Mantra-mantra ini dapat diucapkan tanpa dilagukan dan dapat diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing. (seperti Tri sandya).Titib (1986: 6,14,15)

Fungsi Mantram

Mantram memiliki fungsi yang utama dalam upacara yadnya maupun dalam kehidupan sehari-hari. Upacara yadnya tidak akan berpahala jika tidak disertai dengan pengucapan mantram.

Nilai Magis Mantram

Matram yang memiliki kekuatan magis tertinggi adalah mantram suci OM/Ongkara. Mantram suci OM adalah Brahman dan dalam Weda Smerti disebutkan bahwa Prajapati memerasnya dari tiga Weda, suara A,U,M dan Wyakrti dengan suara OM disebutkan bahwa itu adalah bentuk suara suci Brahman. Prajapati yang bersemayam disorga tertinggi, mengeluarkan inti sari dari tiga weda (Rg.Weda, Sama Weda Yayur Veda) dan mantram-mantram Rg Weda yang suci bagi Sawitri (Dewi fajar). Kekuatan magis dari mantram OM, sebagai pengucapan awal dari mantram-mantram untuk upacara Panca Yadnya adalah dapat mengantarkan persembahan kepada yang dipuja dan tercapainya tujuan upacara tersebut.

Mengenai kekuatan magis mantram OM dalam mengamalkan ajaran agama sehari-hari adalah dapat tercapainya segala tujuan. Beberapa hal yang penting harus dilaksanakan adalah.
  • pada permulaan dan penutupan suatu pekerjaan, pertemuan penting dan lain-lain hendaknya dimulai dengan mengucapkan OM dan setelah berkahi juga mengucapkan OM. Pelajaran yang dimulai, tidak didahului dengan mengucapkan OM, pelajaran akan tergelincir/tidak diserap dan kalau sudah berakhir tidak disertai dengan ucapan/mantram OM maka pelajaran itu akan hilang.
  • pengucapan mantram Gayatri yang dikatakan sebagai tiang pengokoh Weda adalah gerbang menuju bersatunya Atman dengan Brahman. Orang yang taat mengucapkan Gayatri Mantram setiap hari secara terus menerus selama tiga tahun, setelah meninggalnya akan mencapai Brahman, bergerak leluasa laksana udara mencapai bentuk yang kekal dan abadi.

Pemujaan setiap hari.

Pemujaan yang dilaksanakan setiap hari dengan mengucapkan Gayatri mantram juga dapat memberikan keselamatan ketenangan, kebahagiaan dan ketentraman. Pernyataan tersebut dijelaskan dalam Bhagawadgita bahwa bagi orang yang selalu taat memuja Beliau dengan sujud bahti akan selalu dilindungi-Nya dan akan diberikan apa yang belum dimilikinya (Pudja, 1983:217, 221).

Puja

Puja adalah pujian/pemujaan kepada Tuhan dan manifestasi-Nya yang diucapkan Sulinggih dan Pemangku dalam melaksanakan Panca Yadnya. Pujian/Pemujaan tersebut dikenal dengan istilah Puja. Pengastawa dengan mempergunakan mantra Puja mantra dinyatakan sebagai pucak dari pada Yadnya karena itu pelaksanaan yadnya tanpa disertai puja Pangastawa adalah sia-sia (Pidharta, 2000). Mantra yang dipergunakan dalam Puja Pangastawa sangat sangat banyak mencakup seluruh kekuatan alam yaitu semua manifestasi Sang Hyang Widhi. Mantra-mantra tersebut sangat sakral sebab hanya orang yang sudah disucikan melalui upacara Ekajati dan Dwijati saja yang boleh mengucapkannya. Orang yang baru melakukan penyucian tingkat Ekajati tidak dibenarkan mengucapkan mantra tertentu yang hanya boleh diucapkan oleh Dwijati. Mereka yang berani melanggar ketentuan tersebut akan mendapat pahala yang tidak baik. Menurut sumber sastra, ada dijelaskan bahwa upacara yadnya yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan serta diantar dengan Puja Pangastawa yang benar dan tepat maka yadnya tersebut dapat mencapai tujuan dari pelaksananya.

Kidung

Kidung adalah nyanyian pujian kehadapan Ida Sang Hyang widhi dan manifestasiNya. Kidung dinyanyikan guna melengkapi upacara Panca Yadnya. Kitab suci Rg. Weda menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan yadnya harus ada persembahan, orang yang menata pelaksanaan yadnya, pemimpin upacara dan nyanyian-nyanyian pujian.

Kitab Sama Veda secara keseluruhan memuat nyanyian-nyanyian pujian, yang disebut sebagai nyanyian suci/Kidung Suci. Rg Weda Mandala X, menyebutkan bahwa kidung suci itu berasal dari yang Abadi. Brahad Aryanaka Upanisad menyebutkan bahwa Kidung Suci yang dilagukan dalam persembahyangan/pelaksanaan yadnya dapat menumpas kejahatan. Selanjutnya dijelaskan bahwa doa persem-bahyangan/Kidung suci kekuatannya ada dalam mulut yang disebut Ayasya Anggirasa, karena merupakan inti sari rasa dari tubuh. Mereka yang mengetahui rahasia itu dijauhkan dari kematian dan dapat nantinya menuju sorga. Kitab yajur Weda menyerukan semoga para ilmuwan menyanyikan lagu pujian kepada Tuhan, begitu pula dalam kitab Atharwa Weda dijelaskan bahwa Kidung Suci dilagukan untuk memohon kesempurnaan kehadapan Dewa Waruna. Berdasarkan penjelasan dari kitab-kitab suci tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan yadnya yang kita warisi sekarang ini sudah sesuai dengan ajaran Weda. Yadnya memakai persembahan berupa banten, ada yang menata banten ada Pendeta/pemangku sebagai pemimpin upacara dan ada yang melagukan Kidung suci. Senada dengan sumber sastra tersebut, banyak dijumpai beberapa prasati seperti prasati Bebetin, prasasti Dawa, prasasti Blantih dan lain-lainnya.

Putru

Putru adalah suatu nasehat/tutur yang mengisahkan perjalanan ke sorga. Putru tersebut dilagukan pada waktu upacara Pitra Yadnya.

Majijiwan

Majijiwan dilaksnakan pada upacara yang besar, saat Ida Bhatara turun Ka Peselang. Isi mantra majijiwan tersebut adalah penciptaan bumi dan isinya serta suksesnya upacara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar