Google+

Niti Sastra Sargah 15

Niti Sastra

Sargah 15

Wasantatilaka --o/-oo/o-o/o-o/-o//

Niti Sastra Ayat 1
Lwirning purohita wiçesa ri sang narendra.
Sang wruh ri çāstra putusing paramādhi-kāwi.
Ring widya-sāra sarasāhuwusan kagêgwan.
Sakteng çiwārcana sadāgama tan kaluptan.
Pendeta istana yang utama harus memenuhi syarat-syarat ini : ia harus tahu akan buku-buku ajaran, faham benar akan syair-syair yang indah lagi penting isinya, mengenal betul akan inti dan arti ilmu pengetahuan; ia harus menyembah Siwa dan menjalankan agama dengan patuh. *) Keenam musuh itu ialah : keinginan, kemarahan, kegila-gilaan, kelobaan, kesombongan dan kemabokan.

Niti Sastra Ayat 2
Mwang modi dikṣi wêdihanya tekes linakṣan.
Wijneng samādhi japa hūti ginöng sadarpa.
Mekṣawa ring naya karaksanirang narendra.
Manggêh purohitā tikā ta ngaranya ring rāt.
Lagipula ia harus bertabiat periang dan sopan, ia harus memakai pakaian dan destar sepadan dengan pangkatnya. Ia harus dapat samadi (tafakur) dengan sempurna; ia harus dengan sungguh-sungguh mengucapkan mentera dan memimpin peralatan sasaji (kurban). Ia harus selalu dengan saksama menjaga keselamatan raja. Pendeta istana yang semacam itulah dapat disebutkan pendeta istana yang sejati di atas dunia ini.


Niti Sastra Ayat 3
Tingkahnikang prabhu sumiksa ri bhretya sanggya.
Sakwehnya kottama kamadhya lawan kaniṣṭa.
Yeka warah-warahaneka ya karma yukti.
Sangkeng kutāra gêlarên têkaping sumikṣa.
Jika raja akan memberi pelajaran kepada segenap rakyatnya, yang utama, yang madya (tengah) dan yang nista, ia harus mendidik mereka berkelakuan baik dengan jalan membentangkan “Kutara”; dalam hal inilah ia harus mengajar rakyatnya.

Niti Sastra Ayat 4
Nang wadwa tan kaparêking nagarāryakênta.
Wwang bwat maçabda lêmêhan mapi-tuwi langguk.
Nityeki yan pamêng-amêng manutindriyanya.
Buddhinya durjana katungka papā nicāra.
Hamba raja yang tidak mencintai negerinya, harus disingkirkan. Begitu juga mereka yang banyak omong, tidak suka menurut atau sombong, yang selalu bersenang-senang dan melakukan kehendaknya sendiri. Demikianpun yang perangainya jahat, lancung, rendah budi dan tidak beradat.

Niti Sastra Ayat 5
Krureka tan hana kasomyanika wuwusnya.
Tan hantuṣa ng kêdi-kêdik ya ‘ti-moha garwa
Tan bhakti matwang i ṭuhan titir sampe sênghit.
Yeku ng balācêmer ulahnya ya dohakênta.
Begitu juga mereka yang buas, dan yang tiada kehalusan dalam kata-katanya, yang tidak mempunyai sifat penyanyang, yang angkuh dan serba kasar. Yang tidak hormat dan cinta kepada tuannya , yang suka menghina serta membikin sakit hati orang lain. Mereka itu adalah hamba yang kelakuannya buruk sekali; mereka harus dienyahkan.

Niti Sastra Ayat 6
Mwang wadwa tinggalakêna pwa têkap narendra.
Kopa pragalbha tuwi tan hana mardawanya.
Nityeki lālana taman hana mātra denya.
Sakteng pirak kanaka ngiṣti dhana pwa tansah.
Hamba lainnya yang harus dilepas raja, yaitu : mereka yang suka marah, dan terlampau berani serta tiada mengenal kehalusan; yang suka menuruti hawa nafsu dengan tiada batasnya. Dan yang terlalu suka kepada uang dan emas dan senantiasa menghasratkan kekayaan.

Niti Sastra Ayat 7
Lawan malih wwang angupêt ri tuhanya nitya.
Dudwāti-mūrka kuhakānika göng sadarpa.
Çabdanya tan rahayu nityaca wākparusnya.
Tan yukti karyanêniradhipati ng swa-sena.
Selanjutnya : mereka yang selalu mengumpat tuannya, yang serakah, bodoh, cerdik serta berlagak, yang perkatannya tidak baik dan menusuk hati. Hamba yang semacam itu tidak pantas diangkat menjadi pemimpin tentara.

Niti Sastra Ayat 8
Lwirning narādhipatining bala ring swa-sena.
Pāt kwehnya rakwa huningan pwa rêngönta mangke.
Bwat krūna sāhasa, krêpāna sudhira malwat,
Len warṇasangkara kunang mamati tapaswi.
Pemimpin tentara hendaknya mempunyai empat sifat ini : ganas (bertindak dengan keganasan), kikir, tidak mengindahkan adanya kasta dan mempunyai hasrat membunuh orang yang bertapa.

Niti Sastra Ayat 9
Ring bwat krêpāna ya kasora ring ardha kopa.
Ring warnasangkara lêhêng juga tang krêpāna.
Yapwan krêtaghana kalêhêng juga tang mānampuh.
Yekā gatinya pilihên têkaping sinewa.
Pemimpin tentara yang ganas lebih baik daripada yang tidak mengindahkan perbedaan kasta. Adapun yang suka melanggar peraturan kasta itu lebih baik dari pada yang tidak tahu membalas budi. Raja harus dapat menentukan mana yang dipilih menjadi pemimpin tentara.

Niti Sastra Ayat 10
Yan sājna sang prabhu pakaryanirang amatya.
Tri pwekanang phala kabhuktya anuteng swa-rāja.
Swargādi len ika dhanagama tang kapangguh.
Sangkeng kaçaktining amatya maweh kasiddhanan.
Jika menteri kerajaan selalu menurut perintah raja, maka dia akan mendapat pahala tiga macam. Dengan mengikuti raja ia pertama-tama akan mencapai surga; lain dari pada itu kekayaan dan kenikmatan agama. Dalam kecakapan menteri itu terletak kesempurnaan hasil pekerjaan (raja).

Niti Sastra Ayat 11
Pathyā tigolahên ikā mapatih wiçesa.
Lêngkp wruhing guna samāpta lawan kaçūran.
Dharmārthakāma kawênang ya kaniçcayeng twas.
Yan nirguṇeku tilarên pwa têkap narendra.
Tiga macam yang pantas menjadi tabiat raja besar, yaitu : ia harus tahu mana-mana yang berguna, ia harus gagah berani dan mempunyai keyakinan dapat mencapai sesuatu yang halah, berguna dan layak. Apa yang tiada berguna harus ditinggalkan raja.

Niti Sastra Ayat 12
Salwirnikang guṇa mijil saka ring munindra.
Ring doṣasanghya mêtu ring kuhakāti-mūrka.
Ring mūrka sewu kasêlan ya sujanma tunggal.
Yogyālapên tang ati-çuddha suçila tunggal.
Segala yang berguna berasal dari orang yang suci. Segala yang buruk keluar dari siangkara-murka yang bodoh. Jika terdapat seorang orang yang baik diantara seribu orang-orang bodoh, hendaklah seorang yang baik dan suci itu dipisahkan.
Iti Nīti Çāstra / Nīti Sāra Samapta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar